Anda di halaman 1dari 50

DASAR TEORI

1. Klasifikasi Motor Bakar


Motor bakar dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam.
Adapun pengklasifikasian motor bakar adalah sebagai berikut:
a.

Berdasar Sistem Pembakarannya

a).

Mesin bakar dalam


Pada mesin pembakaran dalam fluida kerja yang dihasilkan
pada mesin itu sendiri, sehingga gas hasil pembakaran
yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida.
Contoh : mesin pembakaran dalam yaitu motor bakar torak
misalnya motor 2 tak dan motor 4 tak.

b).

Mesin bakar luar


Pada mesin pembakaran luar fluida kerja yang dihasilkan
terdapat di luar mesin tersebut. Energi thermal dan gas
hasil pembakaran dipindahkan ke dalam mesin melalui
beberapa dinding pemisah.
Hal-hal yang dimiliki pada mesin pembakaran luar yaitu :
a.

Dapat memakai semua bentuk bahan bakar.

b.

Dapat memakai bahan bakar bermutu rendah.


c.

Cocok untuk melayani beban-beban besar dalam


satu poros.

d.

Lebih cocok dipakai untuk daya tinggi.


Contoh : mesin pembakaran luar yaitu pesawat tenaga uap,
pelaksanaan pembakaran bahan bakar dilakukan
diluar mesin.

b.
a).

Berdasar Sistem Penyalaan


Motor bensin
Motor bensin dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor
tersebut dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi

menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar


campuran

bahan

bakar

dan

udara

karena

motor

ini

cenderung disebut spark ignition engine. Pembakaran


bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam
siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan
sebagai pemasukan panas pada volume konstanta.
b).

Motor diesel
Motor diesel adalah motor bakar torak yang berbeda
dengan

motor

bensin.

Proses

penyalaannya

bukan

menggunakan loncatan bunga api listrik. Pada waktu torak


hampir mencapai titik TMA bahan bakar disemprotkan ke
dalam ruang bakar. Terjadilah pembakaran pada ruang
bakar

pada

saat

bertemperatur

udara

tinggi.

udara

Persyaratan

dalam
ini

silinder
dapat

sudah

terpenuhi

apabila perbandingan kompresi yang digunakan cukup


tinggi, yaitu berkisar 12-25. (Wiranto Arismunandar, 1988:
89)
1.2. Prinsip Kerja Motor Bakar Torak
Berdasarkan prinsipnya, terdapat 2 (dua) prinsip kerja motor
bakar torak, yaitu : 4 (empat) langkah dan 2 (dua) langkah. Adapun
prinsip kerja motor bakar

4 (empat) langkah dan 2 (dua) langkah

adalah sebagai berikut:


1.2.1.

Prinsip Kerja Motor Bakar 4 (empat) Langkah


Motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu) kali

proses pembakaran bahan bakar memerlukan 4 (empat) langkah


gerakan piston dan 2 (dua) kali putaran poros engkol. Siklus
motor bakar 4 (empat) langkah adalah sebagai berikut :
a). Langkah Hisap
Proses yang terjadi pada langkah isap adalah :

1.

Torak bergerak dari TMA ke TMB.


2. Katup masuk terbuka, katup buang tertutup.
3.

Campuran bahan bakar dengan udara yang telah

tercampur

di dalam karburator, masuk kedalam silinder

melalui katup masuk.


4.

Saat torak berada di TMB katup masuk akan

tertutup.
b). Langkah Kompresi
Proses yang terjadi pada langkah kompresi adalah :
1.

Torak bergerak dari TMB keTMA.


2.

Katub

masuk

dan

katup

buang

kedua-duanya

tertutup sehingga gas yang telah dihisap tidak keluar


pada waktu di tekan oleh torak yang mengakibatkan
tekanan gas akan naik.
3.

Beberapa saat sebelum torak mencapai TMA busi

mengeluarkan bunga api listrik.


4.

Gas bahan bakar yang telah mencapai tekanan tinggi

terbakar.
5.

Akibat pembakaran bahan bakar, tekanannya akan

naik menjadi kira-kira tiga kali lipat.


c). Langkah Kerja / Ekspansi
Proses yang terjadi pada langkah Kerja (ekspansi) adalah :
1.

Saat ini kedua katup masih dalam keadaan tertutup.


2.

Gas terbakar dengan tekanan yang tinggi akan

mengembang kemudian menekan torak turun ke bawah


dari TMA ke TMB.
3.

Tenaga ini disalurkan melalui batang penggerak,

selanjutnya oleh poros engkol diubah menjadi gerak


berputar.
d). Langkah Buang
Proses yang terjadi pada langkah buang adalah :

1.

Katup buang terbuka, katup masuk tertutup.

2.

Torak bergerak dari TMB ke TMA..


3.

Gas hasil sisa pembakaran akan terdorong oleh torak

ke luar melalui katup buang.


Kerja motor bakar 4 (empat) langkah dapat dilihat pada
(gambar 2.3.) berikut :

Gambar 1.1. Prinsip kerja motor 4 (empat) langkah


(Wiranto Arismunandar, 2002)

1.2.1.

Motor Bensin 2 (dua) Langkah


Motor bensin 2 (dua) langkah adalah mesin yang proses

pembakarannya setiap siklus terdiri dari 2 (dua) langkah piston


atau 1 (satu) kali putaran poros engkol. Piston yang bergerak
naik dari titik mati bawah ke titik mati atas menyebabkan
saluran bilas dan saluran buang akan tertutup. Dalam hal ini gas
yang

berada

dalam

ruang

pembakaran

dikompresikan.

Sementara itu gas yang baru masuk ke ruang engkol, beberapa


derajat sebelum piston mencapai titik mati atas, busi akan

meloncatkan bunga api sehingga akan terjadi pembakaran


bahan bakar. Prinsip kerja dari motor 2 (dua) langkah tersebut
adalah sebagai berikut :
a). Langkah Pengisapan
Proses yang terjadi pada langkah isap adalah :
1.

Torak bergerak dari TMA ke TMB


2.

Pada saat saluran bilas masih tertutup torak, di

dalam bak

mesin terjadi kompresi terhadap campuran

bensin dengan udara.


3. Diatas torak, gas sisa pembakaran dari hasil pembakaran
sebelumnya sudah mulai terbuang keluar melalui saluran
buang.
4.

Saat saluran bilas sudah terbuka, campuran bensin


dengan udara mengalir melalui saluran bilas terus masuk
kedalam ruang bakar.

b).

Langkah Kompresi
Proses yang terjadi pada langkah kompresi adalah :

a.

Torak bergerak dari TMB ke TMA.


b.

Rongga bilas dan rongga buang tertutup, terjadi

langkah kompresi dan setelah mencapai tekanan tinggi


busi memercikan bunga api listrik untuk membakar
campuran bensin dengan udara.
c.

Pada saat yang bersamaan, di bawah (di dalam

bak mesin) bahan bakar yang baru masuk kedalam bak


mesin melalui saluran masuk.
c). Langkah Kerja / Ekspansi
Proses yang terjadi pada langkah Kerja (ekspansi) adalah :
1. Torak kembali dari TMA ke TMB akibat adanya tekanan
besar yang terjadi pada waktu pembakaran bahan bakar.

1.

Saat itu torak turun sambil mengkompresi bahan

bakar baru di dalam bak mesin.


d). Langkah Buang
Proses yang terjadi pada langkah buang adalah :
1.

Menjelang torak

mencapai TMB, saluran buang

terbuka dan gas sisa pembakaran mengalir terbuang


keluar.
2.

Pada saat yang sama bahan bakar baru, masuk

kedalam ruang bahan bakar melalui rongga bilas.


3.

Setelah mencapai TMB

kembali, torak mencapai

TMB untuk mengadakan langkah sebagai pengulangan


dari yang dijelaskan sebelumnya.
Kerja motor bakar 2 (dua) langkah dapat dilihat pada (gambar
2.4.) berikut :

Gambar 1. 2. Prinsip kerja motor 2 (dua) langkah


(Arends BPM; H Berenschot, 1980)

1.3 Sistem Penyalaan pada Motor Bensin


Untuk

membangkitkan

loncatan

listrik

antara

kedua

elektroda busi diperlukan perbedaan tegangan yang cukup besar,


besarnya tergantung dari beberapa factor berikut :
Perbandingan campuran bahan bakar udara
Kepadatan campuran bahan bakar udara
Jarak antara kedua elektroda serta bentuk elektroda
Jumlah melekul campuran yang terdapat diantara kedua alektroda
Temperatur campuran dan kondisi operasi yang lain
Perbandingan ampuran bahan bakar udara dapat berkisar antara
0,06 0,12 untuk menyalakan campuran bahan bakar udara yang
miskin diperlukan perbedaan tegangan yang relative besar dari pada
untuk campuran yang kaya. Berikut adalah diagram hubungan antara
bahan bakar-udara dengan tegangan.

Gambar 1.3. Hubungan antara perbandingan bahan


bakar-udara dengan tegangan yang diperlukan busi
(Wiranto Arismunandar, 2002)

Pada umumnya

disediakan tegangan yang lebih besar untuk

menjamin agar terjadi loncatan bunga api listrik di dalam segala


keadaan misalnya, antara 10000 20000 volt. Hal ini engingat juga
akan kondisi yang berubah sebagai akibat keausan mesin yang tidak
dapat di hindari. Makin padat campuran bahan bakar udara makin
tinggi tegangan yang diperlukanya untuk jarak electrode yang sama.
Karena itu diperlukan tegangan yang leih tinggi bagi motor dengan
kompresi yang lebih besar terutama apabila tekanan campuran yang
masuk silinder itu tinggi dan loncatan listrik ditentukan pada waktu
torak berada lebih dekat pada TMA. Makin besar jarak elektroda busi
makin besar pula perbedaan tegangan yang diperlukan untuk
memperoleh intensitas bunga api listrik yang sama. Jumlah minimum
yang harus ada diantara kedua elektroda pada waktu terjadi loncatan
listrik sangat menentukan apakah penyalaan dapat berlangsung
sebaik baiknya. Karena jumlah melekul banyak bergantung pada
perbandingan campuran, jumlah gas tersisa, temperature, dan
kondisi operasi lain, jelas jumlah tersebut dapat berubah ubah.
Dengan memperbesar jarak elektroda diharapkan jumlah minimum iti
dapat tercapai walaupun keadaan operasinya berubah ubah akan
tetapi

jarak

electrode

tegangan

yang

terlalu

tinggi

tidak

menguntungkan. Tegangan yang tinggi memerlukan kabel listrik


yang diisolasi secara cermat sehingga harganya mahal. Intensitas
bunga api listrik juga ditentukan oleh jarak antara kedua elektroda
busi. Jarak elektroda optimum adalah antara 0,6 0,8 mm. selain itu
penentuan tempat busi diruang bakar juga penting. Loncatan bunga
api listrik tidak boleh terjadi ditempat lain kecuali diantara kedua
electrode busi.

Supaya selalu dapat campuran bahan bakar udara

yang mudah terbakar diantara kedua electrode , tempat yang terbaik


untuk busi adalah dekat kepada katup isap. Akan tetapi dari
kemungkinan terjadinya detonasi , sebaiknya busi ditempatkan pada
bagian yang terpanas misalnya dekat pada katup buang.

1.3.1.

Sistem Penyalaan Baterai


Sitem penyalaan konvensional terdiri dari sebuah baterai

sebagai

sumber

energi

listrik,

kontak

penyalaan,

kumparan

penyalaan, tahanan (tidak perlu selalu diperlukan), distributor


(didalamnya terdapat pemutus arus, kam, kondensor, rotor dan alat
pengatur saat penyalaan ) busi, serta kabel kabel tegangan tinggi
dan rendah.

Gambar 1.4. Sistem penyalaan baterai


(Wiranto Arismunandar, 2002)
Kumparan penyalaan terdiri dari dua bagian yaitu kumparan
primer dan kumparan sekunder. Kumparan primer mengandung
kurang lebih 100 sampai 180 lilitan (Np) kawat tembaga halus:
kumparan sekunder mengandung kurang lebih 18000 lilitan (Ns)
kawat tembaga yang berdiameter lebih kecil. Pada umumnya
Ns/Np berkisar antara 100 sampai 130 tetapi dapat juga antara
200-250 jika dipergunakan transistor sebagai pengganti pemutus
arus (dengan Np yang lebih kecil). Tahanan R mengatur arus
primer agar jangan naik terlalu tinggi. Ada kala dipasang

tahanan yang peka terhadap perubahan temperature yaitu yang


bertambah besar

jika temperature naik. Gunanya untuk

mencegah arus primer yang terlalu besar pada putaran rendah


yaitu pada waktu titik kontak penutup arus

menutup dalam

waktu yang relatif lama.


a)

Cara kerja sistem penyalaan


Pada waktu saat start kontak penyalaan dalam keadaan
tertutup sedangkan kam dan rotor berputar sesuai putaran
mesin. Pada waktu pemutus arus menutup arus listrik dari
baterai

mengalir

membangkitkan

melalui
medan

kumparan

magnet.

primer

Medan

dan

magnet

ini

memotong kumparan primer dan dan menginduksi back emf,


yang menentang arus listrik baterai sehingga memperlambat
kenaikan kekuatan medan magnet itu sendiri. Dengan
demikian

arus primer dan kekuatan medan magnet yang

maksimum sangat bergantung pada lamanya pemutus arus


pada keaadaan tertutup jadi bergantung pada kecepatan
kontur kam. Pada waktu kontur membuka karna adanya
kondensor

arus primer akan segera terputus , kekuatan

medan magnet pun akan segera menurun disusul oleh arus


primer, yang semula melalui kontak pemutus arus mengalir
menuju

kondensor.

Dengan

demikian

muatan

listrik

kondensor bertambah (CE) tetapi segera menurun kembali


(EF). Terjadilah arus bolak balik didalam kumparan sekunder
(CFGH dan seterusnya) yang mengubah energy magnet
menjadi energy listrik dalam kumparan sekunder. Timbul
pula tegangan yang sangat tinggi (antara 10.000 20.000
volt). Sementara itu kabel kumparan sekunder oleh rotor
disambungkan dengan
kondensor

kabel busi. Seandainya tidak ada

/ kondensor rusak maka pada

waktu pemutus

arus terbuka , arus primer tidak dapa tdiputuskan dengan


cepat

akibatnya

loncatan

listrik

terjadi

antara

kedua

electrode busi. Campuran bahan bakar udara pun tidak


berhasil dinyalakan.

1.3.2 Sistem Bahan Bakar


Di dalam motor bensin selalu kita harapkan bahan bakar dan
udara itu sudah bercampur dengan baik sebelum dinyalakan oleh
busi. Banyak cara memperoleh campuran yang baik itu salah
satunya dengan karburator. Berikut skema penyaluran bahan bakar
dengan karburator.

Gambar 1.5. Skema suatu sistem penyaluran bahan bakar


(Wiranto Arismunandar, 2002)
Bahan bakar dari tangki penampungan dipompa kan menuju
karburator melewati filter (saringan) , ketika torak melakukan
langkah isap udara atmosfer terhisap melewati saringan

dan

melewati venturi sehingga kecepatan naik dan tekanan turun


menyebabkan bahan bakar pada penampungan karburator terhisap
dan bercampur dengan udara atmosfir mengalir masuk kesilender
tempat pembakaran.

Gambar 1.6. Katup gas dalam keadaan tertutup tanpa


beban
(Wiranto Arismunandar, 2002)
Keterangan :
1. Udara atmosfir
2. Saluran bahan bakar tanpa beban
3. Pelampung
4. Bahan bakar masuk dari tangki
5. Campuran bahan bakar udara melalui saluran isap
6. Saluran ventilasi tanpa beban
7. Saluran udara tanpa beban
8. Skrup pengatur tanpa beban
9. Saluran campuran tanpa benban
10. Cadangan tanpa beban
11. Orifis pengatur tanpa beban
12. Nosel tanpa beban
13. Katup gas

Gambar 1.7. Katup gas terbuka penuh


(Wiranto Arismunandar, 2002)
Keterangan :
1. Udara atmosfir
2. Tabung tekan
3. Pelampung
4. Bahan bakar masuk
5. Orifis pengatur bahan bakar
6. Campuran bahan bakar udara melalui saluran isap
7. Nosel
8. Venturi
9. Katup gas

Gambar 1.8. Perbandingan bahan bakar udara dengan


pembukaan katup gas
(Wirannto Arismunandar, 2002
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa campuran yang kaya
diperlukan dalam keadaan tanpa beban dan beban penuh.
Campuran miskin diperlukan ketika normal operasi, campuran
berkisar 0,06 0,12.
1.4

Sistem Bahan Bakar Motor Disel


Ada tiga sistem penyaluran bahan bakar yang sering dipakai
yaitu :
1. Sistem pompa pribadi
2. Sistem pompa distribusi
3. Sistem akumulator

a.

Sistem pompa pribadi

Gambar 1.9. Skema sistem pompa pribadi


(Wirannto Arismunandar, 2002
Sistem pompa pribadi menggunakan satu pompa tekanan tinggi
untuk stiap silindernya, jadi setiap penyemprot dilayani oleh satu
pompa tekanan tinggi. Pompa ini adalah pompa plunyer yang

dilengkapi dangan peralatan pengatur kapasitas daya yang


diperlukan untuk menggerakkan pompa diambil dari daya yang
dihasilkan oleh mesin itu sendiri.

Kekurangan dari sistem ini

konstruksi rumit, dan harganya lebih mahal, dan perawatan lebih


susah.
b.

Sistem pompa distribusi

Gambar 1.10. Skema sistem pompa distribusi


(Wirannto Arismunandar, 2002
Sistem pompa distribusi menggunakan satu pompa tekanan tinggi
dan mengalirkanya masuk dalam distributor, distributor adalah
alat untuk membagi bahan bakar kedalam setiap penyemprot
sesuai dengan urutan yang telah ditentukan. Jadi fungsinya
ekivalen dengan fungsi distributor pada motor bensin.

Pompa

tekanan tinggi pada sistem distributor dilengkapi dengan alat


pengatur kapasitas. Kekurangan dari sistem ini kerja pompa lebih
berat ketika

harus melayani silinder dalam jumlah banyak dan

tekanan pompa tidak konstan karena sesuai dengan putaran


mesin.
c.

Sistem pompa akumulator

Gambar 1.11. Skema sistem pompa akumulator


(Wirannto Arismunandar, 2002
Sistem pompa akumulator menggunakan satu pompa tekanan
tinggi

dan

mengalirkanya

masuk

dalam

akumulator,

yang

dilengkapi dengan katup pengatur tekanan sehingga tekanan


bahan bakar dalam akumulator dapat konstan. Apabila tekanan
tersebut lebih besar dari yang ditentukan, katup pengatur akan
terbuka dan bahan bakar akan mengalir kembali pada pipa hisap
dari pompa tekanan tinggi. Dari akumulator bahan bakar mengalir
ke dalam alat pengatur kapasitas, baru kemudin ke penyemprot
lalu

masuk

kedalam

silinder

sesuai

dengan

urutan

yang

ditetepkan. Kekurangan dari sistem ini kerja pompa lebih berat


ketika harus melayani silinder dalam jumlah banyak akan tetapi
tekanan pompa konstan karena dilengkapi dengan pengatur
tekanan, harga lebih murah dan konstruksi lebih mudah sehingga
biaya perawatan murah.
1.4.1 Penyemprot bahan bakar
Penyemprot bahan bakar ke dalam

silinder dilakukan dengan

mempergunakan sebuah alat yang dinamai penyemprot bahan

bakar. Disamping peralatan lain yang diperlukan, bahan bakar


yang disemprotkan itu harus habis terbakar sesuai dengan
prestasi yang diharapkan . dapat dikatakan fungsi penyemprotan
bahan bakar adalah :
1. Memasukan bahan bakar kedalam silinder sesuai dengan
kebutuhan
2. Mengabutkan bahan bakar sesuai dengan derajat pengabutan
yang diminta
3. Mendistribusikan

bahan

bakar

untuk

memperoleh

pembakaran yang sempurna dalam waktu yang ditentukan


Tekanan udara didalam silinder sangat tinggi (35-50 atm)ketika
bahan

bakar

disemprotkan.

Dengan

sendirinya

tekanan

penyemprotan haruslah lebih tinggi dari tekanan udara tersebut.


Kelebihan tekanan juga diperlukan untuk memperoleh kecepatan
penyemprotan(kecepatan bahan bakar keluar dari penyemprot)
tertentu, yaitu sesuai dengan derajat pengabutan yang diinginkan.
Berikut adalah gambar penyemprot bahan bakar.

Gambar 1.12. Nosel katup jarum


(Wirannto Arismunandar, 2002
Keterangan:
1. Saluran bahan bakar masuk
2. Gaya pegas
3. Katup
4. Ruang tekan

Parameter Prestasi Mesin.


Pada umumnya performance atau prestasi mesin bisa diketahui
membaca dan menganalisis parameter yang ditulis dalam sebuah laporan
atau media lain. Biasanya kita akan mengetahui daya, torsi, dan bahan
bakar spesifik dari mesin tersebut. Parameter itulah yang menjadi
pedoman praktis prestasi sebuah mesin.
Parameter prestasi mesin dapat dilihat dari berbagai hal diantara yang
terdapat dalam diagram sebagai berikut :
Parameter Prestasi Mesin
Torsi

Daya

Laju Konsumsi
Bahan Bakar
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik

Efisiensi Bahan Bakar


Gambar . Diagram Alir Prestasi Mesin
Secara umum daya berbanding lurus dengan luas piston sedang torsi
berbanding lurus dengan volume langkah. Parameter tersebut relatif
penting digunakan pada mesin yang berkemampuan kerja dengan variasi
kecepatan

operasi

dan

tingkat

pembebanan.

Daya

maksimum

didefinisikan sebagai kemampuan maksimum yang bisa dihasilkan oleh


suatu

mesin.

Adapun

torsi

poros

pada

kecepatan

tertentu

mengindikasikan kemampuan untuk memperoleh aliran udara (dan juga


bahan bakar) yang tinggi kedalam mesin pada kecepatan tersebut.

Sementara suatu mesin dioperasikan pada waktu yang cukup lama, maka
konsumsi bahan bakar suatu efisiensi mesinnya menjadi suatu hal yang
dirasa sangat penting. (Heywood, 1988 : 823).

Gambar . Pengetesan Prestasi Mesin


Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya
komposisi gas pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran)
dibuat seideal mungkin, sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa
maksimal menekan torak dan mengurangi terjadinya detonasi. Komposisi
bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan kualitas
pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan
emisi gas buang.
Sebagaimana telah kita ketahui sebagai bahan bakar motor bensin
terutama yang mengandung unsur-unsur karbon dan hidrogen yang
dikenal dengan 3 (tiga) teori mengenai pembakaran hidrogen tersebut.
1.

Hidrokarbon terbakar bersama-sama dengan oksigen

sebelum karbon bergabung dengan oksigen.


2. Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.

Senyawa

3.

hidrokarbon

terlebih

dahulu

bergabung

dengan oksigen dan membentuk senyawa (hidrolisasi) yang kemudian


dipecah secara terbakar.
Dalam sebuah mesin terjadi beberapa tingkatan pembakaran yang
digambarkan dalam sebuah grafik dengan hubungan antara tekanan dan
perjalanan

engkol.

Berikut

adalah

gambar

dari

grafik

tingkatan

pembakaran :

Gambar . Tingkat pembakaran dalam sebuah mesin


(Maleev.V.L, 1995 : 160)
Proses atau tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin terbagi menjadi
empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode-periode tersebut
adalah :
1. Keterlambatan pembakaran (Delay Periode)
Periode pertama dimulai dari titik 1 yaitu mulai disemprotkannya
bahan bakar sampai masuk kedalam silinder, dan berakhir pada titik 2.
Perjalanan ini sesuai dengan perjalanan engkal sudut a. Selama
periode ini berlangsung tidak terdapat kenaikan tekanan melebihi
kompresi udara yang dihasilkan oleh torak. Dan bahan bakar masuk
terus menerus melalui nosel.
2. Pembakaran cepat
Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar,
yang dipecah halus dan

sebagian menguap kemudian siap untuk

dilakukan pembakaran. Ketika bahan bakar dinyalakan yaitu pada titik


2, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan
mendadak sampai pada titik 3 tercapai. Periode ini sesuai dengan
perjalanan sudut engkol b. yang membentuk tingkat kedua.
3. Pembakaran Terkendali
Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar
yang masih, tetap disemprotkan (diinjeksikan) pada kecepatan yang
tergantung pada kecepatan penginjeksian, serta jumlah distribusi
oksigen yang masih ada dalam udara pengisian. Periode inilah yang
disebut dengan periode terkendali atau disebut juga pembakaran
sedikit demi sedikit yang akan berakhir pada titik

4 dengan

berhentinya injeksi. Selama tingkat ini tekanan dapat naik, konstan


ataupun turun. Periode ini sesuai dengan pejalanan engkol sudut c,
dimana sudut c tergantung pada beban yang dibawa beban mesin,
semakain besar bebannya semakin besar c.
4. Pembakaran pasca (after burning)
Bahan bakar sisa dalam silinder ketika penginjeksian berhenti dan
akhirnya terbakar. Pada pembakaran pasca tidak terlihat pada
diagram, dikarenakan pemunduran torak mengakibatkan turunnya
tekanan meskipun panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian akhir
bahan bakar.
Dalam pembakaran hidrokarbon yang biasa tidak akan terjadi gejala
apabila memungkinkan untuk proses hidrolisasi. Hal ini hanya akan terjadi
bila pencampuran pendahuluan antara bahan bakar dengan udara
mempunyai waktu yang cukup sehingga memungkinkan masuknya
oksigen ke dalam molekul hidrokarbon.

Gambar . kurva dampak perbandingan campuran terhadap prestasi motor


(prestasi dengan campuran yang bervariasi dari beban pada kecepatan
menengah).
Kurva diatas menunjukan hubungan antara pemakaian bahan bakar dengan
kinerja

(performance)

yang

dihasilkan

pada

berbagai

perbandingan

campuran. kurva menunjukan bahwa pada beban menengah perbandingan


campuran sekitar 16:1. Pada beban maksimum perbandingan campuran (1213):1. Disini seluruh udara dipergunakan untuk pembakaran, dan jumlah
udara yang masuk akan bertambah bila suhunya turun akibat penguapan
dan bensin suhu gas bekas serta panas spesifik akan naik demikian juga
pemisahan thermal lebih kecil bila campuran 15:1.

Gambar . Perbandingan campuran yang dibuuhkan motor


Kurva diatas memperlihatkan karburator yang dibuat untuk mengatur agar
dapat campuran udara bahan bakar yang gemuk pada beban ringan, dan
campuran khusus untuk beban menengah serta campuran gemuk pada
beban maksimum, yang disesuaikan dengan pembukaan katup throttle atau
percepatan gerakan.

Gambar . Diagram kalau pengapian terlalu cepat atau terlambat

Diagram diatas memperlihatkan keadaan ini secara visual. Grafik 1-2-A-B-C


adalah penyalaan yang terlambat dan grafik 1-A-B-B-B-C adalah penyalaan
yang terlalu cepat. Dalam hal terakhir tekanan dan suhu menjadi tinggi
antara B dan B, jadi kehilangan panas dan gesekan menjadi lebih besar dari
biasanya.
Unjuk Kerja Motor Bakar
Pada motor bakar torak, daya yang berguna adalah daya poros, karena daya
poros itulah yang mengerakkan beban. Daya poros itu sendiri dibangkitkan
oleh

daya

indikator

yang

merupakan

daya

gas

pembakaran

yang

menggerakkan torak.
Daya poros yang berputar ditimbulkan oleh bahan bakar yang dibakar dalam
silinder yang selanjutnya torak akan menggerakkan semua mekanisme pada
motor bakar. Unjuk kerja motor bakar tergantung dari daya poros yang
dapat ditimbulkan.
Unjuk kerja ini biasanya dinyatakan dalam daya kuda (PS) atau KW
persatuan isi langkah.
Isi langkah Vi = penampang silinder x langkah (m3)
Efisiensi volumetric v =jumlah udara yang dihisap dalam satu siklus :
jumlah udara yang diisikan dalam silinder Vi pada kondisi atmosfer.
Jumlah udara = 1,293

273
tekanan

V i( kg )
o
273 + t ( C ) tekanannor mal

Dari formula diatas dapat dilihat kalau suhunya lebih rendah, maka
tekanan udara yang masuk lebih besar dan jumlah udara yang akan
dihisap lebih besar pula. Sebagai hasil akan dapat dihasilkan daya yang
lebih besar pula karena sejumlah bahan bakar akan dapat terbakar
dengan baik (Soenarto & Furuhama 1995).
Karena itu dalam merancang motor bakar torak, terutama motor
diesel, hendaklah diusahakan agar tekanan maksimum dapat dibatasi
apabila perbandingan kompresinya hendak dipertinggi.

a. Volume Silinder
Volume silinder antara TMA dan TMB disebut volume langkah
torak (V1). Sedangkan volume antara TMA dan kepala silinder (tutup
silinder) disebut volume sisa (Vs). Volume total (Vt) ialah isi ruang
antara torak ketika ia berada di TMB ampai tutup silinder.
Vt =V1+Vs ..(1)
Volume langkah mempunyai satuan yang tergantung pada
satuan diameter silinder (D) dan panjang langlah torak (L) biasanya
mempunyai satuan centimetercubic (cc) atau cubic inch (cu.in).
V1 = luas lingkaran x panjang langkah
V1 = r2 x L
2

V1 = D L
1
2

Dengan demikian besaran dan ukuran motor bakar menurut


volume silinder tergantung dari banyaknya silinder yang digunakan
dan besarnya volume silinder (Kiyuku & Murdhana 1998).
b. Perbandingan Kompresi
Hasil bagi volume total dengan volume sisa disebut sebagai
perbandingan kompresi
C=

V1 + Vs
V
= 1 + 1 .(2)
Vs
Vs

Dimana :
V1 = volume langkah torak
Vs = volume sisa
Jadi, bila suatu motor mempunyai volume total 56 cu.in dan
volume sisa 7 cu.in, maka perbandingan kompresinya adalah :
C=

56
=8
7

Hal diatas menunjukkan bahwa selama langkah kompresi,


muatan yang ada diatas torak dimampatkan 8 kali lipat dari volume
terakhirnya. Makin tinggi perbandingan kompresi, maka makin

tinggi tekanannya dan temperatur akhir kompresi. (Kiyuku &


Murdhana, 1998).
Perbandingan kompresi tidak dapat dinaikan tanpa batas, karena
motor pembakaran yang menggunakan busi akan timbul suara
menggelitik

kalau

perbandingan

kompresinya

terlalu

tinggi

(Soenarta & Furuhama, 1995).


Torsi dan Daya Poros
Dinamometer biasanya digunakan untuk

mengukur torsi

sebuah mesin. Adapun mesin yang akan diukur torsinya tersebut


diletakkan

pada

dihubungkan

sebuah

dengan

testbed

rotor

dan

poros

dinamometer.

keluaran

Prinsip

kerja

mesin
dari

dinamometer dapat dilihat pada gambar 2.6. Rotor dihubungkan


secara elektromagnetik, hidrolis, atau dengan gesekan mekanis
terhadap stator

yang ditumpu oleh bantalan yang mempunyai

gesekan kecil. Torsi yang dihasilkan oleh stator ketika rotor tersebut
berputar diukur dengan cara menyeimbangkan stator dengan alat
pemberat, pegas, atau pneumatik.
Hambatan ini akan menimbulkan torsi (T), sehingga nilai daya (P)
dapat ditentukan sebagai berikut :
P=

2.n.T
( kW ) ............................................(3)
60000

Dimana :
n = putaran mesin (rpm)
T = torsi (Nm)
Torak yang didorong oleh gas membuat usaha. Baik tekanan
maupun suhunya akan turun waktu gas berekspansi. Energi panas
diubah menjadi usaha mekanis. Konsumsi energi panas ditunjukkan
langsung oleh turunnya suhu. Kalau toraknya tidak mendapatkan
hambatan dan tidak menghasilkan usaha gas tidak akan berubah
meskipun tekanannya turun.
Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP)

Besar nilai P1 merupakan tekanan efektif rata-rata indikator


(indicator mean effective pressure : IMEP).
Nilai

P1,

dapat

ditentukan

dengan

menggunakan

persamaan

sebagai berikut :
P1 =

Wi
.................................(4)
Vs

Dengan menggunakan nilai Pi dapat memudahkan perhitungan


besar usaha indikator Wi pada tekanan konstan selam torak pada
langkah ekspansi. Pada mesin 4 langkah besar nilai Pi terjadi setiap
2 putaran, sehingga besar nilai Ni indikator dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dengan satuan Si ( m3, kPa dan rps)
Ni =V1.P1.n/2 (kW).................................................(5)
Dimana :
V1= volume langkah (m3)
Pi = tekanan efektif rata-rata indicator (kPa)
n = putaran mesin (rpm)
Pada mesin 2 langkah besar nilai Pi dihasilkan pada tiap putaran,
maka secara teoritis nilai Ni akan menjadi dua kali lebih besar jika
dibandingkan pada persamaan 4, tetapi pada umumnya besar nilai
Pi pada mesin 2 langkah lebih kecil dibandingkan dengan 4 langkah.
Nilai Ni disebut sebagai keluaran indikator yang menyatakan
keluaran, disebabkan oleh adanya tekanan pada torak.
Daya yang dapat dimanfaatkan untuk memutar mesin disebut
sebagai keluaran efektif (brake mean out put) nilai Ne dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Ne = V1. N. BMEP. 2 (kW)(6)
Besar keluaran efektif dapat diukur dengan menggunakan
sebuah dynamometer. Nilai BMEP adalah merupakan tekanan
efektif rata-rata (brake mean effective pressure). Besar nilai Ne
yang ditentukan oleh produk dari volume langkah V1, kecepatan

putaran n dan BMEP yang berhubungan dengan tekanan gas ratarata merupakan keluaran suatu pembakaran yang bermanfaat.
BMEP adalah besar nilai yang menunjukkan daya mesin tiap satuan
volume silinder pada putaran tertentu dan tidak tergantung dari
ukuran motor bakar. (Soenarta &Furuhama, 1995).
Besar nilai BMEP dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut :
BMEP =

60 .P.Z
................................(7)
Vd .n

Dimana :
P = daya (kW)
N = putaran mesin (rpm)
Vd= volume langkah total silinder (m3)
Z = sistem siklus (4 langkah =2, 2 langkah =1)
Efisiensi Thermis
Perbandingan antara energi yang dihasilkan dan energi yang
dimasukkan pada proses pembakaran bahan bakar disebut efisiensi
thermis rem (brake thermal efficiency) dan ditentukan sebagai
berikut :
bt =

860
100 (%) ..................................(8)
SFC .h

Dimana :
H = nilai kalor untuk bahan bakar premium = 10500 kcal/kg.
Minyak gas = 10400 kcal/kg.
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik
Nilai kalor mempunyai hubungan dengan berat jenis. Pada
umumnya semakin tinggi berat jenis maka semakin rendah nilai
kalornya (Kiyaku & Murdhana, 1998).
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) ditentukan dalam g/PSh
atau g/kWh dan lebih umum digunakan dari pada bt. Besar nilai

SFC adalah kebalikan dari pada bt. Penggunaan bahan bakar dalam
gram per jam Ne dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
SFC =

mf

[ kg / kWh ] .............................(9)

Dimana :
SFC = konsunsi bahan bakar spesifik (kg/kWh)
P

= daya mesin (kW)

Sedang nilai mf dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut:


mf =

b 3600

bb .(10)
t 1000

Dimana :
b

= volume 3 buret (cc)

= waktu (detik)

bb = berat jenis bahan bakar (kg/l)


mf = adalah penggunaan bahan bakar per jam pada kondisi
tertentu

(Nakoela

Furuhama,1995)

Soenarta

&Dr.

Shoichi

Gambar . Prestasi motor bensin 2-langkah dan 4-langkah


Studi Banding Performansi Motor Disel Isuzu 4 JA-1 Injeksi Langsung
Sistim Force Induction Dengan dan Tanpa Intercooler Studi Banding
Performansi Motor Disel Isuzu 4JA-1 Injeksi Langsung Sistim Force
Induction Dengan dan Tanpa Intercooler
Kinerja suatu motor pembakaran dalam pada umumnya dipengaruhi
oleh beberapa parameter, diantaranya kapasitas silinder dan nisbah
kompresi. Semakin besar kapasitas silinder, semakin besar keluaran daya
dihasilkan oleh motor. Salah satu upaya meningkatkan kinerja motor yang
dapat

dilakukan

tanpa

mengubah

dimensi

fisik

dari

motor

adalah

menggunakan sistim induksi paksa (force induction).


Induksi paksa merupakan suatu sistim mekanik untuk mendorong lebih
banyak udara ke dalam silinder dengan tekanan diatas tekanan atmosfir
melalui proses pemampatan udara masukan. Proses pemampatan udara
dapat

dilakukan

melalui

sistim

supercharging

yang

digerakkan

oleh

mekanisme roda gigi atau sabuk yang dihubungkan ke puli poros engkol
motor, atau melalui sistim turbocharging yang memanfaatkan energi dari
gas buang. Karena adanya proses pemampatan udara sebelum masuk ke
dalam silinder, maka kepadatan udara masuk semakin meningkat serta
jumlah oksigen yang digunakan untuk berkangsungnya proses pembakaran
juga meningkat dibanding metode konvensional yang hanya menarik udara
segar ke dalam silinder [3]. Dengan meningkatnya kuantitas oksigen yang
masuk ke dalam silinder, lebih banyak bahan bakar yang dapat terbakar
dengan sempurna, sehingga meningkatkan efisiensi volumetrik dan semakin
banyak energy pembakaran yang dapat dikonversi menjadi kerja mekanik
[6].
Permasalahan yang timbul pada saat mengadopsi sistim induksi paksa
adalah meningkatnya temperatur udara masukan yang mengiringi proses
pemampatan udara, sehingga tekanan di dalam silinder pada awal langkah

kompresi menjadi lebih tinggi. Peningkatan temperatur udara masukan ini


akan berdampak pada peningkatan temperatur dan tekanan di dalam
silinder pada siklus selanjutnya, sehingga katup, silinder dan kepala torak
menjadi terlalu panas dan motor menjadi overheating. Karena alasan ini,
beberapa motor yang mengadopsi sistim induksi paksa harus menurunkan
nisbah kompresinya.
Menurunkan

nisbah

kompresi,

ternyata

juga

menimbulkan

permasalahan lain, yaitu menurunnya efisiensi termal motor, sehingga


meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik [7], suatu kondisi yang sangat
tidak diharapkan dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga bahan
bakar, serta permasalahan yang berkaitan dengan pencemaran udara.
Untuk mengatasi permasalahan dalam mengadopsi sistim induksi
paksa pada motor pembakaran dalam, tanpa menurunkan nisbah kompresi
yang harus mengorbankan efisiensi termal, digunakan suatu penukar kalor
yang disebut dengan intercooler guna menurunkan temperatur udara
termampatkan sebelum masuk ke dalam silinder.

Dasar Teori
Daya keluaran yang dihasilkan motor sebanding dengan kecepatan rotasi
dan kuantitas udara yang dapat dimampatkan di dalam silinder. Dengan
asumsi kecepatan rotasi motor konstan, satu-satunya upaya untuk dapat
meningkatkan daya motor adalah dengan meningkatkan kuantitas udara
yang masuk ke dalam silinder [3].
Berdasarkan persamaan gas ideal,
PV = mu RT

Jika

V R

udara, mu

(1)

konstan, dimana R = konstanta gas universal, maka massa

yang masuk silinder berbanding lurus dengan tekanan dan

berbanding terbalik dengan temperatur absolutnya.

Massa udara yang masuk silinder = volume yang dipindahkan (swept


volume) oleh piston, V kerapatan udara.
mu = V u

(2)

Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh


u =

1 P
RT

Jika u1 =

(3)
P1
RT1

dan u 2 =

P2
, kemudian u1 , P1 , T1 dan u 2 , P2 , T2
RT 2

berturut-turut adalah kondisi-kondisi kerapatan, tekanan dan temperatur


awal (keadaan 1) dan akhir (keadaan 2), maka
Nisbah kerapatan =

u 2 P2 RT 2
=
, atau
u1
P1 RT1

u 2
P T
= 2 1
u1
P1 T2
Ini

berarti,

bahwa

(4)
dengan

meningkatkan

P2

(tekanan

akhir)

serta

menurunkan T2 (temperatur akhir), akan dihasilkan peningkatan kerapatan


( u 2 > u1 ).
Secara matematis, dalam kondisi ideal, kuantitas udara yang masuk ke
u ,i
dalam silinder, m

dengan kerapatan udara ideal,

u ,i

serta kondisi

masukan (P, T) pada N Rpm, dinyatakan dengan [1]:

m u ,i = Vd u ,i z N 12 6 0 k g/ ja m
dimana

(5)

z = jumlah langkah per siklus.


Dengan cara yang sama, pada kondisi aktual, jumlah udara yang

masuk kedalam silinder dinyatakan dengan:

m u ,a = Vd u ,a z N 12 6 0 k g/ ja m

(6)

Nisbah antara jumlah udara yang masuk pada kondisi aktual terhadap
jumlah udara yang masuk secara ideal disebut dengan efisiensi volumetris,

V .
v =

u ,a
m
u ,i
m

(7)

Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi


volumetris dengan kata lain meningkatkan derajat pengisian silinder dapat
dilakukan dengan meningkatkan kerapatan udara aktual di dalam silinder
melalui pemampatan udara masukan.
Hubungan antara efisiensi volumetrik dengan daya, torsi dan tekanan
efektif purata (mean effective pressure, mep) motor dinyatakan melalui
persamaan berikut [4]:
P=

f v NV d Q HV u ,i ( F A)

(8)

f vVd QHV u ,i ( F A)
4

(9)

mep = f v Q HV u ,i ( F A)

(10)

dimana ( F A) = nisbah bahan bakar/udara; Q HV = nilai kalor pembakaran


atas bahan bakar; f = efisiensi pembakaran dan Vd =volume langkah.
Sistim

induksi

paksa,

baik

dengan

menggunakan

supercharger

maupun turbocharger, masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian.


Supercharger mampu beroperasi mulai pada putaran idle karena digerakkan
secara langsung mengikuti putaran poros engkol motor. Turbocharger tidak
beroperasi pada putaran idle karena opeasionalnya memanfaatkan tekanan
limbah gas buang untuk menggerakkan turbin kompresornya. Dengan

pertimbangan kemampuannya untuk beroperasi pada putaran rendah dalam


percobaan ini digunakan sistim supercharging [2].
Dalam percobaan ini, digunakan supercharger tipe sliding vane dengan
nisbah tekanan maksimum 1,5:1 atau boost pressure 0,5 bar. Untuk
meningkatkan nisbah tekanan, diameter puli supercharger dapat diperkecil,
sehingga putarannya semakin tinggi dan dihasilkan tekanan dorong yang
lebih besar.
Akibat sampingan yang tidak dapat dihindari dari aplikasi sistim
induksi paksa adalah meningkatnya temperatur udara karena proses
pemampatan, sehingga menurunkan kerapatan udara yang masuk ke dalam
silinder dan kuantitas oksigen yang masuk silinder lebih rendah. Untuk
mengurangi akibat sampingan yang merugikan ini, ditambahkan perangkat
penukar kalor yang dikenal dengan intercooler ke dalam sistim. Intercooler
ditempatkan diantara keluaran supercharger dan saluran hisap motor.
Skema dari sistim beserta instalasi fluida pendinginnya ditunjukkan dalam
Gambar 1.

Gambar 1. Skema sistim induksi paksa beserta instalasi fluida


pendinginnya
Supercharger (S) digerakkan dengan memanfaatkan putaran poros engkol
motor (M) melalui mekanisme puli yang dihubungkan dengan puli poros
engkol motor melalui sabuk (belt). Intercooler udara ke air (I), digunakan
untuk

mendinginkan

kembali

udara

yang dimampatkan

supercharger

sehingga temperatur udara termampatkan yang masuk ke silinder menjadi

lebih rendah. Sebagai fluida pendingin digunakan campuran air + ethylene


glycol, disirkulasikan oleh pompa air (P) yang beroperasi memanfaatkan
putaran poros engkol motor ke radiator ekstra (RE).

Dalam percobaan ini,

digunakan intercooler tipe tabung tubular udara ke air (Gambar 2).

Gambar 2. Intercooler tipe tabung tubular.


Uji prestasi motor dilakukan dengan menggunakan dinamometer rem
air (water brake dynamometer) pada bangku uji.
Daya keluaran poros motor ke dinamometer dinyatakan dengan:
2 N F R
60

P=

(11)

Watt

dimana: P = daya motor (Watt atau BHp), F = pembebanan dinamometer


(Newton), dan R = 0,9549 m = panjang lengan dinamometer. Atau secara
langsung dinyatakan dengan pembacaan terkalibrasi dinamometer:
P=

NF
NF
Kwatt =
Hp
10000
7460

(12)

Torsi motor dinyatakan dengan:


= F R

Newton meter

(13)

Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc), yang


menyatakan kuantitas bahan bakar yang dikonsumsi untuk menghasilkan
daya 1 hp selama 1 jam dinyatakan dengan:
sfc =

3600 mbb
Pt

Kg / ( hp jam ) (14)

dimana P = daya (Hp), mbb = massa bahan bakar yang dikonsumsi (kg) dan

t = waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi

mbb kg bahan bakar.

Efisiensi termal, th , dinyatakan dengan efisiensi pemanfaatan kalor


dari bahan bakar untuk menghasilkan kerja mekanik. Efisiensi termal
dinyatakan dengan
th =

641,67
sfc QHV

(15)

dimana sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Hp-jam), Q HV =Nilai kalor


pembakaran (kkal/kg) yang dihitung dari persamaan:
Q HV = 16610 + 40 API Btu/lb

(16)

Karena 1 Btu = 1054 J; 1 kal = 4,184 J, dan 1 lb = 0,4536 kg, maka:


1Btu
1054 J
1kal
1lb

lb
1Btu
4,186 J
0,4536 kg
= 555 ,0963 kal kg

Persamaan (16) dapat dituliskan ulang dengan:


Q HV = 0,555 (16610 + 40 API ) kkal / kg

(16a)

141 ,5

API = SG ( 60 F ) 131 ,5

(16b)

dimana SG = specific gravity bahan bakar pada 60F. Untuk solar = 815
kg/m3.
Dari persamaan (16a) dan (16b):

141 ,5

QHV = 0,555 16610 + 40


131 ,5
815

= 6303 ,1 kkal kg

(17)

Temperatur pengisian Vs Putaran


130
) 120
(C 110
r
u
t 100
a
r
90
e
p
80
m
e
70
T
60
50
40
30
20

Gambar 5. Kurva temperatur


pengisian Vs Putaran.
0
0
4
1

0
0
8
1

0
0
2
2

0
0
6
2

0
0
0
3

Putaran (RPM)

T-kon

T-spch

T-spch+Int

Gambar 6. Kurva tekanan pengisian Vs putaran.

Gambar 7. Kurva Daya Vs Putaran

Gambar 8. Kurva Torsi Vs Putaran

Gambar 9. Kurva konsumsi bahan bakar spesifik Vs


putaran.

Gambar 10. Kurva efisiensi termal Vs putaran.

Hasil dan Pembahasan


Pada Gambar 5 dan 6 ditunjukkan pola yang berbeda antara temperatur
dan tekanan udara yang masuk ke dalam silinder. Temperatur udara yang
masuk ke dalam silinder cenderung lebih rendah pada putaran tinggi
(Gambar 5), sedangkan tekanan cenderung semakin meningkat (Gambar 6).
Peningkatan temperatur pada putaran lebih rendah disebabkan karena
meningkatnya friksi internal dengan bertambahnya beban pada motor.
Peningkatan tekanan yang terjadi pada putaran lebih tinggi disebabkan
karena meningkatnya kecepatan pergerakan piston di dalam silinder.
Temperatur udara rata-rata meningkat sebesar 89,86% (dalam kisaran
antara 70C sampai dengan 120) dengan penambahan supercharger pada
sistim. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya tumbukan antar
molekul udara yang merupakan bagian dari proses pemampatan udara.
Dengan menambahkan intercooler ke dalam sistim peningkatan temperatur
akibat proses pemampatan dapat ditekan menjadi 43,37%, atau terjadi
penurunan temperatur udara termampatkan sebesar 46,49%.
Terjadi peningkatan tekanan udara rata-rata sebesar 40,01% akibat
proses

pemampatan

udara

melalui

supercharger.

Dengan

adanya

penambahan intercooler ke dalam sistim, sehingga terjadi penurunan


temperatur udara termampatkan, maka peningkatan tekanan keluaran
supercharger turun menjadi 36,55%, atau terjadi penurunan tekanan
sebesar 3,46%.
Karena kerugian tekanan akibat pendinginan udara melalui intercooler
yang terjadi relatif kecil (3,46%) dibandingkan penurunan temperaturnya
(46,49%), maka terjadi peningkatan nisbah kerapatan udara termampatkan
dengan adanya penambahan intercooler. Hal ini dapat diartikan bahwa
disamping terjadi peningkatan massa udara (karena proses pemampatan

dengan supercharger), juga terjadi peningkatan kerapatan udara (karena


proses

pendinginan

udara

termampatkan

oleh

intercooler).

Dengan

meningkatnya massa dan kerapatan udara, semakin banyak jumlah oksigen


yang dapat dimanfaatkan untuk melangsungkan proses pembakaran di
dalam ruang bakar.
Pada kurva daya dan torsi Vs putaran (Gambar 7 dan 8) ditunjukkan
terjadi

peningkatan

kecepatan

daya

masing-masing

dan

torsi

sebesar

rata-rata

pada

berbagai

10,06%

dengan

tingkat

menambahkan

supercharger pada sistim. Jika temperatur udara yang masuk kedalam


silinder setelah proses pemampatan diturunkan dengan menambahkan
intercooler pada sistim, daya dan torsi rata-rata pada berbagai tingkat
kecepatan dapat ditingkatkan lagi, masing-masing sebesar 19,46% dan
19,02%. Berdasarkan persamaan gas ideal (persamaan 1) yang menyatakan
bahwa massa udara berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding
terbalik dengan temperaturnya, maka dengan meningkatkan tekanan udara
masukan, massa udara yang masuk akan semakin besar dan pada gilirannya
akan meningkatkan kuantitas oksigen yang dapat dimanfaatkan untuk
melakukan proses pembakaran menjelang akhir langkah kompresi. Pada sisi
lain, dengan meningkatkan tekanan udara masukan serta menurunkan
temperatur

udara

termampatkan

melalui

perangkat

intercooler

akan

semakin meningkatkan kerapatan udara masukan, dan pada gilirannya akan


semakin meningkatkan derajat pengisian silinder (efisiensi volumetrik).
Dengan asumsi variabel-variabel lain pada persamaan 8 dan 9 konstan,
meningkatnya efisiensi volumetrik motor akan menghasilkan peningkatan
daya kuda rem (bhp) dan torsi pada motor. Disamping itu dengan
memampatkan udara yang masuk ke dalam silinder, periode persiapan
pembakaran akan dipersingkat.
Pada kurva konsumsi bahan bakar spesifik Vs putaran (Gambar 9),
ditunjukkan terjadi penurunan konsumsi bahan bakar spesifik rata-rata
sebesar

12,79%

dengan

penambahan

supercharger.

Jika

temperatur

keluaran supercharger diturunkan dengan perangkat intercooler, konsumsi


bahan bakar spesifik rata-rata turun sebesar 19,43%. Hal ini terjadi karena
dengan meningkatnya massa dan kerapatan udara yang masuk ke dalam
silinder, semakin banyak oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan bakar
untuk berlangsungnya proses pembakaran sehingga pembakaran dapat
berlangsung jauh lebih efisien. Kondisi ini mampu mereduksi produk
hidrokarbon yang tak terbakar pada gas buang, sebagai biang borosnya
konsumsi bahan bakar.
Pada Gambar 10 ditunjukan bahwa dengan memampatkan udara
masukan ke dalam silinder terjadi peningkatan efisiensi termal sebesar
14,86% dengan penambahan supercharger. Jika intercooler ditambahkan
pada sistim, efisiensi termal dapat ditingkatkan lagi menjadi 23,03%.
Efisiensi termal berbanding terbalik terhadap konsumsi bahan bakar spesifik
(persamaan 15). Ini berarti bahwa semakin rendah konsumsi bahan bakar
spesifik, semakin tinggi efisiensi termalnya. Peningkatan efisiensi termal ini
terjadi karena semakin banyak oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan
bakar karena adanya proses pemampatan udara sebelum masuk ke dalam
silinder.

Kesimpulan percobaan diatas

Hasil rancang bangun intercooler serta instalasi sistim pendinginnya


cukup efektif untuk menurunkan temperatur udara termampatkan
sehingga mampu meningkatkan kinerja motor yang menggunakan
sistim force induction.

Penggunaan

supercharger

tanpa

intercooler,

meningkatkan

temperatur udara rata-rata sebesar 89,86% walaupun dihasilkan


peningkatan tekanan udara masuk rata-rata 40,01%

Dengan penambahan intercooler, peningkatan temperatur udara ratarata dapat ditekan menjadi 43,37%. Walaupun tekanan udara hasil

pemampatan turun menjadi 36,55%, tetapi masih cukup efektif untuk


meningkatkan kinerja motor secara keseluruhan.

Tanpa intercooler, rata-rata terjadi peningkatan daya keluaran poros,


torsi dan efisiensi termal masing-masing sebesar 10,06%, 10,06% dan
14,86%, sedangkan penurunan rata-rata konsumsi bahan bakar
spesifik sebesar 12,79%.

Dengan penambahan intercooler, rata-rata terjadi peningkatan daya


keluaran poros, torsi dan efisiensi termal masing-masing sebesar
19,46%, 19,02% dan 23,03%, sedangkan penurunan rata-rata
konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 19,43%.

Motor bakar terbagi menjadi 2 (dua) jenis utama, yaitu motor diesel
dan motor bensin. Perbedaan umum terletak pada sistem penyalaan.
Penyalaan pada motor bensin dinyalakan oleh loncatan bunga api listrik
yang dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga spark ignition
engine. Sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi
yang tinggi di dalam silinder kemudian bahan bakar disemprotkan oleh
nozzle atau juga sering disebut juga Compression Ignition Engine.

Proses Pembakaran
Secara umum pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia atau
reaksi persenyawaan bahan bakar oksigen (O2) sebagai oksidan dengan
temperaturnya lebih besar dari titik nyala. Mekanisme pembakarannya
sangat dipengaruhi oleh keadaan dari keseluruhan proses pembakaran
dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi dengan oksigen
yang dapat membentuk produk yang berupa gas.
Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya
komposisi gas pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran)
dibuat seideal mungkin, sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa

maksimal menekan torak dan mengurangi terjadinya detonasi. Komposisi


bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan kualitas
pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan
emisi gas buang. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahan bakar bensin
mengandung unsur-unsur karbon dan hidrogen.
Terdapat 3 (tiga) teori mengenai pembakaran hidrogen tersebut
yaitu :
b.

Hidrokarbon

terbakar

bersama-sama

dengan

oksigen

sebelum karbon bergabung dengan oksigen.


c.

Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.

d.

Senyawa hidrokarbon terlebih dahulu bergabung dengan

oksigen

dan

membentuk

senyawa

(hidrolisasi)

yang

kemudian

dipecah secara terbakar. (Yaswaki, K, 1994).


Dalam sebuah mesin terjadi beberapa tingkatan pembakaran yang
digambarkan dalam sebuah grafik dengan hubungan antara tekanan dan
perjalanan

engkol.

Berikut

adalah

gambar

dari

grafik

tingkatan

pembakaran

Proses atau tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin terbagi menjadi


empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode-periode tersebut
adalah :

1. Keterlambatan pembakaran (Delay Periode)


Periode pertama dimulai dari titik 1 yaitu mulai disemprotkannya
bahan bakar sampai masuk kedalam silinder, dan berakhir pada titik 2.
perjalanan ini sesuai dengan perjalanan engkal sudut a. Selama
periode ini berlangsung tidak terdapat kenaikan tekanan yang melebihi
kompresi udara yang dihasilkan oleh torak, dan selanjutnya bahan
bakar masuk terus menerus melalui nosel.
2.

Pembakaran cepat
Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar,

yang dipecah halus dan

sebagian menguap kemudian siap untuk

dilakukan pembakaran. Ketika bahan bakar dinyalakan yaitu pada titik


2, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan
mendadak sampai pada titik 3 tercapai. Periode ini sesuai dengan
perjalanan sudut engkol b. yang membentuk tingkat kedua.
3.

Pembakaran Terkendali
Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan

bakar yang masih tetap disemprotkan (diinjeksikan) terbakar pada


kecepatan yang tergantung pada kecepatan penginjeksian serta
jumlah distribusi oksigen yang masih ada dalam udara pengisian.
Periode inilah yang disebut dengan periode terkendali atau disebut
juga pembakaran sedikit demi sedikit yang akan berakhir pada titik 4
dengan berhentinya injeksi. Selama tingkat ini tekanan dapat naik,
konstan ataupun turun. Periode ini sesuai dengan pejalanan engkol
sudut c, dimana sudut c tergantung pada beban yang dibawa beban
mesin, semakain besar bebannya semakin besar c.
4. Pembakaran pasca (after burning)
Bahan bakar sisa dalam silinder ketika penginjeksian berhenti
dan akhirnya terbakar. Pada pembakaran pasca tidak terlihat pada
diagram, dikarenakan pemunduran torak mengakibatkan turunnya
tekanan meskipun panas panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian
akhir bahan bakar.

Dalam pembakaran hidrokarbon yang biasa tidak akan terjadi gejala


apabila memungkinkan untuk proses hidrolisasi. Hal ini hanya akan terjadi
bila pencampuran pendahuluan antara bahan bakar dengan udara
mempunyai waktu yang cukup sehingga memungkinkan masuknya
oksigen ke dalam molekul hidrokarbon. (Yaswaki. K, 1994)
Bila oksigen dan hidrokarbon tidak bercampur dengan baik maka
terjadi proses cracking dimana akan menimbulkan asap. Pembakaran
semacam ini disebut pembakaran tidak sempurna.

Ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi pada pembakaran mesin


berbensin, yaitu: Pembakaran yang terjadi pada motor bensin terdapat 2
(dua) kemungkinan yang terjadi yaitu :
a.

Pembakaran normal
Pembakaran normal terjadi bila bahan bakar dapat terbakar
seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Mekanisme
pembakaran normal dalam motor bensin dimulai pada saat terjadinya
loncatan bunga api pada busi, kemudian api membakar gas bakar
yang berada disekitarnya sehingga semua partikelnya terbakar habis.
Didalam pembakaran normal, pembagian nyala api terjadi merata
diseluruh bagian. Pada keadaan yang sebenarnya pembakaran
bersifat komplek, yang mana berlangsung pada beberapa phase.
Dengan timbulnya energi panas, maka tekanan dan temperatur naik
secara

mendadak,

sehingga

piston

terdorong

menuju

TMB.

Pembakaran normal pada motor bensin dapat ditunjukkan pada


gambar grafik dibawah sebagai berikut :

Gambar 2.6. Pembakaran campuran udara-bensin dan


perubahan tekanan didalam silinder (New Traning Manual, PT.
Toyota Astra Motor, 1996)
Gambar grafik diatas dengan jelas memperlihatkan hubungan
antara tekanan dan sudut engkol, mulai dari penyalaan sampai akhir
pembakaran. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa beberapa derajat
sebelum piston mencapai TMA, busi memberikan percikan bunga api
sehingga mulai terjadi pembakaran, sedangkan lonjakan tekanan dan
temperatur mulai point 2, sesaat sebelum piston mencapai TMA, dan
pembakaran point 3 sesaat sesudah piston mencapai TMA.
b. Pembakaran tidak normal
Pembakaran tidak normal terjadi bila bahan bakar tidak ikut
terbakar atau tidak terbakar bersamaan pada saat dan keadaan yang
dikehendaki. Pembakaran tidak normal dapat menimbulkan detonasi
(knocking) yang memungkinkan timbulnya gangguan dan kesulitan-

kesulitan pada motor bakar bensin. Fenomena-fenomena yang


menyertai pembakaran tidak sempurna, diantaranya :
1. Detonasi
Seperti telah diterangkan sebelumnya, pada peristiwa
pembakaran normal api menyebar keseluruh bagian ruang bakar
dengan kecepatan konstan dan busi berfungsi sebagai pusat
penyebaran. Dalam hal ini gas baru yang belum terbakar
terdesak oleh gas yang sudah terbakar, sehingga tekanan dan
suhunya naik sampai mencapai keadaan hampir terbakar. Jika
pada saat ini gas tadi terbakar dengan sendirinya, maka akan
timbul

ledakan

(detonasi)

yang

menghasilkan

gelombang

kejutan berupa suara ketukan (knocking noise)

2. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya Detonasi


Pada lapisan yang telah terbakar akan berekspansi. Pada
kondisi lapisan yang tidak homogen, lapisan gas tadi akan
mendesak lapisan gas lain yang belum terbakar, sehingga
tekanan dan suhunya naik. Bersamaan dengan adanya radiasi
dari ujung lidah api, lapisan gas yang terdesak akan terbakar
tiba-tiba.

Peristiwa

ini

akan

menimbulkan

letupan

mengakibatkan terjadinya gelombang tekanan yang kemudian


menumbuk piston dan dinding silinder sehingga terdengarlah
suara ketukan (knocking) yaitu yang disebut dengan detonasi.

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya detonasi antara lain


sebagai berikut :
a) Perbandingan kompresi yang tinggi, tekanan kompresi,
suhu pemanasan campuran dan suhu silinder yang
tinggi.
b) Masa pengapian yang cepat.
c) Putaran mesin rendah dan penyebaran api lambat.
d) Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat,
serta jarak penyebaran api terlampau jauh.
Proses terjadinya detonasi dapat ditunjukkan pada (gambar 2.7)
dibawah :

Gambar 2.7. Proses terjadinya detonasi


Gambar diatas menjelaskan bahwa detonasi (knocking) terjadi
karena bahan bakar terbakar sebelum waktunya. Hal ini terjadi
pada saat piston belum mencapai posisi pembakaran, tetapi
bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.

Kesetabilan kimia dan kebersihan bahan bakar

Kestabilan kimia bahan bakar sangat penting, karena berkaitan


dengan kebersihan bahan bakar yang selanjutnya berpengaruh terhadap
sistem pembakaran dan sistem saluran. Pada temperatur tinggi, bahan
bakar sering terjadi polimer yang berupa endap(an)-endapan gum (getah)
ini berpengaruh kurang baik terhadap sitem saluran misalnya pada katupkatup dan saluran bahan bakar
Bahan

bakar

yang

mengalami

perubahan

kimia,

menyebabkan

gangguan pada proses pembakaran. Pada bahan bakar juga sering


terdapat saluran/senyawa yang menyebabkan korosi, senyawa ini antara
lain : senyawa belerang, nitrogen, oksigen, dan lain-lain , kandungan
tersebut pada gas solin harus diperkecil untuk mengurangi korosi, korosi
dari senyawa tersebut dapat terjadi pada dinding silinder, katup, busi,
dan lainya, hal inilah yang menyebabkan awal kerusakan pada
mesin.mbakaran, tetapi bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai