Anda di halaman 1dari 18

UJI VARIASI TIMING PENGAPIAN VS RPM DAN KONSUMSI

(PERTAMAX)

Kelompok 6
Anggota
Putri Pertiwi (5202414052)
Ahmad Sulaiman (5202414055)
Agung Abdillah (5202414058)
Gigih Gustomo (5202414083)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

BAB I
KAJIAN TEORITIS
1. Latar Belakang
Berdasarkan Buku Pedoman Pemeliharaan Mesin Toyota Kijang Seri
5K, yang diterbitkan oleh pabrik mobil Toyota pada tahun 1997, octane selector
sistem pengapian yang terdapat pada mesin berbahan bakar bensin kendaraan
Toyota Kijang 4 silinder dianjurkan untuk diputar tangan ke arah A (Advans/maju)
sehingga saat pengapian menjadi dimajukan atau ke arah R (Reverse) sehingga
saat pengapian menjadi dimundurkan. Kegiatan tersebut dilakukan jika pemakaian
bahan bakar bensin pada mesin kendaraan diubah dari premium ke pertamax
(diputar ke arah A) atau sebaliknya dari pertamax ke premium (diputar ke arah R).
Memajukan atau memundurkan sat pengapian tersebut dimaksudkan agar
dihasilkan engine performance yang optimal dan tidak terjadi knoking setelah
penggantian jenis bahan bakar bensin. Maksud dari adanya octane selector
tersebut baik, tetapi kelemahannya tidak terdapat kepastian harus berapa putaran
octane selector diputar untuk menghasilkan hasil penyetelan saat pengapian
yang tepat dan sesuai dengan angka octane pada bensin premium atau pertamax.
Octane selector hanya diputar dengan perasaan saja sampai didapatkan tarikan
mesin yang lebih baik dan bunyi mesin yang halus tanpa suara nglitik.
Untuk memperoleh pengaruh yang pasti antara penyetelan saat pengapian
terhadap engine performance, maka melalui penelitian eksperimental ini,
dilakukan dengan mengetes mesin 4 silinder (seri 5K) berbahan bakar bensin
premium pada dynamometer (alat pengetes engine performance), sehingga akan
diketahui pengaruh 5 perubahan penyetelan saat pengapian terhadap engine
performance yang dihasilkan (daya, momen dan pemakaian bahan bakar).
Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui dengan pasti penyetelan saat
pengapian yang seharusnya disetel oleh mekanik mobil, termasuk melalui
pemutaran octane selector, sehingga dihasilkan unjuk kerja mesin (engine
performance) yang optimal dan tidak menimbulkan knoking mesin.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang ada maka ada beberapa


permasalahan yang dapat dirumuskan:
1). Bagaimanakah pengaruh penyetelan saat pengapian (ignition timing) yang
dimajukan/dicepatkan terhadap unjuk kerja mesin (engine performance)
yang dihasilkan?
2). Bagaimanakah pengaruh penyetelan saat pengapian(ignition timing) yang
dimundurkan/dilambatkan unjuk kerja mesin (engine performance) yang
dihasilkan?
3. Kajian Teori

Mesin yang rnenjadi obyek penelitian adalah merk Toyota, seri mesin 5K,
volume silinder 1290 cc, bahan bakar bensin pertamax, jumlah silinder 4,
perbandingan kornpresi 9, pembentuk campuran karburator, sistem pengapian
konvensional, saat pengapian standar 8o p.e pada 750 rpm. Peralatan tes yang
digunakan adalah dynamometer dan lampu timing.
Mesin mobil atau engine merupakan sumber atau pembangkit tenaga
mekanis yaitu mesin yang merubah tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga
mekanis. Prinsip kerja mesin bensin dalam setiap siklusnya terdiri atas 4 langkah,
langkah pertama adalah langkah pengisapan campuran bahan bakar dan udara,
selanjutnya campuran tersebut dikompresi dan pada beberapa derajat poros engkol
sebelum akhir kompresi busi memercikkan bunga api sehingga terjadilah
pembakaran campuran bensin dan udara. Tekanan tinggi gas hasil pembakaran
tersebut menghasilkan tenaga mekanis pada torak dan diteruskan pada mekanisme
engkol, langkah ini dikenal sebagai langkah usaha dan dilanjutkan dengan langkah
buang untuk membuang gas bekas ke atmosfer. Selanjutnya siklus empat langkah
terulang kembali seperti semula dan seterusnya. Tenaga mekanis (power) pada
roda gaya diujung poros engkol selanjutnya diteruskan ke pemindah tenaga untuk
menjalankan kendaraan.
Gambar 1. Sistem Pengapian Baterai Konvensional
Sumber:Tim WI, Sistem Pengapian,PPPPTK BOE Malang,2014
Loncatan bunga api pada setiap busi sesuai dengan saat pengapian
(ignition timing) yang telah ditentukan tersebut diatas dan dengan urutan
pengapian yang sesuai dengan FO (Firing Order) mesin adalah hasil dari
sistem pengapian (ignition system). Untuk dapat menghasilkan loncatan bunga
api pada busi yang mampu mulai membakar campuran bahan bakar dan udara
di dalam silinder diperlukan tegangan listrik yang tinggi yaitu antara 5000
volt sampai dengan 25000 volt, sementara tegangan sumber yang ada pada
kendaraan adalah tegangan baterai 12 volt. Perubahan tegangan tinggi tersebut
diperoleh melalui transformasi tegangan listik dalam system pengapian.
Komponen sistem perrgapian baterai terdiri dari baterai, kunci kontak,
tahanan balast, koil, distributor (yang didalamnya terdapat kontak
pemutus/platina), kondensator dan sistem advans, busi, kabel rangkaian primer
dan kabel rangkaian sekunder (kabel busi).
Pada saat mesin bekerja, maka poros distibutor berputar. Oleh karena
mesin bensin 4 tak 4 silinder pada ujung poros distibutor berbentuk 4 tonjolan (4
nok), maka kontak pemutus (platina) akan terbuka - tertutup 4 kali setiap 1
putaran poros distributor. Setiap kontak pemutus mulai membuka, maka terjadi
loncatan bunga api busi, sehingga setiap 1 putaran poros distributor menghasilkan
4 kali loncatan bunga api pada 4 busi dalam mesin (setiap busi terdapat 1 loncatan
bunga api).
Penjelasan rinci cara kerja sistem pengapian baterai konvensional pada
kendaraan adalah sebagai berikut: Saat kontak pemutus tertutup, arus akan
mengalir dari baterai + ke kunci kontak - ke rangkaian primer koil - ke kontak
pemutus - ke massa dan kembali ke baterai dan seterusnya. Akibatnya timbut
kemagnetan pada koil. Perubahan kemagnetan dari sebelumnya tidak ada
magnet (saat kontak pemutus terbuka) menjadi ada kemagnetan (saat kontak
permutus tertutup) akan menimbulkan induksi, tetapi karena perubahan
kemagnetannya lambat, maka tegangan induksi yang timbul kecil, sehingga
pada busi tidak timbul loncatan bunga api.
Saat kontak pemutus terbuka, aliran arus yang sebelumnya terjadi pada
saat kontak pemutus tertutup akan terputus, maka kemagnetan yang
sebelunmya ada pada kumparan koil juga akan hilang. Dengan adanya
kondensator,perubahan kemagnetan (dari sebelumnya ada magnet menjadi
tidak ada magnet) menjadi cepat, maka terjadi tegangan induksi yang besar
pada rangkaian sekunder (5.000 s.d. 25.000 Volt) sehingga terjadi adanya
loncatan bunga api pada busi.
Pada sistem pengapian dikenal istilah sudut dwell, yaitu besamya
derajat sudut poros nok distributor saat kontak pemutus tertutup. Besarnya
sudut dwell akan menentukan lamanya kontak pemutus tertutup, yang berarti
akan menentukan besarnya arus primer.
Dengan sudut dwell yang terlalu kecil (celah kontak besar) waktu
tertutupnya kontak pemutus menjadi lebih pendek, arus primer tidak mencapai
maksimumnya, maka tegangan induksi menjadi kurang. Sebaliknya jika sudut
dwell lebih besar (celah kontak kecil), arus primer dapat mencapai
maksimumnya, tetapi karena jika terlalu lama kontak pemutus cepat
aus/rusak.
Gambar 2. Sudut Pengapian dan Sudut Dwell
Sumber : Ibid, Hal. 4
Ignition timing terjadi pada saat kontak pemutus mulai terbuka. Jika
sudut dwell berubah karena adanya keausan tumit ebonit kontak pemutus,
maka ignition timing yang telah ditetapkan/disetel, juga akan berubah.Sudut
dwell yang berubah semakin besar akan mengakibatkan saat pengapian
berubah semakin lambat, sebaliknya sudut dwelt yang berubah semakin kecil
mengakibatkan ignition timing berubah semakin cepat/maju.
Saat pengapian pada suatu mesin tidak statis, artinya ignition timing
dikonstruksi dapat berubah sendiri menyesuaikan dengan beban dan putaran
mesin. Pengajuan saat pengapian tersebut dikenal dengan istilah advans
ignition timing. Advans sentrifugal berfungsi untuk memajukan ignition timing
berdasarkan putaran mesin. Semakin naik putaran mesin ignition timing
semakin dimajukan. Ignition timing perlu dimajukan bersamaan dengan
naiknya putaran mesin, supaya tekanan maksimum pembakaran selalu tetap
dekat setelah TMA. Jika putaran mesin naik dan saat pengapian tetap seperti
pada putaran rendah/stasioner, maka tekanan pembakaran maksimum akan
berada jauh setelah TMA, hal ini akan menghasilkan daya mesin yang tidak
optimal.
Gambar 3. Advans Sentrifugal
Sumber : Ibid, Hal. 8
Mekanisme advans senuifugal seperti terlihat pada gambar 3a yang
menunjukkan advans sentrifugal pada putaran rendah, bobot sentrifugal belum
mengembang sehingga posisi antara poros nok dan poros distributor yang
seporos belum berubah, maka posisi mulai terbukanya kontak pemutus tetap,
sehingga saat pengapian tetap. Jika putaran mesin naik, bobot sentrifugal
semakin mengembang (gambar 3b), maka saat posisi poros nok menjadi lebih
maju dari posisi poros distributor, sehingga saat mulai terbukanya kontak
pemutus menjadi maju, saat pengapian menjadi maju.
Pada saat beban menengah, katup gas pada karburator hanya terbuka
sedikit dan campuran bahan bakar udara kondisinya kurus, maka campuran bahan
bakar-udara yang masuk ke silinder sedikit dan campurannya kurus. Akibatnya
tekanan akhir kompresi lebih rendah dan proses pembakaran menjadi lebih
lama. Agar tekanan maksimum hasil pembakaran tetap dekat setelah TMA,
maka saat pengapian pada beban menengah harus dimajukan. Jika proses
pembakaran berlangsung lebih lama dan saat pengapian tetap, akan
mengakibatkan tekanan pembakaran maksimum berada jauh setelah TMA
sehingga daya mesin menjadi tidak optimal.
Gambar 4. Advans Vakum
Sumber : Ibid, Hal. 11
Pada gambar 4a ditunjukkan kondisi advans vakum pada saat belum
bekerja yaitu pada saat beban rendah/katup gas hampir tertutup dan pada saat
beban penuh/katup gas terbuka penuh.
Sedangkan gambar 4b menunjukkan advans vakum bekerja, isapan/
vakum mampu menarik membran, melalui tuas yang ada akan menarik
dudukan kontak pemutus, sehingga kontak pemutus akan bergerak maju
berlawanan arah putaran nok, sehingga kontak pemutus menjadi lebih cepat
terbuka (tumit ebonit kontak pemutus lebih cepat ditekan nok), maka ignition
timing menjadi lebih maju.
Pembakaran bahan bakar didalam silinder memerlukan waktu, rata-rata
sekitar 2 mili detik. Proses pembakaran dimulai dengan terjadinya loncatan
bunga api listrik pada busi atau yang dikenal dengan saat pengapian. Untuk
mendapatkan tekanan maksimum pembakaran berada beberapa derajat setelah
TMA, sehingga daya motor optimal, maka saat pengapian harus terjadi sebelum
TMA. Ignition timing yang tepat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran ruang
bakar, posisi loncatan bunga api dalam ruang bakar, kualitas dan homogenitas
campuran bahan bakar-udara.Seperti ditunjukkan dalam garnbar 5, jika saat
pengapian terlalu maju/cepat,tekanan pembakaran juga akan mengerem gerakan
torak ke TMA dan akan menimbulkan detonasi yang akan merusakkan
komponen motor.
Ignition timing yang tepat akan menghasilkan tekanan maksimum
pembakaran yang berada sedikit beberapa derajat setelah TMA, sehingga
menghasilkan daya yang optimal, sedangkan jika saat pengapian terlalu
mundur/lambat, maka proses pernbakaran akan berlangsung bersamaan dengan
gerakan torak ke TMB, tekanan pembakaran maksimum akan berada jauh
setelah TMA, sehingga daya motor yang dihasilkan tidak optimal.
Saat pengapian yang seharusnya disetel mesin mesin 5k Toyota adalah 8o
p. e sebelum TMA yang harus disetel pada putaran idle/stasioner sekitar 750 -
850 rpm. Bila penyetelan putaran idle terlalu tinggi, saat pengapian akan
dimajukan oleh sistem advans di dalam distributor, akibatrya penyetelan menjadi
salah. Pada distributor yang dilengkapi dengan oktan selektor (Toyota),
penyetelan ignition timing dapat dilakukan melalui oktan selektor, dengan
memutar baut penyetel. Hal tersebut. bisa dilaksanakan jika kesalahan ignition
timing hanya sedikit, misalnya karena bahan bakar bensin berubah dari premium
ke pertamax atau sebaliknya.
Pada motor bakar torak, daya yang berguna ialah daya poros, karena
poros itulah yang menggerakkan beban. Daya poros itu sendiri dibangkitkan oleh
daya indikator yang berasal dari pembakaran campuran bahan bakar dengan
udara menurut perbandingan tertentu.
Campuran bahan bakar dan udara tersebut pada motor bensin dinyalakan
oleh busi beberapa saat sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA).
Sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik,
misalnya gesekan antara torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros
dengan bantalannya.
Bahan Bakar

Bahan bakar adalah bahan-bahan yang dapat digunakan dalam proses


pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar tersebut, pembakaran tidak akan mungkin
dapat berlangsung. Ada berbagai jenis bahan bakar yang dikenal dalam kehidupan
sehari-hari. Bahan bakar nabati, mineral, dan fosil merupakan bahan bakar yang
digolongkan berdasarkan asalnya. Bila dilihat dari bentuknya, bahan bakar ada
tiga jenis, yaitu: padat, cair, dan gas.
Bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran yang berbeda-
beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat-sifat dalam proses pembakaran,
dimana sifat yang kurang menguntungkan dapat disempurnakan dengan jalan
menambahkan bahan-bahan kimia ke dalam bahan bakar tersebut dengan harapan
akan mempengaruhi daya anti knocking atau daya letup dari bahan bakar dan
dalam hal ini menunjuk apa yang dinamakan dengan bilangan oktan.
Bilangan oktan adalah prosentase volume iso-oktana di dalam campuran
antara iso-oktana dengan normal-heptana yang menghasilkan intensitas knocking
atau daya ketukan dalam proses pembakaran. Iso-oktana sangat tahan terhadap
ketukan atau dentuman yang diberi bilangan oktan 100, heptana yang sangat
sedikit tahan terhadap dentuman diberi bilangan 0. Bilangan oktan untuk bensin
adalah setara dengan banyaknya prosentase iso-oktana dalam campuran itu.
Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus dengan
rumus kimia CnH2n+2, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan Cn. Dengan kata
lain, bensin terbuat dari molekul yang hanya terdiri dari hydrogen dan karbon
saling terikat satu dengan lainya sehingga membentuk rantai.
Di Indonesia terdapat beberapa bahan bakar jenis bensin yang memiliki
nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ditemukan
berdasarkan nilai RON (Reserch Octane Number). Ada beberapa jenis bensin
berdasarkan RON. Pertama, Premium (RON 88) adalah bahan bakar minyak jenis
distilat berwarna kuning jernih. Warna tersebut akibat adanya zat pewarna
tambahan (dye). Umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan
bermesin bensin, seperti mobil, sepeda motor, dan motor tempel. Bahan bakar ini
sering juga disebut motor gasoline atau petrol. Kedua, Pertamax (RON 92)
ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan
tinggi tanpa timbel (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan
yang diproduksi di atas tahun 1990, terutama yang telah menggunakan teknologi
setara dengan Electronic Fuel Injection dan catalytic converters. Ketiga, Pertamax
Plus (RON 95), jenis BBM ini mempunyai nilai oktan tinggi (95). Pertamax dan
pertamax plus dipasarkan sejak 10 Desember 2002. Pertamax Plus ditujuka untuk
kendaraan berteknologi mutakhir yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar
beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamax Plus sangat direkomendasikan
untuk kendaraan yang memiliki perbandingan kompresi lebih besar dari 10,5 dan
menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing
Intelligent (VVT-I pada Toyota, VVT pada Suzuki, VTEC pada Honda dan
VANOS/Valvetronic pada BMW), turbochargers, serta catalic converters.

Karakteristik Pertamax 92

BAB II
PROSES EKSPERIMEN
1. Mesin dan Alat yang digunakan
Mesin : Toyota Kijang Seri 5 K Alat
Toolbox set
o Timing Light
o Tacho Meter
o Bahan Bakar (pertamax 92)
o Stop Watch
o Buret
o Batrai
o Multimeter
2. Prosedur Eksperimen
a. Keselamatan Kerja
1. Memakai wearpack pada saat proses pengambilan data
2. Memepelajari jobsheet praktikum
3. Melakukan klarifikasi kepada instruktur apabila terdapat hal yang
tidak dimengerti
4. Melakukan praktikum sesuai SOP
b. Langkah Kerja
1. Tempatkan Engine stand dan perlengkapan praktikum pada tempat
kerja
2. Hidupkan mesin selama 5 menit untuk mencapai suhu kerja mesin
3. Lakukan prosedur tune up dan standarkan kondisi mesin
4. Lakukan prosedur eksperimen sesuai job sheet dan arahan yang
telah diberikan
c. Tuangkan pertamax kedalam buret
d. Nyalakan engine yang sudah di tune up
e. Lakukan penyetelan/variasi timing sesuai jobsheet dan lakukan masing-
masing 2 kali percobaan
f. Setelah dikondisikan kemudian catat waktu konsumsi bahan bakar per 10
cc
g. Setelah proses pengambilan data selesai, kembalikan kondisi mesin ke
keadaan standar.
h. Matikan engine dan kemudian bersihkan peralatan yang digunakan
i. Kembalikan semua peralatan praktikum ke tempat semula.

Hasil Eksperimen
Tabel 1. Variasi timing pengapian Vs Rpm dan Konsumsi
IG timing RPM konsumsi bahan bakar (10ml / time)
BTDC 1 2 mean 1 2 mean
8 750 780 765 38.20 39.98 39.02
15 885 884 884.5 38.56 37.84 38.20
10 802 816 809 39.61 39.32 39.47
5 820 819 819.5 36.92 36.55 36.74
0 756 752 754 38.27 38.05 38.16

Grafik 1. Variasi timing pengapian Vs Rpm dan Konsumsi


PENGARUH VARIASI TIMING PENGAPIAN TERHADAP RPM DAN KONSUNSI BAHAN BAKAR/ 10 CC
900 884.5 39.47 40
39.09
850 38.2 819.5 38.1639
809
38
RPM 800765 36.74 WAKTU (DETIK)
75437
750 36

700 35
8 15 10 5 0

TIMING PENGAPIAN

Rpm mean konsumsi rata-rata

BAB III

PEMBAHASAN

Pada Tabel di di bawah adalah hasil uji yang kami lakukan pada engine
stand Toyota Kijang 5 K dari hasil tersebut ada beberapa fenomena yang terjadi
saat pengujian.
Grafik 2. Pengaruh Variasi Timing Pengapian Terhadap Rpm

PENGARUH VARIASI TIMING PENGAPIAN


TERHADAP RPM
900 884.5 39.47
39.09
850 38.2 819.5 38.16
809

RPM 800
765 36.74
754
750

700
8 15 10 5 0

TIMING PENGAPIAN
Grafik 3. Pengaruh Variasi Timing Pengapian Terhadap Konsunsi Bahan Bakar/
10 Cc

PENGARUH VARIASI TIMING PENGAPIAN TERHADAP KONSUNSI BAHAN BAKAR/ 10 CC


40 39.47
39.09
39
38.2 38.16
38
WAKTU (DETIK) 36.74
37

36

35
8 15 10 5 0

TIMING PENGAPIAN

1. Timing Pengapian 8o
Pada saat Timing Pengapian berada pada 8 o didapatkan hasil : RPM pada
putaran stasioner rata-rata 765 dan konsumsi bahan bakar 10 ml dalam waktu
29,02 detik, kondisi mesin pada 8o tersendat sendat.

2. Timing Pengapian 15o


Pada saat timing pengapian berada pada 15o didapatka rpm dengan rata-rata
884,5 dan menghabiskan 10 ml bahan bakar dalam waktu 28,20 detik.
Kondisi mesin kurang responsif dan bahan bakar kurang terbakar sempurna.

3. Timing Pengapian 10o


Pada saat timing pengapian berada pada 10o didapatka rpm dengan rata-rata
809 dan menghabiskan 10 ml bahan bakar dalam waktu 39,47 detik. Kondisi
mesin normal.

4. Timing Pengapian 5o
Pada saat timing pengapian berada pada 5o didapatka rpm dengan rata-rata
819,5 dan menghabiskan 10 ml bahan bakar dalam waktu 36,74 detik.
Kondisi mesin

5. Timing Pengapian 0o
Pada saat timing pengapian berada pada 15o didapatka rpm dengan rata-rata
754 dan menghabiskan 10 ml bahan bakar dalam waktu 38,16 detik. Kondisi
mesin kurang responsif karena timing pengapian terlalu mundur.

BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan terdapat pengaruh variasi timing pengapian


terhadap RPM dan konsumsi bahan bakar pertamax 92.

1. Pengapian yang terlalu maju atau terlalu mundur mempengaruhi konsumsi


bahan bakar dan rpm mesin.

2. Sudut pengapian 15 o merupakan timing pengapian yang paling optimal


karena menghasilkan rpm yang tinggi dengan konsumsi bahan bakar yang
relatif irit.

o
3. Sudut pengapian 8 merupakan timing pengapian yang kurang optimal
dikarenakan menghasilkan rpm yang rendah dengan konsumsi bahan bakar
yang boros.

2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memberikan saran


agar masyarakat pengguna kendaraan bermotor khususnya mobil dengan
mesin Toyota Kijang 5K dan berbahan bakar pertamax (RON 92) agar
menyetel timing pengapian pada posisi 15 sebelum TMA. Karena
penelitian menunjukkan pada timing pengapian tersebut merupakan posisi
yang paling irit dari semua sample pengujian yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Tim WI.2014.Bahan Ajar Sistem Penqapian.PPPPTK BOE Malang.

Pratama, Rizki Y.N, & A. Grummy W. (2014). PENGARUH PENGGUNAAN


BAHAN BAKAR PERTAMAX DAN WAKTU PENGAPIAN
(IGNITION TIMING) TERHADAP PERFORMA MESIN DAN EMISI
GAS BUANG SEPEDA MOTOR SUPRA X 125CC TAHUN 2008.
JTM, 3(2), 244252.

Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai