Anda di halaman 1dari 9

Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Mata Air Keberkahan Hidup di Dunia dan Akhirat

Artikel ini ane dedikasikan bagi Ibunda yang telah wafat beberapa bulan yang lalu. Semoga Allah SWT
mengampuni semua dosanya, menerima amal sholehnya, menghindarkannya dari siksa kubur dan
memasukkannya ke surga kelak. Semoga pula ane dijadikannya sebagai anak yang sholeh yang berbakti
kepadanya (juga kepada bapak ane) pada saat mereka hidup dan ketika mereka telah mati. Semoga pula
dijadikan oleh Allah SWT anak dan keturunan ane manusia-manusia sholeh-sholihah pemimpin orang-
orang yang bertaqwa, aamiin

Sesungguhnya berbakti kepada orang tua menjadi suatu amalan yang berkedudukan sangat tinggi dalam
syari’at Islam. Sangkin tingginya berbakti kepada orang tua digandengkan dengan amalan yang teragung
yaitu mentauhidkan dan tidak mensekutukan Allah SWT.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23)
Begitu tingginya tingkatan amalan berbakti kepada kedua orang tua, sebanding dengan keutamaannya di
sisi Allah SWT. Sehingga berbakti kepada kedua orang tua dapat mengantarkan sang anak pada
kebaikan-kabaikan yang sangat besar. Perhatikan beberapa hadist yang menggambarkan betaapa
besarnya keutamaan berbakti kepada orang tua :
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu
terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi.
Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1]
Diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal
apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku
tanya lagi “Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “
Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah
datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin
(berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. Bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah
telapak kakinya”. (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam
Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
Dan masih banyak lagi, dalil baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan betapa besarnya
keutamaanan berbakti kepada orang tua. Untuk lebih riil nya marilah kita baca 2 kisah tentang
kebaktian anak kepada orang tuanya, memang tulisan yang panjang, akan tetapi sangat mengetarkan
hati kita sebagai seorang anak :
Mahkamah Pengadilan Propinsi Qoshim Saudi Arabiyah menjadi saksi. Ia adalah kisah Hairan al-Fuhaidy,
pelaku kisah mengharukan ini. Drama Airmata kesedihan dan kasih sayang yang tumpah. Sungguh, ini
adalah kisah nyata dan bukan fiksi…
Hari itu, Hairan al-Fuhaidiy seorang lelaki lanjut usia dari Qoshim tidak dapat menahan isak tangisnya di
hadapan Mahkamah Pengadilan Qoshim. Janggutnya basah oleh genangan air mata. Kesedihan tak
sanggup ia sembunyikan lagi…
Kerugian apa gerangan yang membuat Hairan terisak?? Sungguh merupakan peristiwa langka yang jarang
terjadi. Ternyata, tangisan itu dikarenakan dirinya kalah di hadapan Mahkamah oleh saudaranya dalam
hal merawat ibunya yang sudah sangat tua. Wanita tua renta yang tidak memiliki apa-apa selain cincing
perak.
Padahal sebelumnya wanita tua itu berada dalam pemeliharaan Hairan anak tertuanya, yang hidup
seorang diri. Tatkala Hairan mulai berumur, adiknya yang tinggal di kota lain datang menjemput sang ibu
untuk tinggal bersama keluarganya. Tentu saja Hairan keberatan dan menolak keras. Alasannya, ia masih
sanggup memelihara ibunya. Karena tak ada kata sepakat, masalah ini pun menyeret keduanya ke
hadapan Mahkamah Pengadilan. Dan hukumlah yang akan memutuskan perkara mereka.
Akan tetapi, perselisihan itu semakin meruncing. Berlarut-larut dan menelan waktu yang lama. Setiap dari
kedua bersaudara itu bersikukuh menyatakan, bahwa dirinya yang paling berhak memelihara sang ibu.
Maka tak ada jalan lain bagi sang Hakim, melainkan meminta untuk dihadirkan wanita tua itu agar dapat
bertanya padanya secara langsung…
Sungguh pemandangan yang mengharukan. Kedua berasaudara itu bergantian menggendong sang ibu
yang saat itu beratnya tinggal 20 kilo. Sang Hakim tidak dapat menahan haru. Lalu mengajukan
pertanyaan, kepada siapa ia memilih tinggal bersamanya. Dalam kesadaran yang baik, terbata wanita itu
berkata, “Ini adalah (penyejuk) mataku”, seraya memberi isyarat pada Hairan, “dan ini juga (penyejuk)
mataku yang lain seraya memberi isyarat pada saudaranya”.
Sang Hakim terpaksa menjatuhkan putusan sesuai apa yang ia pandang sesuai. Bahwa wanita tua itu
akan tinggal bersama keluarga adik Hairan. Sebab mereka lebih mampu untuk menjaganya. Hairan amat
terpukul. Dan tak dapat lagi menguasai dirinya. Ia hanya terisak-isak mendengar keputusan sang Hakim.
Mahkamah pun senyap, larut bersama kesedihan Hairan.
Duhai, begitu berharga air mata yang dititikkan Hairan… Air mata yang tumpah, karena tidak sanggup lagi
memelihara ibunya. Memang usianya saat itu telah mulai senja pula… Apakah yang menjadikan sang ibu
begitu mulia dan agung hingga sanggup melahirkan sengketa itu??… Duhai, seandainya kita tahu
bagaimana sang ibu mendidik kedua anaknya tersebut, hingga harus bersengketa Mahkamah hanya
lantaran berebutan ingin memeliharanya??
Kisah ini adalah pelajaran yang sangat langka di zaman yang tersebar kedurhakaan. Olehnya,
menangislah wahai orang-orang yang durhaka pada kedua orang tuanya. Semoga kisah mengharukan ini
menjadikan hatimu lunak dan kembali berbakti pada ibumu.
Kisah kedua
Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yg pernah dialaminya…
“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya.
Wanita itu ditemani seorang pemuda yg usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu
memberikan perhatian yg lebih kepada wanita tsb dengan memegang tangannya, memperbaiki
pakaiannya, dan memberikan makanan serta minuman padanya…
Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya
pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tsb
tidak sesuai dengan pertanyaan yang ku ajukan.
Pemuda itu menjawab :“Dia ibuku, dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”
Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yang merawatnya?”, Ia menjawab : “Aku”
Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”
Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya
hingga ia selesai. Aku yg melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor
ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya”
Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”
Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir
pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat
paham dengan ibuku”
Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yg begitu besar..
Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”
Ia menjawab : “Alhamdulillah,aku sudah beristri dan punya beberapa anak”
Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”
Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya, dia yg memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku
telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku
berusaha untuk selalu makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya”
Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”
Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”
Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku…
Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.
Aku bertanya lagi : “Siapa yang memotong kuku-kukunya?”
Ia menjawab : “Aku. Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa”
Tiba-tidak sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : “Kapan kamu akan
membelikan untukku kentang?”
Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai”
Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata : “Sekarang…sekarang!”
Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata : “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih
besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira…”
Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.Lalu
aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”
Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah
pernikahan mereka”
Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”
Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yg merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal – semoga Allah
subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 thn”
Aku bertanya : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda bahwa ibu pernah
memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”
Ia menjawab : “Dokter…sejak aku lahir ibu tidak mengerti apa-apa…kasihan beliau…dan aku sudah
merawatnya sejak usiaku 10 thn”
Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya…
Ia memegang tangan ibunya dan berkata : “Mari kita ke kedai..”
Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”
Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut…
Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”
Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa naik pesawat!”
Aku pun bertanya pada putranya : “
Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Tentu…aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini”
Aku katakan pada pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda…lalu mengapa Anda
membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yg ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan
membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya”.
Lalu pemuda dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku.
Aku pun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat…
Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru…
Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yg ada dalam hatiku…
Aku berkata dalam diriku :
“Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya…
Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu…
Ibunya tidak pernah merawatnya…
Tidak pernah mendekap dan membelainya penuh kasih sayang…
Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil…
Tidak pernah begadang malam…
Tidak pernah mengajarinya…
Tidak pernah sedih karenanya…
Tidak pernah menangis untuknya…
Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya…
Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya…
Tidak pernah….dan tidak pernah…!
Walaupun demikian…
pemuda itu berbakti sepenuhnya pada sang ibu”.
Apakah kita akan berbakti pada ibu-ibu kita yg kondisinya sehat….seperti bakti pemuda itu pada ibunya
yg memiliki keterbelakangan mental?
Sekarang bagaimana dengan kita bro sekalian ? Kita ingat bagaimana orang tua kita memelihara,
menyayangi kita dari kecil bahkan sampai dewasa. Tapi saat kita telah mampu, sepertinya kesibukan
telah melupakan kita terhadap kewajiban berbakti kepada kedua orang kita. Kita sibuk, sibuk dan sibuk,
sehingga kesempatan meraih rahmat Allah SWT yang begitu besar yang turun lantaran kedua oran tua
kita kita lalaikan.
Ketika orang tua kita telah mati, yang tertinggal adalah penyesalan yang tiada terkira. Mengapa saat
mereka hidup dan kita dalam keadaan mampu, kita tidak berbakti kepadanya. Tinggallah air mata yang
bercucuran menangisi kebodohan kita.
Tapi rahmat Allah SWT masih terbuka buat kita, yang merasa belum sempat berbakti kepada ibu-bapak
kita sewaktu hidupnya>
Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada yang bertanya kepada beliau,
“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adakah tersisa perbuatan bakti kepada orang tua yang
masih bisa saya lakukan sepeninggal mereka ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab :
‘Berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan, melaksanakan janji mereka, menyambung tali silaturahim
yang hanya terhubung melalui mereka serta memuliakan teman-teman mereka‘” (HR. Ahmad 3/279,
Bukhari dalam kitab “Adabul Mufrad”, Abu Daud no. 5142)
Semoga Allah SWT memampukan kita untuk terus berbakti kepada orang tua kita baik saat mereka
hidup, mapun setelah mereka mati. Dan janganlah kita menjadi orang yang celaka, karena mensia-siakan
kesempatan berbakti kepada kedua oran tua kita. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis tentang
kecelakaan manusia yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Kehinaan, kehinaan, kehinaan“. Para sahabat bertanya: “siapa wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab:
“Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup ketika mereka sudah tua, baik salah satuya atau
keduanya, namun orang tadi tidak masuk surga” (HR. Muslim 2551)
Semoga bermanfaat
Next artikel
Apakah yang Dimaksud Dengan Doa Anak Soleh?
Ayah Bunda sering kita mendengar hadist bahwa amal para hamba terputus kecuali 3 hal yaitu sedekah
jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang soleh. Kali ini kita akan membahas mengenai doa anak
yang soleh. Apa maksud anak soleh yang mendoakannya? Dalam kitab Aunul Ma’bud, Syarh Sunan Abi
Daud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna anak soleh dalam hadis ini,
Ayah Bunda sering kita mendengar hadist bahwa amal para hamba terputus kecuali 3 hal yaitu sedekah
jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang soleh. Kali ini kita akan membahas mengenai doa anak
yang soleh. Apa maksud anak soleh yang mendoakannya?
Dalam kitab Aunul Ma’bud, Syarh Sunan Abi Daud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna
anak soleh dalam hadis ini,

[1] Anak soleh adalah anak muslim yang menjalan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar.

Kemudian dibawakan keterangan Ibnu Malik, yang mengatakan, “Anak ini diberi sifat soleh, karena
pahala tidak akan diperoleh dari selainnya.”

[2] Anak soleh dalam hadis maksudnya adalah anak yang mukmin. Ini merupakan keterangan Ibnu
Hajar al-Makki.

Dan inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, insyaaAllah. Hanya ikatan iman, yang akan abadi
sehingga doa anak bisa sampai ke orang tuanya.

Apakah hanya Doa Anak yang Sampai?

Doa setiap muslim kepada muslim yang lain bisa sampai, meskipun dia telah berpisah alam. Yang satu
masih hidup, yang satu sudah meninggal. Allah ajarkan doa dalam al-Quran,

“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami,
Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr: 10)
Ayat ini menganjurkan agar kaum muslimin generasi setelah para sahabat, untuk mendoakan kebaikan
bagi kaum muslimin generasi pendahulunya. Memohon ampunan untuk mereka yang masih hidup dan
untuk mereka yang sudah meninggal.

Ini dalil bahwa doa sesama muslim bisa sampai kepada mereka yang telah meninggal, meskipun tidak
ada hubungan keluarga.
Lalu mengapa dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut anak soleh yang mendoakan
orang tuanya?
Ada dua penjelasan ulama dalam hal ini,

[1] Tujuannya dalam rangka memotivasi anak agar rajin mendoakan orang tuanya
Kata al-Munawi,
Tujuan disebutkan doa anak, padahal doa selain anak juga bisa sampai ke mayit adalah memotivasi anak
untuk rajin mendoakan orang tuanya. (Aunul Ma’bud, 8/62).

[2] Bahwa semua amal anak bisa sampai ke orang tuanya, sekalipun anak tidak mendoakannya.
Sebagaimana sedekah jariyah bisa mengalirkan pahala selama apa yang dia sedekahkan dimanfaatkan
masyarakat, meskipun orang yang memanfaatkannya tidak pernah mendoakannya. (Syarh Sunan Ibn
Majah, as-Suyuthi, hlm. 22).

Allahu a’lam.
Sumber: konsultasisyariah.com

Next page

6 Keutamaan Berbakti Kepada Orang tua dalam Islam


Setiap manusia terlahir dengan adanya orangtua dan semua orang pasti memiliki orang tua baik yang
masih ada bersama kita maupun yang sudah tiada. Orangtua dapat dikatakan sebagai orang yang paling
berjasa dalam hidup kita karena setiap manusia ada karena orangtua dan orangtualah yang senantiasa
menjaga dan merawat kita dari kecil. Islam sendiri adalah agama yang sangat menjunjung bakti kepada
orangtua atau yang dikenal dengan istilah birrul walidain. Lalu apa sajakah keutamaan dari berbakti
pada orangtua? Simak penjelasan berikut ini (baca fungsi agama dalam kehidupan)
ads
Pengertian Birrul Walidain
Birrul walidain berasal dari kata al birr yang dalam bahasa Arab berarti kebaikan, sedangkan lawannya
yakni al `uquuq berarti kejelekan atau dapat diartikan sebagai perbuatan menyia- nyiakan hak orang
lain. Kata walidain yang dimaksud adalah merujuk pada orangtua atau orang yang memiliki nasab
(baca arti nasab dan muhrim dalam islam )atau hubungan darah langsung dengan seseorang yakni
dalam hal ini adalah bapak dan ibu. Meskipun demikian walidain juga mencakup nasab diatas ayah dan
ibu dan orang-orang lain yang terkait nasab dengan orang tersebut. (baca juga hukum waris dalam
islam dan pembagian harta warisan menurut islam)
Birrul walidain dapar diartikan sebagai perbuatan baik pada orangtua atau dengan kata lain adalah bakti
kepada orangtua. Sebagaimana yang disebutkan oleh Urwah bin Zubair bahwa seseorang harus selalu
menaati orangtuanya dan jangan sampai mereka berdua tidak ditaati sedikitpun. Pernyataan tersebut
adalah didasarkan pada surat Al isra ayat 24 yang berbunyi “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan”. (QS. Al-Isra`: 24).
Dasar Hukum Birrul Walidain
Allah SWT sendiri selalu memerintahkan umatnya untuk berbakti pada orangtua sebagaimana yang
disebutkan dalam firmanNya dalam alqur’an berikut ini (baca fungsi Alqur’an bagi umat
manusia dan manfaat membaca alqur’an dalam kehidupan)
 QS Al Isra ayat 24
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia(1).Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Israa’: 23-24)
 QS Al Ahqaaf ayat 13
”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri.”(Al-Ahqaaf:15)
 QS Luqman ayat 14
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS.
Luqmaan: 14)
Dari ayat-ayat tersebut maka jelaslah bahwa Allah SWT memerintahkan umatnya untuk senantiasa
berbakti dan berbuat baik kepada orangtua bahkan Allah menggandengkan perintah tauhid dengan
perintah berbuat baik pada kedua orang tua. Hal tersebut menandakan bahwa berbakti pada orangtua
adalah sesuatu yang sangat penting dilakukan oleh seorang muslim.
Keutamaan Berbakti pada Orangtua
Tidak hanya menjadi perintah bagi muslim untuk menaati dan berbuat baik pada orangtuanya melainkan
berbakti pada orangtua memiliki beberapa keutamaan. Diantara keutamaan berbakti kepada orang tua
tersebut diantaranya
1. Berbakti pada orangtua setara dengan jihad
Dalam suatu hadits Rasulullah, disebutkan bahwa perintah berbakti pada orangtua sama pentingnya
dengan berjihad. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits berikut ini

” Dari Abdullah ibn ’Amru ibn al-’Ash semoga Allah meridhoi kepada keduanya, ia berkata : ada seorang
laki-laki menghadap Rasulullah SAW dan seorang laki-laki tersebut berkata : saya baiat kepada mu untuk
mengikuti hijrah dan jihad dengan harapan saya mencari pahala dari Allah. Rasulullah bertanya : apakah
kamu masih memiliki kedua orang tua ( ibu Bapak ) yang masih hidup atau salah satunya ? laki-laki
tersebut menjawab benar ( saya masih memiliki kedua ibu bapak ) bahkan keduanya masih hidup, Nabi
bertanya apakah kamu mau mencari pahala dari Allah ? dia (laki-laki) menjawab : benar. Maka Rasulullah
bersabda : kembalilah kepada kedua orang ibu bapak mu dan temanilah keduanya dengan berbuat baiklah
kepada keduanya.” ( HR Muttafaqun ’alaih).
2. Perbuatan yang dicintai Allah SWT
Tidak hanya Rasulullah saja yang mencintai perilaku birrul walidain akan tetapi Allah SWT juga
mencintai perbuatan tersebut. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadits Rasulullah SAW yang berbunyi
(baca juga cinta menurut islam)
“Diriwayatkan bahwa Abi Abdurahaman Abdullah ibn Mas’ud bertanya kepada Rasulullah SAW, Amal apa
yang paling dicintai oleh Allah SWT ? rasul menjawab : sholat tepat pada waktunya, kemudian aku
menanyakan lagi, amal apa lagi ? Rasul menjawab birrul walidain (atau berbakti pada orang tua),
kemudian aku menanyakan lagi, amal apa lagi ? Rasul menjawab : jihad di jalan Allah, ( HR. Muttafaqun
alaih ).
3. Ridha Allah bergantung pada Ridha orangtua
Disebutkan dalam suatu hadits bahwa ridha Allah SWT adalah bergantung kepada keridhaan orang tua
dan murka Allah SWT juga bergantung pada murka orangtua. Oleh sebab itu sebagai umat islam
tentunya kita menyadari bahwa apa yang mendapatkan ridha atau restu orangtua dalam segala sesuatu
adalah suatu hal yang penting. Rasulullah SAW, bersabda :
”Ridho Allah terdapat dalam ridhonya kedua orang tua ( ibu bapak), dan murka Allah terdapat dalam
murkanya kedua orang tua”. ( HR At-Tirmizi )
4. Dimudahkannya segala perkara
Perlu diketahui bahwa mungkin jika seseorang memiliki kesulitan dalam hidupnya adalah karena ia
durhaka pada kedua orangtuanya dan apabila seseorang mendapatkan kebaikan dan kemudahan dalam
perkaranya adalah mungkin karena perbuatan baik dan baktinya kepada orangtua. Oleh sebab itu
seorang muslim hendaknya senantiasa berbakti pada orangtua dan berusaha merawat mereka dengan
sebaik mungkin sehingga Allah SWT berkenan menghilangkan segala kesulitan hidup yang dialami oleh
orang tersebut. (baca cara mendidik anak dalam islam dan pendidikan anak dalam islam)
5. Diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya
Sebagaiamna kita ketahui bahwa silaturhami dapat memperluas rizki dan memanjangkan umur
seseorang dan silaturahmi yang paling utama adalah silaturahmi dengan orangtua dan senantiasa
berbuat baik kepada mereka.

Jika orangtua tinggal jauh dengan anak maka sang anak hendaknya selalu berusaha menyambung
komunikasi dengan mereka dan mengunjungi orangtuanya pada suatu waktu untuk memastikan kondisi
kedua orangtuanya. (baca keutamaan menyambung tali silaturahmi)
6. Memperoleh imbalan surga dan dijauhkan dari malapetaka
Seorang anak yang berbuat kejahatan atau durhaka pada orangtuanya maka surga haram baginya dan
sebaliknya mereka yang berbakti pada kedua orangtuanya, Allah menjanjikan surga bagi mereka. Tidak
hanya itu, dosa-dosa yang dilakukan seseorang di dunia mungkin akan mendapat balasannya di akhirat
namun dosa yang dilakukan seorang anak kepada kedua orangtuanya di dunia,hukumannya tidak hanya
ia dapatan diakhirat saja melainkan disegerakan hukumannya di dunia (baca dosa yang tak terampuni
oleh Allah SWT). Dengan kata lain azab akan selalu diberikan bagi mereka yang durhaka pada orangtua,
sedangkan mereka yang berbakti pada orangtua senantiasa akan dijauhkan dari malapetaka oleh Allah
SWT. (baca juga ibu tiri dalam islam)
Demikian pengertian birrul walidain, dasar hukum serta keutamaan berbakti kepada orang tua. Semoga
sebagai seorang umat islam yang senantiasa beriman kepada Allah SWT, kita dapat selalu berbuat baik
dan berbakti kepada orangtua. Amin (baca juga fungsi iman kepada Allah SWT dan Cara makan
Rasulullah)

Anda mungkin juga menyukai