Anda di halaman 1dari 19

UJI KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SISTEM PENGAPIAN

KONVENSIONAL DAN ELEKTRONIK

TIM PENELITI

SAGITO (5202415011)
DANY FIRMANSYAH PUTRA (5202415013)
HUSNUL ANSAQI (5202415014)
SUSANTO (5202415017)
ABDUL AZIZ KAP LAUT (5202415023)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGUJIAN PERFORMA MESIN

UJI VARIASI KERENGGANGAN KATUP IN VS


TEKANAN AKHIR KOMPRESI DAN KONUMSI
(PREMIUM)

KELOMPOK 2 Tanggal Praktikum: 24 Maret 2018 ROMBEL 1

BAB I
KAJIAN TEORITIS

A. Sistem Pengapian Konvensional

Percikan api dapat terbentuk pada busi karena adanya energi listrik
tegangan tinggi yang mengaliri busi. Tegangan Energi listrik tersebut
mencapai 30.000 V DC. Sehingga dengan celah sekitar 0,8 mm pada
elektroda busi, akan terbentuk lompatan bunga api yang digunakan sebagai
api pembakaran.
Percikan api dapat terbentuk pada busi karena adanya energi listrik
tegangan tinggi yang mengaliri busi. Tegangan Energi listrik tersebut
mencapai 30.000 V DC. Sehingga dengan celah sekitar 0,8 mm pada
elektroda busi, akan terbentuk lompatan bunga api yang digunakan sebagai
api pembakaran.
Namun, percikan api tersebut hanya diperlukan saat langkah usaha
saja. Untuk itu, ada rangkaian pemutus arus yang akan mengatur waktu
busi untuk memercikan api. Sehingga busi tidak selamanya menyala.
Untuk lebih jelasnya simak Prinsip kerja pengapian konvensional dibawah

Cara Kerja:
1. Saat Kunci Kontak “ON”
Cara kerja pengapian konvenional dimulai saat kunci kontak
berada pada posisi “ON” atau “IGN”, ignition relay dan main relay
akan aktif sehingga terdapat aliran arus listrik dari baterai, ke Ignition
relay dan main relay. Arus dari relay mengalir ke ignition coil.
Didalam ignition coil, terdapat dua buah kumparan yaitu kumparan
primer dan sekunder.
Kedua kumparan tersebut memiliki input yang sama sehingga saat
input dialiri arus listrik, kedua kumparan juga akan teraliri arus listrik.
Sementara itu, kedua kumparan memiliki output yang berbeda.
Kumparan primer memiliki output yang mengarah ke rangkaian
pemutus arus, sedangkan kumparan sekunder memiliki output yang
mengarah ke busi.
Arus listrik yang mengaliri rangkaian sistem pengapian hanya
stand by dan tidak ada perubahan tegangan pada coil karena belum ada
pergerakan pada rangkaian pemutus arus. Sehingga busi tidak akan
menyala saat flywheel belum berputar.
Gambar 1.1. Kerja saat kunci kontak “ON”
2. Saat Posisi “START”
Sistem pengapian akan bekerja pada saat flywheel diputar oleh
sistem starter. Pada sistem pengapian konvensional, terdapat rangkaian
pemutus arus. Rangkaian ini, terletak menyatu dengan rangkaian
distributor dan memiliki komponen poros distributor yang terhubung
dengan crankshaft mesin. Sehingga saat mesin berputar, komponen ini
juga ikut berputar sesuai RPM mesin.
Di poros distributor, terdapat cam atau nok yang berjumlah sesuai
dengan banyaknya silinder mesin. Saat cam berputar, cam atau nok ini
akan menyentuh kaki platina yang mengakibatkan kontak point
terangkat dan menyebabkan arus primer terputus.

Gambar 1.2. Kerja saat “START”


3. Saat arus primer terputus
Sebelumnya, terdapat aliran arus pada kumparan primer yang
menyebabkan adanya medan magnet pada kumparan primer. Saat arus
primer tiba-tiba terputus, kemagnetan pada kumparan primer akan
padam. Karena bentuknya yang melilit, medan magnet akan bergerak
secara serentak ke bagian dalam sebelum menghilang.
Dibagian dalam kumparan primer terdapat kumparan sekunder
dengan jumlah lilitan mencapai 10 kali lebih besar. Akhirnya, medan
magnet tersebut mengenai kumparan sekunder. Sehingga tegangan
pada kumparan sekunder meningkat drastis.

Gambar 1.3. Kurva pengapian

Tegangan ini bersifat sekejap karena terjadi saat adanya pergerakan


medan magnet dari arus primer yang berlangsung sekejap pula. Untuk
itu, untuk mendukung proses pengapian berlanjut platina harus dapat
memutus dan menghubungkan arus primer dengan timing yang tepat.
Energi listrik bertegangan tinggi dari kumparan sekunder
disalurkan ke busi melalui komponen distributor. Distributor akan
mengalirkan listrik tersebut ke masing-masing busi dengan timing dan
FO yang tepat. Sistem pengapian konvensional juga disebut sebagai
sistem pengapian platina karena cara kerja platina pada pengapian
konvensional sangatlah penting.

Komponen distributor dan fungsinya :


1. Distributor Cup (Tutup Distributor)
Berfungsi sebagai terminal (tengah) yang terhubung atau penghubung
antara kabel busi dan sekunder koil yang diteruskan ke rotor. Dan tiap
terminal (sisi) menghubungkan dari rotor ke tiap-tiap terminal kabel
busi.

Gambar 1.4. Skema rotor dan tutup distributor


2. Rotor
Berfungsi untuk menerima tegangan tinggi dari koil dan
mendistribusikan tegangan tersebut ke masing-masing terminal pada
tutup distributor. Rotor memiliki konduktor yang terhubung dengan
kabel sekunder ignition coil dan ujung lainnya terbebas.
Cara kerja rotor yaitu dengan memanfaatkan putaran poros
distributor. Saat poros distributor berputar, rotor juga ikut berputar.
Putaran itu akan mendistribusikan listrik tegangan tinggi ke masing-
masing busi.
3. Poros Distributor
Poros distributor terletak di bagian tengah distributor. Fungsinya
juga bermacam-macam. Dibagian bawah poros, terhubung dengan
pompa oli yang terkoneksi dengan crankshaft mesin. Sehingga putaran
poros dipengaruhi oleh putaran mesin.
Selain itu, poros ini juga memiliki sebuah cam atau nok yang
berfungsi untuk menekan kaki platina agar terjadi pemutusan arus.
Dibagian atas, poros terhubung dengan rotor yang akan
mendistribusikan listril tegangan tinggi ke masing-masing busi.

Gambar 1.5. Poros Distributor


4. Platina
Platina adalah sebuah komponen yang difungsikan sebagai saklar
pada sistem pengapian konvensional. Dinamakan platina karena
komponen ini memiliki contact point berbahan lohgam platina.
Fungsi platina adalah untuk memutuskan arus primer coil untuk
menghasilkan tegangan sekunder yang sangat tinggi melalui proses
induksi. Cara kerja platina cukup sederhana. Dalam keadaan normal,
kontak platina dalam kondisi terhubung. Saat poros mulai berputar,
cam yang tertempel pada poros akan menyentuh kaki platina. Hal itu
menyebabkan kontak platina renggang sehingga arus terputus.
Gambar 1.6. Platina
5. Kapasitor
Saat kontak platina terputus, akan menimbulkan percikan di celah
kontak tersebut. Tentu hal ini bisa berakibat pada hasil pengapian.
Kapasitor atau kondensor adalah komponen elektronika yang dapat
menyerap arus listrik.
Setelah kontak point, diletakan komponen kapasitor untuk
menyerap percikan api yang terjadi. Sehingga proses pengapian dapat
berlangsung secara maksimal.
6. Breaker Plate
Breaker plate merupakan sebuah tatakan tempat platina diletakan.
Komponen ini dapat digerakan untuk mengubah timing pengapian. Hal
itu karena breaker plate terhubung dengan advancer yang berfungsi
mengubah timing pengapian.
Saat breaker plate bergeser, menyebabkan posisi platina juga ikut
bergeser. Hal itu berakibat timing pengapian yang lebih awal ataupun
lebih lambat. Dikomponen ini pula penyetelan celah platina dilakukan.
7. Vaccum Advancer
Vacum advancer adalah komponen pada distributor yang berguna
untuk memajukan dan memundurkan timing pengapian berdasarkan
beban yang diterima mesin.
Vacum advancer bekerja memanfaatkan tingkat kevakuman di
intake manifold. Saat mesin menerima beban berat kaevakuman di
intake manifold lebih kecil. Kevakuman ini dihubungkan ke membran
pada vacum advancer yang dapat bergerak sesuai kevakuman di intake
manifold. Membran ini terhubung dengan batang yang terkoneksi
dengan breaker plate, sehingga gerakan membran akan mempengaruhi
posisi paltina.
Gambar 1.7. Vaccum Advancer
8. Sentrifugal Advancer
Sentrifugal advancer juga komponen yang berfungsi untuk
mengubah timing pengapian, namun berdasarkan RPM mesin.
Komponen ini terletak dibagian bawah breaker plate dengan dua buah
pemberat.
Semakin tinggi putaran mesin, waktu pengapian juga perlu
dimajukan agar dapat terjadi pembakaran yang lebih maksimal.
Sentrifugal advancer bekerja berdasarkan prinsip gaya sentrifugal yang
memiliki moment semakin besar setiap putaran bertambah. Saat poros
berputar semakin cepat, pemberat akan semakin mengembang sesuai
gaya sentrifugal. Pemberat yang mengembang akan menggeser breaker
plate pada djstributor. Sehingga posisi platina juga berubah.

B. Sistem Pengapian Elektronik

Sistem pengapian Transistor (Fully Transistorized Ignition) adalah


sistem pengapian yang memanfaatkan komponen transistor sebagai saklar
elektronik sebagai pemutus arus primer untuk menghasilkan induksi
elektromagnetik. Sistem pengapian ini akan menggantikan jenis pengapian
konvensional masih banyak memanfaatkan komponen mekanikal. Sistem
pengapian transistor diperkenalkan sejak tahun 1955 oleh Lucas. Saat itu
model pengapian ini digunakan pada mesin BRM dan Coventry Climax
F1.

Pengapian elektronik (transistor) dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Sistem pengapian semi transistor

Sistem ini masih menggunakan kontak platina. Namun bukan


berfungsi untuk memutus arus primer coil, melainkan untuk
memutuskan arus menuju kaki basis pada transistor.

2. Sistem pengapian fully transistor


Sistem kedua sudah tidak menggunakan platina atau murni
pengapian elektrik. Untuk memutuskan arus pada kaki basis,
digunakan alat berupa igniter yang akan mengirimkan sinyak
sesuai timing pengapian untuk memutuskan arus pada kaki basis
transistor.

Kelebihan sistem pengapian transistor dibandingkan sistem


pengapian konvensional :

1. Tidak perlu melakukan penyetelan

Pada sistem pengapian konvensional, terdapat komponen platina


sebagai pemustus arus primer yang bekerja membuka dan menutup
kontak saat kaki platina terkena gerakan Cam.

Di area kontak point menjadi daerah yang paling penting untuk


menentukan keberhasilan sistem pengapian. Untuk itu perawatan
berupa penyetelan celah platina harus dilakukan secara rutin.

Namun pada sistem pengapian transistor, tidak memiliki kontak


point yang bekerja buka tutup. Melainkan saklar elektronik berupa
transistor yang akan memutus dan menghubungkan arus sehingga
penyetelan tidak diperlukan pada pengapian ini.

2. Tidak ada gesekan antar logam

Pada pengapian konvensional, kontak platina akan dikontrol oleh


cam yang terhubung dengan poros engkol mesin. Cam tersebut akan
bergesekan dengan kaki platina. Dalam jangka waktu tertentu, akan
menyebabkan keausan pada kedua komponen tersebut. Sehingga
sistem pengapian akan terganggu.

Beda halnya dengan pengapian transistor yang bekerja secara


elektronik. Dalam pemutusan arus, transistor tidak membutuhkan
gesekan antar komponen. Untuk lebih jelas tentang cara kerja
pengapian transistor bisa baca dibawah.

Komponen Sistem Pengapian Transistor

1. Baterai

Baterai berfungsi untuk menyediakan dan menyimpan pasokan


arus listrik untuk keperluan elektrikal kendaraan, salah satunya untuk
sistem pengapian elektronik ini.

2. Ignition Coil

Ignition Coil berfungsi untuk menaikan tegangan secara spontan


mencapai 20 KV. Didalam ignition coil terdapat dua coil utama, coil
primer yang berguna untuk membangkitkan medan magnet. Dan coil
sekunder yang memiliki lilitan tembaga lebih banyak untuk menerima
medan magnet.

Ignition coil bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik


dengan meletakan kumparan dengan jumlah lilitan sekunder lebih
banyak. Sehingga dapat menimbulkan efek step-up.

Ignition coil berbeda dengan trafo. Komponen ini bekerja sesaat


saja karena akan terjadi induksi elektromagnetik ketika arus primer
terputus. Namun tegangan sekunder yang dihasilkan jauh lebih besar
dari pada trafo step up.

3. Transistor unit

Transistor unit berfungsi sebagai komponen utama yang bertugas


untuk memutuskan dan menyambungkan arus primer. Komponen ini
akan menggantikan platina sebagai pemutus arus.

Transistor adalah komponen elektronika berbahan semi konduktor


yang memiliki tiga terminal yaitu Kolektor, emitor, dan basis. Sesuai
namanya, transistor bisa berfungsi sebagai isolator dan konduktor.

Saat basis diberikan arus listrik, maka transistor berfungsi sebagai


konduktor dengan kata lain kolektor dan emitor tersambung. Namun
saat arus basis dihentikan, kolektor dan emitor akan terputus atau
transistor berfungsi sebagai isolator.

4. Pulse igniter (Fully Transistor)

Pulse igniter adalah komponen yang berfungsi untuk mendeteksi


timing pengapian berupa sinyal PWM yang digunakan untuk
memutuskan arus basis pada transistor.

Pulse igniter juga bekerja dengan prinsip induksi elektromagnet.


Komponen ini menggunakan bahan magnet permanen yang
diposisikan berada didekat rotor berverigi. Rotor ini tersambung
dengan putaran mesin, sehingga saat mesin berputar gigi pada motor
akan memotong GGM pada magnet yang menghasilkan sinyal PWM.

Sinyal ini memilili frekuensi sesuai dengan putaran mesin. Dan


gigi pada rotor akan menunjukan timing pengapian tiap silinder.
Gambar 1.8. Pulse igniter

5. Distributor

Layaknya sistem pebgapian konvensional, distributor menjadi


komponen yang tidak boleh ketinggalan. Pasalnya, komponen ini akan
membagikan listrik bertegangan tinggi dari coil sekunder ke masing-
masing busi sesuai dengan FO (Firing Order).

Untuk sistem pengapian semi transistor, masih terdapat komponen


platina sebagai pemutus arus basis transistor. Karena hanya
memutuskan arus basis, maka tidak terjadi percikan pada platina
sehingga kebih awet.

6. Busi

Busi menjadi komponen terakhir yang berfungsi untuk


memercikan bunga api didalam silinder saat akhir langkah kompresi.
Busi sebenarnya hanya menyalurkan listrik bertegangan tinggi dari coil
sekunder melewati elektroda didalam busi.

Diujung elektroda terdapat celah sekitar 0,8 mm antara elektroda


dan masa. Dengan besarnya tegangan yang ada dan kecilnya celah
tersebut menghasilkan lompatan arus listrik yang selalu mencari
ground.

Cara Kerja

Prinsip kerja pengapian transistor (elektronik) pada mobil hampir


sama dengan pengapian konvensional dan perbedaan terletak pada cara
pemutusan arus primer. Namun baik pengapian semi transistor dan
pengapian fully transistor memiliki perbedaan cara kerja.

1. Cara kerja sistem pengapian semi transistor

Gambar 1.9. Rangkaian pengapian semi transistor


Saat kunci kontak berada pada posisi ON maka arus dari baterai
masuk ke sistem utama salah satunya sistem ignition. Arus mengalir ke
ignition coil dan keluar menuju transistor unit.

Didalam transistor unit, Arus tersebut terhubung dengan kaki kolektor


pada transistor sementara kaki emitor terhubung dengan masa. Sementara
kaki basis terhubung dengan rangkaian platina.

Ditempat terpisah, arus listrik juga mengalir menuju platina yang


terletak didalam distributor dan keluar menuju kaki basis pada transistor
unit.

Saat mesin belum menyala, cam didalam distributor dalam posisi diam
sehingga platina dalam keadaan tertutup atau tersambung. Dalam kondisi
ini, kaki basis akan dialiri arus dari platina yang menyebabkan kolektor
dan emitor terhubung.

Arus dari coil primer yang terhubung dengan kolektor, akan


diteruskan ke masa melalui kaki emitor. Hasilnya akan timbul medan
magnet pada coil primer.

Saat mesin berputar, cam didalam distributor juga ikut berputar. Hal
itu menyebabkan platina dalam kondisi terbuka dan tertutup. Saat platina
dalam kondisi terbuka atau terputus, arus listrik yang menuju kaki basis
juga ikut terputus. Sehingga kaki kolektor dan emitor juga ikut terputus.

Terputusnya hubungab kolektor dan emitor menyebabkan pergerakan


medan magnet pada coil primer yang mengenai coil sekunder. Sehingga
terjadi lonjakan tegangan pada coil sekunder. Listrik bertegangan tinggi
tersebut langsung disalurkan ke busi melalui distributor.

2. Cara kerja sistem pengapian full transistor

keuntungan Pengapian full Transistor

Gambar 1.10. Rangkaian sistem pengapian full transistor


Untuk pengapian full transistor tidak lagi dilengkapi dengan platina.
Komponen ini digantikan oleh pulse igniter.

Alurnya, kunci kontak berada pada posisi ON, arus dari baterai
mengalir ke ignition coil. Dari output arus coil primer akan masuk menuju
komponen transistor unit. Sementara output coil sekunder masuk menuju
busi.

Pada rangkaian lain, arus dari baterai juga mengalir menuju transistor
unit sebagai referensi tegangan pada transistor unit.

Saat mesin belum menyala, pulse igniter juga dalam keadaan diam
tidak bereaksi. Sehingga tidak ada pulse atau sinyal dari pulse igniter yang
dikirimkan ke transistor unit. Hal itu menyebabkan rangkaian arus primer
coil terhubung yang menyebabkan adanya medan magnet pada coil primer.

Saat mesin mulai berputar, pulse igniter akan mengirimkan sinyal


PWM dengan frekuensi tergantung kecepatan mesin. Sinyal tersebut akan
diolah terlebih dahulu oleh controler yang terletak satu unit dengan
transistor unit.

Selanjutnya, controler akan memutuskan arus pada kaki basis


transistor saat mendapatkan sinyal PWM dari pulse igniter. Saat basis
terputus, otomatis arus dari kolektor juga terputus. Sehingga pada coil
primer terjadi pergerakan medan magnet menuju coil sekunder.

Hal itu menyebabkan lonjakan tegangan pada coil sekunder yang


langsung diteruskan menuju masing-masing busi melalui komponen
distributor.
BAB II
PROSES EKSPERIMEN

A. Mesin Yang Digunakan


Mesin :
Type Mesin : TOYOTA 5 K, 4 Silinder Segaris, 8 Katup, OHV,
1486 cc
Diameter X Langkah : 72,0 mm X 79,7 mm
Daya Maksimum : 72 Ps / 6,000 rpm
Kapasitas Tangki : 40 L
Bahan Bakar – Jenis / System : Bensin / Konvensional
Alat :
1. Toolbox
2. Multimeter
3. Timing light
4. Tachometer
5. Buret
6. Stopwatch

Bahan :
1. Petralite

B. Prosedur Eksperimen

No. Langkah Keterangan

A. SEBELUM PRAKTIKUM

1. Tune Up a. Pemeriksaan baterai


Mesin b. Pemeriksaan air pendingin
c. Pemeriksaan oli mesin
d. Pemeriksaan busi, busi dengan celah = 0,8 mm

2. Sistem Memasang buret, dan selang bahan bakar ke


Bahan saluran intake karburator
Bakar

3. Distributor 1. Distributor Platina

a. Celah platina = 0,45 mm


b. Timing pengapian 8-9° pada 1000 RPM

2. Distributor Transistor

a. Timing pengapian 8° pada 1000 RPM


B. PROSES PRAKTIKUM

1. Distributor 1. Pada kondisi mesin mati, tutup distributor dibuka


Platina untuk menyetel celah platina, putarlah puli poros
engkol searah jarum jam hingga titik puli
mengarah ke 0 derajat atau top 1
2. Pastikan platina dalam kondisi nok, melakukan
penyetelan celah platina dengan ukuran 0,45 mm
dengan mengendorkan baut pengikat platina,
dengan menggunakan obeng (-) celah platina
dapat diperbesar maupun diperkecil melalui alur
penyetel platina.
3. Lalu kencangkan kembali baut oengikat platina
kembali, kemudian tutup distributor dan mengunci
tutup distributor
4. Nyalakan mesin, lalu cek derajat pengapian
dengan menggunakan timing light dengan derajat

5. Jika belum kendurkan baut penyetel distributor,
lalu gerakkan distributor kek kanan atau kiri untuk
memajukan atau mengundurkan pengapian.

2. Distributor 1. Lepaskan distributor Platina dan kabel yang


Elektronik terhubung ke koil.
2. Posisikan mesin Top 1
3. Memposisikan garis pada pompa oli sejajar titik
4. Masukkan distributor secara perlahan dengan
menghadapkan rotor pada kabel busi 3, setelah itu
tekan kebawah secara otomatis rotor akan
menghadap ke kabel busi 2. Selanjutnya pasang
baut pengunci dan jangan kencangkan terlebih
dahulu.
5. Lalu pasang kabel distributor (+) ke (+) koil dan
(–) distributor ke (–) koil
6. Pasang semua instalasi distributor (tutup
distributor, kabel busi)
7. Nyalakan mesin dan lihat derajat pengapian
dengan timing light. Pastikan pada 8° jika belum
gerakkan distributor kekanan atau kekiri untuk
memajukan atau menurunkan sudut pengapian.

3. Pengujian 1. Uji dilakukan dengan bahan bakar petralite


2. Mengukur konsumsi bahan bakar setiap 20 cc dan
dihitung dengan menggunakan stopwatch
3. Dilakukan dengan RPM 1000,1500,2000 setiap
pengujian dilakukan 2 kali dan diambil rata-rata
C. Teori Konsumsi Bahan Bakar Pengapian Konvensional dan
Elektronik

Kelebihan CDI

Sistem pengapian CDI tidak memerlukan penyetelan


Kelebihan sistem pengapian CDI yang pertama adalah pada sistem
pengapian CDI tidak diperlukan penyetelan secara berkala seperti halnya pada
sistem pengapian konvensional yang masih memerlukan penyetelan celah pada
platinanya.

Peran platina sebagai pemutus dan penyambung arus primer koil sudah
digantikan perannya oleh thryristor atau SCR (Silicon Controlled Rectifier)
yang berperan sebagai saklar otomatis dan pick up coil yang berperan sebagai
trigger atau pemicu SCR untuk aktif.

Karena komponen yang digunakan sebagai pemutus dan penyambung


arus primer coil sudah dilakukan secara elektronik sehingga tidak diperlukan
kembali penyetelan.

Sistem Pengapian CDI lebih stabil

Kelebihan sistem pengapian CDI yang kedua adalah tegangan yang


dihasilkan lebih stabil dibandingkan dengan sistem pengapian konvensional.
Pada sistem pengapian CDI tidak terjadi atau timbul loncatan bunga saat
pemutusan arus primer koil berbeda dengan sistem pengapian konvensional
yang masih timbul loncatan bunga api pada platina saat arus primer diputus
(platina mulaimembuka).

Karena tidak timbulnya loncatan bunga api saat pemutusan arus primer,
maka tegangan induksi yang dihasilkan akan lebih stabil.

Tegangan tinggi yang dihasilkan lebih besar


Kelebihan sistem pengapian CDI yang ketiga adalah tegangan tinggi
yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pengapian
konvensional.

Pada sistem pengapian CDI dilengkapi dengan komponen penguat


tegangan yang berfungsi untuk menguatkan tegangan atau memperbesar
tegangan baterai dari tegangan 12 volt menjadi tegangan 100 sampai 400 volt
yang selanjutnya dialirkan ke kumparan primer koil pengapian sehingga induksi
listrik yang dihasilkan pada koil pengapian akan lebih besar.

Berbeda dengan pengapian konvensional dengan platina, pada sistem


pengapian konvnsional tidak dilengkapi dengan penguat tegangan dan tegangan
yang masuk ke kumparan primer koil sebesar 12 volt (sama dengan tegangan
baterai).

Unit CDI tahan terhadap guncangan dan air

Kelebihan sistem pengapian CDI yang keempat adalah sistem pengapian


CDI tahan terhadap guncangan dan air. Hal tersebut dikarenakan unit CDI
terletak di dalam kotak plastik yang dicetak permanen sehingga unit CDI akan
tahan terhadap guncangan dan tahan terhadap air.

Pemeliharan lebih mudah

Kelebihan sistem CDI yang kelima adalah sistem pengapian CDI mudah
dalam perawatan karena tidak memerlukan perawatan yang sering seperti pada
sistem pengapian konvensional yang masih memerlukan perawatan untuk
menyetelan celah platina.

Mesin mudah distarter

Kelebihan sistem CDI yang keenam adalah pada kendaraan yang


menggunakan sistem pengapian CDI maka untuk menghidupkan kendaraan
akan lebih mudah dibandingkan dengan sistem pengapian konvensional karena
pada sistem pengapian CDI untuk menghasilkan percikkan bunga api tidak
tergantung dari kondisi platina.

Pada sistem pengapian konvensional, perawatan platina harus sering


dilakukan jika tidak dilakukan maka akan mengakibatkan bunga api yang
dihasilkan oleh busi menjadi kecil sehingga mesin akan susah untuk
dinyalakan.

D. Hasil Eksperimen

1. Konsumsi pengapian konvensional dan elektronik

1000 RPM 1500 RPM 2000 RPM


Jenis Konsumsi/20cc Konsumsi/20cc Konsumsi/20cc
Rata- Rata-
Pengapian
1 2 rata 1 2 rata 1 2 Rata-rata
58, 58, 39, 31, 31,
Platina 8 5 58,65 40 8 39,9 1 5 31,3
50, 49, 33, 33, 24, 24,
Transistor 4 8 50,1 6 5 33,55 8 7 24,75
Tabel 3.1. Hasil Data penelitian

2. Tabel konsumsi 20ccc/(menit)

Konsumsi tiap 20cc/menit


Jenis
Pengapian 1500
1000 RPM RPM 2000 RPM
Platina 0,98 0,67 0,52
Transistor 0,84 0,56 0,41
Tabel 3.2. Data konsumsi 20cc/menit

3. Kurva Konsumsi

Konsumsi Bahan bakar


20cc/(Menit)
1.20

1.00 0.98
Platina
0.80 0.84
Transistor
0.67
0.60 0.56 0.52
0.40 0.41

0.20

0.00
1000 RPM 1500 RPM 2000 RPM

Diagram 3.1. Konsumsi bahan bakar 20cc/(menit)

BAB III

PEMBAHASAN

Dengan melakukan pengubahan pengapian konvensional menjadi


pengapian elektronik kita memperoleh keuntungan dimana transistor bekerja
dengan mengirim dan menerima signal pengapian sehingga menjadi lebih tepat
dan menghasilkan daya yang efektif. Disamping itu komponen elektronik
dialiri arus primer yang kecil sehingga daya pengapian menjadi lebih maksimal
namun berpengaruh pada konsumsi bahan bakar yang menjadi lebih boros dari
distributor platina.
Sudut Dwell yang semakin besar akan menghasilkan pengapian yang
maksimal dan daya yang besar karena persentase arus primer yang mengalir
semakin lama. Daya motor akan semakin meningkat dengan meningkatnya
putaran mesin, hal ini disebabkan oleh banyaknya langkah kerja yang
dilakukan oleh torak dalam waktu yang sama tetapi terbalik dengan waktu
sudut dwell.

Berdasarkan tabel hasil penelitian yang telah dilakukan, yang bisa di lihat
dibawah ini:

1000 RPM 1500 RPM 2000 RPM


Jenis
Konsumsi/20cc Konsumsi/20cc Konsumsi/20cc
Pengapian
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
58, 39, 31,
Platina 58,8 5 58,65 40 8 39,9 31,1 5 31,3
49, 33, 24,
Transistor 50,4 8 50,1 33,6 5 33,55 24,8 7 24,75
Pengapian konvensional lebih irit daripada pengapian elektronik. Karena ada
faktor lain yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Salah satunya yaitu:
timing pengapian yang berubah-ubah, penyetelan platina yang berubah-ubah,
Rpm yang tidak stabil atau kondisi distributor yang rusak.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Sistem pengapian konvensional lebih irit bahan bakar daripada sistem


pengapian elektronik.
Faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar, meliputi: timing
pengapian yang berubah-ubah, penyetelan platina yang berubah-ubah, Rpm
yang tidak stabil atau kondisi distributor yang rusak.

Anda mungkin juga menyukai