Anda di halaman 1dari 31

Sistem Pengapian Sepeda Motor

Pengertian Sistem Pengapian Sepeda Motor


Pengapian disini diartikan pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang dicampur terlebih
dahulu kemudian dimasukkan kedalam ruang bakar dan dikompresikan kemudian dilakukan
percikan dengan waktu tertentu dan kualitas api yang baik, dengan demikian dapat dimulai
pembakaran seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1. Sistem Pengapian Sepeda Motor


Semua sistem pengapian memiliki busi dan satu koil atau lebih. Sistem pengapian merupakan
salah satu faktor terjadinya pembakaran yang sempurna sehingga dapat dihasilkan daya yang
optimal pada mesin tertentu dan emisi gas buang yang rendah. Adapun tuntutan/prasarat  dasar
dari terjadinya pembakaran yang baik digambarkan sebagai berikut.
Persyaratan Dasar Sistem Pengapian Sepeda Motor

Gambar 2. Proses Pada Sistem Pengapian Sepeda Motor


Campuran bahan bakar dan udara dimasukkan kedalam ruang bakar oleh karena gerakan
menghisap dari piston dari TMA ke TMB Pada saat seperi ini temperatur campuran turun
menjadi kurang lebih 20°C karena udara bercampur bensin (gambar A )
Langkah berikutnya mengkompresi campuran tersebut hingga piston mendekati TMA maka
tekanan dan temperature naik hingga mencapai  kurang lebih 20°C (gambar B) Pada saat piston
mendekati TMA dipercikkan bunga api pengapian melalui elektroda busi dan terjadilah
pembakaran pada campuran bensin dan udara.
Persyaratan adanya pembakaran yang baik juga ditentukan selain rasio campuran yang sesuai,
kompresi yang mencukupi dan Percikan api yang kuat.

Gambar 3. Osilogram Tegangan Pengapian


Pengapian harus memiliki kemampuan tertentu dengan demikian dapat ditentukan celah busi
sehingga tegangan dapat mengionisasi udara pada celah busi. Gambar disebelah menunjukkan
osilogram sebuah pengapian yang memiliki kemampuan pengapian maksimal tetapi pada
kenyataannya tegangan tersebut tidak digunakan sepenuhnya, sehingga masih ada tegangan
cadangan.
Selisih antara tegangan maksimal yang dapat dihasilkan sistem pengapian dengan tegangan
terpakai adalah tegangan cadangan. Semakin besar tegangan cadangan maka semakin baik
kemampuan sistem pengapian, tetapi perlu diketahui bahwa semakin tinggi putaran motor maka
semakin turun pula tegangan maksimalnya karena waktunya semakin singkat untuk membuat
energi listrik pada sistem pengapian, sedangkan tegangan terpakai menjadi lebih besar karena
campuran bahan bakar dan udara yang masuk ke ruang bakar jumlahnya juga bertambah maka
daya pengapian yang dibutuhkan juga lebih besar. Maka area tegangan cadanganmenyempit.
Ketika tegangan meloncat diantara celah elektroda busi pada saat itulah dibutuhkan tegangan
yang cukup tinggi tetapi masih belum sampai pada tegangan maksimal sistem pengapian,sampai
berhasil melompat dan membakar campuran bahan bakar yang dilewatinya. Setelah tegangan
berhasil melompat diantara celah elektroda busi maka tegangan pembakaran turun. Hal tersebut
ditunjukkan dengan Gambar osilogram tegangan sekunder sistem pengapian seperti gambar
dibawah ini.

Gambar 4. Osilogram Tegangan Sekunder sistem pengapian


Keterangan gambar :
Tegangan pengapian : tegangan ini disebut juga tegangan jarum,yaitu tegangan yang   
dibutuhkan sampai tegangan dapat melompat diantara celah elektroda busi.
Tegangan Bakar : tegangan yang dihasilkan oleh loncatan bunga api untuk membakar campuran
bahan bakar.
Pengapian berakhir : berakhirnya bunga api meloncat diantara celah busi,dalam waktu kurang
lebih 1,5 ms.
Gelombang osilasi : sisa tegangan pembakaran yang terjadi ketika kumparan primer juga
menginduksi sekunder dan sebaliknya.
Macam – Macam Sistem Pengapian Sepeda Motor
Cara penyalaan bahan bakar pada motor bakar dibedakan menjadi 2 macam  :
Penyalaan dengan sistem pengapian  bunga api
Penyalaan Sendiri
listrik
Udara murni dimampatkan hingga mencapai
tekanan tinggi yaitu kurang lebih 23 Bar hingga Campuran udara dan bahan bakar (bensin) pada
temperatur mencapai 700 sampai 900°C lalu menjelang akhir langkah Kompresi dibakar
bahan bakar diesel disemprotkan berupa kabut dengan loncatan bunga api listrik pada celah
halus terjadilah pembakaran dengan elektroda busi yang demikian disebut motor
sendiri,motor yang cara pembakarannya otto/bensin
demikian disebut motor diesel.
Sistem pengapian sepeda motor terbagi sebagai berikut :
1. Pengapian konvensional (menggunakan platina)
o Pengapian DC (menggunakan sumber dari baterai )
o Pengapian AC (menggunakan sumber dari generator)
2. Pengapian elektronik (Capasitor Discharge Ignition / CDI)
o CDI – DC
o CDI – AC
Sistem pengapian sepeda motor selalu menggunakan sistem pengapian dengan menggunakan
percikan bunga api listrik karena tidak ada sepeda motor dengan mesin diesel.

Syarat Sistem Pengapian


Syarat-Syarat Sistem Pengapian Sepeda Motor
Sistem pengapian pada motor bensin berfungsi mengatur proses pembakaran campuran bensin
dan udara di dalam silinder sesuai waktu yang sudah ditentukan yaitu pada akhir langkah
kompresi. Permulaan pembakaran diperlukan karena, pada motor bensin pembakaran tidak bisa
terjadi dengan sendirinya. Pembakaran campuran bensin-udara yang dikompresikan terjadi di
dalam silinder setelah busi memercikkan bunga api, sehingga diperoleh tenaga akibat pemuaian
gas (eksplosif) hasil pembakaran, mendorong piston ke TMB menjadi langkah usaha. Agar busi
dapat memercikkan bunga api, maka diperlukan suatu sistem yang bekerja secara akurat. Sistem
pengapian terdiri dari berbagai komponen, yang bekerja bersama-sama dalam waktu yang sangat
cepat dan singkat.
Syarat Sistem Pengapian Agar Mesin Bekerja Dengan Efisien
Ketiga kondisi di bawah ini adalah merupakan syarat penting yang harus dimiliki oleh motor
bensin, agar mesin dapat bekerja dengan efisien yaitu :
 Tekanan kompresi yang tinggi.
 Saat pengapian yang tepat dan percikan bunga api yang kuat.
 Perbandingan campuran bensin dan udara yang tepat.
Syarat Sistem Pengapian Agar Berfungsi Secara Optimal
Agar sistem pengapian bisa berfungsi secara optimal, maka sistem pengapian harus memiliki
kriteria seperti di bawah ini :
1.   Percikan Bunga Api Harus Kuat
Pada saat campuran bensin-udara dikompresi di dalam silinder, maka kesulitan utama yang
terjadi adalah  bunga api meloncat di antara celah elektroda busi sangat sulit, hal ini disebabkan
udara merupakan tahanan listrik dan tahanannya akan naik pada saat dikompresikan. Tegangan
listrik yang diperlukan harus cukup tinggi, sehingga dapat membangkitkan bunga api yang kuat
di antara celah elektroda busi.
Terjadinya percikan bunga api yang kuat antara lain dipengaruhi oleh pembentukan tegangan
induksi yang dihasilkan oleh sistem pengapian. Semakin tinggi tegangan yang dihasilkan, maka
bunga api yang dihasilkan bisa semakin kuat. Penjelasan lebih jauh tentang pembentukan
tegangan induksi yang baik dibahas pada bagian E sampai H (koil pengapian sampai busi).
Namun secara garis besar agar diperoleh tegangan induksi yang baik dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut ini :
a. Pemakaian koil pengapian yang sesuai
b. Pemakaian kondensor yang tepat
c. Penyetelan saat pengapian yang sesuai
d. Penyetelan celah busi yang tepat
e. Pemakaian tingkat panas busi yang tepat
f. Pemakaian kabel tegangan yang tepat
2.  Saat Pengapian Harus Tepat
Untuk memperoleh pembakaran, maka campuran bensin-udara yang paling tepat, maka saat
pengapian harus sesuai dan tidak statis pada titik tertentu, saat pengapian harus dapat berubah
mengikuti berbagai perubahan kondisi operasional mesin.
Saat Pengapian (Ignition Timing)
Saat pengapian dari campuran bensin dan udara adalah saat terjadinya percikan bunga api busi
beberapa derajat sebelum Titik Mati Atas (TMA) pada akhir langkah kompresi. Saat terjadinya
percikan waktunya harus ditentukan dengan tepat supaya dapat membakar dengan sempurna
campuran bensin dan udara agar dicapai energi maksimum.

Gambar 1. Batas TMA dan TMB piston


Setelah campuran bahan bakar dibakar oleh bunga api, maka diperlukan waktu tertentu bagi api
untuk merambat di dalam ruangan bakar. Oleh sebab itu akan terjadi sedikit keterlambatan antara
awal pembakaran dengan pencapaian tekanan pembakaran maksimum. Dengan demikian, agar
diperoleh output maksimum pada engine dengan tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi
(sekitar 10° setelah TMA), periode perambatan api harus diperhitungkan pada saat menentukan
saat pengapian (ignition timing).
Karena diperlukannya waktu untuk perambatan api, maka campuran bahan bakar – udara harus
sudah dibakar sebelum TMA. Saat mulai terjadinya pembakaran campuran bahan bakar dan
udara tersebut disebut dengan saat pengapian (ignition timing). Agar saat pengapian dapat
disesuaikan dengan kecepatan, beban mesin dan lainnya diperlukan peralatan untuk merubah
(memajukan atau memundurkan) saat pengapian. Salah satu diantaranya adalah dengan
menggunakan vacuum advancer dan governor advancer untuk pengapian konvensional. Dalam
sepeda motor biasanya disebut dengan unit pengatur saat pengapian otomatis atau ATU
(Automatic Timing Unit). ATU akan mengatur pemajuan saat pengapian. Pada sepeda motor
dengan sistem pengapian konvensional (menggunakan platina) ATU diatur secara mekanik
sedangkan pada sistem pengapian elektronik ATU diatur secara elektronik. Penjelasan lebih jauh
tentang ATU dibahas pada bagian I (Tipe Sistem Pengapian Pada Sepeda Motor).
Bila saat pengapian dimajukan terlalu jauh (lihat gambar 2 titik A) maka tekanan pembakaran
maksimum akan tercapai sebelum 10 sesudah TMA. Karena tekanan di dalam silinder akan
menjadi lebih tinggi dari pada pembakaran dengan waktu yang tepat, pembakaran campuran
udara bahan bakar yang spontan akan terjadi dan akhirnya akan terjadi knocking atau detonasi.

Gambar 2. Posisi saat pengapian


Knocking merupakan ledakan yang menghasilkan gelombang kejutan berupa suara ketukan 
karena naiknya tekanan yang besar dan kuat yang terjadi pada akhir pembakaran. Knocking yang
berlebihan akan mengakibatkan katup, busi dan torak terbakar. Saat pengapian yang terlalu maju
juga bisa menyebabkan suhu mesin menjadi terlalu tinggi.
Sedangkan bila saat pengapian dimundurkan terlalu jauh (lihat gambar 2 titik C)  maka tekanan
pembakaran maksimum akan terjadi setelah 10° setelah TMA (saat dimana torak telah turun
cukup jauh). Bila dibandingkan dengan pengapian yang waktunya tepat (gambar 2 titik B), maka
tekanan di dalam silinder agak rendah sehingga output mesin menurun, dan masalah pemborosan
bahan bakar dan lainnya akan terjadi. Saat pengapian yang tepat dapat menghasilkan tekanan
pembakaran yang optimal.
3.  Sistem Pengapian Harus Kuat dan Tahan
isem pengapian harus kuat dan tahan terhadap perubahan yang terjadi setiap saat pada ruang
mesin atau perubahan kondisi operasional kendaraan; harus tahan terhadap getaran, panas, atau
tahan terhadap tegangan tinggi yang dibangkitkan oleh sistem pengapian itu sendiri.
Komponen-komponen sistem pengapian seperti koil pengapian, kondensor, kabel busi (kabel
tegangan tinggi) dan  busi harus dibuat sedemikan rupa sehingga tahan pada berbagai kondisi.
Misalnya dengan naiknya suhu di sekitar mesin, busi harus tetap tahan (tidak meleleh) agar bisa
terus memberikan loncatan bunga api yang baik. Oleh karena itu, pemilihan tipe busi harus
benar-benar tepat.
Begitu pula dengan koil pengapian maupun kabel busi, walaupun terjadi perubahan suhu yang
cukup tinggi (misalnya karena mesin bekerja pada putaran tinggi yang cukup lama), komponen
tersebut harus mampu menghasilkan dan menyalurkan tegangan tinggi (induksi) yang cukup.
Pemilihan tipe koil hendaknya tepat sesuai kondisi operasional sepeda motor yang digunakan.
Dengan melakukan seting mesin dengan kriteria dan syarat sistem pengapian seperti diatas maka
akan diperoleh kinerja mesin yang optimal dan efisien.

Proses Pembakaran Sempurna Pada Mesin


Syarat Terjadinya Proses Pembakaran Sempurna Untuk Mesin Sepeda Motor
Pembakaran di dalam mesin motor dapat terjadi apabila terdapat bahan bakar, oksigen dan nyala
api. Tetapi tiga syarat tersebut tidak menjamin terjadinya pembakaran sempurna. Untuk itu harus
diatur jumlah oksigen atau udara dan jumlah bahan bakar yang akan dibakar dengan
perbandingan tertentu.
Pembakaran dapat sempurna jika udara dan bahan bakar dalam perbandingan yang ideal atau
campuran yang mudah terbakar dengan nyala api dan semua oksigen dan bahan bakar terbakar
tampa sisa.
Campuran bahan bakar dan udara yang idel adalah 15Kg Udara dengan 1Kg bensin atau 900 liter
udara dengan 1 liter bensin. Tetapi dalam prakteknya, pembakaran pada motor tidak akan pernah
sempurna, maka pada gas buang sisa hasil pembakaran selalu terdapat sisa oksigen dan bahan
bakar.
Terjadinya Proses Pembakaran Sempurna Pada Mesin Sepeda Motor
Campuran bahan bakar-udara dihisap masuk kedalam silinder. Selanjutnya dimampatkan oleh
gerak naik piston. Campuran yang dimampatkan itu, selanjutnya dibakar oleh busi. Terjadilah
ledakan/expansi yang akan mendorong piston kebawah, selanjutnya memutar crankshaft melalui
connecting rod, gerak naik-turun piston diubah menjadi gerak piston oleh poros engkol dan
disalurkan melalui  roda gigi. Dengan kata lain:
1. Sewaktu piston berada pada titik mati atas (TMA), katup pemasukan membuka dan campuran
bahan bakar segar diisap ke dalam silinder.
2. Pada titik mati bawah (TMB) katup pemasukan menutup dan selama langkah kembali ke TMA
gas akan dikompresikan.
3. Pengapian terjadi seketika pada TMA, sehingga menimbulkan peningkatan temperatur dan
tekanan gas yang cepat.
4. Kemudian gas diekspansikan selama langkah kerja, hingga padaTMB katup pembuangan
membuka, dan gas akan ditekan keluar melalui lubang pembuangan.
5. Dengan langkah yang ke empat (dari TMB ke TMA) semua gas akan dikeluarkan dari silinder.
Busi menghasilkan pijaran api diantara elektrodanya untuk membakar campuran udara dan
bahan bakar pada saat busi menerima tegangan tinggi dari Coil pengapian. Saat campuran udara-
bahan bakar meledak, temperatur naik sekitar 2500°C dan tekanan menjadi 50 kg/cm di ruang
bakar.
Pembakaran dengan injeksi terjadi ketika injektor mengabutkan bahan bakar dengan tekanan
tinggi, sehingga bahan bakar terbakar oleh udara panas, dan tekanan dalam ruangan itu akan naik
sampai 70-90 kg/cm2. Prosesnya diawali ketika piston mengkompresikan udara, pada akhir
langkah kompresi tersebutlah terjadi pengabutan bahan bakar. Pada saat temperatur dan tekanan
udara sudah sangat tinggi, bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar. Proses pembakaran
terjadi tanpa menggunaakan alat penyala api.

Gambar 1. Ilustrasi Terjadinya Proses Pembakaran Pada Mesin Sepeda Motor

Sistem Pengapian Konvensional


(Menggunakan Platina)
Sistem pengapian konvensional (menggunakan platina) digunakan pada sepeda motor
generasi lama hingga era 1980. Sistem pengapian konvensional ini digunakan pada sepeda motor
dan kendaraan bermesin bensin.
Jenis Sistem Pengapian Konvensional (Menggunakan Platina)
Sistem pengapian konvensional (menggunakan platina) pada sepeda motor ada 2 macam yaitu :
 Pengapian Konvensional DC (menggunakan sumber dari baterai )
 Pengapian Konvensional AC (menggunakan sumber dari generator)
Sistem Pengapian Konvensional DC
Sistem pengapian konvensional DC ini merupakan sistem pengapian pada sepeda motor yang
menggunakan platina dan sumber tegangan dari baterai.

Gambar 1. Sistem pengapian baterai dengan kontak pemutus konstruksi sampai 1980
Prinsip Kerja Sistem Pengapian Konvensional DC
Tegangan baterai 12V ditransformasikan menjadi tegangan tinggi 5000 s/d 25 KV, kemudian
dialirkan kebusi
Cara kerja sistem pengapian konvensioanl DC :
 Arus dari baterai masuk melalui kunci kontak mengalir melalui kumparan L1 koil pengapian
(primer koil) dan mengalir ke kontak pemutus menuju masa pada saat Kam tidak menekan
 Kontak pemutus → terbentuk medan magnet pada L1. Pada saat kontak pemutus
 Mulai terbuka akibat dari Kam yang mendorong kontak pemutus maka arus yang melalui
 L1 hilang mendadak, kemagnetan hilang mendadak dan kemagnetan memotong kumparan
 Sekunder koil L2 → terjadi tegangan tinggi pada ujung kumparan L2 yang terhubung dengan busi
maka melompatlah tegangan tersebut berupa bunga api.
Sifat-sifat Sistem Pengapian Konvensional DC
 Daya pengapian baik pada putaran rendah (bila tegangan baterai cukup).
 Saat pangapian ditentukan oleh putaran mesin.
 Saat pengapian dapat diatur secara mekanis menggunakan kontak pemutus atau secara
elektronis
Sistem Pengapian Konvensional AC (Sistem Pengapian Magnet)

Gambar :
a. Bagan Sistem pengapian magnet dengan kontak pemutus.
b. Konstruksi system pengapian magnet
Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet
Bila magnet berputar maka Kam akan berputar karena konstruksi kam menyatu ditengah /satu
poros dengan magnet.Maka dibangkitkan tegangan dan arus bolak balik menuju kumparan
primer koil pengapian tetapi jika kontak pemutus dalam posisi menutup maka arus hanya
dibuang melalui kontak pemutus ke massa → Tidak terbentuk medan magnet pada kumparan
primer koil. Pada saat kontak pemutus mulai terbuka tegangan yang dibangkitkan tidak lagi
dialirkan ke massa, maka pada saat itulah terjadi pengaliran mendadak ke kumparan primer koil
dan terjadilah tegangan tinggi pada kumparan sekunder.
Sifat-sifat Sistem Pengapian Magnet
 Sumber tegangan dari generator, sehingga motor dapat hidup tanpa baterai.
 Daya pengapian baik pada putaran tinggi.
 Putaran start harus lebih tinggi dari 200 rpm
 Sering digunakan pada motor kecil seperti sepeda motor dengan isi silinder kecil.
Sistem pengapian konvensional (menggunakan platina) ini digunakan sebelum teknologi CDI
(Capasitor Discharge Ignition) digunakan pada sepeda motor.

Sistem Pengapian Konvensional Baterai


Sistem Pengapian Konvensional Baterai (Battery And Coil Ignition System)
Sistem pengapian konvensional baterai merupakan sistem pengapian yang mendapat sumber
tegangan tidak dari source coil lagi, melainkan langsung dari sistem kelistrikan utama mesin,
yaitu baterai. Baterai berfungsi sebagai tempat menyimpan energi listrik. Sistem pengapian ini
akan lebih menguntungkan karena lebih kuat dan stabil dalam memberikan suplai tegangan, baik
untuk pengapian itu sendiri maupun untuk aksesoris seperti sistem penerangan.
a. Cara kerja sistem pengapian konvensional baterai
Cara kerja sistem pengapian konvensional baterai pada dasarnya sama dengan sistem pengapian
konvensional magnet. Namun terdapat perbedaan dalam pemasangan/perangaian platina. Dalam
sistem pengapian magnet, platina dirangkai secara paralel dengan koil pengapian, sedangkan
dalam sistem pengapian baterai dirangkai secara seri. Oleh karena itu, dalam sistem pengapian
baterai, rangkaian primer pengapian baru akan terjadi secara sempurna (arus mengalir dari
baterai sampai massa) jika posisi platina dalam keadaan tertutup. Gambar 1 dan 2 di bawah ini
adalah contoh rangkaian sistem pengapian baterai pada sepeda motor.

Gambar 2. Sistem pengapian baterai (1)


Pada saat ignition switch (kunci kontak) dinyalakan, dan posisi platina dalam keadaan menutup,
arus dari baterai mengalir ke massa melalui kumparan primer koil pengapian dan platina. Dengan
mengalirnya arus tersebut, pada inti besi koil pengapian akan timbul medan magnet.

Gambar 2. Sistem pengapian baterai (2)


Pada saat platina terbuka oleh cam, aliran arus pada rangkaian primer akan terputus. Hal ini akan
menyebabkan terjadi induksi sendiri pada kumparan primer  sebesar 200 V – 300 V. Karena
perbandingan kumparan sekunder lebih banyak dibanding kumparan primer, maka pada
kumparan sekunder terjadi induksi yang lebih besar sekitar 10KV – 20KV yang bisa membuat
terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara.
Induksi ini disebut induksi bersama (mutual induction).
Sama halnya seperti pada sistem pengapian konvensional yang menggunakan magnet, untuk
menghasilkan tegangan induksi yang besar maka pada saat platina mulai membuka, tidak boleh
ada percikan bunga api dan aliran arus dari platina tyang cenderung ingin terus mengalirkannya
ke massa. Oleh karena itu, pada rangkaian sistem pengapian baterai juga dipasang
kondensor/kapasitor untuk mengatasi percikan pada platina saat mulai membuka tersebut.
b. Pengontrolan saat pengapian (ignition timing) sistem pengapian konvensional baterai
Untuk mengatasinya dipasangkan unit pengatur saat pengapian otomatis atau ATU (automatic
timing unit). ATU terdiri dari sebuah piringan yang di bagian tengahnya terdapat pin (pasak)
yang membawa cam (nok). Cam dapat berputar pada pin, tetapi pergerakkannya dikontrol oleh
dua buah pegas pemberat. Untuk mengatur dan mengontrol saat pengapian pada sistem
pengapian konvensional baterai dipasangkan unit pengatur saat pengapian otomatis (ATU).

Pengapian CDI / Pengapian Elektronik


Sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition) atau dikenal juga dengan istilah
pengapian elektronik mulai diperkenalkan pada era 1980. Pada sistem pengapian CDI ini
menggunakan beberapa komponen elektronik seperti Diode dan Thyristor (SCR).
Sistem Pengapian CDI Magnet

Gambar 1. Sistem Pengapian CDI Magnet


Prinsip Kerja Pengapian CDI
 Tegangan yang dibangkitkan oleh kumparan pembangkit tegangan primer (exciter coil)
disearahkan oleh diode penyearah dan disimpan dalam kapasitor.

 Sewaktu kumparan pulser membangkitkan tegangan yang mengalir ke thyristor lewat diode

akan membuka thyristor.


 Thyristor membuka, maka dengan cepat arus mengalir dari kapasitor ke kumparan primer.
 Dengan cepat pula medan magnet dibangkitkan dan tegangan tinggi dibangkitkan pada

kumparan sekunder.
Keuntungan Pengapian CDI / Pengapian Elektronik :
Efisiensi pengapian / daya pengapian lebih besar dibandingkan dengan menggunakan kontak
pemutus.
Kerugian Pengapian CDI / Pengapian Elektronik :
Hanya cocok  untuk motor bervolume silinder kecil karena sifat dari kapasitor membuang
muatan dengan cepat, sehingga waktu loncatan bunga api sangat singkat yaitu kurang lebih 0,2 
milli detik (ms).
Sistem Pengapian CDI-AC
1. Pengapian CDI AC Menggunakan Pulser

Gambar 5. Pengapian CDI AC Menggunakan Pulser


Prinsip Kerja Pengapian CDI-AC Menggunakan Pulser :
 magnet berputar → exciter coil ( spul ) mengeluarkan tegangan AC 100 s/d 400 volt.
 Arus AC dirubah menjadi arus searah oleh diode → disimpan dalam capasitor → juga ke primer
koil → ke massa → timbul medan magnet pada inti koil.

 Pulser membangkitkan tegangan dialirkan ke Circuit trigger.


 SCR mulai diaktifkan dengan memberikan arus pada Gate SCR

 Gate SCR terbuka → capasitor membuang muatannya ke massa.


 Terjadi perubahan medan magnet pada koil  → pada kumparan sekunder terjadi tegangan tinggi

yang dialirkan ke busi.


Bila kunci kontak dimatikan (off) pada gambar terlihat kunci konkat terhubung ke massa
akibatnya arus yang dibangkitkan generator langsung dibuang ke massa sehingga CDI tidak
aktif.
2. Pengapian CDI  AC Tanpa Pulser

Gambar 9. Pengapian CDI AC Tanpa Pulser


Prinsip Kerja Pengapian CDI AC Tanpa Pulser :
 Magnet berputar → kumparan menghasilkan tegangan AC.
 Arus AC mengalir searah dengan A ( + ) diubah menjadi arus searah oleh diode → disimpan
dalam capasitor.
 Juga mengalir ke primer koil → massa → timbul medan magnet pada inti koil.
 Magnet berputar terus → arus mengalir searah B ( – ) melalui massa → ke Ignition Timing
Control Circuit → menentukan saat pengapian dengan mengirim pulsa ke SCR.
 Gate SCR membuka → capasitor membuang muatannya ke massa.
 Terjadi perubahan medan magnet pada koil → pada kumparan sekunder terjadi tegangan tinggi
yang dialirkan ke busi.
Sistem Pengapian CDI-DC

Gambar 10. Sistem pengapian CDI – DC


Prinsip Kerja Sistem Pengapian CDI DC :
 Arus dari baterai masuk transformer → diputus – hubung oleh switch circuit → untuk
memperbesar tegangan dari baterai 12 Volt menjadi 200 Volt AC.
 Tegangan tinggi dari transformer → disearahkan oleh diode → masuk ke SCR → SCR aktifkan
( on ) dan juga simpan dalam capasitor (C).
 Arus dari capasitor juga mengalir ke primer koil → ke massa → timbul medan magnet pada inti
koil.
 Ketika pick-up melewati pulser → pulser mengeluarkan tegangan → masuk ke Ignition Timing
Control Circuit → menentukan saat pengapian dengan mengirim pulsa ( arus ) ke SCR.
 Gate SCR membuka → membuang muatan ke massa.
 Terjadi perubahan medan magnet pada koil → kumparan sekunder terjadi tegangan tinggi yang
dialirkan ke busi.
Sistem pengapian CDI menggunakan pemutus tegangan dengan komponen elektronik berupa
thyristor SCR atau transistor. Oleh karena itu sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge
Ignition) dikenal dengan nama sistem pengapian elektronik.

Sistem Pengapian CDI-DC


Sistem Pengapian CDI-DC Sepeda Motor
Sistem pengapian CDI-DC ini menggunakan arus yang bersumber dari baterai. Prinsip dasar
sistem pengapian CDI-DC adalah seperti gambar di bawah ini :

Gambar 1. Prinsip dasar sistem pengapian CDI-DC


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa baterai memberikan suplai tegangan 12V ke
sebuah inverter (bagian dari unit CDI). Kemudian inverter akan menaikkan tegangan menjadi
sekitar 350V. Tegangan 350V ini selanjutnya akan mengisi kondensor/kapasitor. Ketika
dibutuhkan percikan bunga api busi, pick-up coil akan memberikan sinyal elektronik ke switch
(saklar) S untuk menutup. Ketika saklar telah menutup, kondensor akan mengosongkan
(discharge) muatannya dengan cepat melalui kumparan primaer koil pengapian, sehingga
terjadilah induksi pada kedua kumparan koil pengapian tersebut.
Jalur kelistrikan pada sistem pengapian CDI-DC (CDI dengan sumber arus DC) ini adalah arus
pertama kali dihasilkan oleh kumparan pengisian akibat putaran magnet yang selanjutnya
disearahkan dengan menggunakan Cuprok (Rectifier) kemudian dihubungkan ke baterai untuk
melakukan proses pengisian (Charging System). Dari baterai arus ini dihubungkan ke kunci
kontak, CDI unit, koil pengapian dan ke busi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat  pada gambar
berikut :
Gambar 2. Sirkuit sistem pengapian CDI dengan arus DC
Cara Kerja Sistem Pengapian CDI-DC
Cara kerja sistem pengapian CDI-DC (CDI  dengan arus DC) yaitu pada saat kunci kontak di
ON-kan, arus akan mengalir dari baterai menuju sakelar. Bila sakelar ON maka arus akan
mengalir ke kumparan penguat arus dalam CDI yang meningkatkan tegangan dari baterai (12
Volt  DC menjadi 220 Volt AC). Selanjutnya, arus disearahkan melalui dioda dan kemudian
dialirkan ke kondensor untuk disimpan sementara. Akibat putaran mesin, koil pulsa
menghasilkan arus yang kemudian mengaktifkan SCR, sehingga memicu kondensor/kapasitor
untuk mengalirkan arus ke kumparan primer koil pengapian. Pada saat terjadi pemutusan arus
yang mengalir pada kumparan primer koil pengapian, maka timbul tegangan induksi pada kedua
kumparan yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder dan menghasilkan loncatan bunga api
pada busi untuk melakukan pembakaran campuran bahan bakar dan udara. Perhatikan Gambar 2
Sirkuit sistem pengapian CDI-DC diatas.

Sistem Pengapian CDI-AC


Sistem Pengapian CDI-AC Sepeda Motor
Sistem CDI-AC pada umumnya terdapat pada sistem pengapian elektronik yang suplai
tegangannya berasal dari source coil (koil pengisi/sumber) dalam flywheel magnet (flywheel
generator). Contoh ilustrasi komponen-komponen CDI-AC seperti gambar: 1 dibawah ini.

Gambar 1. Komponen-komponen CDI – AC


berikut rangkaiannya
Cara Kerja Sistem Pengapian CDI-AC
Pada saat magnet permanen (dalam flywheel magnet) berputar, maka akan dihasilkan arus listrik
AC dalam bentuk induksi listrik dari source coil seperti terlihat pada gambar 2 di bawah ini.
Arus ini akan diterima oleh CDI unit dengan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt. Arus
tersebut selanjutnya dirubah menjadi arus setengah gelombang (menjadi arus searah) oleh diode,
kemudian disimpan dalam kondensor (kapasitor) dalam CDI unit.
Gambar 2. Cara kerja CDI – AC (1)
Rangkaian CDI unit bisa dilihat dalam gambar 3. Kapasitor tersebut tidak akan melepas arus
yang disimpan sebelum SCR (thyristor) bekerja.

Gambar 3. Diagram rangkaian dasar Unit CDI


Pada saat terjadinya pengapian, pulsa generator akan menghasilkan arus sinyal. Arus sinyal ini
akan disalurkan ke gerbang (gate)  SCR. Seperti terlihat pada gambar 4 di bawah ini:

Gambar 5. Cara kerja CDI – AC


Dengan adanya trigger (pemicu) dari gate tersebut, kemudian SCR akan aktif (on) dan
menyalurkan arus listrik dari anoda (A) ke katoda (K) (lihat posisi anoda dan katoda pada
gambar 5)

Gambar 6. Cara kerja CDI – AC bag 3


Dengan berfungsinya SCR tersebut, menyebabkan kapasitor melepaskan arus (discharge) dengan
cepat. Kemudian arus mengalir ke kumparan primer (primary coil) koil pengapian untuk
menghasilkan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt sebagai tegangan induksi sendiri (lihat arah
panah aliran arus pada kumparan primer koil).
Akibat induksi diri dari kumparan primer tersebut, kemudian terjadi induksi dalam kumparan
sekunder dengan tegangan sebesar 15 KV sampai 20 KV. Tegangan tinggi tersebut selanjutnya
mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga api yang akan membakar campuran bensin dan
udara dalam ruang bakar.
Terjadinya tegangan tinggi pada koil pengapian adalah saat koil pulsa dilewati oleh magnet, ini
berarti waktu pengapian (Ignition Timing) ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa, sehingga
sistem pengapian CDI tidak memerlukan penyetelan waktu pengapian seperti pada sistem
pengapian konvensional. Pemajuan saat pengapian terjadi secara otomatis yaitu saat pengapian
dimajukan bersama dengan bertambahnya tegangan koil pulsa akibat kecepatan putaran motor.
Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerja lebih cepat dari contact breaker (platina) dan
kapasitor melakukan pengosongan arus (discharge) sangat cepat, sehingga kumparan sekunder
koil pengapian teriduksi dengan cepat dan menghasilkan tegangan yang cukup tinggi untuk
memercikan bunga api pada busi yang dikontrol oleh sistem pengapian CDI-AC tersebut.

Konstruksi Busi
Konstruksi Busi Sepeda Motor
Bagian paling atas dari busi adalah terminal yang menghubungkan kabel tegangan tinggi.
Terminal ini berhubungan dengan elektroda tengah yang biasanya terbuat dari campuran nikel
agar tahan terhadap panas dan elemen perusak dalam bahan bakar, dan sering mempunyai inti
tembaga untuk membantu membuang panas.
Pada beberapa busi elektroda terbuat dari campuran perak, platina, paladium atau emas. Busi-
busi ini dirancang untuk memberikan ketahanan terhadap erosi yang lebih besar serta bisa tetap
bagus.

Gambar 1. Konstruksi busi


Elektroda tengah melewati isolator (penyekat) keramik yang terdapat pada bagian luarnya.
Isolator ini berfungsi untuk melindungi elektroda tengah dari kebocoran listrik dan melindungi
dari panas mesin. Untuk mencegah kebocoran gas terdapat seal (perapat) antara elektroda tengah
dengan isolator dan antara isolator dengan bodi busi.
Bodi busi dibuat dari baja dan biasanya diberi pelat nikel untuk mencegah korosi. Bagian atas
luar bodi berbentuk hexagon (sudut segi enam) yang berfungsi untuk mengeraskan (memasang)
dan mengendorkan (membuka) busi. Pada bagian bawahnya dibuat ulir agar busi bisa
disekrupkan (dipasang) ke kepala silinder. Pada bagian ujung bawah busi terdapat elektroda sisi
atau elektroda negatif. Elektroda ini dilas ke bodi busi untuk jalur ke masa saat terjadi percikan.
Terdapat dua tipe dudukan (seat) busi yaitu berbentuk datar dan kerucut. Dudukan busi
merupakan bagian dari bodi busi pada bagian atas ulir yang akan bertemu/berpasangan dengan
kepala silinder. Jika dudukan businya berbentuk datar, maka terdapat cincin perapat (sealing
washer), sebaliknya jika dudukannya berbentuk kerucut maka tidak memerlukan cincin perapat.
Faktor Yang Mempengaruhi Bunga Api Pada busi
Kemampuan dalam menghasilkan bunga api tergantung pada beberapa faktor, antara lain sebagai
berikut:
a. Bentuk elektroda busi
Elektroda busi yang bulat akan mempersulit lompatan bunga api sedangkan bentuk persegi dan
runcing dan tajam akan mempermudah loncatan api. Elektroda tengah busi akan membulat
setelah dipakai dalam waktu lama, oleh karena itu loncatan bunga api akan menjadi lemah dan
menyebabkan terjadinya kesalahan pengapian, sebaliknya elektroda yang tipis atau tajam akan
mempermudah percikan bunga api, akan tetapi umur penggunaannya menjadi pendek karena
lebih cepat aus
b. Celah Busi
Bila celah elektroda busi lebih besar, bunga api akan menjadi sulit melompat dan tegangan
sekunder yang diperlukan untuk itu akan naik.Bila elektroda busi telah aus, berarti celahnya
bertambah, loncatan bunga api menjadi lebih sulit sehingg akan menyebabkan terjadinya
kesalahan pengapian.

Gambar 2. Celah Busi


Celah elektroda untuk sepeda motor (tanda panah pada gambar di dibawah) biasanya 0,6-
0,7mm (untuk lebih jelasnya lihat buku Manual atau katalog busi)

Gambar 3. Celah elektroda yang terlalu kecil


Gambar di diatas adalah celah elektroda yang terlalu kecil. Hal ini akan berakibat; bunga
api lemah, elektroda cepat kotor, khususnya pada mesin 2 tak (two stroke).

Gambar 4. Celah elektroda yang terlalu besar


Gambar di diatas adalah celah elektroda yang terlalu besar. Hal ini akan berakibat
kebutuhan tegangan untuk meloncatkan bunga api lebih tinggi. Isolator-isolator bagian
tegangan tinggi cepat rusak karena dibe-bani tegangan pengapian yang luar biasa
tingginya.
Jika sistem pengapian tidak da-pat memenuhi kebutuhan tersebut, mesin mulai hidup
tersendat-sendat pada beban penuh. Selain itu, celah busi yang terlalu besar juga bisa
menyebabkan mesin agak sulit dihidupkan.
c. Tekanan Kompressi  
Bila tekanan kompresi meningkat, maka bunga apipun akan menjadi semakin sulit untuk
meloncat dan tegangan yang dibutuhkan semakin tinggi, hal ini juga terjadi pada saat beban
berat dan kendaraan bejalan lambat dengan kecepatan rendah dan katup gas terbuka penuh.
Tegangan pengapian yang dibutuhkan juga naik bila suhu campuran udara-bahan bakar turun.
Dari uraian diatas perlu diketahui bahwa konstruksi busi berpengaruh terhadap bunga
api yang dihasilkan oleh busi.

Tingkat Panas Busi


Pengaruh Tingkat Panas Busi Sepeda Motor
Elektroda busi harus dipertahankan pada suhu kerja yang tepat, yaitu antara 400°C sampai
800°C. Bila suhu elektroda tengah kurang dari 400°C, maka tidak akan cukup untuk membakar
endapan karbon yang dihasilkan oleh pembakaran  sehingga karbon tersebut akan melekat pada
permukaan insulator, sehingga akan menurunkan tahanan dengan rumah-nya. Akibatnya,
tegangan tinggi yang diberikan ke elektroda tengah akan menuju ke massa tanpa meloncat dalam
bentuk bunga api pada celah elektroda, sehingga mengakibatkan tarjadinya kesalahan
pembakaran (misfiring).
Bila suhu elektroda tengah melebihi 800°C, maka akan terjadi peningkatan kotoran oksida dan
terbakarnya elektroda tersebut. Pada suhu 950°C elektroda busi akan menjadi sumber panas yang
dapat membakar campuran bahan bakar tanpa adanya bunga api, hal ini disebut dengan istilah
pre-ignition  yaitu campuan bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal karena panas
elektroda tersebut sebelum busi bekerja memercikkan bunga api (busi terlalu panas sehingga
dapat membakar campuran dengan sendirinya). Jika terjadi pre-ignition, maka daya mesin akan
turun, karena waktu pengapian tidak tepat dan elektroda busi atau bahkan piston dapat retak,
leleh sebagian atau bahkan lumer.

Gambar 1. Ilustrasi urutan terjadinya pre-ignition


Busi yang ideal adalah busi yang mempunyai karakteristik yang dapat beradaptasi terhadap
semua kondisi operasional mesin mulai dari kecepatan rendah sampai kecepatan tinggi.  Seperti
disebutkan di atas busi dapat bekerja dengan baik  bila suhu elektroda tengahnya sekitar 400°C
sampai  800°C. Pada suhu tersebut karbon pada insulator akan terbakar habis. Batas suhu
operasional terendah dari busi disebut dengan self-cleaning temperature (busi mencapai suhu
membersihkan dengan sendirinya), sedangkan batas suhu tertinggi disebut dengan istilah pre-
ignition.

Gambar 2. Grafik batas suhu operasional busi yang baik antara 450°C sampai 800°C
Tingkat Panas Busi Sepeda Motor
Tingkat panas busi adalah jumlah panas yang dapat disalurkan/dibuang oleh busi. Busi yang
dapat menyalur-kan/membuang panas lebih banyak dan lebih cepat disebut busi dingin (cold
type), karena busi itu selalu dingin, sedangkan busi yang lebih sedikit/susah menyalurkan panas
disebut busi panas (hot type), karena busi itu sendiri tetap panas.

Gambar 3. Pengaruh suhu operasional busi


Pada busi terdapat kode abjad dan angka yang menerangkan struktur busi, karakter busi dan lain-
lain. Kode-kode tersebut berbeda-beda tergantung pada pabrik pembuatnya, tetapi biasanya
semakin besar nomomya menunjukkan semakin besar tingkat penyebaran panas (tingkat panas
busi) ; artinya busi makin  dingin. Semakin kecil nomornya, busi semakin panas.

Gambar 4. Tingkat panas busi (a) busi dingin, (b) busi sedang, dan (c) busi panas
Panjang insulator bagian bawah busi dingin dan busi panas berbeda seperti ditunjukkan gambar
di atas. Busi dingin mempunyai insulator yang lebih pendek seperti pada gambar 4 bagian (a),
karena permukaan penampang yang berhubungan dengan api sangat kecil dan rute penyebaran
panasnya lebih pendek, jadi penyebaran panasnya sangat baik dan suhu elektroda tengah tidak
naik terlalu tinggi, oleh sebab itu jika dipakai busi dingin pre ignition lebih sulit terjadi.

Gambar 5. Bentuk ujung insulator busi panas dan busi dingin


Sebaliknya karena busi panas mempunyai insulator bagian bawah yang lebih panjang, maka luas
permukaan yang berhubungan dengan api lebih besar, rute penyebaran panas lebih panjang,
akibatnya temperatur elektroda tengah naik cukup tinggi dan self-cleaning temperature dapat
dicapai lebih cepat, meskipun pada kecepatan yang rendah dibandingkan dengan busi dingin.
Pada mesin-mesin yang selalu beroperasi pada kecepatan tinggi, biasanya kondisi mesin berada
pada suhu yang cenderung panas. Oleh karena itu diperlukan busi yang mempunyai tingkat
pembuangan panas dari elektroda lebih cepat. Dalam hal ini perlu dipilih tipe busi dingin.
Sebaliknya bila mesin cenderung beroperasi pada kecepatan rendah, maka panas harus
dipertahankan dalam elektroda busi lebih lama. Dalam hal ini perlu dipilih busi panas.
Dari uraian diatas diketahui bahwa tingkat panas busi akan mempengaruhi kinerja mesin
sehingga perlu dipilih busi yang tepat untuk mesin tersebut.
Koil Pengapian Sepeda Motor
Koil pengapian merupakan komponen penaik tegangan dari tegangan rendah 12V menjadi
tegangan tinggi kurang lebih 25 KV dengan cara merubah merubah energi listrik tegangan
rendah menjadi energi magnet pada kumparan primer dan kemudian dirobah menjadi tegangan
tinggi pada kumparan sekunder.
Konstruksi koil pengapian (Gambar 1) terbuat dari lapisan tipis dan digabung menjadi bentuk
batang inti besi yang ditempatkan dibagian tengah dari kumparan primer yang mempunyai
diameter kawat tembaga 0,5 mm dan kumparan sekunder dengan diameter kawat tembaga 0,03
mm. Kumparan sekunder dibuat 60 sampai 150 kali jumlahnya dibandingkan kumparan primer.
Ruang antara kumparan primer dan sekunder diisi dengan isolator (Aspalt atau Epoxy). Koil
pengapian memiliki 3 terminal. Rangkaian arus primer dari kunci kontak melalui terminal 15
mengalir ke kumparan primer dan keluar  dari terminal 1 menuju kontak pemutus dan ke masssa
membentuk rangkaian tertutup. Rangkaian sekunder membangkitkan tegangan tinggi dari
kumparan sekunder menuju terminal 4, kabel busi, steker busi,busi dan kembali ke massa.
Kumparan awal dari kumparan sekunder digabungkan dengan akhir dari kumparan primer dan
keluar berupa terminal 1.

Gambar 1. Skema Koil Pengapian


Jenis Koil Pengapian
Koil Pengapian Tunggal

Gambar 2. Koil Pengapian Tunggal


Setiap silider mempunyai satu koil (Gambar 2). Kebanyakan koil berada langsung diaatas busi.
Koil ini juga memiliki terminal yang sama yaitu terminal 1 adalah terminal yang diputus hubung
terhadap massa,terimal 15 dari kunci kontak dan terminal 4 langsung ke busi.
Koil Pengapian Dobel Loncatan Bunga Api

Gambar 3. Konstruksi Koil Dobel loncatan bunga api


Pada gambar 3 terlihat pada kedua ujung kumparan sekunder dikeluarkan melalui terminal
tegangan tinggi dan masing masing ujungnya disalurkan ke dua busi sehingga pada saat yang
bersamaan pada kedua busi akan meloncatkan bunga api. Tegangan tersebut meloncat membuat
rangkaian tertutup pada rangkaian sekunder saja. Pada gambar 4 ditunjukkan bagaimana
hubungan rangakaian 2 koil dengan 4 keluaran tegangan tinggi ke masing-masing busi (motor 4
silinder ). Koil 1 melayani pengapian untuk silinder 1 dan 4, jika urutan pengapian motor 1-3-4-2
maka bila silinder satu sedang kompresi dan membakar campuran pada ruang bakar, sedangkan
busi 4 juga memercikkan bunga api tetapi pada saat itu silinder 4 sedang melakukan proses
buang sehingga tidak terjadi apa apa pada silinder 4, dan sebaliknya jika pada silinder 4 sedang
kompresi maka pada silinder 1 sedang terjadi proses buang.

Gambar 4. Koil Pengapian Dobel Loncatan Bunga Api


Telah dikembangkan pula koil pengapian yang terintegrasi dengan pengapian transistor.
Kumparan primer dan sekunder berada didalam steker busi sehingga tidak memerlukan lagi
kabel busi.

Gambar 5. Koil Pengapian Terintegrasi

Ignition Coil (Koil Pengapian)


Prinsip Kerja Ignition Coil (Koil Pengapian) Sepeda Motor
Untuk menghasilkan percikan, listrik harus melompat melewati celah udara yang terdapat di
antara dua elektroda pada busi. Karena udara merupakan isolator (penghantar listrik yang jelek),
tegangan yang sangat tinggi dibutuhkan untuk mengatasi tahanan dari celah udara tersebut, juga
untuk mengatasi sistem itu sendiri dan seluruh komponen sistem pengapian lainnya. Koil
pengapian mengubah sumber tegangan rendah dari baterai atau koil sumber (12 V) menjadi
sumber tegangan tinggi  (10 KV atau lebih) yang diperlukan untuk menghasilkan loncatan bunga
api yang kuat pada celah busi dalam sistem pengapian.
Pada koil pengapian, kumparan primer dan sekunder digulung pada inti besi. Kumparan-
kumparan ini akan menaikkan tegangan yang diterima dari baterai menjadi tegangan yang sangat
tinggi melalui induksi elektromagnetik. Inti besi (core) dikelilingi kumparan yang terbuat dari
baja silicon tipis. Terdapat dua kumparan yaitu sekunder dan primer di mana lilitan primer
digulung oleh lilitan sekunder.
Untuk mencegah terjadinya hubungan singkat (short circuit) maka antara lapisan kumparan
disekat dengan kertas khusus yang mempunyai tahanan sekat yang tinggi. Ujung kumparan
primer dihubungkan dengan terminal negatif primer, sedangkan ujung yang lainnya dihubungkan
dengan terminal positif primer. Kumparan sekunder dihubungkan dengan cara serupa di mana
salah satunya dihubungkan dengan kumparan primer lewat (pada) terminal positif primer yang
lainnya dihubungkan dengan tegangan tinggi malalui suatu pagas dan keduanya digulung.

Gambar 1. Rangkaian primer ketika platina tertutup


Medan magnet akan dibangkitkan pada saat arus mengalir pada gulungan (kumparan) primer.
Garis gaya magnet yang dibangkitkan pada inti besin berlawanan dengan garis gaya magnet
dalam kumparan primer.

Gambar 2. Rangkaian primer ketika platina terbuka


Arus yang mengalir pada rangkaian primer tidak akan segera mencapai maksimum, karena
adanya perlawanan oleh induksi diri pada kumparan primer. Diperlukan waktu agar arus
maksimum pada rangkaian primer dapat tercapai.
Bila arus mengalir dalam kumparan primer dan kemudian arus tersebut diputuskan tiba-tiba,
maka akan dibangkitkan tegangan dalam kumparan primer berupa induksi sendiri sebesar 300 –
400 V,  searah dengan arus yang mengalir sebelumnya. Arus ini kemudian mengalir dan
disimpan untuk sementara dalam kondensor. Apabila platina menutup kembali maka muatan
listrik yang ada dalam kondensor tersebut akan mengalir ke rangkaian, sehingga arus primer
segera menjadi penuh.
Gambar 3. Hubungan Kumparan Primer dan Kumparan Sekunder
Jika dua kumparan disusun dalam satu garis (dalam satu inti besi) dan arus yang mengalir
kumparan primer dirubah (diputuskan), maka akan terbangkitkan tegangan pada kumparan
sekunder berupa induksi sebesar 10 KV atau lebih. Arahnya berlawanan dengan garis gaya
magnet pada kumparan primer.

Gambar 4. Terjadinya tegangan pada kumparan sekunder


Pada saat kunci kontak di-on-kan, arus mengalir pada gulungan primer (demikian juga saat kunci
kontak off) garis gaya magnet yang telah terbentuk tiba-tiba menghi-lang, akibatnya pada kum-
paran sekunder terbangkit tegangan tinggi.
Sebaliknya apabila kunci kontak dihubungkan kembali, maka pada kumparan sekunder juga akan
dibangkitkan tegangan dengan arah yang berlawanan dengan pembentukan garis gaya magnet
pada kumparan primer (berlawanan dengan yang terjadi saat arus diputuskan).
Koil pengapian dapat membangkitkan tegangan tinggi apabila arus primer tiba-tiba diputuskan
dengan membuka platina. Hubungan antara kumparan primer dan sekunder diperlihatkan pada
diagram di bawah ini.

Gambar 5. Diagram hubungan antara kumparan primer dan sekunder


Besarnya arus primer yang mengalir tidak segera mencapai maksimum pada saat platina
menutup, karena arus tidak segera mengalir pada kumparan primer. Adanya tahanan dalam
kumparan tersebut, mengakibatkan perubahan garis gaya magnet yang terjadi juga secara
bertahap. Tegangan tinggi yang terinduksi pada kumparan sekunder juga terjadi pada waktu yang
sangat singkat.
Faktor Yang Menentukan Tegangan Output Ignition Coil (Koil Pengapian) Sepeda Motor
Besamya tegangan yang dibangkitkan oleh kumparan sekunder ditentukan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Banyaknya Garis Gaya Magnet
Semakin banyak garis gaya magnet yang terbentuk dalam kumparan, semakin besar tegangan
yang diinduksi.
2. Banyaknya Kumparan
Semakin banyak lilitan pada kumparan, semakin tinggi tegangan yang diinduksikan.
3. Perubahan Garis Gaya Magnet
Semakin cepat perubahan banyaknya garis gaya magnet yang dibentuk pada kumparan, semakin
tinggi tegangan yang dibangkitkan kumparan sekunder.
Untuk memperbesar tegangan yang dibangkitkan pada kumparan sekunder koil pengapian, maka
arus yang masuk pada kumparan primer koil pengapian harus sebesar mungkin dan pemutusan
arus primer harus juga secepat mungkin.

Tipe Koil Pengapian


Tipe Koil Pengapian Sepeda Motor
Setiap tipe koil pengapian berfungsi untuk mentransformasikan tegangan baterai menjadi
tegangan tinggi (5000 – 25.000 Volt). Terdapat tiga tipe koil pengapian yang umum digunakan
pada sepeda motor, yaitu :
a.   Tipe Canister
Tipe ini mempunyai inti besi di bagian tengahnya dan kumparan sekunder mengelilingi inti besi
tersebut. Kumparan primernya berada di sisi luar kumparan sekunder. Keseluruhan komponen
dirakit dalam satu rumah di logam canister. Kadang-kadang canister diisi dengan oli (pelumas)
untuk membantu meredam panas yang dihasilkan koil. Kontsruksi tipe canister seperti terlihat
pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Tipe Koil Pengapian Canister


b.  Tipe Moulded
Tipe moulded coil merupakan tipe yang sekarang umum digunakan. Pada tipe ini inti besi di
bagian tengahnya dikelilingi oleh kumparan primer, sedangkan kumparan sekunder berada di sisi
luarnya. Keseluruhan komponen dirakit kemudian dibungkus dalam resin (damar) supaya tahan
terhadap getaran yang biasanya ditemukan dalam sepeda motor.
Gambar 2. Konstruksi Tipe Koil Pengapian Moulded
Tipe moulded coil menjadi pilihan yang populer sebab konstruksinya yang tahan dan kuat. Pada
mesin multicylinder (silinder banyak) biasanya satu coil melayani dua busi karena mempunyai
dua kabel tegangan tinggi dari kumparan sekunder.
c. Tipe Koil gabungan (menyatu) dengan tutup busi (spark plug)
Tipe koil ini merupakan tipe paling baru dan sering disebut sebagai koil batang (stick coil).
Ukuran besar dan beratnya lebih kecil dibanding tipe moulded coil dan keuntungan palng besar
adalah koil ini tidak memerlukan kabel tegangan tinggi.

Gambar 3. Tipe koil pengapian yang menyatu dengan tutup busi


Ketiga tipe koil pengapian diatas merupakan tiga tipe utama koil pengapian sepeda motor

Kabel Busi Sepeda Motor


Konstruksi Kabel Busi
Kabel busi merupakan penghantar tegangan tinggi yang tidak boleh ada rugi/kehilangan
tegangan. Maka kabel busi dikonstruksi dengan kawat tembaga dan dilapis dengan perak untuk
mencegah terjadi korosi. Sedangakan bagian luar dibungkus dengan bahan silicon. (Lihat gambar
1).
Gambar 1. Konstruksi Kabel Busi
Syarat Kabel Busi
Kabel busi harus dapat menyalurkan tegangan sampai dengan 40.000 volt dan harus memiliki
daya isolasi yang tinggi agar tegangan tidak dapat meloncat keluar ke bodi mesin atau kendaraan
yang akan dapat mengakibatkan gagalnya pembakaran. Karena adanya aliran listrik terjadilah
medan elektromagnet pada kabel busi, medan elektromagnetis tersebut akan mengakibatkan
kerusakan percikan bunga api pada ujung elektroda busi berupa menurunnya puncak
pembakaran.

Gambar. 2 Tegangan jarum pada saat percikan turun


Medan elekromagnet yang besar akan menyebabkan gangguan / interferensi pada radio, ECU,
ABS dan lainnya. Ini harus diatasi dengan memasang tahanan listrik agar tegangan puncak
menurun dan dirubah dalam bentuk energi lain. Tahanan tersebut dinamakan tahanan anti
storing/gangguan yang biasanya ditempatkan pada steker busi atau busi, karena gangguan yang
terjadi ditimbulkan dari dimana percikan terjadi. Pada kabel busi untuk mobil terjadi pulsa
medan magnet, oleh karena itu semua kabel busi mobil dipasang tahanan induktif untuk
mencegah gangguan medan magnet berupa tegangan jarum.
Steker Busi
Steker busi adalah penghubung antara kabel busi dan busi dan harus mampu mengalirkan arus
mulai dari koil sampai dengan busi dengan baik. Rumah steker terbuat dari ebonit  dan karet
khusus yang dipasang pada ujungnya untuk mencegah udara lembab masuk atau air ke dalam
steker yang dapat mengakibatkan gangguan pengapian/kerugian tegangan.
Tuntutan steker busi :
 Mampu menerima tegangan sampai dengan 40.000 volt.
 Tahan terhadap temperatur tinggi
 Memungkinkan kedap terhadap air
 Tahan korosi
 Tahan vibrasi/getaran.
Tahanan pada steker busi (anti storing ) berfungsi menyerap gangguan frekuensi pada semua
luasan frekuensi.
Gambar 3. Steker busi
Steker busi yang terintegrasi dengan koil dan transistor penguat akhir (Gambar 4) dimaksudkan
agar beban thermis dari pemutusan dan penghubungan arus primer oleh control unit pengatur
pengapian berkurang.

Gambar 4. Steker busi, koil dan transistor penguat terintegrasi


Kemampuan pengapian dipengaruhi oleh semua komponen-komponen CDI mulai dari sumber
tegangan, koil pengapian, kabel busi hingga busi.

Pemeriksaan Pengapian Sepeda Motor CDI


AC
Cara pemeriksaan pengapian sepeda motor dengan CDI AC dapat kita lakukan sendiri.
Sebelum melakukan pemeriksaan komponen pada sistem pengapian perlu pemahaman
rangkaian/wiring diagram sistem yang akan diperiksa. Berikut gambar wiring diagram sistem
pengapian sepeda motor merk Honda type SupraX (CDI AC ).
Tata Cara Pemeriksaan Pengapian Sepeda Motor Dengan CDI AC

Gambar 1. Wiring Diagram Sistem Pengapian Sepeda Motor CDI AC


Pemeriksaan Tegangan Puncak pada Koil
Hubungkan alat ukur seperti pada gambar dibawah ini ukur tegangan yang masuk ke koil dengan
menggunakan alat khusus berupa adaptor pembaca tegangan. Bila tidak ada adaptor maka
dengan menggunakan volt meter biasa ukurlah tegangan yang keluar dari CDI tanpa
menghubungkan koil. Start mesin dan baca tegangan puncak yang keluar, tegangan puncak,
minimum 100 volt.bila kurang dari 100volt gantilah spull/kumparan pembangkit pengapian
dengan yang baru.
Gambar 2. Pemeriksaan Tegangan Puncak pada Koil
Pemeriksaan Tegangan Pulser
Tegangan yang dihasilkan oleh kumparan pulser dapat diperiksa dengan cara melepas konektor
CDI dan diukur pada ujung kabel berwarna Biru/kuning terhadap hijau. Karena generator hanya
menghasilkan tegangan AC kurang dari 1 Volt maka pergunakanlah volt meber AC dengan skala
kecil. Start mesin dan ukur hasilnya kurang lebih hanya 0,7 volt. Jika tidak keluar tegangan maka
gantilah pulser dengan yang baru.(lihat terminal yang diukur pada gambar dibawah ini ).

Gambar 3. Pemeriksaan Tegangan Pulser


Pemeriksaan Tegangan Kumparan Pembangkit
Masih dalam kondisi soket CDI terlepas ukurlah tegangan yang keluar dari terminal pembangkit
pada ujung kabel berwarna Hitam/merah terhadap Hijau. Start mesin dan baca tegangan
kumparan pembangkit minimal harus 100 volt Ac. Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan
spesifikasi maka gantilah dengan kumparan baru.

Gambar 4. Pemeriksaan Tegangan Kumparan Pembangkit


Pemeriksaan Koil Pengapian
Lepaskan steker busi dari busi,lepas konektor antara CDI dan koil (konektor primer) seperti
gambar dibawah.Ukur tahanan antara kumparan primer koil pengapian terhadap masa, standar
tahanan kumparan 0,5 Ohm sampai dengan 0,6 Ohm, bila hasil pengukuran diluar standar maka
koil tersebut sudah waktunya ganti.

Gambar 5. Pemeriksaan Koil Pengapian


Pemeriksaan tahanan kumparan sekunder, ukur tahanan antara ujung kumpararan sekunder
melalui ujung kabel busi dengan melepas steker busi  dengan  massa (lihat gambar dibawah)
ukuran standard 7,8 K Ohm sampai dengan 8,2 K Ohm, bila ukuran yang didapat diluar standar
maka ganti koil dengan yang baru.
Pemeriksaan Tahanan Kumparan Pembangkit Pulsa/Pulser
Pemeriksaan tahanan kumparan pembangkit pulsa dengan cara melepaskan soket /steker
keluaran dari generator pembangkit pulsa.Ukur tahanan antara kabel berwarna Biru/kuning
terhadap hijau, ukuran standar 180 Ohm sampai dengan 280 Ohm. Bila hasil pengukuran diluar
standar maka ganti kumparan pembangkit pulsa dengan yang baru.

Gambar 6. Pemeriksaan Tahanan Kumparan Pembangkit Pulsa


Pemeriksaan Kumparan Pembangkit Pengapian
Lepas konektor pembangkit (seperti gambar dibawah) ukur tahanan antara ujung konektor/kabel
berwarna Hitam/merah dan massa,ukuran standar 100 Ohm sampai 400 Ohm,

Gambar 7. Pemeriksaan Kumparan Pembangkit Pengapian


Pemeriksaan CDI AC

Gambar 8. Cara Pemeriksaan CDI AC


Lepaskan konektor 6 pin pada unit CDI ukur hubungan atau nilai tahanan diantara terminal-
terminal soket dengan mengikuti tabel pemeriksaan dibawah ini.

Tabel 1. Pemeriksaan CDI AC


Pemeriksaan Pengajuan /Advand Pengapian
Pemeriksaan saat pengapian dapat dilakukan melalui lubang yang ada di penutup magnet dengan
cara membuka penutup plastik dan perhatikan tanda garis yang ada didalamnya. Lihat gambar
dibawah ini.

Gambar 9. Pemeriksaan Pengajuan /Advand Pengapian


Pasang Timing light dan melalui lubang pengintip lihat tanda garis pada magnet yang sedang
berputar. Bila putaran mesin stasioner (1400 rpm) maka akan terlihat tanda F sejajar dengan
garis yang berada di rumah generator/lubang pengintip. Bila tanda F pada magnet tidak sejajar
dengan garis berarti Timing pengapian tidak tepat. Untuk merubah timing pengapian TIDAK
DIMUNGKINKAN karena ketepatan timing pengapian yang menentukan adalah perangkat CDI
sendiri. Bila putaran mesin dinaikkan maka tanda tersebut akan bergeser maju / bergerak
melawan arah gerakan magnet sampai beberapa derajat seiring dengan kenaikan putaran mesin.
Bila hasil pemeriksaan Timing pengapian tidak sesuai dengan kondisi yang semestinya dalam
arti : motor idling timing tidak pada F dan atau putaran ditambah saat pengapian tidak maju
maka gantilah unit CDI dengan yang baru karena ada kemungkinan CDI masih dapat
menghasilkan pengapian tetapi bagian Ignition Control Circuit sudah tidak dapat mengatur saat
pengapian.

Gambar 10. Cara Pasang Timing light


Setelah selesai memeriksa timing pengapian tutuplah kembali lubang pengintip/pemeriksa
pengapian dan perhatikan bila pada lubang masih ada perapat berupa karet cincin O (lihat
gambar dibawah)

Gambar 12. Pemeriksaan Timing Pengapian


Dengan memahami tata cara pemeriksaan pengapian sepeda motor dengan CDI AC diatas
kita dapat melakukan pemeriksaan pengapian motor dengan CDI AC sendiri dirumah.
Pemeriksaan Sistem Pengapian CDI DC
Sepeda Motor
Cara Pemeriksaan Sistem Pengapian CDI DC
Pemeriksaan sistem pengapian pada sepeda motor yang mengaplikasi CDI DC ada sedikit
perbedaannya dengan CDI AC.Perbedaan itu ada pada sumber tegangan yang diperlukan CDI
dan Unit CDI itu sendiri. Sehingga tata letak soket CDI dan sumber tegangan berbeda.

Gambar 1. Letak komponen Pengapian Honda Revo (CDI DC )

Gambar 2. Diagram Sistem Pengapian CDI DC Sepeda Motor


Buka tutup yang ada di bagian atas mesin sampai unit CDI terlihat seperti di gambar atas.
Kemudian lepas CDI beserta pengikat karet yang terikat pada rangka. Lepaskan 2 konektor yang
ada pada bagian bawah, satu konektor memiliki 2 Pin dan yang lainnya memiliki 3 pin. Soket 2
pin adalah soket sumber daya dari kunci kontak dan massa. Lihat gambar dibawah dan lakukan
pengujian sebagai berikut : Ukurlah dengan menggunakan volt meter dengan batas ukur lebih
dari 12 Volt ( pada volt meter umumnya pada skala 20 volt) Pin kabel berwarna merah/hitam
terhadap massa, kunci kontak On,maka pada volt meter akan terbaca tegangan baterai. Bila tidak
ada tegangan terbaca periksa sekring atau kabel dari kunci kontak. Langakah berikutnya adalah
memeriksa sumber massa pada soket soket 3 pin yang pada ujung pin dengan warna kabel Hijau,
dengan menggunakan Ohm meter periksa apakah ada kontinuitas hubungan antara kabel
berwarna hijau dengan massa/bodi.

Gambar 3. Letak Komponen Unit CDI (ECM)


Pengujian Koil Pengapian

Gambar 4. Soket 2 Pin dan 3 Pin Rangkaian CDI DC


Tugas koil tidak hanya menghasilkan tegangan tinggi yang disalurkan menuju busi tetapi juga
memiliki prasarat menghasilkan tegangan tinggi sampai dengan meloncat sempurna melalui
ruangan yang dikompresi sampai dengan 10 bar dengan berbagai macam kondisi campuran pada
ruang bakar misal sedang akselerasi atau pada putaran tinggi stabil maka tahanan udara yang ada
pada ujung celah busi berbeda. dan daya pengapian juga berbeda,Agar dapat mengetahui
kemampuan maksimal koil yang sesungguhnya ketika ketika dipergunakan dapat dilakukan
dengan cara mengetes koil diluar rangkaian sehingga hasil pengetesan tidak lagi dipengaruhi
komponen pengapian selain koil itu sendiri.Caranya lepaskan koil dari rangkaian dan ujilah
dengan koil tester seperti ditunjukkan gambar.Pengujian yang benar adalah sebagai berikut :
lepas steker busi lalu dekatkan ujung kabel busi dengan massa dengan jarak minimal 8 mm,
lakukan pengujian dan perhatikan loncatan yang dihasilkan harus konstan terputus putus/tidak
pernah hilang loncatan. Mengapa harus dengan jarak 8 mm, karena hal ini sama dengan
mensimulasikan ketika busi berada diruang bakar dengan celah 0,8 mm pada tekanan kompresi
10 bar.
Semoga dengan informasi diatas kita dapat melakukan pemeriksaan sistem pengapian CDI
DC pada sepeda motor kita sendiri dirumah.

Anda mungkin juga menyukai