Anda di halaman 1dari 55

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Akuntansi
2.1.1.1 Pengertian Akuntansi
Menurut Hanafi dan Abdul Halim (2016:27) akuntansi yaitu sebagai

berikut:
“Sebagai proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan

pengomunikasian informasi ekonomi yang bisa dipakai untuk penilaian

(judgement) dan pengambilan keputusan oleh pemakai informasi tersebut.”

Pengertian lain tentang akuntansi menurut Soemarso (2009:14) yaitu:

“Akuntansi (accounting) suatu disiplin yang menyediakan informasi

penting sehingga memungkinkan adanya pelaksanaan dan penilaian

jalannya perusahaan secara efisien.”


2.1.1.2 Jenis-Jenis Akuntansi
Di dalam ilmu akuntansi telah berkembang jenis-jenis khusus di mana

perkembangan tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah dan ukuran

perusahaan serta pengaturan pemerintah. Menurut Wibowo dan Abubakar

(2008:2) jenis-jenis akuntansi yang telah mengalami perkembangan, antara lain:


“1. Akuntansi Keuangan (Financial/General Accounting)
Menyangkut pencatatan transaksi-transaksi suatu perusahaan dan
penyusunan laporan berkala di mana laporan tersebut dapat
memberikan informasi yang berguna bagi manajemen, para pemilik,
dan kreditor.
2. Akuntansi Pemeriksaan (Auditing)
Merupakan suatu bidang yang menyangkut pemeriksaan laporan-
laporan keuangan melalui catatan akuntansi secara bebas, yaitu laporan
keuangan tersebut diperiksa mengenai kejujuran dan kebenarannya.
16

3. Akuntansi Manajemen (Management Accounting)


Merupakan bidang akuntansi yang menggunakan baik data historis
maupun data-data taksiran dalam membantu manajemen untuk
merencanakan operasi-operasi di masa yang akan datang.
4. Akuntansi Perpajakan (Tax Accounting)
Mencakup penyusunan laporan-laporan pajak dan pertimbangan
tentang konsekuensi-konsekuensi dari transaksi-transaksi perusahaan
yang akan terjadi.
5. Akuntansi Budgeter (Budgetary Accounting)
Merupakan bidang akuntansi yang merencanakan operasi-operasi
keuangan (anggaran) untuk suatu periode dan memberikan
perbandingan antara operasi-operasi yang sebenarnya dengan operasi
yang direncanakan.
6. Akuntansi untuk Organisasi Nirlaba (Nonprofit Accounting)
Merupakan bidang yang menghususkan diri dalam pencatatan
transaksi-transaksi perusahaan yang tidak mencari laba, seperti
organisasi keagamaan dan yayasan-yayasan sosial.
7. Akuntansi Biaya (Cost Accounting)
Merupakan bidang yang menekankan penentuan dan pemakaian biaya
serta pengendalian biaya tersebut yang pada umumnya terdapat pada
perusahaan industri.
8. Sistem Akuntansi (Accounting System)
Meliputi semua teknik, metode, dan prosedur untuk mencatat dan
mengolah data akuntansi dalam rangka memperoleh pengendalian
internal yang baik, di mana pengendalian internal merupakan suatu
sistem pengendalian yang diperoleh dengan adanya struktur organisasi
yang memungkinkan adanya pembagian tugas dan sumber daya
manusia yang cakap dan praktek-praktek yang sehat.
9. Akuntansi Sosial (Social Accounting)
Merupakan bidang yang terbaru dalam akuntansi yang paling sulit
untuk diterangkan secara singkat, karena menyangkut dana-dana
kesejahteraan masyarakat.”

2.1.2 Laporan Keuangan


2.1.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

(2011:1):
17

“Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi

keuangan dan kinerja suatu entitas.”


Kasmir (2012:7) menjelaskan pengertian laporan keuangan, yaitu berikut

ini:
“Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan

perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.”

Sementara, menurut Irham Fahmi (2014:2) pengertian laporan keuangan

adalah:

“Suatu sistem yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dan

lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja

keuangan perusahaan tersebut.”

2.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2013:126) tujuan umum laporan

keuangan adalah sebagai berikut:

“1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber


ekonomi dan kewajiban perusahaan dengan maksud:
a. Untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan.
b. Untuk menunjukkan posisi keuangan dan investasinya.
c. Untuk menilai kemampuannya untuk menyelesaikan utang-
utangnya.
d. Menunjukkan kemampuan sumber-sumber kekayaannya yang ada
untuk pertumbuhan perusahaan.
2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan
bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba dengan
maksud:
a. Memberikan gambaran tentang deviden yang diharapkan pemegang
saham.
b. Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membiayaai
kewajiban kepada kreditor, supplier, pegawai, pajak, dan
mengumpulkan dana untuk perluasan perusahaan.
c. Memberikan informasi kepada manajemen untuk digunakan dalam
pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan.
d. Menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan mendapatkan laba
dalam jangka panjang.
18

3. Menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir


potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Memberikan informasi yang diperlukan tentang perubahan harta dan
kewajiban.
5. Mengungkapkan informasi yang relevan yang dibutuhkan para
pemakai laporan.

2.1.2.3 Karakteristik Laporan Keuangan

Menurut Irham Fahmi (2014:8) kondisi dan situasi yang tergambarkan

pada laporan keuangan akan menjadi informasi keuangan, dan selanjutnya

informasi tersebut akan dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam pengambilan

keputusan, harus disadari oleh pihak manajer keuangan khususnya akuntan

pembuat laporan keuangan bahwa ada 4 (empat) karakteristik utama laporan

keuangan yang harus dipenuhi. Ke empat karakteristik tersebut adalah:


“1. Dapat Dipahami
Suatu informasi bermanfaat apabila dapat dipahami oleh para
penggunanya. Para pengguna laporan keuangan adalah pihak-pihak
yang berasal dari berbagai kalangan latar belakang pendidikan, profesi,
dan budaya yang berbeda-beda. Laporan keuangan harus disajikan
dengan bahasa yang sederhana, singkat, formal, dan mudah dipahami.
Laporan keuangan sering diharuskan menggunakan istilah-istilah ilmu
keuangan atau industri yang sulit dipahami oleh orang-orang awam.
Penyajian informasi tersebut tetap harus dilakukan karena sangat
relevan bagi sebagian pengguna laporan keuangan.
2. Relevan
Informasi yang ada pada laporan keuangan harus relevan dengan
pengambilan keputusan. Agar relevan, informasi yang ada pada
laporan keuangan harus memiliki nilai prediktif sehingga dapat
digunakan dalam melakukan prediksi keuangan. Suatu infromasi
dikatakan relevan apabila disajikan dengan memperhatikan prinsip
materialitas.
3. Dapat Dipercaya
Informasi yang ada pada laporan keuangan akan sangat bermanfaat
apabila disajikan dengan andal dan dapat dipercaya. Suatu laporan
keuangan dapat dipercaya apabila disajikan secara jujur. Laporan
Keuangan juga harus disajikan dengan prinsip kehati-hatian dan
lengkap.
4. Dapat Dibandingkan
Informasi yang ada pada laporan keuangan harus memiliki sifat daya
banding. Untuk mencapai kualitas tersebut, laporan keuangan harus
19

disajikan secara komparatif dengan tahun-tahun sebelumnya. Laporan


keuangan yang disajikan secara komparatif sangat bermanfaat karena
dapat digunakan untuk melakukan prediksi keuangan. Agar memiliki
daya banding, laporan keuangan juga harus menggunakan teknik-
teknik dan basis-basis pengukuran dengan konsisten.”

2.1.2.4 Jenis-Jenis Laporan Keuangan


Menurut Irham Fahmi (2014:3), sebuah laporan keuangan pada umumnya

terdiri dari:
“1. Neraca
Neraca meringkas proses keuangan suatu perusahaan pada tanggal
tertentu. Neraca menampilkan sumber daya ekonomis (aset),
kewajiban ekonomis (hutang), dan modal saham.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi meringkas hasil dari kegiatan perusahaan selama
periode tertentu. Laporan ini sering dipandang sebagai laporan
akuntansi yang paling penting dalam laporan tahunan. Kegiatan
perusahaan dalam periode tertentu mencakup aktivitas rutin atau
operasional.
3. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal merekonsiliasi saldo awal dan akhir semua
akun yang ada dalam seksi ekuitas pemegang saham dalam neraca.
Laporan perubahan modal menggambarkan jumlah modal yang
dimiliki perusahaan saat ini, kemudian laporan ini juga menunjukkan
perubahan modal serta sebab-sebab berubahnya modal.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas memberikan informasi tentang arus kas masuk dan
keluar dari kegiatan operasi, pendanaan, dan investasi selama suatu
periode tertentu.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan memberikan informasi tentang
penjelasan yang dianggap perlu atas laporan keuangan yang ada
sehingga menjadi jelas sebab penyebabnya.”

2.1.2.5 Pengguna Laporan Keuangan


Menurut Werner R. Murhadi (2013:6), laporan keuangan dibuat karena

adanya kebutuhan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Beberapa pihak yang membutuhkan informasi mengenai kondisi keuangan

perusahaan antara lain:


“1. Pemegang Saham dan Investor
Pemegang saham dan investor merupakan pihak utama yang
membutuhkan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan.
20

Pihak-pihak ini membutuhkan informasi untuk membantu menentukan


apakah harus membeli, mempertahankan atau menjual suatu saham
perusahaan, tetapi juga waktu untuk melakukan tindakan pembelian
atupun penjualan tersebut.
2. Manajer
Pihak manajer juga membutuhkan informasi laporan keuangan
terutama terkait kinerja dan adanya batasan-batasan dalam kontrak
kredit yang harus mereka taati. Manajer membutuhkan informasi
terkait kinerja perusahaan dalam rangka menentukan kelayakan paket
kompensasi bagi pihak manajemen dan karyawan dalam suatu
perusahaan. Manajer juga menggunakan informasi laporan keuangan
untuk membuat keputusan yang terkait investasi, pembiayaan, dan
operasional perusahaan.
3. Karyawan
Informasi laporan keuangan tidak hanya berisi informasi mengenai
kondisi keuangaan perusahaan saat ini, namun juga mampu
menggambarkan potensinya di masa mendatang. Karyawan
membutuhkan informasi kondisi keuangan perusahaan tidak hanya
untuk keperluan kompensasi, namun juga terkait dengan masa depan
mereka termasuk pensiun di dalamnya.
4. Supplier dan Kreditur
Pemasok bahan baku berkepentingan dengan informasi kondisi
keuangan perusahaan. Hal ini terkait dengan material yang telah
mereka berikan kepada perusahaan dan kelangsungan pembayaran
utang perusahaan kepada pemasok tersebut. Hal ini juga sama dengan
kreditur perusahaan, di mana pihak kreditur seperti bank telah
memberikan dananya kepada perusahaan yang harus dapat
memastikan bahwa kredit yang telah diberikan tersebut akan kembali
dengan lancar. Untuk itu biasanya kreditur akan mengikat perusahaan
dengan perjanjian kredit yang akan memberikan batasan-batasan yang
harus dipenuhi oleh perusahaan.
5. Pelanggan
Pelanggan merupakan pihak yang harus dijaga hubungannya karena
akan memberikan manfaat bagi perusahaan. Pelanggan membutuhkan
informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan, terkait dengan
kelangsungan produk yang telah dibeli dari perusahaan seperti
garansi. Pelanggan tidak akan membeli suatu produk yang ditawarkan
dari perusahaan yang akan mengalami masalah di masa mendatang.
6. Pemerintah
Kebutuhan informasi keuangan oleh pemerintah adalah terkait dengan
pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Pemerintah tidak hanya
membutuhkan informasi tentang besarnya pajak yang dibayarkan,
namun sebagai regulator pemerintah juga perlu informasi mengenai
besarnya pajak yang akan dikenakan ke dunia usaha.”

2.1.3 Perpajakan
21

2.1.3.1Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yaitu:

“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1), pengertian pajak

adalah:

“Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat


dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”

Pengertian pajak menurut P. J. A. Adriani dalam Waluyo (2013:2), adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pengertian pajak menurut Sommerfeld, dkk. dalam Diana Sari (2013:35),

yaitu:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor


pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

2.1.3.2 Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketauhi ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi utama pajak menurut Diana Sari

(2013:37) yaitu sebagai berikut:


22

“1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)


Yaitu sebagai alat (sumber untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan negara membutuhkan biaya.
Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak digunakan
untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,
uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah yakni penerimaan dalam
negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari
tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terus diharapkan dari
sektor pajak.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan
(umpamanya bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan
keamanan misalnya: mengadakan perubahan tarif, memberikan
pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya
pemberatan-pemberatan yang khusus ditunjukkan kepada masalah
tertentu). Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan fungsi ini bisa positif
dan negatif. Pelaksanaan fungsi pajak yang positif maksudnya jika
suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah dipandang
sebagai sesuatu yang positif, oleh karena itu didorong oleh pemerintah
dengan memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive)
yang dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan.
Sementara itu, pelaksanaan fungsi mengatur yang bersifat negatif
dimaksudkan untuk mencegah atau menghalangi perkembangan yang
menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal itu
dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang perpajakan yang
menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan suatu
kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah.”

2.1.3.3 Jenis-Jenis Pajak

Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:7), pajak dibagi menjadi

beberapa menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya, antara lain:

“1. Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:


a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung Wajib
Pajak (WP) yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
23

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat


dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Menurut sasaran/objeknya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang dilanjutkan dengan mencari syarat
objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri WP. Contoh:
PPh.
b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objek tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contohnya: PPN,
PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai (BM).
3. Menurut pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat.
Contohnya: PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan BM.
b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah.
Contohnya: Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan
Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

2.1.3.4 Sistem Pemungutan Pajak

B. Ilyas dan Burton (2013:37) menyebutkan terdapat empat macam sistem

pemungutan pajak yaitu sebagai berikut:

“1. Official Assessment System


Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus
dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini
masyarakat (Wajib Pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya
suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak seseorang
baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.
2. Semiself Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus
dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang
terutang. Dalam sistem ini, setiap awal tahun pajak Wajib Pajak
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan
yang merupakan angsuran bagi Wajib Pajak yang harus disetor sendiri.
24

Baru kemudian pada akhir tahun pajak fiskus menentukan besarnya


utang pajak yaang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan
oleh Wajib Pajak.
3. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dalam
sistem ini Wajib Pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur
dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang, kecuali
Wajib Pajak melanggar ketentuan yang berlaku.
4. Withholding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak
ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.
Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan
melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini, fiskus dan Wajib Pajak
tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.”

2.1.3.5 Surat Pemberitahuan (SPT)

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pengertian Surat

Pemberitahuan (SPT) adalah:


“Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.”

Menurut Mardiasmo (2011:29) Surat Pemberitahuan adalah:

“Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan


dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan
atau harta dan kewajiban yang terhutang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.”

Dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-103/PJ/2011

tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat

Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah:

“Surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak
yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
(SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak Penghasilan
25

Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/S) termasuk SPT Tahunan
Pembetulan.”

Pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada

tingkat di bawahnya seperti peraturan menteri keuangan

2.1.3.6 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Dalam Resmi (2014:42) fungsi SPT bagi Wajib Pajak adalah sebagai

berikut:

“1. Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk


melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek
pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu)
masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu
masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.”
26

2.1.3.7 Pajak Penghasilan

Pengertian pajak penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, yaitu:

“Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan

badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam satu tahun pajak”.

2.1.3.8 Subjek Pajak Penghasilan


Subjek pajak menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008, yaitu sebagai berikut:


“1. Orang pribadi;
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak;
3. Badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia;
4. Bentuk usaha tetap. Bentuk usaha tetap merupakan Subjek Pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan
(bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia).”

2.1.3.9 Objek Pajak Penghasilan

Menurut Mardiasmo (2011:139), Objek pajak penghasilan adalah:

“Penghasilan, yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima atau


diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar
negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam bentuk apa pun”.

2.1.4 Akuntansi Keuangan

Hanafi dan Abdul Halim (2016:29) menyebutkan akuntansi keuangan

adalah:
27

“Akuntansi keuangan adalah sistem pengakumulasian, pemrosesan, dan

pengkomukasian yang didesain untuk informasi pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan investasi dan kredit oleh pemakai eksternal.”

Menurut Kieso & Weygandt (2008:2), akuntansi keuangan adalah:

“Serangkaian proses yang berujung pada penyusunan laporan keuangan


yang berkaitan dengan perusahaan secara keseluruhan untuk digunankan
oleh pengguna laporan keuangan baik internal maupun eksternal
perusahaan.”

Martani (2012:8) menyebutkan akuntansi keuangan adalah:

“Akuntansi keuangan adalah sistem pengakumulasian, pemrosesan, dan

pengkomukasian yang didesain untuk informasi pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan investasi dan kredit oleh pemakai eksternal.”

Pengertian akuntansi keuangan menurut PSAK, akuntansi keuangan

mempunyai tujuan yaitu:

“1. Memberikan informasi dan data keuangan yang dapat membantu


parapengguna laporan keuangan untuk memprediksi potensi
perusahaan dalam mendapatkan laba di masa yang akan datang.
2. Memberikan informasi keuangan mengenai kewajiban,modal dan
sumber ekonomi perusahaan secara handal dan dapat dipercaya.
3. Memberikan informasi yang berkaitan tentang perubahan-perubahan
yang ada pada sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.
4. Menyampaikan informasi lain yang relevan dengan laporan keuangan
untuk digunakan oleh pihak-pihak pengguna laporan keuangan.”

2.1.5 Akuntansi Pajak

Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:10):

“Akuntansi pajak merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari


unsur spesialisasi yang menuntut keahlian dalam bidang tertentu.
Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur
dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh
fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan
pemerintah. Tujuan dari akuntansi pajak adalah menetapkan besarnya
pajak terutang berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh
perusahaan.”
28

Akuntansi pajak tidak memiliki standar seperti akuntansi keuangan yang

diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan

(SAK). Akuntansi pajak hanya digunakan untuk mencatat transaksi yang

berhubungan dengan perpajakan. Akuntansi komersial disusun dan disajikan

berdasarkan SAK, namun untuk kepentingan perpajakan, akuntansi komersial

harus disesuaikan dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh

karena itu, jika terdapat perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan

perpajakan untuk keperluan pelaporan dan pembayaran pajak, maka undang-

undang perpajakan memiliki prioritas untuk dipatuhi agar tidak menimbulkan

kerugian material bagi WP yang bersangkutan.

2.1.6 Perbedaan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Perpajakan

Waluyo (2013:45), mengemukakan perbedaan antara akuntansi keuangan

dan akuntansi perpajakan, sebagai berikut:

Tabel 2.1
Perbedaan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Perpajakan

Akuntansi Keuangan Akuntansi Perpajakan

Dasar Penyusunan Standar Akuntansi Undang-Undang


Keuangan (SAK) Perpajakan

Konsep a. Mempertemukan beban a. Mempertemukan antara


dengan pendapatan yang biaya untuk mendapat,
paling tepat menagih, dan
(propermatching cost memelihara penghasilan
and revenue). yang merupakan objek
b. Konservatisme pajak (propermatching
digunakan. taxable income and
c. Materialitas digunakan deductible expense)
b. Konservatisme tidak
digunakan
29

c. Materialitas tidak
digunakan

Akibat Penyimpangan Pengambilan keputusan Dikenakannya sanksi di


yang tidak tepat oleh bidang perpajakan, antara
manajemen, adanya opini lain: sanksi administrasi
yang buruk terhadap berupa denda, bunga atau
laporan keuangan yang kenaikan, sedangkan sanksi
berhubungan dengan pidananya berupa kurungan
kreditor, investor, dan penjara.
pemilik perusahaan.

Masa Manfaat a. Masa manfaat ditentukan a. Ditetapkan berdasarkan


aktiva berdasarkan keputusan Menteri
taksiran umur ekonomis Keuangan
maupun umur teknis b. Nilai residu tidak
b. Ditelaah ulang secara diperhitungkan
periodik
c. Nilai residu bisa
diperhitungkan

Harga Perolehan a. Untuk pembelian a. Untuk transaksi yang


menggunakan harga tidak mempunyai
sesungguhnya hubungan istimewa
b. Untuk pertukaran aktiva berdasarkan harga yang
tidak sejenis sesungguhnya
menggunakan harga b. Untuk transaksi yang
wajar mempunyai hubungan
c. Untuk pertukaran sejenis istimewa berdasarkan
berdasarkan nilai buku harga pasar
aktiva yang dilepas c. Untuk transaksi tukar
d. Aktiva sumbangan menukar adalah
berdasarkan harga pasar berdasarkan harga pasar
d. Dalam rangka likuidasi,
peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau
penggabungan adalah
harga pasar kecuali
ditentukan lain oleh
Menteri Keuangan
e. Revaluasi keuangan
adalah sebesar nilai
setelah revaluasi
30

Metode Penyusutan a. Garis lurus a. Untuk aktiva tetap


b. Jumlah angka tahun bangunan adalah garis
c. Saldo menurun/ lurus
menurun berganda b. Untuk aktiva tetap bukan
d. Metode jam jasa bangunan Wajib Pajak
e. Unit produksi dapat memilih garis
f. Aniuitas lurus atau saldo menurun
g. Sistem persediaan ganda asal diterapkan
h. Wajib Pajak dapat secara taat asas
memilih salah satu
metode yang dianggap
sesuai asal diterapkan
secara konsisten dan
metode penyusutan
harus ditelaah secara
periodik

Sistem Penyusutan Penyusutan secara a. Penyusutan individual


individual kecuali untuk b. Penyusutan
peralatan kecil, boleh gabungan/grup
secara golongan

Saat Dimulainya a. Saat perolehan a. Saat perolehan


Penyusutan b. Saat penyelesaian b. Dengan izin Menteri
Keuangan dapat
dilakukan pada
penyelesaian

2.1.7 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan

Fiskal
31

Dalam Resmi (2014:400) penyebab laporan keuangan komersial dan

laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi,

perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan

biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.

“1. Perbedaan Prinsip Akuntansi


Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi
Keuangan disingkat SAK) yang telah diakui secara umum dalam
dunia bisnis dan profesi, tetapi tidak diakui dalam fiskal, meliputi:
a. Prinsip konservatisme. Penilaian persediaan akhir berdasarkan
metode “terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih” dan
penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui
dalam akuntansi komersial, tetapi tidak diakui dalam fiskal.
b. Prinsip harga perolehan (cost). Dalam akuntansi komersial,
penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri
boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura.
Dalam fiskal, pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui
sebagai pengurangan/biaya.
c. Prinsip pendanaan (matching) biaya-manfaat. Akuntansi komersial
mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan.
Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan,
seperti alat-alat pertanian.
2. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
a. Metode penilaian persediaan. Akuntansi komersial membolehkan
memilih beberapa metode penghitungan/penentuan harga perolehan
persediaan, seperti rata-rata (average), masuk pertama keluar
pertama (first in-first out – FIFO), masuk terakhir keluar pertama
(last in-fisrt out – LIFO), pendekatan laba bruto, pendekatan harga
jual eceran, dan lain-lain. Dalam fiskal hanya membolehkan
memilih dua metode, yaitu rata-rata (average) atau masuk pertama
keluar pertama (FIFO).
b. Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial
membolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis
lurus (straight line method), metode jumlah angka tahun (sum of
the years digits method), metode saldo menurun (declining
balanced method), atau saldo menurun ganda (double declining
balanced method), metode jam saja, metode jumlah unit produksi,
metode berdasarkan jenis dan kelompok, metode anuitas, metode
persediaan, dan lain-lain untuk semua jenis harta berwujud atau
aset tetap. Dalam fiskal pemilihan metode penyusutan lebih
terbatas, antara lain metode garis lurus (staright line method) dan
saldo menurun (declining balanced method) untuk kelompok harta
32

berwujud jenis nonbangunan, sedangkan untuk harta berwujud


bangunan dibatasi pada metode garis lurus saja.
c. Metode Penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial
penghapusan piutang ditentukan berdasarkan cadangan. Sedangkan
dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang
diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam
fiskal hanya diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha
bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, dan usaha
pertambangan dengan jumlah yang dibatasi dengan peraturan
perpajakan.
3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya
a. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan
merupakan Objek Pajak Penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan Kena
Pajak (PKP) atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi
komersial.
b. Penghasialn tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi
pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.
c. Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:
1) Kerugian suatu usaha di luar negeri. Dalam akuntansi komersial
kerugian tersebut mengurangi laba bersih, sedangkan dalam
fiskal kerugian tersebut tidak boleh dikurangkan dari total
penghasilan (laba) kena pajak.
2) Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya. Dalam
akuntansi komersial kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam
perhitungan laba bersih tahun sekarang, sedangkan dalam fiskal
kerugian tahun sebelumnya dapat dikurangkan dari penghasilan
(laba) kena pajak tahun sekarang selama belum lewat 5 tahun.
3) Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Imbalan yang
diterima atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham
atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan jumlah
yang melebihi kewajaran.”
2.1.8 Rekonsiliasi Fiskal

Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal yang timbul akibat standar

perhitungan laba yang berbeda antara akuntansi (komersial) dengan akuntansi

perpajakan (fiskal) yang menyebabkan perusahaan tiap tahunnya melakukan

rekonsiliasi fiskal.

Menurut Agoes dan Trisnawati (2013:238) rekonsiliasi fiskal adalah:


33

“Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba akuntansi yang


berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto
atau laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan melakukan
proses rekonsiliasi fiskal ini maka WP tidak perlu membuat pembukuan
ganda, melainkan cukup membuat 1 pembukuan yang didasari SAK-
ETAP. Koreksi fiskal tersebut dapat dibedakan antara beda tetap dan beda
waktu.”

Menurut Direktur Jenderal Pajak dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor: Kep. 214/PJ/2001 tanggal 15 Maret 2001, dengan tegas

dinyatakan bahwa:

“Salah satu dokumen lain yang harus dilampirkan dalam Surat


Pemberitahuan, adalah rekonsiliasi laba rugi fiskal, baik pada Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan maupun
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.”

Rekonsiliasi tersebut dilakukan pada akhir periode pembukuan yang

menyebabkan terjadinya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal.

Perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam perbedaan permanen

dan perbedaan temporer. Jenis koreksi fiskal ada dua, yaitu koreksi fiskal positif

dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi fiskal yang

menambah besarnya laba kena pajak, sedangkan koreksi fiskal negatif adalah

koreksi fiskal yang mengurangi laba kena pajak.

Perbedaan tetap atau permanen merujuk pada Agoes dan Estralita

Trisnawati (2013:238):

“Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan


beban menurut akuntansi dengan fiskal, yaitu adanya penghasilan dan
beban yang diakui menurut akuntansi namun tidak diakui menurut fiskal.
Beda tetap biasanya terjadi karena peraturan perpajakan mengharuskan
hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan PhKP:
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final – Pasal 4 ayat (2)
UU PPh.
2. Penghasilan yang bukan objek pajak – Pasal 4 ayat (3) UU PPh.
34

3. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha,


yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta
pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya
melebihi kewajaran – Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
4. Beban yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang bukan
objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final.
5. Penggantian sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura.
6. Sanksi perpajakan.”

Perbedaan sementara menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:238)

biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara fiskal dengan

akuntansi, dalam hal:

“1. Akrual dan realisasi;


2. Penyusutan dan amortisasi;
3. Penilaian persediaan;
4. Kompensasi kerugian fiskal;
5. Laba rugi selisih kurs.”

Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:239), koreksi positif

dilakukan akibat adanya sebagai berikut:

“1. Beban yang tidak diakui oleh pajak/non-deductible expense (Pasal 9


ayat (1) UU PPh).
2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal.
3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal.
4. Penyesuaian fiskal positif lainnya.”

Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:239), koreksi negatif

dilakukan akibat adanya sebagai berikut:

“1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak (Pasal 4 ayat (3) UU
PPh).
2. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final (Pasal 4 ayat (2) UU
PPh).
3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal.
4. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal.
5. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.
6. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.”

2.1.9 Pajak Tangguhan


35

2.1.9.1 Pengertian Pajak Tangguhan

Menurut Dwi Martani dkk (2015:251-252):

“Penghasilan kena pajak dan laba akuntansi memiliki dasar hukum yang
berbeda. Pajak dikenakan dan dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan,
sedangkan laba akuntansi dihitung sesuai dengan kaidah dalam standar
akuntansi. Perbedaan antara keduanya berlaku umum hampir di semua
peraturan perpajakan di berbagai negara. Walaupun letak perbedaan
tersebut sebenarnya relatif umum dan sama, namun memiliki cara
pengaturan yang berbeda.Perbedaan yang muncul misalnya terkait dengan
perhitungan depresiasi, pengaturan beberapa beban dan penghasilan yang
menurut pajak diakui dengan basis kas, pengaturan atas penghasilan yang
menurut pajak diatur dengan ketentuan khusus dan pengaturan beberapa
beban yang menurut pajak tidak diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan atas
perbedaan temporer dan permanen. Namun jika dilihat dari dampak
akhirnya dapat diklasifikasikan atas perbedaan positif atau negatif.
Perbedaan positif terjadi jika laba akuntansi lebih besar dari laba pajak dan
sebaliknya. Perbedaan yang mengandung konsekuensi pengakuan pajak
tangguhan menurut akuntansi adalah perbedaan tempore”.
Diana Sari (2014:289) pajak tangguhan, yaitu:

“Perbedaan yang terjadi akibat perbedaan PPh Terutang dengan Beban


Pajak dimaksud sepanjang yang menyangkut perbedaan temporer,
hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan
komersial”.
Menurut Karianton Tampubolon (2017:255), pajak tangguhan dapat

diartikan:

“Pajak tangguhan tidak dapat dijadikan sebagai unsur untuk menghitung


kewajiban perpajakan kepada kantor pajak, dan dicatat untuk
mencerminkan jumlah utang pajak pada posisi laporan keuangan dalam
tahun buku atau periode tertentu”.
Menurut Hadimukti (2012), pajak tangguhan dapat diartikan:

“Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba pajak. Besarnya laba


pajaktangguhan (deferred tax) dapat dilihat pada laporan keuangan
(neraca) dijadikan ukuran adalah dengan menyesuaikan pada PSAK No 46
tentang pajak penghasilan”.
36

Menurut Harnanto (2013:115) pajak tangguhan adalah sebagai berikut:


“Beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba
dalam laporan keuangan untuk pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba
yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak)”.
Menurut Mohammad Zain (2008:187) pajak tangguhan terjadi akibat:

“Perbedaaan antara PPh terutang (pajak penghasilan yang dihitung


berbasis pada penghasilan kena pajak yang sesungguhnya dibayar kepada
pemerintah) dengan beban pajak penghasilan (pajak penghasilan yang
dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak) sepanjang menyangkut
perbedaan temporer.”
Menurut Early Suandy (2011:99) pajak tangguhan adalah sebagai berikut:

“Pajak tangguhan diatur dalam PSAK Nomor 46 tentang Akuntansi


PajakPenghasilan. Pajak tangguhan memerlukan bagian membawa akibat
terhadap berkurangnya laba bersih jika ada pengakuan beban pajak
tangguhan. Sebaliknya jika berdampak terhadap berkurangnya rugi bersih
jika ada pengakuan manfaat pajak tangguhan”
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak tangguhan
adalah perkembangan yang terjadi munculnya perlakuan laporan keuangan
komersial dan fiskal mengalami berbagai permasalah yang timbul akibat
perkembangan aturan dari perpajakan itu sendiri, PSAK No. 46 tentang pajak
penghasilan yang memunculkan beberapa perbedaan dalam pengakuan dan
perlakuaannya, yaitu adanya perbedaan antara laba akuntansi dengan laba pajak.
Harnanto (2013:115) pajak tangguhan dapat dihitung dengan cara:

Dimana:
BBPTit = Besaran Beban Pajak Tangguhan Perusahan Perusahaan i tahun t

2.1.9.2 Metode Pajak Tangguhan

Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak (Kieso dan Weygant


2008:76):
37

a. Deferred Method (Metode Penangguhan)


Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (income statement approach)
yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan
dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui
dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal.
Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan
permanen. Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang
akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini
lebih menekankan matching principle pada periode terjadinya perbedaan
tersebut.
Namun, perkembangan dunia bisnis dan akuntansi telah sedemikian pesatnya
sehingga muncul transaksi-transaksi yang tidak diakui dalam laporan laba
rugi tetapi langsung diakui sebagai bagian dari ekuitas misalnya
keuntungan atau kerugian dari surat berharga yang siap untuk dijual kapan
saja. Apabila menggunakan pendekatan laba rugi transaksi seperti itu tidak
dapat terdeteksi, sehingga pendekatan ini dipandang kurang relevan.
b. Liability Method (Metode Aktiva-Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet approach) yang
menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi
keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang.
Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan
perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku
menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini
mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non temporer. Pada
metode ini terjadi pengakuan pajak tangguhan (deferred tax) atas
konsekuensi pajak di masa mendatang berupa aktiva (kewajiban) pajak
tangguhan yang harus dilaporkan di neraca. Beban pajak tangguhan
dilaporkan di laba rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen pajak
tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan harus dilaporkan di
laba rugi sebagai komponen negatif dari beban pajak tangguhan.
c. Net of Tax method (Metode Bersih dari Pajak)
Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak
atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya
diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu
dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak
yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak
penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan.”
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) diantara ketiga metode
tersebut, hanya defferal method (metode pajak tangguhan) yang
diperkenankan digunakan. Terpilihnya metode pajak tangguhan untuk
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, karena secara umum
38

dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan


temporer yang di komprehensif dan bukan alkasi perbedaan temporer yang
parsial. Selain dari pada itu, keunggulan dan kelemahan dari metode ini
adalah:
“1. Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar
penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang
dialokasikan pada periode mendatang, sedang dilain pihak metode
kewajiban tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan
dilakukan di masa mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang.
2. Metode pajak tangguhan lebih objektif bila dibandingkan dengan metode
kewajiban, karena tidak menggunakan estimasi atau sumsi berkenaan
dengan waktu pemulihan Penghasilan Kena Pajak kini maupun pada
periode pemulihan atau tarif pajak.
3. Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban menggunakan
secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi
perusahaan dan tidak bergabung dalam nilai individu aset atau kewajiban,
penghasilan atau biaya, seperti halnya metode pajak neto.
4. Kelemahan yang serius dari metode pajak tangguhan adalah tidak
terdapatnya konsep mendasar atau teori yag rasional yang
mempersalahkan kredit pajak tangguhan. Kredit tersebut tidak memiliki
atribut yang lazimnya sebagai utang menurut akuntansi, dan seolah-olah
merupakan klaim pemilik atas aset perusahaan. Para direksi lebih
memfokuskan pada masalah laporan laba-rugi dan objektivitas pengukuran
beban pajak dalam metode pajak tangguhan, dibandingkan dengan
perhatiannnya terhadap neraca perusahaan dan konsistensi teori kredit
pajak tangguhan dengan ekuitas lainnya.”
2.1.9.3 Kewajiban Pajak Tangguhan Dan Aktiva Pajak Tangguhan

Menurut Diana Sari (2014:298), kewajiban pajak tangguhan dan

aktiva pajak tangguhan adalah sebagai berikut:

“Dengan berlakunya PSAK 46, timbul kewajiban bagi perusahaan untuk


menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax) atas “future
tax effects” dengan menggunakan pendekatan “the asset and liability
method”, yang berbeda dengan pendekatan “income statement liability
method” yang sebelum ini lazimnya digunakan oleh perusahaan dalam
menghitung pajak tangguhan.
Kewajiban pajak tangguhan, maupun aset pajak tangguhan dapat terjadi
dalam hal-hal sebagai berikut:
39

1. Apabila penghasilan sebelum pajak (pretax accounting income) lebih


besar dari penghasilan kena pajak (taxable income), maka beban pajak
(tax expense) pun akan lebih besar dari pajak terutang (tax payable),
sehingga akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax
liability). Kawajiban pajak tangguhan dapat dihitung dengan
mengalikan perbedaan temporer dengan tarif pajak yang sesuai.
2. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari
penghasilan kena pajak, maka beban pajaknya akan juga lebih kecil
dari pajak terutang, sehingga akan menghasilkan aktiva pajak
tangguhan. Aktiva pajak tangguhan adalah sama dengan perbedaan
temporer dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut dipulihkan”.

Menurut Harnanto (2016:115) kewajiban pajak tangguhan dan aktiva

pajak tangguhan adalah sebagai berikut:


“Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan adalah efek atau konsekuensi
pajak periode mendatang dari perbedaan temporer, yang secara garis
besar dapat dibedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut:
1. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)
2. Perbedaan temporer boleh dikurangkan (deductible temporary
differences)”.

2.1.9.4 Penyajian Pajak Tangguhan Di Neraca

Penyajian pajak tangguhan di neraca menurut Diana Sari

(2014:317) adalah:
“Akun pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva pajak
tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang diklasifikasi sebagai
jumlah lancar neto (net current amount) dan jumlah tidak lancar neto
(net noncurrent amount). Masing-masing aktiva pajak tangguhan dan
kewajiban pajak tangguhan tersebut dikalsifikasikan sebagai current atau
noncurrent didasarkan kepada keterkaitan dengan klasifikasi aktiva atau
kewajiban yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Dianggap ada
keterkaitan apabila terdapat reduksi aktiva atau kewajiban yang akan
menyebabkan timbulnya perbedaan waktu pemulihan atau sebaliknya.
Apabila terdapat pajak tangguhan yang tidak terkait dengan aset atau
kewajiban yang spesifik, maka klasifikasinya apakah termasuk akun
40

lancar atau akun tidak lancar akan sangat tergantung pada antisipasi
jangka waktu pemulihan atas perbedaan temporer tersebut:
1. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu setahun atau
kurang, maka diklasifikasikan sebagai akun lancar.
2. Apabila pemulihannya diperkirakan dalam jangka waktu lebih dari
setahun, maka diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar.
Sebelum disajikan di neraca antara aktiva pajak tangguhan dengan
kewajiban pajak tangguhan dilakukan saling menghapus (offset) terlebih
dahulu sehingga akan menghasilkan (1) net current atau (2) net
noncurrent dengan catatan antara akun lancar (current account) dan akun
tidak lancar (noncurrent account) tidak dapat saling menghapus”.

Menurut Karianton Tampubolon (2017:261) yaitu sebagai berikut:


“Perhitungan aset pajak tangguhan dengan pendekatan neraca dilakukan
dengan menggunakan akun-akun yang terdapat pada neraca, yaitu saldo
yang terdapat pada aktiva dan kewajiban yang mengandung unsur
koreksi fiskal temporer, seperti saldo aktiva yang dapat disusutkan dan
kewajiban utang guna usaha. Tekniknya adalah demikian:
1. Jika nilai harta akuntansi lebih kecil dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax assets. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
2. Jika nilai harta akuntansi lebih besar dari nilai buku harta fiskal,
perbedaannya akan menimbulkan deffered tax liabilities. Jumlahnya
adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
3. Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih besar dari nilai buku
kewajiban fiskal, perbedaannya akan menimbulkan deffered tax
assets. Jumlahnya adalah sebesar nilai perbedaannya dikalikan dengan
tarif pajak yang berlaku.
Jika nilai buku kewajiban akuntansi lebih kecil dari nilai buku kewajiban fiskal,

perbedaannya akan menimbulkan deffered tax liabilities. Jumlahya adalah sebesar

nilai perbedaannya dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku”.

2.1.9.5 Penyajian Pajak Tangguhan Di Laporan Laba Rugi

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Karianton

Tampubolon (2017:257) adalah sebagai berikut:


41

“Beda temporer dapat berupa koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal
negatif. Dalam menghitung pajak tangguhan koreksi fiskal positif
menimbulkan adanya pengakuan income dan koreksi fiskal negatif
menimbulkan adalah pengakuan expense. Rugi fiskal yang terdapat pada
SPT PPh Badan masih dapat dikompensasi kepada perhitungan PPh
badan tahun berikutnya, diperlukan untuk menambah aktiva pajak
tangguhan”.

Penyajian pajak tangguhan di laporan laba rugi menurut Diana Sari

(2014:320) adalah sebagai berikut:

“Beban atau keuntungan pajak penghasilan disajikan dalam laporan laba


rugi, harus dipecah atas dua dokumen:
1. Pajak kini (pajak penghasilan terutang)
2. Bagian dari pajak tangguhan (bagian yang diperhitungkan sebagai
beban pajak, yang dihitung berdasarkan perbedaan temporer dikalikan
dengan tarif)
Beban/keuntungan pajak hendaknya dialokasikan pada operasi yang
berlanjut, operasi yang tidak berlanjut, hal-hal yang luar biasa, pengaruh
kumulatif perubahan akuntansi dan penyesuaian pada periode
sebelumnya. Pendekatan ini adalah semacam pendekatan alokasi pajak
intraperiod. Dapat ditambahkan, bahwa komponen-komponen yang
signifikan yang terkait dengan beban pajak yang diakibatkan oleh operasi
yang berlanjut, dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. Beban/keuntungan pajak kini
2. Beban/keuntungan pajak tangguhan, terpisah dari komponen lain yang
tercatat
3. Kredit pajak investasi
4. Bantuan pemerintah (pada tingkat tertentu merupakan pengurangan
beban pajak penghasilan)
5. Keuntungan karena kompensasi kerugian (juga mengakibatkan
pengurangan beban pajak penghasilan)
6. Beban pajak yang dihasilkan dari alokasi keuntungan pajak tertentu,
baik terhadap modal yang disetor maupun menurunkan nilai goodwill
atau aset tidak berwujud noncurrent lainnya dari entitas yang
bersangkutan.
7. Penyesuaian kewajiban pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan
akibat perubahan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan
atau perubahan status perusahaan yang bersangkutan.
8. Penyesuaian saldo penyisihan penilaian pada awal tahun akibat
perubahan keaadan yang menyebabkan perubahan pertimbangan
42

terhadap kemampuan realisasi aset pajak tangguhan dimasa-masa


yang akan datang.
Perhitungan seluruh beban pajak penghasilan didasarkan kepada penghasilan
sebelum pajak (pretax accounting income) dalam laporan keuangan komersial
yang dikalikan dengan tarif orisinal tidak termasuk perbedaan tetap dengan
catatan bahwa perusahaan juga diminta untuk menyusun rekonsiliasi (dengan
presentase atau dengan mata uang yang berlaku) antara beban pajak yang
berkenaan dengan operasi berkelanjutan dengan penghasilan sebelum pajak yang
dikalikan dengan tarif yang juga terkait dengan operasi berkelanjutan. Jumlah
yang diperkirakan dan sifat dari setiap rekonsiliasi yang signifikan harus
diungkapkan”.

2.1.10 Perencanaan Pajak

2.1.10.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen

pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan

pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak

(tax planning) adalah untuk meminimalkan pembayaran pajak.

Perencanaan pajak (tax planning) menurut Mohammad Zain (2005:43)

perencanaan pajak (tax planning) adalah:

“Proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak


sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun
pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang
hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan maupun secara komersial”.
Perencanaan Pajak menurut Elyzabet I. Marpaung (2016) adalah sebagai

berikut:
43

“Perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar,

dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan

sumber daya”.

Menurut Harmana suardana (2014:472) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa:

“Perusahaan yang melakukan perencanaan pajak yang baik tercermin dari


adanya perbedaan yang tidak terlalu besar antara laba akuntansi dengan
laba fiskal. Hal tersebut dapat dilihat pada rasio laba pajak terhadap laba
akuntansi (Tax to Book Ratio)”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan

pajak adalah upaya untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan

kewajiban pajak dengan tidak melanggar perundang-undangan pajak yang

berlaku, agar pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya

dibayarkan.

Adapun indikator atau ukuran perencanaan pajak menurut Elyzabet I.

Marpaung (2016:19) dapat dihitung dengan cara:

Tax to Book Ratio =

Dimana:

= Laba fiskal atau laba kena pajak (perusahaan i tahun t)


44

= Laba akuntansi atau laba sebelum pajak (perusahaan i tahunt).

2.1.10.2 Jenis-jenis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, karena

kadang-kadang perusahaan juga harus berhubungan dengan Negara diluar

Indonesia untuk menjalankan kegiatan usahanya. Untuk itu sebelum

melakukan perencanaan pajak (tax planning) seorang perencana pajak (tax

planner) harus mengetahui jenis-jenis perencanaaan pajak terlebih dahulu.


Menurut Erly Suandy (2011:27) jenis-jenis perencanaan pajak dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :


1. Perencanaan pajak nasional (national tax planning)
2. Perencanaan pajak internasional (international tax planning)

Dari kedua jenis perencanaan pajak tersebut terdapat perbedaan yang

melekat antara perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak

internasional, yaitu terletak pada peraturan pajak yang digunakan. Dalam

perencanaan pajak nasional hanya memperhatikan undang-undang perpajakan

domestik, sedangkan perencanaan pajak internasional disamping undang-undang

perpajakan domestik juga harus memperhatikan perjanjian pajak dan undang-

undang dari Negara-negara yang terlibat.

2.1.10.3 Motivasi dilakukannya Perencanaan Pajak

Sebelum perencanaan pajak dilakukan, tentunya ada beberapa hal yang

memotivasi perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak.

Menurut Erly Suandy (2011:11) motivasi yang mendasari dilakukannya

suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
45

1. Kebijakan perpajakan (tax policy)


Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternative dari
berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari
berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat factor-faktor yang
mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, diantaranya:
jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif
pajak, dan prosedur pembayaran pajak.
2. Undang-undang perpajakan (tax law)
Kenyataan menunjukan bahwa dimana pun tidak ada undang-
undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-
ketentuan lain (Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktorat Jenderal
Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan
dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan
keputusan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang
ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi wajib
untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk
perencanaan pajak yang baik.
3. Administrasi perpajakan (tax administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah
memaksimalkan laba setelah pajak, karena pajak ikut
mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam
operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis
yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada
dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah
untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara
ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan
lain tertentu) dengan memanfaatkan :
1. Perbedaan tarif pajak (tax rates).
2. Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar
pengenaan pajak (tax base).
3. Loophole, shelters, dan havens.
2.1.10.4 Tahapan-Tahapan Perencanaan Pajak

Untuk melakukan perencanaan pajak tentunya tidak bisa dilakukan dengan

sembarangan, tetapi harus melalui tahapan-tahapan yang terperinci agar

perencanaan pajak yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun tahapan-tahapan dalam membuat perencanaan pajak menurut Erly

Suandy (2011:13) adalah sebagai berikut :


1. Menganalisis informasi (basis data) yang ada
46

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah


menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam
suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang
harus ditanggung.
2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya
pajak.
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas
tindakan-tindakan berikut:
a. Pemilihan bentuk transaksi yang akan dilakukan oleh
perusahaan atau hubungan internasional.
b. Pemilihan Negara asing sebagai tempat melakukan
investasi atau menjadi residen dari Negara tersebut.
c. Penggunaan satu atau lebih Negara tambahan.
3. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan
bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh
karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
hasil pelaksanaan perencanaan pajak tersebut. Beban pajak tersebut
akan dihitung dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:
a. Bagaimana jika perencanaan pajak tidak dilakukan.
b. Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan
dan berhasil dengan baik.
c. Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan
tetapi gagal.
4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana
pajak
Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau
perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba setelah pajak
yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian jika terjadi
kegagalan.

5. Memutakhirkan rencana pajak


Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang
maupun situasi terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi
akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang
bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat
yang potensial.

2.1.11 Kinerja Keuangan Perusahaan

2.1.11.1 Pengertian Kinerja KeuanganPerusahaan

Para ahli mendefinisikan kinerja keuangan perusahaan berbeda antara satu

dan lainnya, berikut beberapa pengertian menurut para ahli:


47

Menurut Sutrisno (2009:53) tentang kinerja keuangan sebagai berikut:

“Kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu

periode tertentu ytang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan

tersebut”.

Kinerja Keuangan Perusahaan Menurut Mulyadi (2007:2):


“Penentuan secara periodic efektifitas oprasioal suatu organisasi dan

karyawan bedasarkan saran, standar, dan kriteria yang di tetapkan

sebelumnya”.

Kinerja keuangan perusahaan Irham Fahmi (2015:142) adalah:

“Kinerja Keuangan perusahaan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk

melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan

mengunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar”.

Menurut Agnes Sawir (2005:6) Kinerja Keuangan Perusahaan adalah:

“penilaian kondisi keuangan yang menjadi prestasi perusahaan yang

memerlukan analisis dengan beberapa tolak ukur seperti rasio dan indeks

sehingga dua data keuangan bisa terhubung antara satu dengan yang lain”.
Menurut Subramanyam dkk (2005:108) Menyebutkan bahwa:
“Analisis keuangan Merupakan Penggunaan laporan keuangan untuk
menganalisi posisi dan kinerja keuangan perusahaan dan untuk menilai
kinerja keuangan perusahaan dan untuk menilai kinerja keuangan di masa
depan. Analisi laporan keuangan dilakukan dengan cara menelaah neraca,
laporan laba rugi, atau laporan arus kas yang berurutan dari satu period eke
periode berikutnya”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja

keuangan perusahaan merupakan usaha formal yang telah dilakukan oleh

perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan

laba, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan


48

baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Suatu perusahaan

dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai standar dan tujuan yang telah

ditetapkan.

2.1.11.2 Pengukuran Kinerja Keuangan


MenurutIrham Fahmi (2010:66) pengukuran kinerja keuangan bertujuan

untuk:
“(1) Memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan
pentingmengenai asset yang digunakan dan untuk memacu para manajer
untuk membuat keputusan yang menyalurkan kepentingan perusahaan.
(2) mengukur kinerja unit usaha sebagai suatu entitas usaha.”

Untuk menilai kondisi dan kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan

rasio yang merupakan perbandingan angka-angka yang terdapat pada pos-pos

laporan keuangan (Irham Fahmi, 2014:46). Rasio keuangan atau financial ratio ini

sangat penting gunanya untuk melakukan analisa terhadap kondisi keuangan

perusahaan (Irham Fahmim, 2014:44). Analisi rasio keuangan sangat bermanfaat

untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan (Irham

Fahmi, 2014:47)
Menurut Irham Fahmi (2015:49) rasio keuangan adalah:
“Suatu kajian yang melihat perbandingan antara jumlah-jumlah yang

terdapat pada laporan keuangan dengan mempergunakan formula-formula

yang di angap refresentatif untuk diterapkan.”


Sedangkan menurut I Made Sudana (2011:24) rasio keuangan adalah:
“Rasio keuanagan yang dihitung dari laporan keuanagn perusahaan pada
suatu tahun saja tidak akan memberikan informasi memadai. Untuk
memperoleh informasi yang lebih banyak, analisis keuangan dapat
dilakukan dengan cara cross section, yaitu membandingkan rasio
keuangan suatu perusahaan dengan rasio keuangan perusahaan lain atau
Industri pada suatu periode waktu yang sama, dan time series, yaitu
membandungkan atau mengevaluasi kecenderungan (trend) rasio
keuangan suatu perusahaan dari waktu ke waktu.”

Selanjutnya Menurut Heri (2015:161) rasio keuangan adalah:


49

“Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan


menggunakan laporan keuangan yang berfungsi sebagai alat ukur dalam
menilai kondisi keuangan dan kinerja keuangan. Rasio keuangan angka
yang diperoleh dari hasil perbandingan antara suatu pos laporan keuangan
dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevandan
signifikan.”

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio

keuangan sebagai alat analisi. Hal ini akan membantu analisis dalam

menginterpretasikan hal perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan

kesimpulanyang lebih tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis sebagai mana dinyatakan oleh

Heri (2015:162) yaitu sebagai berikut:


1. Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Untuk menilai kinerja perusahaan
secara keseluruhan maka jumlah rasio keuangan haruslah diukur atau
digunakan secara bersama-sama. Namun demikian, jika hanya sutu
aspek saja yang ingin dinilai maka pengukuran atau penggunaan sutu
atau dua rasio keuangan dianggap sudah mencukupi.
2. Perbandingan atau komparasi kinerja antar perusahaan seharusnya
dilakukan dengan menggunakan data keuangandari perusahaan yang
sejenis dan periode waktu yang sama. Di samping itu, juga adalah
penting untuk memastikan bahwa metode akuntansi yang digunakan
haruslah sama oleh kedua perusahaan yang ingin diperbandingkan.
3. Perhitungan rasio seharusnya didasarkan pada data laporan keuangan
yang sudah di audit oleh akuntan independen (akuntan publik).
Laporan keuangan yang belum di audit masih diragukan, sehingga
rasio-rasio yang dihitung juga dianggap kurang akurat.

Dari ulasan diatas adalah jenis-jenis rasio keuangan:


1. Rasio Likuiditas
Menurut Hanafi dan Halim (2012:75) rasio likuiditas adalah:
“Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.


Menurut Irham Fahmi (2015:65) adalah:
“Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhui

kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.”


Sedangkan menurut Hery (2015:166) adalah:
50

“Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera

jatuh temponya.”

Rasio likuiditas terdiri atas:


a. Rasio lancer (current ratio)
Menurut Irha Fahmi (2015:66):
“Rasio lancar (Current Ratio) adalah ukuran yang umum digunakan

atas solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi

kebutuhan utang ketika jatuh tempo.”

Berikut adalah Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio lancer

menurut Irham Fahmi (2015:66):

b. Rasio Cepat (Quick Ratio)


Menurut Irham Fahmi
Rasio (2015:70):
Lancar =
“Rasio cepat adalah ukuran uji solvensi jangka pendek yang lebih

teliti dari pada rasio lancer karena pembilangnya mengeliminasi

persedian yang dianggap aktiva lancer yang sedikit tidak likuid dan

kemungkinan menjadi sumber kerugian”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio cepat

menurut Irham Fahmi (2015:70):

Rasio Cepat =

2. Rasio Solvabilitas / Leverage


Menurut Hanafi dan Halim (2012:79) rasio Solvabilitas adalah:
“Rasio Solvabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak
solvable adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan total
asetnya.”
51

Menurut Irham Fahmi (2015:72) adalah:


“Rasio Solvabilitas adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh
hutang. Penggunakan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan
perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori exstreme leverage
(utang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan
sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu sebaiknya perusahaan
harus menyeimbangkan berapa utang yang layak di ambil dan dari mana
sumber-sumber yang dapat di pakai untuk membayar utang.”

Rasio Solvabilitas / Leverage terdiri antas:


a. Rasio Utang (Debt ratio / Debt to Total Asset)
Menurut Irham Fahmi (2015:72):
“Rasio ini disebut juga sebagai rasio yang melihat perbandingan utang

perusahaan, yaitu diperoleh dari perbandingan total utang dibagi dengan

total asset.”
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio utang menurut

Irham Fahmi (2015:72):

Rasio utang =

b. Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio)


Menurut Irham Fahmi (2015:73):
“Mengenai debt to equity ratio ini Joel G. siegel dan Jae K. Shim

mendefinisikan sebagai “ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan

untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio utang terhadap

ekuitas menurut Irham Fahmi (2015:73):

Rasio utang terhadap Ekuitas =


52

c. Rasio kelipatan bunga yang dihasilkan (Times Interest Earned)


Menurut Irham Fahmi (2015:74)
“Time Interest Earned disebut juga dengan rasio kelipatan.”
Menurut Hery (2005:167)
“Rasio kelipatan bunga yang dihasilkan merupakan rasio yang

menunjukan (sejarah manaatau beberapa kali) kemampuan perusahaan

dalam membayar bunga.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio kelipatan

bunga yang dihasilkan menurut Irham Fahmi (2015:74)

d. Long Term Debt to Total Capitalization


Rasio kelipatan bunga yang dihasilkan =
Menurut Irham Fahmi (2015:76):
“Long Term Debt to Total Capitalization disebut juga dengan utang jangka

panjang/total kapitalisasi. Long Term Debt to Total Capitalization

merupakan sumber dana pinjaman yang bersumber dari utang jangka

panjang, seperti obligasi dan sejenisnya.”


Berikut adalah rumus yang digunakan ubtuk menghitung rasio Long Term

Debt to Total Capitalization mennurut Irham Fahmi (2015:76)

Long tern
e. debt
RasiotoMenutup
total capitalization
Beban Tetap = (Fixed charge Coverage)
Menurut Irham Fahmi (2015:76)
“Rasio menutup beban tetap adalah ukuran yang lebih luas dari

kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetap dibandingkan dengan

rasio kelipatan pembayaran bunga karena termasuk pembayaran beban

bunga tetap yang berkenaan dengan sewa guna usaha.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio menutup beban

tetap menurut Irham Fahmi (2015:76):

Rasio menutup beban tetap =


53

3. Rasio Aktivitas
Menurut Hanafi dan Halim (2012:76) rasio aktivitas adalah:
“Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat

aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu.”


Menurut Irham Fahmi (2015:77):
“Rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan sejauh mana suatu
perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya guna menunjang
aktivitas perusahaan. Dimana penggunaan aktivitas ini dilakukan secara sangat
maksimal.”

Selanjutnya menurut hery (2015:167)


“Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

efesiensi atas pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan atau untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.”

Rasio aktivitas terdiri atas:


a. Perputaran Persediaan (Inventoru Turnover)
Menurut Irham Fahmi (2015:77)
“Rasio perputaran persediaan ini melihat sejauh mana tingkat perputaran

persedian yang dimiliki suatu perusahaan.”


Menurut Hery (2015:214)
“Perputaraan persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur berapa kali dana yang tertanam dalam persedian akan berputar
dalam suatu periode atau berapa lama (dalam sehari) rata-rata persedian
tersimpan di gudang hingga akhirnya terjual.”

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio perputaran

persedian menurut Irham Fahmi (2015:77):

Perputaran Persedian =
b. Day Sales Outsatnding
Menurut Irham Fahmi (2015:78):
“Rasio Day Sales Outstanding disebut juga dengan rata-rata periode

pengumpulan piutang. Rasio ini mengkaji tentang bagaimana suatu

perusahaan melihat periode pengumpulan piutang yang akan terlihat.”


54

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio day sales

outstanding menurut Irham Fahmi (2105:79):

Day
c. Perputaran Sales
Aset Outstanding
Tetap (fixed Asset= Turnover)
Menurut Irham Fami (2015:79):
“Rasio ini melihat sejauh mana aktiva tetap yang dimiliki oleh suatu

perusahaan memiliki tingkat perputarannya secara efektif, dan

memberikan dampak pada keuangan perusahaan.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio perputaran

asset tetap menurut Irham Fahmi (2015:79):

d. Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)


Menurut Irham Fahmi (2015:80):
Perputaran
“Rasio ini Aset Tetap
melihat sejauh mana= keseluruhan asset yang dimiliki oleh

perusahaan terjadi perputaraan secara efektif.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio perputaran total

asset menurut Irham Fahmi (2015:80):

Perputaran
e. Long Term Asset Turnover Total Aset =
Menurut Irham Fahmi (2015:80):
“Rasio Long Tern Asset Turnover disebut juga dengan rasio perputaran

asset jangka panjang.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio Long Term

Asset Turnover menurut Irham Fahmi (2015:80):

Long Term Asset Turnover =


4. Rasio Profitabilitas
Menurut Hanafi dan Halim (2012:81) rasio profitabilitas adalah:
“Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada

tingkat penjualan, aset, modal saham yang tertentu.”

Menurut Irham Fahmi (2015:80):


55

“Rasio profitabiltas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen secara

keseluruhan yang ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang

diperoleh dalam hubungan dengan penjualan maupun investasi.”


Selanjutnya menurut Hery (2015:168):
“Rasio Profitabilitas merupakan rasio menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba.”

Rasio Profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pemilik

usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak yang memiliki hubungan atau

kepentingan dengan usaha perusahaan. Tujuan rasio profitabilitas bagi

perusahaan, maupun pihak luar menurut kasmir (2015:197), yaitu:


a. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
b. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
c. Untuk menilai posisi laba dari waktu ke waktu.
d. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
e. Untuk mengukur produktifitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sediri.
f. Dan tujuan lainnya

Sementara itu, manfaat yang diperoleh menurut kasmir (2015:198) adalah untuk:
a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu
periode.
b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d. Mengetahui besarnya laba bersih suseudah pajak dengan modal sendiri
e. Mengetahui produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
f. Manfaat lainnya.

Rasio Profitabilitas terdiri atas:


a. Hasil pengembalian atas asset (Return On Asset/ROA)
Menurut Keown, dkk (2011) Defenisi ROA adalah sebagai berikut:
56

“ROA atau Pengembalian atas aset-aset menentukan jumlah pendapatan

bersih yang dihasilkan dari aset-aset perusahaan dengan menghubungkan

pendapatan bersih ke total aset.”


Menurut Hanafi dan Halim (2012:81):
“Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih

bedasarkan tingkat aset yang tertentu.”


Selanjutnya menurut Irham Fahmi (2015:82) adalah:
“Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu

memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang di harapkan.”


Rumus yang ddigunakan untuk menghitung rasio ROA menurut Hanafi dan

Halim (2012:81):

ROA
b. Hasil Pengembalian atas = (Return on Equity)
Ekuitas
Menurut Irham Fahmi (2015:82):
“Rasio return on equity (ROE) disebut juga dengan laba atas equity. Rasio

ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya

yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas.”


Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ROE menurut

Irham Fahmi (2015:


Dalam melihat suatu kinerja keuangan, terdapat suatu alat ukur yang biasa disebut

sebagai rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan alat ukur yang digunakan

perusahaan untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio mengambarkan suatu

hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain.

Penggunaan alat analisis berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan

memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan

atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya

(Yunanto:2008).
57

Menurut Moeheriono (2012:96) pengertian pengukuran kinerja

(performance measurement) adalah:

Menurut Irham Fahmi (2015:136), pengukuran kinerja perusahaan dapat

diukur dengan:

Menurut Sugiyono (2010:39), pengukuran kinerja perusahaan dapat

diukur dengan:

Return on Assets =

Menurut Kasmir (2008:199-207), pengukuran kinerja perusahaan dapat

diukur dengan:

ROE =

ROI =

2.1.11.3 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan

Pengukuran kinerja keuangan merupakan suatu hal yang paling penting

dalam proses pengendalian.


58

Menurut Jumingan (2009:239) tujuan kinerja keuangan:

4. Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan perusahaan.

Dilihat dari aspek kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai

dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.

5. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan

semua asset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efesien.

Menurut Atty Tri Juniarti (2012:60) tujuan pengukuran kinerja keuangan

adalah sebagai berikut:

“Untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan untuk

menilai kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya,

agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan”.

Secara umum, tujuan perusahaan mengadakan pengukuran kinerja

Keuangan perusahaan adalah untuk:

1. Menetapkan kontribusi masing-masing divisi atau perusahaan secara

keseluruhan atau atas kontribusi dari masing-masing sub divisi dari suatu

divisi (ekonomi/evaluasi segmen).


2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kerja masing-masing divisi

(evaluasi manajerial).
3. Memotivasi para manajer divisi supaya konsisten mengoperasikan divisinya

sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi operasi).

Ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk

menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan

keuangan dalam Sulistyanto (2008:63):

“1. Bonus Plan Hypothesis


59

Menyatakan bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan


cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang
akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep
ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer
perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan
lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan
kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang
memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-
angka akuntansi dalam laporan inilah yang mengakibatkan pemilik
mengalami kerugian ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan
mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya.
2. Debt Convenant Hypothesis
Menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara utang
dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan
metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta
cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan
keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut
berupa permainan laba agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda
untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin
mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya memperoleh
informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru
pula. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam mengalokasikan
sumberdaya.
3. Political Cost Hypothesis.”
Menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan
metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil dan memperbesar
laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer
perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-
undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang
dapat diperolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar
kewajiban permbayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba
sesuai dengan kemauan perusahaan.

2.1.11.4 Manfaat Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan

Pengukuran kinerja keuangan merupakan hal yang sangat penting dalam

manajemen program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akan

mendorong pencapaian kinerja tersebut. Pengukuran kinerja yang dilakukan

secara berkelanjutan memberikan umpan balik (feedback), yang merupakan hal


60

yang penting dalam upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai

keberhasilan dimasa yang akan datang.

Menurut Ismail Nawawi Uha (2013:235) mengatakan pengukuran kinerja

keuangan sangat penting peranannya sebagai alat manajemen untuk:

1. “Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang


digunakan untuk pencapaian kinerja.
2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.
3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksana kinerja dan
membandingkan dengan rencana kerja serta melakukan tindakan
untuk memperbaiki kinerja.
4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi
pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran
kinerja yang telah disepakati.
5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka
upaya memperbaiki kinerja organisasi.
6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara
objektif.
9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.
10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi”.

Menurut Mulyadi (2008:417) manfaat kinerja keuangan perusahaan

adalah sebagai berikut :

“1. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan


personel, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
2. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personel secara maksimum.
3. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
4. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
personel.”
Menurut Wibowo (2009:9) manfaat dari pengukuran kinerja keuangan

perusahaan adalah sebagai berikut:

1. “Perusahaan dapat memperkirakan efisiensi dalam penggunaan


sumber daya
2. Perusahaan dapat merencanakan target performansi untuk masa akan
datang secara realistis berdasarkan tingkat performansi sekarang
61

3. Perusahaan dapat melaksanakan strategi peningkatan kinerja Masalah

Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan

Kecenderungan yang sering dalam pengukuran kinerja keuangan

perusahaan adalah mengukur hasil akhir, hal ini biasanya dikaitkan dengan

finansial. Jika hal tersebut tidak memenuhi target yang telah direncanakan maka

kinerja dikatakan buruk. Menurut Dale Furtwengler (2002:11) yang

dialihbahasakan oleh Fandy Tjiptono, ada beberapa masalah dalam pengukuran

kinerja, yaitu:

1. “Tidak semua hasil dapat diukur


2. Ukuran lain yang bermanfaat adalah yang terlupakan”.

Pengukuran kinerja dengan pendekatan diatas kurang akurat untuk

ditetapkan karena pengukuran kinerja memiliki sasaran dan tujuan yang lebih dari

sekedar teknik untuk mengukur, melainkan sebagai identifikasi kelemahan proses

yang ada.

2.1.11.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja keuangan Perusahaan

Menurut Atmosoeprapto dalam Tangkilisan (2005:181) mengemukakan

bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, secara

lebih lanjut kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. “Faktor Eksternal, yang terdiri dari :


a. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan,
kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban,
yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya
secara maksimal.
b. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli
untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem
ekonomi yang lebih besar.
62

c. Faktor social, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat,


yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang
dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
2. Faktor Internal, yang terdiri dari :
a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
di produksi oleh suatu organisasi.
b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan di
jalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
c. Sumber daya manusia, yaitu kuliatas dan pengelolaan anggota
organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara
keseluruhan”.

2.1.11.6 Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur kinerja.

Pengukuran kinerja tersebut ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat

khusus. Menurut Wibowo (2009:13) sistem pengukuran kinerja terdiri dari

beberapa metode yaitu:

1. “Prosedur perencanaan dan kontrol pada proyek pembangunan US.


Railroad (1860-1870).
2. Awal abad ke-20, Du Pont Firm memperkenalkan return of
investment (ROI) dan the pyramid of financial ratio serta general
motor mengembangkan innovative management accounting of the
time.
3. Sejak tahun 1925, pengukuran kinerja finansial telah dikembangkan
sampai sekarang, diantaranya discount cash flow (DCF), resedual
income (RI), economic value added (EVA) dan cash flow return on
investment (CFROI).
4. Keegan et al (1989) mengembangkan performance matriks yang
mengidentifikasi pengukuran dalam biaya dan non biaya.
5. Maskel (1989) memprakarsai penggunaan performance measurement
berbasis world class manufacturing (WCM) dengan pengukuran
kualitas, waktu, proses dan fleksibilitas.
6. Cross dan Linch (1988-1989) mengembangkan hubungan antara
kriteria kinerja dalam piramid kinerja.
7. Dixon et.al (1990) mengenalkan questionnaire pengukuran kinerja.
8. Brignal et.al (1991) menerapkan konsep non-finansial.
9. Azzone et.al (1991) memprakasai tentang pentingnya kriteria waktu
pada penggunaan matrik.
63

10. Kaplan dan Norton (1992, 1993) memperkenalkan balance scorecard


sebagai konsep baru pengukuran kinerja dengan empat pilar utama
yaitu: finansial, konsumen, internal proses dan inovasi.
11. Pada tahun 2000, Chris Adam dan Andy Neely memperkenalkan
suatu pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya
menyelaraskan aspek perusahaan (stakeholder) secara keseluruhan
dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Konsep
pengukuran kinerja ini dikenal dengan istilah Performance Prism.”

2.1.12 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Perusahaan

yaitu:

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Variabel Hasil Penelitan

Andi Ampa Implementasi Tax planning (X1) - Tax planning


Tax Planning berpengaruh kinerja
(2011) Dalam Upaya perusahaan
Meningkatkan
- Pengendalian internal
Kinerja perpengaruh signifikan
Perusahaan Kinerja terhadap kinerja
Perusahaan (Y) perusahaan
64

Fendi Resti Implementasi Tax planning (X1) - Tax planning


Ika Saefi, tax planning berpengaruh kinerja
Agus Iwan dalam upaya perusahaan
Kesuma, dan
peningkatan Kinerja
Ibnu Abni
kinerja Perusahaan (Y)
Lahaya
perusahaan
(2017)

I Made Dwi Pengaruh Pajak Pajak Tangguhan - Pajak tangguhan


Harmana dan Tangguhan dan (X1) berpengaruh positif
Ketut Alit Tax To Book signifikan terhadap
Suardana kinerja perusahaan
Ratio Terhadap
(2014)
Kinerja Tax To Book - Tax to book ratio tidak
Perusahaan Ratio (X2) perpengaruh signifikan
terhadap kinerja
perusahaan

Kinerja
Perusahaan (Y)

Asyfha Pengaruh Total Total Quality - Total Quality


Ajiyanpi Quality Management(X1) Managementberpengaruh
Marvalia Management signifikan terhadap
kinerja perusahaan
(TQM)
(2017) Terhadap Kinerja
Kinerja Perusahaan (Y)
Perusahaan
65

Fitri Aprilina Analisis Pajak Tangguhan - Pajak tangguhan


(2015) Pengaruh Pajak (X1) berpengaruh positif
Tangguhan terhadap kinerja
perusahaan
Terhadap
Kinerja Kinerja Keuangan
Keuangan (Y)

Retno Pengaruh Corporate Social - Corporate Social


Kusuma Corporate Responsibility(X1) Responsibility
Dewi dan Social berpengaruh signifikan
terhadap kinerja
Bambang Responsibility
perusahaan
Widagdo Dan Good Good
- Good Corporate
(2013) Corporate Corporate Governance
Governance Governance(X2) berpengaruh signifikan
Terhadap terhadap kinerja
Kinerja perusahaan
Perusahaan
Kinerja
Perusahaan (Y)

Serra Pengaruh Modal Modal Fisik (X1) - Modal Fisik


Ekowati, Fisik, Modal berpengaruh signifikan
Oman Finansial, Dan terhadap kinerja
perusahaan
Rusmana dan Modal Modal Finansial
Mafudi Intelektual (X2) - Modal Finansial
(2012) Terhadap berpengaruh signifikan
Kinerja terhadap kinerja
Perusahaan perusahaan
Modal Intelektual
(X3) - Modal Intelektual
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja
perusahaan
Kinerja
Perusahaan (Y)
66

Iqbal Pengaruh Good Good Corporate - Good Corporate


Bukhori Corporate Governanceberpengaruh
(2012) Governance (X1) signifikan terhadap
Governance kinerja perusahaan
Dan Ukuran
Perusahaan - Ukuran Perusahaan tidak
Ukuran berpengaruh signifikan
Terhadap Perusahaan (X2) terhadap kinerja
Kinerja perusahaan
Perusahaan
Kinerja
Perusahaan (Y)

2.2 Kerangka Pemikiran


2.2.1 Pengaruh Pajak Tangguhan Terhadap Kinerja Perusahaan
Menurut PSAK No. 46 pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca

sebagai manfaat pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan

dipulihkan dalam periode yang datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara

antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya

saldo kerugian yang dikompensasi pada periode mendatang. Bila dampak pajak di

masa mendatang tersebut tidak tersaji dalam laporan posisi keuangan dan laporan

laba komprehensif, maka bisa saja laporan keuangan menyesatkan pembacanya

(Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009).


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitrianto (2009) menyatakan bahwa

pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Keuangan

perusahaan. Fitrianto (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:


67

“ROE merupakan suatu pengukuran dari penghasilan atau income yang


tersedia bagi pemilik perusahaan, baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen atas modal yang mereka investasikan di dalam
perusahaan. Secara umum, semakin tinggi tingkat pengembalian atas
penghasilan yang diperoleh maka semakin baik pula kedudukan pemilik
perusahaan. Tingkat pengembalian modal itu sendiri menghasilkan
keuntungan netto bagi para penanam modal”.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmana dan Suardana(2014)

menyatakan bahwa pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja perusahaan. Harmana dan Suardana(2014) dalam jurnalnya menyatakan

bahwa:
“Ketika perusahaan mampu melakukan manajemen pajak yang baik, dapat
membantu untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dan juga
mengindikasikan perlunya para investor untuk mempertimbangkan pajak
tangguhan dalam suatu perusahaan sebelum memutuskan untuk
berinvestasi. Semakin besar pajak tangguhan maka akan semakin baik
kinerja perusahaan”.
Kevin Aris Pranata (2016) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan

bahwa pengungkapan pajak tangguhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perusahaan. Kevin Aris Pranata (2016) dalam jurnalnya menyatakan bahwa:

“Kewajiban pajak tangguhan dikatakan mampu mempengaruhi laba karena


pajak merupakan beban yang dapat mengurangi laba, dan kewajiban pajak
tangguhan sendiri mencerminkan besarnya laba yang diperoleh oleh
perusahaan. Semakin tinggi pajak yang perlu dilunasi oleh perusahaan, maka
akan semakin tinggi pula laba dari perusahaan tersebut”.

2.2.2 Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Kinerja Keuangan


Perusahaan
Menurut Erly Suandy (2011:7) Perencanaan pajak adalah langkah awal

dalam manajemen pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian

terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis-jenis tindakan

penghematan pajak yang akan dilakukan perusahaan.


68

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gloritho (2008) menyatakan bahwa

perencanaan pajak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Gloritho (2008)

dalam jurnalnya menyatakan bahwa:


“Perencanaan pajak dapat digunakan sebagai sarana pengeloaan pajak
yang dapat menunjang efesiensi beban pajak perusahaan. Selain itu
perencanaan pajak juga berdampak positif bagi kinerja perusahaan, yaitu
perusahaan dapat memiliki dana yang lebih besar yang dapat ditanamkan
kembali untuk mengembangkan perusahaan lebih lanjut”.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ampa (2011) menyatakan bahwa

perencanaan pajak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Ampa (2011) dalam

jurnalnya menyatakan bahwa:


“Dalam Penerapan Tax Planning berhasil menghemat pajak dan
meningkatkan kinerja perusahaan dengan mengalihkan tax saving yang di
peroleh pda program pelatihan, pendidikan karyawan yang akan
berdampak pada peningkatan kemampuan karyawan di masa yang akan
datang”.

Pajak Tangguhan

Harnanto (2013:115)

Kinerja Perusahaan
Irham Fahmi (2015:185)

Perencanaan pajak

Marpaung (2016:27)

Gambar 2.1
69

Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka penulis dapat merumuskan

hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Hipotesis 1: Pajak tangguhan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Hipotesis 2: Perencanaan pajak berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Hipotesis 3: Pajak tangguhan dan perencanaan pajak berpengaruh terhadap

Kinerja perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai