Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS VARIASI DERAJAT PENGAPIAN

TERHADAP KINERJA MESIN

Syahril Machmud1 , Untoro Budi Surono2 , Leydon Sitorus3

1,2
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta
3
Alumni Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta
Jalan Tentara Rakyat Mataram 55-57 Yogyakarta 53122
e-mail : syahril@janabadra.ac.id

ABSTRAK

This study aims to determine the influence of ignition timing degree variations to engine
performance (BMEP, rate of fuel consumption and SFC) on 4 stroke petrol engine with varieties
of engine rotational speed (rpm) that use premium as a fuel. In this research, it was used three
variations of ignition timing degree, namely: standard, advance 3 o and advance 6 o
This research was done using a motorcycle Honda Supra NF 100 D. This investigation used
dynotester to determine the torque and power from the engine. Investigation of engine power was
done on rotational speed from 5000 rpm to 9000 rpm by range 1000 rpm, while fuel consumption
test was conducted on rotational speed from 5000 rpm to 9000 rpm by range 2000 rpm.
From the results of this research, it can be concluded that the lowest BMEP,equal to 923.5 kPa is
resulted by the ignition timing advanced 6 o on rotational speed between 5000 rpm to 6500 rpm.
Meanwhile, the lowest fuel consumption (2.589 kg/h) and SFC are resulted by the ignition timing
advanced 6 o on rotational speed 9000 rpm.

Kata Kunci : ignition timing, BMEP, fuel consumption, SFC

PENDAHULUAN Penelitian tentang pengaruh variasi


derajat pengapian terhadap efisiensi termal
Salah satu bagian penting dalam proses
dan konsumsi bahan bakar telah dilakukan
pembakaran adalah sistem pengapian
oleh Nanlohy, 2012. Penelitian menggunakan
(ignition). Pada motor bensin, terdapat busi
mesin 125 cc Honda Kharisma SI dan
pada celah ruang bakar yang dapat
dilakukan pada kondisi setengah bukaan katup
memercikkan bunga api yang kemudian
dengan variasi derajat pengapian dari 9o, 12o,
membakar campuran bahan bakar dan udara
dan 15o sebelum TMA. Dari penelitian ini
pada suatu titik tertentu yang diinginkan
diketahui bahwa efisiensi termal tertinggi
dalam suatu siklus pembakaran. Penempatan
diperoleh pada derajat pengapian 9o sebelum
titik penyalaan yang tepat, dapat
TMA. Sedangkan SFC terendah juga
meningkatkan efisiensi pembakaran dan
diperoleh pada derajat pengapian 9o sebelum
mengoptimalkan energi dari pembakaran.
TMA.
Waktu penyalaan adalah saat dimana
Zareei dan Kakaee (2013) melakukan
bunga api dipercikkan oleh busi untuk
penelitian pengaruh derajat pengapian
membakar campuran udara dan bahan bakar
terhadap unjuk kerja dan emisi mesin bensin.
yang dikompresi oleh piston, kemudian
Penelitian ini dilakukan dengan putaran mesin
menghasilkan tekanan sehingga digunakan
3400 rpm. Sedangkan derajat pengapian
untuk menghasilkan langkah kerja. Gerakan
divariasikan antara 41o sebelum TMA sampai
piston terhadap waktu penyalaan, dapat
10o setelah TMA. Dari penelitian ini diketahui
dianalisisa melalui derajat pengapian
bahwa BMEP dan efisiensi termal tertinggi
Derajat pengapian yang sesuai adalah salah
dicapai pada derajat pengapian 31o sebelum
satu faktor penting dalam memaksimalkan
TMA. Dari penelitian ini diketahui juga
tekanan dalam ruang bakar. Sehingga sistem
bahwa BSFC cenderung semakin naik dengan
ini merupakan salah satu faktor penting untuk
derajat pengapian yang semakin mendekati
menghasilkan efisiensi mesin dan daya mesin
TMA. Sementara itu emisi HC semakin
yang baik.
menurun seiring dengan derajat pengapian loncatan bunga api saat dialiri arus listrik
yang semakin dekat dengan TMA. Sedangkan tegangan tinggi. Kedua elektroda pada busi
emisi O2, CO dan CO2 hanya mengalami dipisahkan oleh isolator agar loncatan
sedikit perubahan dan emisi NOx terendah listrik hanya terjadi diantara ujung
diperoleh pada derajat pengapian 10o sebelum elektroda. Bahan isolator itu sendiri
TMA. Penelitian dilakukan pada mesin haruslah memiliki tahanan listrik yang
dengan bahan bakar bensin, CNG dan B20. tinggi, tidak rapuh terhadap kejutan
Penelitian tentang pengaruh derajat mekanik dan panas. Isolator ini juga harus
pengapian juga dilakukan oleh Gopal dan merupakan konduktor panas yang baik
Rajendra, 2013. Penelitian dilakukan dengan serta tidak bereaksi kimia dengan gas
putaran mesin 2500 rpm dan variasi derajat pembakaran.
pengapian 22o, 27o, dan 32o sebelum TMA.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan 3. Koil pengapian ( ignition coil )
bahan bakar CNG dan pada derajat pengapian Koil pengapian mengubah sumber
27o sebelum TMA menghasilkan BSFC tegangan rendah dari baterai atau koil
terendan dan efisiensi termal paling tinggi. sumber (12 volt) menjadi sumber tegangan
Penelitian ini untuk mengetahui tinggi (10 kvolt atau lebih) yang diperlukan
seberapa besar pengaruh variasi derajat untuk menghasilkan loncatan bunga api
pengapian, terhadap kinerja mesin, yang yang kuat pada celah busi dalam sistem
berhubungan dengan BMEP, Laju Konsumsi pengapian.
Bahan Bakar dan SFC pada mesin bensin 4
tak yang menggunakan bahan bakar premium. 4. CDI dan Pulser
CDI (Capacitive Discharge Ignition)
Sistem Pengapian merupakan sebuah perangkat elektronik
Sistem pengapian merupakan sistem sebagai pengatur pengapian (ignition) dan
yang digunakan untuk menghasilkan bunga kelistrikan (electricity) yang terdapat pada
api, guna melakukan pembakaran terhadap sebuah sepeda motor dan berperan
campuran bahan bakar-udara yang ada di membaca sensor yang mengatur waktu
dalam ruang pembakaran dengan waktu pengapian yang terdapat pada mesin lalu
pengapian (timing ignition) yang telah diolah secara digital dalam CDI. Hasil
ditentukan. Untuk tercapainya loncatan bunga pemrosesan CDI berupa output yang akan
api pada busi, maka harus ada tegangan listrik mengatur perangkat pengapian untuk
yang cukup tinggi yang berkisar antara 5000 melakukan pembakaran (combustion)
volt sampai lebih dari 10.000 volt. bahan bakar di dalam ruang bakar
Sistem pengapian ini memiliki beberapa (combustion chamber) sebuah mesin
komponen yang sangat penting untuk sepeda motor.
terciptanya bunga api pada saat pembakaran, Sensor pengatur waktu (timing)
diantaranya adalah : pengapian terdapat pada bagian ruang
magnet sebuah mesin. Sensor berupa
1. Magnet pulser (pick-up coil) akan membaca
Magnet ditempatkan pada roda tonjolan (trigger magnet) yang terdapat
penerus yang dipasangkan pada poros pada sisi luar pelat dudukan (sitting)
engkol. Inti besi ditempatkan sebagai magnet. Magnet yang terhubung dengan
stator. Magnet berputar bersama-sama crankshaft akan berputar sesuai dengan
dengan putaran poros engkol dan antara putaran mesin, semakin tinggi putaran
inti besi dengan magnet terdapat celah mesin maka semakin tinggi pula putaran
kecil. Karena perputaran magnet ini akan magnet yang akan berpengaruh terhadap
menimbulkan listrik dalam lilitan primer pembacaan pulser terhadap tonjolan sisi
pada inti besi. Akibat gerakan cam titik luar sitting plate magnet.
kontak akan terbuka maka akan terjadi arus CDI mengandalkan pulser (pick-up
listrik tegangan tinggi yang memungkinkan coil). Pulser ini memberi sinyal
terjadinya loncatan bunga api pada busi. berdasarkan putaran magnet. Sinyal itu
2. Busi (spark plug) dikirim ke CDI, yang kemudian
Busi merupakan suatu komponen memerintahkan busi menembak. Dalam
yang berfungsi untuk menciptakan CDI, sinyal pulser diterima dioda
penyearah arus, lalu dicekal resistor dan Bila Proses pembakaran dimulai dari
diterima beberapa kapasitor, sebelum awal sebelum TMA (menjauhi TMA), tekanan
dilepas ke koil yang kemudian 'menyetrum' hasil pembakaran meningkat, sehingga gaya
busi. dorong piston meningkat (kerja piston menuju
gas pada ruang bakar). Jika proses sudut
Saat Pengapian (ignition timing) dan penyalaan dimundurkan mendekati TMA,
Pembakaran maka tekanan hasil pembakaran maksimum
Setelah campuran bahan bakar dibakar lebih rendah, bila dibandingkan tekanan hasil
oleh bunga api, maka diperlukan waktu pembakaran maksimum, bila sudut penyalaan
tertentu bagi bunga api untuk merambat di dimulai normal. Hal ini dikarenakan, pada
dalam ruang bakar. Oleh sebab itu akan terjadi saat sudut penyalaan terlalu dekat dengan
sedikit kelambatan antara awal pembakaran TMA, pada saat busi memercikkan bunga api
dengan pencapaian tekanan pembakaran dan api mulai merambat, gerakan piston sudah
maksimum. Dengan demikian, agar diperoleh melewati TMA sehingga volume ruang bakar
output maksimum pada engine dengan mulai membesar. Sehingga walaupun terjadi
tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi kenaikan tekanan hasil pembakaran, sebagian
(sekitar 10º setelah TMA), periode telah diubah menjadi perubahan volume ruang
perlambatan api harus diperhitungkan pada bakar. Efek yang terjadi adalah kecilnya kerja
saat menentukan saat pengapian (ignition ekspansi yang diterima oleh piston.
timing) untuk memperoleh output mesin yang
semaksimal mungkin. Akan tetapi karena Tekanan Efektif Rata-rata
diperlukan waktu untuk perambatan api, maka Unjuk kerja mesin yang relatif terukur
campuran udara-bahan bakar harus dibakar dapat diperoleh dari pembagian kerja per
sebelum TMA. Saat ini disebut dengan saat siklus dengan perpindahan volume silinder
pengapian (ignition timing). per siklus. Parameter ini merupakan gaya per
Loncatan bunga api terjadi sesaat torak satuan luas dan dinamakan dengan mean
mencapai titik mati atas (TMA) sewaktu effective pressure (MEP).
langkah kompresi. Saat loncatan api biasanya P.N
dinyatakan dalam derajat sudut engkol Kerja per siklus = ............ (1)
V .n
sebelum torak mencapai TMA. Pada
pembakaran sempurna setelah penyalaan 60 P.N .103
dimulai, api menjalar dari busi dan menyebar
BMEP  (kPa) (2)
V .n
ke seluruh arah dalam waktu yang sebanding
dengan:
dengan 20 derajat sudut engkol atau lebih
untuk membakar campuran sampai mencapai
P = daya dalam kW
tekanan maksimum. Kecepatan api umumnya n = putaran mesin dalam rpm
kurang dari 10 – 30 m/ detik. Panas V = volume silinder dalam dm3
pembakaran dari TMA diubah dalam bentuk N = jumlah putaran engkol untuk setiap
kerja dengan efisiensi yang tinggi. langkah kerja (= 2 untuk siklus 4 langkah,
Kelambatan waktu akan menurunkan = 1 untuk siklus 2 langkah)
efisiensi. Hal ini disebabkan rendahnya
tekanan akibat pertambahan volume dan Konsumsi bahan bakar
waktu penyebaran api yang terlalu lambat. Salah satu yang diukur dalam prestasi
mesin atau unjuk kerja mesin adalah konsumsi
bahan bakar spesifik (specific fuel
consumption, SFC). Specific Fuel
Consumption (SFC) merupakan perbandingan
antara bahan bakar yang terpakai sebagai
input energi dengan daya yang dihasilkan
sebagai output. Semakin tinggi nilai Specific
Fuel Consumption, maka semakin banyak
energi bahan bakar yang tidak terkonversi
menjadi daya. Hal ini disebabkan karena
bahan bakar yang masuk ke dalam silinder
Gambar 1. Saat pengapian tidak terbakar dengan sempurna.
Konsumsi bahan bakar spesifik ini, Perbandingan Kompresi : 9,0 : 1
merupakan parameter prestasi mesin yang Daya maksimum : 7,3 PS/8.000 rpm
digunakan untuk mengukur nilai ekonomis Torsi maksimum : 0,74 kgf.m pada 6.000rpm
suatu mesin, karena dengan mengetahui Sistim pengapian : CDI
konsumsi bahan bakar spesifik maka dapat
Untuk pengujian unjuk kerja mesin
dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan
dilaksanakan di Mototech, dengan peralatan-
per jam untuk menghasilkan sejumlah daya.
peralatan: Dynotester, untuk mengukur daya
Prosedur perhitungan konsumsi bahan
dan torsi dari mesin. Buret, untuk mengukur
bakar spesifik atau specific fuel consumption
pemakaian bahan bakar. Stopwatch, untuk
(SFC) berikut dapat dilaksanakan bila untuk
mengukur waktu pemakaian bahan bakar.
pemakaian bahan bakar sebesar m (massa)
dibutuhkan waktu sebesar t (detik), sehingga Prosedur pengujian
dapat dihitung pemakaian bahan bakar Pengujian dilakukan dengan 3 jenis
spesifik. magnet yaitu magnet standar (bawaan
Konsumsi bahan bakar ( mf ) kendaraan), magnet dengan derajat pengapian
b 3600 dimajukan 3o dan magnet dengan derajat
mf  . .bb (kg/jam) ...... (3) pengapian dimajukan 6o.
t 1000 Untuk memperoleh data-data
pengujian, langkah-langkah yang dilakukan
mf adalah sebagai berikut:
SFC = (kg/kwatt-jam) .......... (4)
P Letakkan motor di atas dynotester dengan
posisi roda belakang di atas roller. Nyalakan
dengan : mesin sampai pada putaran idle. Setelah
SFC = Pemakaian bahan bakar spesifik putaran ideal didapatkan selanjutnya
(kg/kwatt-jam) masukkan motor pada gear transmisi 3
mf = Laju konsumsi bahan bakar (kg/jam) kemudian putar gas dari kondisi idle menjadi
T = Waktu yang diperlukan untuk pengo- 5000 rpm dengan melihat monitor dinotester
songan buret (dt) sampai rpm tertinggi, yaitu 9000 rpm.
b = Volume buret yang digunakan dalam Lepaskan gas setelah mencapai putaran
pengujian (cm3) maksimum. Pada pengujian ini akan didapat
P = Daya (kW) daya dan torsi sebagai fungsi dari putaran
mesin. Data daya dan torsi akan tersimpan di
 bb = Massa jenis bahan bakar gasolin komputer.
= 0,74 (gr/cm3) Untuk pengujian konsumsi bahan bakar
diawali dengan menghidupkan sepeda motor.
METODE PENELITIAN Gear transmisi diatur pada posisi netral.
Bahan dan Peralatan Selanjutnya atur putaran mesin pada 5000,
Penelitian ini menggunakan metode 7000 dan 9000 rpm secara bergantian.
eksperimen. Pelaksanaan penelitian diawali Pengujian konsumsi bahan bakar dilakukan
dengan pengadaan bahan dan peralatan dengan membaca stopwatch untuk
pegujian. Mesin yang dipakai pada penelitian menghabiskan berapa ml bahan bakar yang
ini adalah sepeda motor empat tak. Sedangkan dibutuhkan selama 1 menit. Langkah tersebut
bahan bakar yang digunakan adalah premium. dilakukan untuk ketiga macam derajat
Alat pengujian yang dipersiapkan adalah 3 pengapian.
jenis magnet yaitu magnet standar (bawaan Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
kendaraan), magnet dengan derajat pengapian gambar 2.
dimajukan 3o dan magnet dengan derajat
pengapian dimajukan 6o.
Dalam penelitian ini, mesin yang
digunakan adalah sepeda motor Honda Supra
NF 100 D dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tipe Mesin: 4 Langkah, SOHC, 2 Klep,
pendinginan udara
Diameter x Langkah : 510 x 49,5 mm
Volume Silinder : 97,1 cc
Mulai

Pengadaan alat uji

Persiapan alat uji

Proses pengujian

Gambar 3 Grafik Bmep vs Putaran


Mencatat data pengujian
Dari tabel 1 dan gambar 3 terlihat
bahwa BMEP mulai menanjak pada kisaran
Pengolahan data pengujian
5000 rpm sampai 6000 rpm. Penurunan
BMEP dipengaruhi oleh nilai daya efektif dan
putaran mesin. Secara teori apabila daya
Analisis data
efektif mengalami kenaikan pada putaran
yang sama, maka BMEP juga akan
mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena
Kesimpulan sesuai dengan rumus bahwa BMEP
berbanding lurus dengan daya efektif. Begitu
juga sebaliknya, apabila daya efektif
mengalami kenaikan dan putaran mesin juga
Selesai
naik, tetapi persentase kenaikan daya efektif
lebih rendah dari kenaikan putaran mesin,
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian maka BMEP akan mengalami penurunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 2. Laju Konsumsi Bahan Bakar.


1. Break Mean Effective Pressure Tabel 2. Data Laju Konsumsi Bahan
Bakar (mf)
Tabel 1. Bmep vs Putaran pada Variasi Laju Konsumsi Bahan Bakar
Derajat Pengapian Putaran (kg/jam)
(rpm)
Putaran Bmep (kPa) Standart Maju 3˚ Maju 6˚
(rpm) 5000 1,3 1,2 1,2
Standart Maju 3˚ Maju 6˚
5000 946,8 946,8 923,6 7000 1,7 1,7 1,7
9000 2,9 2,7 2,6
5500 1005,1 1001,2 981,8
6000 1012,8 999,9 994,7
6500 866,6 961,1 983,1
7000 896,4 911,9 924,9
7500 847,2 870,5 875,7
8000 746,3 756,7 811
8500 642,9 672,6 689,4
9000 596,3 607,9 624,8

Gambar 4 Grafik Konsumsi Bahan Bakar (mf)


Pada Tabel 2 dan Gambar 4, dapat Semakin tinggi nilai SFC, artinya
diamati bahwa laju konsumsi bahan bakar semakin banyak energi bahan bakar yang
semakin meningkat seiring dengan kenaikan tidak terkonversi menjadi daya. Konsumsi
putaran mesin. Dari hasil pengujian perubahan bahan bakar spesifik merupakan hasil bagi
variasi derajat pengapian, pada putaran 5000 antara laju konsumsi bahan bakar dengan
Rpm dan putaran 9000 Rpm, nilai konsumsi daya, sehingga apabila laju konsumsi bahan
bahan bakar tertinggi terjadi pada derajat bakar besar dan daya yang dihasilkan besar,
pengapian standar, yaitu mencapai 1,26 maka nilai SFC menjadi kecil, dari Gambar 5,
kg/jam dan 2,88 kg/jam. Untuk nilai konsumsi terlihat bahwa SFC pada semua jenis variasi
terendah dicapai oleh derajat pengapian yang derajat pengapian memiliki kecenderungan
dimajukan 6˚ dari standarnya, yaitu sebesar yang sama mengalami penurunan kemudian
1,22 kg/jam pada 5000 Rpm, dan 2,58 kg/jam mengalami kenaikan . Penurunan terjadi pada
pada 9000 Rpm. Hal ini dikarenakan semakin putaran 5000 rpm sampai 6000 rpm, setelah
tinggi putaran, semakin sedikit waktu itu SFC-nya mengalami kenaikan. Nilai SFC
pembakaran yang berpengaruh terhadap laju terendah ada pada kondisi derajat pengapian
konsumsi bahan bakar, sehingga pada waktu maju 3° dari standarnya, yang memiliki nilai
derajat pengapian dimajukan, maka konsumsi SFC rata-rata 0,078 kg/kw-jam. Penurunan
bahan bakar yang digunakan lebih optimal, dan kenaikan nilai SFC ini sesuai dengan
karena mendapatkan waktu pembakaran yang rumus teoritis bahwa nilai SFC merupakan
cukup akibat pemajuan penyalaan, ketika hasil bagi antara laju konsumsi bahan bakar
putaran mesin bertambah. dengan daya itu sendiri, sehingga apabila laju
konsumsi bahan bakar dan daya besar maka
3. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) nilai SFC nya akan kecil.
Dari hasil penelitian dari beberapa
KESIMPULAN
variasi derajat pengapian, terhadap laju
konsumsi bahan bakar spesifik (SFC), Berdasarkan data hasil pengujian dan
diperoleh data sebagai berikut : perhitungan, maka dapat disimpulkan sebagai
Tabel 3. Data Konsumsi Bahan Bakar berikut :
Spesifik (SFC ) 1. BMEP atau Tekanan rata–rata terendah
pada putaran 5000 – 6500 Rpm dihasilkan
Putaran SFC ( Kg/kW-jam ) oleh derajat pengapian yang dimajukan 6º
( Rpm ) dari standarnya sebesar 923,5 kPa, sedang
Standart Maju 3˚ Maju 6˚
pada putaran 7000-9000 Rpm, Bmep
5000 0,328239 0,323339 0,329164 terendah dihasilkan derajat pengapian
standar sebesar 596,3 kPa.
7000 0,33154 0,320862 0,324352 2. Laju Konsumsi bahan bakar (mf) terendah,
dihasilkan oleh derajat pengapian yang
9000 0,662589 0,616169 0,569064
dimajukan 6º dari standarnya, yaitu turun
sebesar 10 % (2,589 kg/jam), pada putaran
9000 Rpm.
3. Nilai konsumsi bahan bakar spesifik (SFC)
yang dihasilkan oleh derajat pengapian
yang dimajukan 3º turun sebesar 6,9 %
(0,616 kg/kW-jam) sedang derajat
pengapian yang dimajukan 6º turun sebesar
14,1 % (0,569064 kg/kW-jam), pada
putaran 9000 Rpm.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, BPM. dan Bareenschot, B., 1980.
Motor Bensin, Erlangga. Jakarta
Arismunandar, W., 1980, Penggerak Mula
Gambar 5. Konsumsi spesifik bahan Motor BakarTorak, ITB, Bandung.
bakar (SFC)
Gopal, M.G. dan Rajendra, D.S., 2013, Kristanto, P., Willyanto, dan Wahyudi, D.,
Experimental Study on SI Engine at 2001, Pengaruh Perubahan Pemajuan
Different Ignition Timing Using CNG Waktu penyalaan Terhadap Motor
and Gasoline-20% n Butanol Blend, Dual Fuel (Bensin-BBG), Jurnal
International Journal of Emerging Teknik Mesin Vol. 3, No.1 : 1–6.,
Technology and Advanced Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Engineering, Volume 3, Issue 3, Nanlohy, H.Y., 2012, Perbandingan Variasi
March 2013 Derajat Pengapian terhadap Efisiensi
Heywood, J.B., 1998, Internal Combustion Termal dan Konsumsi Bahan Bakar
Engine Fundamentals, Mc Graw Hill Otto Engine Be50, Jurnal Dinamika
Int., New York Vol. 3 No. 2 Mei 2012, Fakultas Teknik
http://jurnaldinamika.files.wordpress. Universitas Haluoleo, Kendari
com/2012/11/hendry1.pdf Soenarta N., dan Furuhama S., 2002, Motor
Krisbiantoro, D., 2009, Pengaruh Penggu- Serba Guna, Pradnya Paramita, Jakarta
naan CDI Variable dan Variasi derajat Zareei, J. dan Kakaee, A.H., 2013, Study and
Pengapian Terhadap Unjuk kerja mesin The Effects of Ignition Timing on
Honda Kharisma Dengan 2 Busi., Gasoline Engine Performance and
Jurnal Skripsi Institut Teknologi Emissions, European Transport
Sepuluh Nopember., Surabaya. Research Review, Volume 5:109–116,
Springer Berlin Heidelberg

Anda mungkin juga menyukai