Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rhyzal Kukuh Adji B.

NIM : 21504241024
Kelas : A

BASIC-BASIC IGNITION SYSTEM


A. Sistem Pengapian Konvensial
Proses pembakaran pada motor bensin dan motor diesel mempunyai konsep yang sama.
Perbedaan yang ada terletak pada proses dimulainya pembakaran. Pada motor diesel,
terbakamya campuran udara dan bahan bakar dimulai saat bahan bakar diinjeksikan ke dalam
ruang bakar. Sementara pada motor bensin, proses ini dimulai dengan adanya percikan bunga
api pada busi. Untuk dapat menghasilkan percikan bunga api ini diperlukan sistem pengapian
yang dapat mengubah tegangan rendah menjadi tegangan tinggi sehingga busi dapat
memercikkan bunga api di dalam ruang bakar. Sistem pengapian inilah yang menjadi ciri khas
dan yang membedakan motor bensin dan motor diesel.
Tegangan tinggi (antara 10.000 sampai dengan 30.000 volt) diperlukan agar busi dapat
meloncatkan listrik di antara elektrodanya di dalam ruang bakar. Tegangan puluhan ribu volt
tersebut ditujukan untuk melawan tahanan gap busi yang cukup beşar (jarak antara elektroda
tengah dan samping antara 0,7-1 mm) dan tahan pada ruang bakar. Pada ruang bakar, campuran
udara dan bahan bakar yang terkompresi juga mempunyai tahanan yang tinggi.
Kesimpulannya, kedua alasan inilah yang menyebabkan diperlukannya tegangan tinggi dari
sistem pengapian. Loncatan listrik pada ujung elektroda busi inilah yang merupakan loncatan
bunga api dan selanjutnya dapat memicu proses pembakaran.
Komponen-komponen yang terdapat pada sistem pengapian seperti terlihat pada
gambar berikut.

Fungsi komponen-komponen sistem pengapian tersebut adalah sebagai berikut:


1. Baterai berfungsi sebagai sumber energi listrik pada sistem pengapian.
2. Kunci kontak berfungsi sebagai pengontrol arus listrik bagi sistem pengapian
dengan memutus dan menghubungkan arus listrik.
3. Ignition coil berfungsi sebagai pengubah tegangan listrik dari tegangan rendah
menjadi tegangan tinggi. Ignition coil termasuk trafo step up.
4. Kontak pemutus/breaker point/platina berfungsi untuk memutus dan
menghubungkan arus primer pada rangkaian primer coil.
5. Kondensor berfungsi untuk mengurangi terjadinya percikan bunga api pada kontak
platina.
6. Distributor berfungsi untuk membagikan listrik ke busi sesuai dengan urutan
pengapian (firing order).
7. Busi berfungsi untuk memercikkan bunga api dengan cara meloncatkan listrik di
antara elektrodanya.
8. Centrifugal advancer berfungsi untuk mengubah atau memajukan saat pengapian
sesuai dengan perubahan/kenaikan putaran mesin.
9. Vacuum advancer berguna untuk memajukan/mengubah saat pengapian sesuai
dengan perubahan beban mesin.

B. Prinsip Kerja Sistem Pengapian Konvensional


Arus listrik mengalir dari baterai menuju kunci kontak. Pada saat starter arus listrik dari
ignition switch (kunci kontak) mengalir langsung menuju terminal B pada ignition coil,
sedangkan saat itu mesin hidup, arus dari kunci kontak terlebih dahulu melalui eksternal
resistor. Tujuannya untuk mengurangi efek pemanasan pada ignition coil.

1. Saat kontak point (platina) menutup


Pada saat platina menutup, arus dari kunci kontak mengalir ke ignition coil melalui
kumparan primer coil dan mendapatkan massa pada platina. Pada inti besi ignition coil akan
terjadi kemagnetan. Besarnya kemagnetan bergantung pada besarnya arus listrik yang
mengalir dan waktu/lamanya pengaliran arus listrik.
2. Kontak point membuka
Pada saat platina membuka, arus listrikyang mengalir melalui rangkaian primer coil
akan terputus akibat platina tidak dapat memberikan massa. Hal ini akan menyebabkan
kemagnetan pada inti besi coil menghilang. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya perubahan
garis gaya magnet pada sekitar inti besi. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya induksi
pada kumparan primer dan kumparan sekunder coil. Pada kumparan primer, besarnya induksi
menghasilkan tegangan ±300 volt, sedangkan pada saat yang bersamaan pada kumparan
sekunder menghasilkan tegangan sekunder sebesar ±10.000 volt. Tegangan ini selanjutnya
dialirkan ke distributor untuk dibagikan ke masing-masing busi pada silinder mesin sesuai
dengan urutan pengapian.
Secara umum, terdapat dua persyaratan utama dalam pengapian, yaitu kualitas api pada
busi dan waktu pengapian (timing ignition). Dari kualitas, tegangan pada busi harus tinggi
untuk dapat meloncatkan listrik pada elektrodanya sehingga menimbulkan bunga api.
Besarnya tegangan pada busi berkisar pada 10.000-30.000 volt. Tegangan ini diperhitungkan
cukup untuk melawan resistansi tambahan akibat proses kompresi pada mesin.
Sementara itu, ketepatan waktu pengapian dibutuhkan agar waktu yang diperlukan
untuk membakar campuran bahan bakar cukup, sehingga semua campuran dapat terbakar
dengan baik. Hal yang paling penting adalah proses pembakaran dapat menghasilkan tekanan
maksimal di dalam silinder yang tercapai pada titik yang ditetapkan, yaitu berkisar antara 100-
200 setelah TMA, tergantung pada desain dan konstruksi mesin (misalnya: besarnya offset
mesin). Titik terjadinya tekanan maksimum ini harus selalu dipertahankan agar tenaga dorong
pada torak yang dihasilkan oleh proses pembakaran dapat dimanfaatkan secara maksimal
menjadi tenaga.

Gambar Grafik tekanan pada proses pembakaran.


Terjadinya tekanan maksimum yang lebih awal menyebabkan gangguan pada mesin,
yaitu terjadinya knocking yang dapat merusak komponen mesin di dalam silinder akibat
tekanan yang tidak terkontrol. Sebaliknya, apabila tekanan maksimal berlangsung terlambat,
tekanan hasil pembakaran tidak dapat maksimal memberi gaya dorong pada piston akibat
penambahan volume ruang di atas piston yang sangat cepat, sehingga tekanan akan cenderung
konstan atau bahkan menurun.
Kenaikan putaran mesin akan menyebabkan semakin banyaknya campuran bahan bakar
udara yang harus dibakar. Karena tekanan maksimal hasil dipertahankan pada titik yang tetap,
maka mulainya pengapian harus berlangsung lebih awal atau pemajuan saat pengapian.
Mekanisme pemaju• saat pengapian (system advancer) pada sistem pengapian konvensional
terdiri atas dua jenis, yaitu vacuum advancer dan centrifugal advancer. Letak mekanisme
advancer dapat dilihat pada Gambar

Gambar Mekanisme pemaju saat pengapian.

Gambar Vacuum advancer


Vacuum advancer bekerja berdasarkan perubahan beban mesin atau pembukaan katup
throotle. Adapun centrifugal advancer bekerja berdasarkan putaran mesin. Kedua komponen
ini terpasang pada distributor. Pembukaan katup throttle pada karburator memengaruhi
besarnya tekanan negatif (vakum) pada diafragma. Semakin besar pembukaan throotle,
kevakuman dapat melawan tahanan pegas diafragma yang selanjutnya akan menggerakkan
link/tuas diafragma untuk memutar breaker plate ke arah pemajuan timing pengapian. Semakin
besar pembukaan throotle, maka akan semakin besar sudut pergerakan cam plate yang berarti
saat pengapian semakin maju. Pemajuan pengapian berdasarkan beban ini dibatasi pada
gerakan maksimum cam plate.
Gambar Centrifugal advancer
Pada mekanisme centrifugal advancer, pemajuan timing dilakukan berdasarkan putaran
mesin. Naiknya putaran mesin akan menambah besarnya gaya sentrifugal padagovernor
weight. Governor weight akan bergerak ke arah luar melawan tahanan pegas (return spring).
Semakin tinggi putaran maka gerakan governor weight akan semakin besar dan menggerakkan
cam base pada sudut yang lebih besar. Gerakan cam base akan memutar cam/ nok berlawanan
arah putaran poros distributor sehingga pembukaan dan penutupan kontak point akan
dipercepat atau terjadi pengajuan saat pengapian. Gerakan maksimal pemajuan pengapian
dengan centrifugal advancer ini terjadi pada saat weight pin mencapai ujung terluar dari Slot
pada cam base.

C. Kelemahan Sistem Pengapian Konvensional


Kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem pengapian konvensional dapat dijelaskan
seperti berikut.
1. Kelemahan unsur mekanis
Platina berfungsi untuk memutus dan menghubungkan arus primer pada rangkaian
primer ignition coil. Proses terhubung dan terputusnya listrik pada rangkaian primer ini adalah
karena pergerakan kontak platina yang digerakkan oleh cam pada poros distributor.
Pada putaran rendah, proses terhubungnya sisi positifdan negatif/massa pada platina
akan baik. Namun, pada putaran tinggi akibat pemegasan pada platina, maka akan timbul
tumbukan antara terminal, sehingga akan membuat hubungan ini menjadi tidak baik dan
menghasilkan gerakan yang dikenal dengan prelung atau pentalan. Pada saat putaran tinggi ini,
platina akan menyambung dengan kondisi bergetar sehingga penyambungan pemassaan pada
platina menjadi tertunda.
Di sisi lain, pada saat bekerja antara terminal pada platina akan menghasilkan tumbukan
sehingga akan mengakibatkan percepatan keausan secara mekanis. Kondisi ini akan
menyebabkan perubahan jarak atau gap platina yang pada akhirnya memengaruhi besarnya
sudut dwell. Apabila terjadi perubahan pada sudut dwell, maka akan berakibat penurunan pada
kualitas tegangan pengapian yang dihasilkan oleh sistem pengapian pada busi. Untuk
mengatasi masalah ini, secara periodik perlu dilakukan penyetelan sudut dwell dengan
mengatur gap pada platina sesuai dengan spesifikasinya.
Pemasangan kondensor pada rangkaian primer bertujuan untuk mencegah loncatan
bunga api pada kontak platina. Kenyataannya, tingginya tegangan induksi primer tidak dapat
diserap secara menyeluruh oleh kondensor sehingga akan tetap menimbulkan percikan bunga
api pada platina. Situasi ini juga akan mempercepat keausan pada platina karena loncatan listrik
ini seperti loncatan api pada busur las listrik. Putaran mesin yang berubah-ubah akan
menghasilkan tegangan induksi yang berubah pula. Padahal kapasitas kondensor bersifat tetap,
dan perlu diingat bahwa kondensor akan bisa berfungsi dengan maksimal apabila bekerja pada
tegangan spesifikasinya. Dengan demikian, kondensor tidak akan mampu menyerap listrik dan
mencegah loncatan listrik pada platina secara utuh. Oleh karena itu, platina akan menjadi lebih
cepat aus akibat adanya loncatan bunga api ini. Di samping itu pula, adanya loncatan listrik
menggambarkan masih adanya pengaliran arus listrik pada rangkaian primer.
2. Penurunan tegangan sekunder
Pada saat pemutusan arus listrik, gerakan platina dalam membuka tidak langsung dapat
memutus arus primer sehingga kondisi ini dapat menunda pemutusan arus listrik. Pada
tegangan yang tinggi, listrik akan dapat meloncat, apalagi didukung dengan keterbatasan
kemampuan kondensor menyerap arus listrik seperti dikemukakan sebelumnya. Dengan
demikian, tegangan induksi sekunder yang diharapkan tinggi akan menjadi berkurang,
terutama pada putaran tinggi yang disebabkan Oleh kelambatan pemutusan arus listrik pada
rangkaian primer.
Apabila putaran mesin semakin tinggi, maka waktu yang dibutuhkan untuk membentuk
kemagnetan pada inti besi coil juga akan semakin berkurang. Dengan kata Iain, semakin tinggi
putaran mesin maka akan semakin sedikit waktu yang dipergunakan untuk memassaan coil.
Hal ini akan mengurangi besarnya kemagnetan yang timbul pada inti besi coil, yang
selanjutnya juga akan mengurangi tegangan induksi yang dihasilkan coil. Kondisi ini dapat kita
buktikan dengan pengukuran tegangan sekunder pada putaran tinggi yang terlihat semakin
menurun. Untuk itu perlu dipertimbangkan penyesuaian sudut dwell agar waktu pemassaan
coil menjadi cukup dan tidak mengurangi tingginya tegangan induksi yang dihasilkan.
3. Pengaturan pengajuan pengapian yang kurang sensitif
Pada saat penambahan putaran mesin akan dibutuhkan saat pengapian yang lebih maju.
Semakin tinggi putaran mesin maka waktu pembakaran pada siklus kerja mesin akan menjadi
lebih singkat. Sementara itu, terjadinya tekanan maksimal sebagai hasil proses pembakaran di
dalam silinder harus terjadi pada saat yang sama atau tetap, yaitu berkisar antara 100 - 200
setelah TMA.
Pengajuan sistem pengapian sebagai fungsi dari centrifugal advancer dilakukan secara
mekanis, yaitu memajukan saat pengapian berdasarkan asas gaya sentrifugal yang dihasilkan
oleh putaran bandul (weight) yang diputar oleh poros distributor. Mengingat desain centrifugal
advancer yang terdiri atas komponen mekanis, maka kemampuannya akan terbatas, yaitu saat
pengajuan pengapian yang terbatas dan bergantung pada kekuatan pegas. Kemampuan pegas
dapat menurun sebagai akibat dari keausan pegas. Oleh karena itu, faktor pemaju pengapian
dengan model centrifugal advancer memiliki keterbatasan.
Pemaju saat pengapian yang lain adalah berdasarkan perubahan beban mesin, atau
dengan kata lain tergantung pada pembukaan katup throotle (katup/skep gas) pada intake
manifold (karburator). Dengan menyensor besarnya/perubahan kevakuman pada intake
manifold, saat pengapian akan dimajukan. Semakin besar pembukaan katup throotle, semakin
besar kevakuman dan saat pengapian akan menjadi lebih maju.
4. Tidak ada pengaturan perubahan sudut dwell
Dwell diukur dari sudut lamanya pemassaan rangkaian primer pada ignition coil. Pada
sistem pengapian konvensional, besarnya sudut dwell relatif bernilai tetap. Misalnya untuk
mesin 4 silinder bernilai 52 0 ± 20. Putaran mesin kendaraan yang sangat bervariasi tentunya
akan berdampak pada perubahan lamanya pemassaan pada coil. Dengan ungkapan Iain,
semakin tinggi putaran maka semakin sedikit waktu untuk pemassaan ini. Hal ini akan
berdampak pada saat putaran tinggi, tegangan tinggi yang dihasilkan akan menurun. tlntuk itu
diperlukan sudut dwell yang bewariasi yang dapat disesuaikan dengan putaran mesin sehingga
waktu pemassaan arus primer akan cukup.

SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK

A. Capasitor Discharge Ignition (CDI)


Model sistem pengapian elektronik jenis CDI bekerja berdasarkan prinsip pengisian
dan pengosongan kapasitor. Untuk kerja sistem pengapian CDI jauh lebih baik dibandingkan
dengan model konvensional, terutama pada kestabilan tegangan tinggi yang dihasilkan pada
semua putaran mesin. Sistem CDI banyak diaplikasikan untuk mesin putaran tinggi karena
kemampuannya bekerja pada frekuensi yang tinggi. Aplikasi sistem ini banyak dijumpai
terutama pada kendaraan-kendaraan ringan (sepeda motor). Berdasarkan sumber arus
pembangkitnya, sistem CDI analog dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu CDI arus AC dan
CDI arus DC. Ditinjau dari sistem kerja, juga terdapat dua jenis CDI, yaitu CDI analog dan
CDI Digital.
Pada sistem CDI AC, sumber arus diperoleh langsung dari generator berupa arus AC
dengan besar tegangan ± 100V. Sebaliknya untuk jenis DC, sumber listrik diperoleh dari
sumber baterai 12 volt. Selanjutnya, CDI akan menaikkan tegangan ini menjadi 200 volt hingga
400 volt sebelum masuk atau disimpan pada kapasitor utama.
CDI memiliki dua komponen utama, yaitu kelompok kapasitor sebagai perigontrol
tegangan, penyimpan, dan pelepas muatan listrik. Adapun kelompok lain adalah sebagai
pengatur saat pengapian yang terdiri atas sebuah thyristor/SCR yang berfungsi membentuk
rangkaian tertutup antara kumparan primer coil dan kapasitor. Di samping itu, kelompok
gerbang thyristor ini juga berfungsi untuk mengontrol tegangan signal induktif (pulser) untuk
penyesuaian saat pengapian sesuai dengan putaran mesin. CDI mengontrol perubahan
sumber/catudaya 12 V ke 400 V yang digunakan untuk mengisi kapasitor dengan tegangan
penyimpanan sebesar 400 V. Ini diperlukan untuk mencapai tingkat energi untuk
mengoperasikan sistem pengapian.
1. Cara Kerja CDI
a. Cara kerja rangkaian pengapian CDI
1) Pengisian kapasitor (charging)
Pada sistem pengapian CDI AC, putaran mesin menghasilkan tegangan AC pada spul
pengapian sebesar 200-350 volt. Tegangan tersebut menjadi input CDI dan diubah menjadi
tegangan DC oleh sebuah dioda (DI). Tegangan DC tersebut digunakan untuk mengisi
kapasitor (Cl) dan kumparan primer coil. Arus pengisian mengalir selama 1 putaran crankshaft
ketika gerbang gate SCR tertutup.
Pada CDI DC, tegangan input adalah tegangan DC 12 V dari baterai. Sebelum masuk ke
kapasitor, tegangan tersebut dinaikkan sampai 200-350 volt dengan sirkuit DC to DC inverter
yang terdiri atas dua komponen utama, yaitu IC penyetabil tegangan dan trafo step up.

2) Pengosongan kapasitor (discharge)


Saat pulser menghasilkan tegangan (0, 7-2,0 volt), gerbang gate SCR terbuka sehingga
anoda dan katoda terhubung. Arus yang tertampung pada kapasitor mengalir menuju massa
melalui anoda dan katoda SCR secara spontan sehingga terjadi perubahan arah arus dan
penghentian aliran pada primer coil secara mendadak. Pada kumparan primer terjadi perubahan
garis gaya magnet. EMF pada kumparan primer membangkitkan EMF pada kumparan
sekunder yang dikenal dengan induksi (mutual induction effect) dan menghasilkan tegangan
tinggi (20.000-30.000 volt). (www.transmic.net, diakses 2-03-2009).
b. Pengaturan saat pengapian pada CDI
Pada pengapian CDI saat pengapian diatur secara elektronis di dalam unit CDI. Untuk
mengatur saat pengapian terdapat rangkaian timing circuit yang terletak di antara jalur output
pulser dan input gate SCR. Berdasarkan cara pengaturan saat pengapian terdapat dua jenis
rangkaian, yaitu:
1) Pengaturan dengan rangkaian analog
CDI dengan rangkaian timing circuit analog dikenal dengan CDI analog. Signal output
pulser diolah oleh timing circuit menggunakan rangkaian resistor-kapasitor. Pada saat starting,
rangkaian timing memproses signal negatif pulser dan meneruskan ke SCR. Pada saat putaran
meningkat, rangkaian memproses signal positif pulser dan meneruskan ke SCR. Semakin
tinggi putaran mesin, semakin tinggi gelombang pulser (tegangan) dan semakin cepat
pembukaan gerbang gate SCR sehingga terjadi ignition advance.

Pada Gambar ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tegangan
pembukaan gate SCR pada saat putaran tinggi lebih singkat. Pada CDI analog, hal tersebut
digunakan untuk mengatur saat pengapian.
2) Pengaturan dengan rangkaian digital
CDI dengan pengaturan timing secara digital dikenal dengan CDI digital. Pengaturan secara
digital menggunakan sebuah IC (integrated circuit) sebagai pengendali utamanya. Sebelum
masuk ke IC, signal output pulser diubah menjadi signal digital dengan rangkaian ADC (analog
to digital converter). Oleh IC signal tersebut diatur sesuai dengan programming IC dan
menghasilkan output signal digital untuk memicu gerbang gate SCR sesuai dengan putaran
mesin.

Pada saat starting dan putaran idlle, IC diprogram membaca signal bawah digital dan
meneruskan ke SCR. Pada peningkatan putaran mesin (> 1500 rpm), IC membaca signal atas
digital, menunda, dan meneruskan ke SCR.
2. Generator Signal/Pulser
Pada sistem pengapian dengan CDI, penggunaan sistem pemutus arus primer secara
mekanis juga sudah ditiadakan, digantikan dengan generator signal yang diletakkan baik pada
poros engkol ataupun pada camshaft. Teknologi CDI banyak diaplikasikan pada sepeda motor.
Pada mesin sepeda motor, jenis pulser yang digunakan adalah magnetic pick-up. Di dalam
pulser terdapat dua komponen utama, yaitu magnet dan lilitan. Pada saat crankshaft berputar,
besi pemicu berputar melintas di depan penampang pulser. Saat ujung depan besi pemicu
bertemu dengan pulser lilitan menghasilkan signal positif. Saat ujung belakang besi pemicu
meninggalkan penampang pulser menghasilkan signal negative.
Signal negatif pulser digunakan sebagai input rangkaian pengatur timing pada CDI
untuk membuka gate SCR pada saat starting dan idle, sehingga titik bertemunya ujung
belakang besi pemicu dan penampang pulser berkisar antara 10 0 - 15 0 sebelum TMA, sesuai
dengan perancangan mesin. Signal positif pulser digunakan sebagai input rangkaian pengatur
timing pada CDI untuk membuka gate SCR pada saat putaran mesin meningkat. Titik
bertemunya ujung depan besi pemicu dengan penampang pulser bervariasi pada setiap mesin
sesuai dengan jenis CDI.
3. Pengembangan Sistem Pengapian dengan Aplikasi CDI Programmable
Pada mesin sepeda motor standar dengan pengapian CDI, ignition timing diatur oleh
timing circuit pada unit CDI dengan kurva pengapian yang telah diriset oleh produsen dan tidak
dapat diubah (fixed). Dengan kurva pengapian tersebut, ignition timing pada tiap putaran mesin
menghasilkan tekanan pembakaran yang paling optimal sesuai dengan perancangan dan
spesifikasi standar komponen mesin.
Pada mesin yang dimodifikasi dengan perubahan spesifikasi komponen mesin, seperti
camshaft, rasio kompresi, port, karburator, dan jenis bahan bakar, jumlah campuran dan
karakteristik air fuel mixture akan mengalami perubahan. Perubahan jumlah dan karakteristik
air fuel mixture berakibat pada perubahan waktu pembakaran (burn rate) yang diperlukan.
Untuk mendapatkan tekanan pembakaran maksimal pada titik yang paling efektif,
diperlukan perubahan igniton timing/kurva pengapian. Perubahan kurva pengapian dapat
dilakukan menggunakan programmable CDI. Dengan aplikasi programmable CDI, kurva
pengapian dapat diatur sesuai dengan perubahan spesifikasi mesin. Pengaturan dilakukan
menggunakan program/software yang berjalan pada PC (personal computer) dan dihubungkan
ke unit CDI dengan koneksi kabel USB to serial converter. Di dalam programmable CDI
terdapat IC memori EEPROM (Electrical Erasable Progammed Memoły), sehingga data kurva
pengapian dapat disimpan dan dihapus kembali.
Sirkuit pada programmable CDI lebih rumit dibandingkan dengan CDI standar karena
terdiri atas rangkaian pengapian, pengatur saat pengapian, interface, dan memori, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar Skema programmable CDI DC.
Keterangan:
a. Inverter tegangan (Voltage DC to DC inverter)
Berfungsi untuk meningkatkan tegangan dari baterai sebesar 12 volt ke 350 v.
b. Sirkuit pengapian (firing circuit)
Berfungsi untuk menghasilkan tegangan output CDI yang masuk ke coil. Komponen
utama rangkaian pengapian adalah kapasitor dan SCR.
c. SCR driver
Berfungsi mengendalikan sirkuit pengapian (blok 2).
d. CPU (central processor unit)
Berfungsi sebagai pengendali timing pengapian dan komunikasi dengan PC (personal
computer) untuk keperluan tuning data.
e. Pulse Signal Digitzer
Berfungsi mengubah signal analog dari pulser menjadi signal digital sehingga dapat
terbaca oleh CPU.
f. Data communication interface
Berfungsi sebagai rangkaian komunikasi dengan PC untuk mengubah data.
g. Data storage unit
Berfungsi untuk menyimpan data setting, rangkaian berisi IC memori EEPROM.
h. Low voltage regulator circuit
Berfungsi untuk mengatur tegangan ke level 5 volt sebagai power supply CPU. (Joko
Endro Pramudito, 2007).
Koneksi pada CDI programmable terdiri atas:
a. Soket utama (main conector)
Berfungsi untuk menghubungkan CDI dengan rangkaian sistem pengapian.
b. Soket serial (RS 232)
Berfungsi untuk menghubungkan CDI dengan laptop/ PC.
c. Soket gear ratio position.
Berfungsi untuk menghubungkan CDI dengan switch posisi ratio gear saat fitur multi
map bekerja.

Gambar Soket koneksi CDI programmable.

DAFTAR PUSTAKA
Sutiman, 2011. Sistem Pengapian Elektronik. Yogyakarta : PT Citra Aji Parama

Anda mungkin juga menyukai