Anda di halaman 1dari 27

IGNATION SYSTEM

1. SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL


2. SISTEM PENGAPIAN ELECTRONIK
3. SISTEM PENGAPIAN ELECTRONIK TERKONTROL KOMPUTER

1. SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL


1.Pendahuluan
Sistempengapianberfungsiuntukmenghasilkanpercikanapiyangkuatdantepatuntuk
membakarcampuranudaradanbahanbakardidalamruangbakar.Secaraumumkomponen
sistempengapianterdiridaribaterai,kuncikontak,koil,distributor,kabeltegangantinggidan
busi. Di dalam distributor terdapat beberapa komponen pendukung lainnya yaitu kontak
pemutus(ataupulsegeneratorpadasistempengapianelektronik),kondensor,cam,vakumdan
sentrifugaladvancer
Fungsi dari masing-masing komponen system pengapian adalah 1) baterai sebagai sumber
arus, 2) kunci kontak untuk menghidupkan dan mematikan system pengapian, 3) koil untuk
menaikan teggangan baterai menjadi tegangan tinggi di atas 10000 volt. Tegangan tinggi pada
kumparan sekunder terjadi karena jumlah kumparan sekunder jauh lebih banyak dari
kumparan primer, 5) distributor berfungsi untuk mendistribukan tegangan tinggi dari koil ke
tiap busi sesuai dengan urutan penyalaannya, 6) kabel tegangan tinggi berfungsi untuk
menghantarkan tegangan tinggi dari koil sampai ke busi, 7) busi berfungsi untuk meloncatkan
bunga api.

Kontak pemutus (platina) berfungsi untuk memutuskan dan menghubungkan arus ke


kumparan primer koil. Lamanya arus mengalir ke kumparan primer terjadi selama kontak
pemutus tertutup. Sudut yang terbentuk pada cam di mana kontak pemutus dalam keadaan
tertutup disebut sudut dwell. Kondensor berfungsi untuk mengurangi percikan bungan api
pada kontak pemutus akibat adanya induksi diri kumparan pada primer. Cam berfungsi untuk
mendorong tumit kontak pemutus sehingga bisa terbuka dan tertutup kembali oleh pegas.
Vakum dan sentrifugal advancer berfungsi untuk memajukan atau memundurkan saat
pengapian sesuai dengan putaran dan beban mesin. Saat pengapian (ignition timing) pada
suatu motor bensin adalah saat di mana busi memercikan bungan api dengan tepat pada akhir
langkah kompresi untuk memulai pembakaran di dalam ruang bakar.
Pembakaran pada motor bensin diawali dengan pecikan bungan api pada busi (titik 1) sekitar
100 menjelang titik mati atas (TMA = TDC) pada akhir langkah kompresi. Pembakaran dimulai
pada titik 2 dengan mulai terjadinya perambatan api dan pembakaran maksimum terjadi di
sekitar 100 setelah TMA Proses pembakaran di dalam ruang bakar membutuhkan waktu yang
relative konstan baik pada putaran lambat maupun tinggi. Oleh karena itu, pada putaran tinggi
saat pengapian harus dimajukan untuk memenuhi waktu pembakaran sehingga tekanan
maksimum pembakaran tetap berada sekitar 100 setelah titik mati atas baik pada putaran rendah
maupun tinggi.
2. Skema dan Cara Kerja Sistem Pengapian
Secara sederhana sistem pengapian konvensional dapat digambarkan dengan skema berikut.

Prinsip kerja dari sistem pengapian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Saat kunci
kontak on, platina tertutup, arus baterai mengalir ke kunci kontak, ke (+) koil ke (-) koil ke
kontak poin ke massa. Akibatnya terjadi kemagnetan pada coil. Saat platina terbuka, arus yang
mengalir ke kumparan primer seperti dijelaskan di atas terputus dengan tiba-tiba. Akibatnya
kemagnetan di sekitar koil hilang / drop dengan cepat. Karena medan magnet hilang dengan
cepat, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi tegangan tinggi, dan pada kumparan primer
juga terjadi tegangan induksi. Tegangan pada kumparan sekunder disalurkan ke distributor dan
kabel tegangan tinggi sehingga terjadi loncatan api pada busi. Tegangan pada kumparan primer
disalurkan ke kondensor dan muatan yang diserap kondensator itu dibuang ke massa saat kontak
poin tertutup. Proses tersebut terjadi secara terus menerus.
Aliran arus primer koil pada saat kontak pemutus tertutup berbentuk eksponensial. Hal ini
disebabkan adanya efek counter electromotor force pada saat arus mengalir pada kumparan
primer koil yang menyebabkan terbentuknya medan magnet di sekitar koil. Semakin tinggi
putaran mesin, maka semakin singkat kontak pemutus menutup sehingga arus primer koil juga
menjadi semakin kecil bila dibandingkan dengan rendah atau sedang. Hal ini akan menurunkan
kemampuan system pengapian.

3. Perhitungan Tegangan Sekunder Berdarkan Arus Primer Koil


Saat kontak pemutus tertutup, arus primer koil naik berangsur-angsur (gradually) secara
eksponensial (Helt, 1965 : 489). Lamanya rangkaian primertertutup bervariasi tergantung
kecepatan engine. Perubahan besarnya arus primer akibat perubahan waktu dinyatakan dengan
persamaan berikut (Heywood, 1989 : 438).

Ip adalah arus yang mengalir pada kumparan primer (Amper), t waktu rangkaian tertutup
(detik), Vo tegangan sumber (Volt), R adalah tahanan total rangkaian primer, dan Lp induktansi
rangkaian primer (Henry). Arus maksimum pada kumparan primer adalah 4 Amper dengan
resistensi rangkaian primer 3 Ohm dan tegangan 12 Volt. Besarnya energi magnetik yang
disimpan dalam suatu induktansi yang membawa arus I adalah (Heywood, 1989 : 439)

Apabila kontak pemutus terbuka, arus primer turun menjadi nol dan terjadi tegangan tinggi
pada kumparan sekunder. Harga puncak tegangan ini adalah tegangan maksimum yang disebut
available voltage (Va). Energi maksimum yang ditransfer ke rangkaian sekunder adalah
(Heywood, 1989 : 439)
Cs adakah kapasitansi rangkaian sekunder (Farad). Berdasarkan persamaan 2, jika energi
yang tersimpan dalam rangkaian primer koil adalah LpIp 2, ditransfer ke rangkaian sekunder,
maka

Energi yang dapat ditransfer ke kumparan sekunder akibat adanya kerugiankerugian adalah
85% (Obert, 1973 : 540). Koil mempunyai kumparan sekunder sekitar 20000 lilit dan kumparan
primer sebanyak 200 lilit, sehingga perbandingan kumparan sekunder dan primernya adalah 100.
Untuk koil dengan perbandingan kumparan sekunder dan primer = 100, maka harga
induktansinnya Lp = 5 mH, dan kapasitansi Cs = 60 pF (Obert, 1973 : 540). Dengan
menggunakan persamaan 2 dan besarnya arus primer misalnya 2,7A, energi yang dapat
disalurkan ke kumparan sekunder sekitar 85% (Obert, 1973 : 540) adalah 0.01526 joule sehingga
dengan persamaan 4 atau 5 tegangan tinggi sekunder (Va) yang terjadi adalah 19,17 kV. Berapa
tegangan sekunder koil jika arus pimer koil yang mengalir adalah 3,5A ?

Rangkuman :
Sistem pengapian digunakan untuk menghasilkan percikan bungan api yang kuat dan pada
saat yang tepat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar. Sistem pengapian yang baik
akan menghasilkan performa engine yang baik sehingga kondisi sistem pengapian harus selalu
dijaga. Penyetelan celah kontak pemutus yang tidak tepat menyebabkan kurang optimumnya
medan magnet yang terbentuk pada koil sehingga dapat mempengaruhi besar kecilnya api pada
busi.
2. SISTEM PENGAPIAN ELECTRONIK
1.Pendahuluan
Sistempengapianberfungsiuntukmenghasilkanpercikanapiyangkuatdantepatuntuk
membakar campuran udaradanbahanbakardidalam ruangbakar.Beberapamacam sistem
pengapiandiantaranyasistempengapiankontakpoint,pengapiantransistor,CDIdanpengapian
terkontrolkomputer.Metodepengapiantransistormenggunakancaradimanaarusyangmengalir
dicoilprimaripadaignitioncoildiinterupsi(dimatikansebentar)denganmenjalankanswitching
transistor untuk menginduksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Untuk jenis kontak
pemutus,begituarusprimerpadaignitioncoildiputusolehkontakpemutus,makaakanterjadi
percikan api pada saat kontak poinnya terbuka. Karena itulah tegangan sekunder yang
dihasilkannyatidakakanstabildanmenimbulkanmisfiringdenganmudah.

Sebagai perbandingan, untuk jenis pengapian transistor, arus primer diputus sebentar oleh
transistor sehingga interupsi terhadap arusnya adalah stabil pada kecapatan rendah dan kumparan
sekunder bisa mengasilkan tegangan tinggi dengan stabil. Karena adanya pembatasan gas buang,
maka diperlukan peningkatan energi pembakaran agar pengapiannya akurat tanpa terjadi misfire
meskipun kecepatannya rendah. Untuk melakukan hal tersebut, maka arus primer harus
dinaikkan. Untuk jenis interruption contact, hal ini sulit dilakukan namun untuk jenis transistor,
hal ini dapat dimungkinkan. Sebagai tambahan, untuk meningkatkan performa pengapian pada
kecepatan tinggi, jumlah gulungan pada ignition coil primer harus dikurangi sehingga tahanan
dan induksi pada kumparan primer dapat diturunkan.
Sistem pengapian dengan kontrol komputer menggunakan metode mendeteksi kondisi mesin
menggunakan berbagai sensor dan input ke computer (ECU), kemudian computer menghitung
waktu pengapian dan mengirimkan sinyal arus primer ke power transistor untuk menginduksikan
tegangan tinggi ke ignition coil. Ignition coil yang dipakai adalah jenis mold. Yang terdiri dari
tipe high-energy ignition (HEI) dan tipe distributor-less ignition (DLI). Keunggulan dari tipe ini
adalah sebagai berikut ;
a. Api pembakarannya sangat stabil pada kecepatan rendah dan tinggi.
b.Ketika terjadi knocking, waktu pengapiannya secara otomatis dimundurkan untuk menekan
knocking.
c.Mendeteksi kondisi mesin, mesin dikontrol melalui pengoptimalan waktu pengapiannya
d.Apabila menggunakan ignition coil yang outputnya tinggi, maka pembakarannya dapat
sempurna.

2. Sistem Pengapian Elektronik


Sistem pengapian ini memanfaatkan transistor untuk memutus dan mengalirkan arus primer
koil. Simbul dan kerja transistor digambarkan sebagai berikut.

Untuk transistor (a) jenis PNP, bila ada arus mengalir dari E ke B, maka transistor akan on
sehingga E dan C nya terhubung yang mengakibatkan arus (lebih besar) juga dapat mengalir dari
E ke C. Untuk transistor (b) jenis NPN, bila ada arus mengalir dari B ke E, maka transistor akan
on sehingga C dan E nya terhubung yang mengakibatkan arus (lebih besar) juga dapat mengalir
dari C ke E. Diagram sistem pengapian transistor adalah sbb.

a. Sistem Pengapian Model Induktif


Sistem pengapian dengan pembangkit pulsa model induktif terdiri dari penghasil pulsa,
ignitier, koil, distributor dan komponen pelengkap lainnya. Sistem pembangkir pulsa induktif
terdiri dari kumparan pembangkit pulsa (pick up coil), magnet permanen, dan rotor pengarah
medan magnet. Secara sederhana rangkaian sistem pengapian ini digambarkan seperti skema
berikut.

Rangkaian pada igniter sebenarnya tidak sesederhana seperti yang diperlihatkan


padagambar di atas karena di dalam igniter tersebut sebenarnya terdapat beberapa bagian, yaitu
penstabil tegangan (voltage stabilizer), pembentuk pulsa (pulse shaper), pengatur sudut dwell
(dwell angle control), penguat pulsa (amplifier), dan transistor power atau rangkaian Darlington.
Pada beberapa model terdapat juga rangkaian pembatas arus primer (current limiting circuit).
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut.

1) Pada saat engine mati


Pada saat kunci kontak ON arus mengalir menuju titik P. Besarnya tegangan pada titik ini
(yang diatur oleh pembagi tegangan R1 dan R2) berada di bawah tegangan basis yang diperlukan
untuk mengaktifkan transistor (melalui pick up coil). Hal ini menyebabkan transistor tidak aktif
(OFF) selama engine mati sehingga tidak terjadi aliran arus pada kumparan primer koil.

2) Pada saat engine hidup


engine sudah hidup, rotor sinyal berputar (mendekati pick up coil) dan menyebabkan
terjadinya pulsa tegangan AC pada pick up coil. Bila tegangan yang dihasilkan adalah positif,
maka tegangan ini ditambahkan dengan tegangan yang terdapat pada titik P sehingga tegangan di
titik Q naik dan besarnya melebihi tegangan basis transistor. Adanya arus basis ini menyebabkan
transistor menjadi aktif (ON) sehingga kaki kolektor dan emitornya terhubung yang
menyebabkan arus dari baterai mengalir ke kunci kontak, ke kumparan primer koil, ke kaki
kolektor, ke emitor, kemudian ke massa. Aliran arus ke kumparan primer koil ini menyebabkan
terjadinya medan magnet pada koil.
Rotor selalu berputar, sehingga pada saat gigi rotor meninggalkan pick up coil terjadi tegangan
AC dengan polaritas berbeda (negatif). Tegangan ini jika ditambahkan dengan tegangan yang
terdapat dalam titik P menjadi tegangan yang besarnya di bawah tegangan kerja transistor.
Akibatnya adalah transistor menjadi tidak aktif (OFF) dan antara kaki kolektor dan emitor
transistor menjadi tidak terhubung. Hal ini menyebabkan aliran arus primer dengan cepat
berhenti dan medan magnet pada koil dengan cepat berubah (collapse). Perubahan garis gaya
magnet dengan cepat ini menyebabkan terjadinya tegangan induksi pada kumparan sekunder.
Tegangan tinggi ini diteruskan ke distributor dan dibagikan ke tiap-tiap busi sesuai dengan
urutan penyalaan (firing order). Salah satu model sistem pengapian transistor dengan rangkaian
lengkap ditunjukkan pada gambar berikut.
Bagian-bagian sistem pengapian tersebut dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu
1) sistem pembangkit pulsa, 2) penstabil tegangan (voltage stabilizer), 3) pembentuk pulsa (pulse
shaping stage), 4) pengontrol sudut dwell, dan 5) bagian driver dan Darlington output.

b. Sistem Pengapian Model Hall Effect


Model pengapian di atas adalah model induktif. Model lainnya adalah Hall effect dan model
iluminasi. Pembangkit pulsa untuk mengaktifkan power transistor dengan model hall effect
digambarkan sebagai berikut.

Apabila bahan semikonduktor dialiri arus listrik dari sisi kiri ke kanan dan semikonduktor
tersebut berada dalam suatu medan magnet, maka pada arah tegak lurus terhadap aliran arus itu
akan timbul tegangan yang disebut dengan tegangan Hall Vh (Hall adalah nama ilmuwan yang
meneliti fenomena tersebut). Apabila medan magnet yang berada di sekitar semikonduktor
tersebut dihilangkan, maka tegangan yang tegak lurus terhadap aliran arus itu juga akan hilang.
Pada gambar di atas (a) medan magnet dihalangi oleh plat logam sehingga tidak melewati semi
konduktor, dalam hal ini Vh = 0. Bila bilah logam dihilangkan (gambar b), maka medan magnet
dapat melewati semikonduktor dan Vh ? 0. Bila bilah logam itu secara teratur melintasi medan
magnet maka pada tegangan Hall akan muncul dan hilang membentuk pulsa tegangan kotak-
kotak. Pulsa inilah yang digunakan untuk mentriger rangkaian transistor untuk memutus dan
mengalirkan arus primer koil.
Pembangkit pulsa model Hall Effect mempunyai tiga buah kabel atau terminal. Satu kabel
merupakan sumber arus untuk dialirkan ke bahan semikonduktor yang terdapat di dalam system
Hall, satu kabel ground, dan satu kabel adalah output tegangan. Bagian lainnya dari system ini
adalah rotor yang berbentuk bilah dan magnet permanen.
c. Sistem Pengapian Model Iluminasi / Cahaya
Pada sistem pengapian iluminasi, cahaya dimanfaatkan untuk mengaktifkan dan
menonaktifkan phototransistor sehingga menghasilkan sinyal yang kemudian diperkuat oleh
bagian amplifier untuk mentrigger power transistor. Pada saat power transistor ON, arus
mengalir melalui kumparan primer koil sehingga terbentuk medan magnet pada koil. Pada saat
transistor OFF, arus primer terputus sehingga medan magnet dengan cepat hilang yang
menyebabkan terjadinya induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder koil.

Sumber cahaya bisanya berasal dari diode bercahaya yang menghasilkan sinar infra merah,
dan cahaya tersebut diterima oleh phototransistor yang dapat aktif atau bekerja apabila terkena
cahaya. Untuk menghalangi cahaya agar phototransistor OFF digunakan rotor yang berbentuk
bilah-bilah dengan lebar coakan / celah sebesar sudut dwell. Bila cahaya tidak terhalangi dan
mengenai phototransistor, hal ini identik dengan saat kontak pemutus tertutup (pada system
pengapian konvensional) atau saat terjadi aliran arus pada kumparan primer koil. Saat cahaya
terhalangi oleh bilah rotor identik dengan kontak pemutus terbuka dan arus primer koil terputus.
Berdasarkan rangkaian di atas, secara garis besar cara kerjanya adalah sebagai berikut. Saat
cahaya mengenai phototransistor, phototransistor menjadi aktif sehingga transistor 1 dan
transistor 2 aktif. Kondisi ini menyebabkan transistor 3 OFF sehingga transistor 4 ON. Dengan
demikian arus dari baterai dapat mengalir ke kumparan primer koil sehingga pada koil timbul
medan magnet. Pada saat bilah rotor menutupi cahaya, phototransistor menjadi OFF sehingga
transistor 2 dan 3 menjadi OFF. Hal ini menyebabkan transistor menjdi ON dan transistor 4
menjadi OFF. Akibatnya OFFnya transistor 4, arus primer koil terputus dengan tiba-tiba yang
menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Perubahan garis gaya magnet pada
koil dengan sangat cepat tersebut menyebabkan terjadinay tegangan tinggi pada koil dan
diteruskan ke distributor dan ke busi sesuai dengan urutan penyalaannya.

d. Sistem Pengapian CDI


Kepanjangan dari CDI adalah Capasitive Discharge Ignition, yaitu sistem pengapian yang
bekerja berdasarkan pembuangan muatan kapasitor. Konsep kerja sistem pengapian CDI berbeda
dengan sistem pengapian penyimpan induktif (inductive storage system). Pada sistem CDI, koil
masih digunakan tetapi fungsinya hanya sebagai transformator tegangan tinggi, tidak untuk
menyimpan energi. Sebagai pengganti, sebuah kapasitor digunakan sebagai penyimpan energi.
Dalam sistem ini kapasitor diisi (charged) dengan tegangan tinggi sekitar 300 V sampai 500 V,
dan pada saat sistem bekerja (triggered), kapasitor tersebut membuang (discharge) energinya ke
kumparan primer koil pengapian. Koil tersebut menaikan tegangan (dari pembuangan muatan
kapasitor) menjadi tegangan yang lebih tinggi pada kumparan sekunder untuk menghasilkan
percikan api pada busi.
Ada perbedaan yang sangat penting dari sistem pengapian CDI dengan sistem pengapian
induktif atau inductive storage system lainnya (yaitu sistem pengapian konvensional, dan
transistor). Pada sistem pengapian induktif (selain CDI), tegangan tinggi pada coil dihasilkan
saat arus pada kumparan primer diputus (oleh kontak pemutus, atau transistor), sedangkan pada
sistem pengapian CDI tegangan tinggi pada koil dihasilkan saat arus dari pembuangan muatan
kapasitor mengalir dengan cepat ke kumparan primer koil (Derato, 1982 : 95). Waktu yang
diperlukan oleh tegangan tinggi untuk mencapai tegangan tertingginya disebut rise time. Pada
sistem pengapian CDI, rise time sangat singkat, sekitar 0,1 sampai 0,3 ms (Heywood, 1989 :
441). Hal ini menguntungkan karena percikan api akan tetap terjadi meskipun busi kotor.
Secara sederhana sistem pengapian CDI digambarkan dengan skema seperti pada gambar
di atas, dan rangakaian tersebut jika dikelompokkan menjadi elemen-elemen yang lebih kecil
sesuai dengan kerjanya masing-masing maka dapat dikelompokkan menjadi enam blok seperti
pada gambar. Keenam bagian utama dari sistem pengapian CDI tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.

1. a. DC to DC converter. Bagian ini berfungsi untuk mensuplai tegangan untuk pengisian


kapasitor. Bagian ini pada prinsipnya terdiri dari rangkaian pengubah arus searah (DC)
dari baterai menjadi (seolah-olah) arus bolakbalik (AC) dengan rangkaian flip-flop. Arus
AC yang dihasilkan kemudian dinaikan tegangannya oleh transformator step up menjadi
sekitar 300 sampai500 Volt dan kemudian disearahkan kembali dengan dioda sistem
jembatan. Tegangan tinggi inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa bagian ini berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi
AC kemudian dinaikan tegangannya dan kemudian disearahkan kembali menjadi DC.
2. Kapasitor. Bagian ini berfungsi untuk menyimpan energi listrik yang disuplai oleh DC to
DC converter.
3. Contact point atau pick up coil. Bagian ini berfungsi sebagai pemicu (trigger) atau
penghasil sinyal untuk mengaktifkan thyristor.
4. Amplifier. Bagian ini berfungsi sebagai penguat sinyal yang dihasilkan oleh bagian
pembangkit sinyal sehingga sinyal tersebut cukup kuat untuk mengaktifkan thyristor.
5. Thyristor switch. Bagian ini berfungsi untuk mengalirkan energi dari kapasitor ke koil
pengapian. Thyristor ini merupakan komponen semikonduktor yang akan bekerja (ON)
oleh adanya pulsa tegangan pada kaki gate-nya. Pada saat distributor berputar, pulsa
tegangan dihasilkan oleh pick up coil. Pulsa ini dikuatkan oleh amplifier untuk kemudian
meng-ON-kan thyristor. Pada saat ON inilah kapasitor mengeluarkan energinya ke
kumparan primer koil. Kemudian thyristor kembali OFF dan kapasitor terisi kembali.
6. Koil. Koil pengapian dalam hal ini berfungsi sebagai transformator yang menghasilkan
tegangan tinggi untuk disalurkan ke busi.
Metode pembuangan muatan kapasitor untuk menghasilkan tegangan tinggi sehingga terjadi
percikan api pada busi dapat dicapai dengan menyimpan energi listrik dalam sebuah kapasitor.
Apabila saat pengapian sudah tepat dan api siap untuk dipercikan, thyristor power akan aktif dan
membentuk suatu rangkaian tertutup antara kapasitor dan kumparan primer koil. Kapasitor
dengan cepat akan melepaskan energinya melalui kumparan primer koil. Aliran arus yang sangat
cepat dalam kumparan primer ini akan menyebabkan terjadinya tegangan yang sangat tinggi
pada kumparan sekunder dan tegangan tinggi ini akan disalurkan ke busi untuk menghasilkan
loncatan bunga api di antara elektroda busi (Heisler,1995 : 454). Berikut ini adalah gambar salah
satu model sistem pengapian CDI yang masih menggunakan kontak pemutus.

Bagian A dalam kotak putus-putus merupakan bagian DC to DC converter yang berfungsi


untuk mengubah arus DC menjadi AC kemudian dinaikan tegangannya dan kemudian
disearahkan kembali menjadi DC. Bagian B adalah kapasitor utama, bagian C adalah sistem
penghasil pulsa atau arus pemicu kerja thyristor, bagian D adalah thyristor, dan bagian E adalah
koil pengapian. Secara singkat kerja dari rangkaian tersebut adalah sebagai berikut. Pada saat
kunci kontak ON arus mengalir ke rangkaian A, dan akibat kerja rangkaian multivibrator yang
dibentuk oleh kedua transistor yang ON dan OFF secara bergantian dan cepat, maka arus listrik
dengan cepat dan bergantian mengalir ke transistor kiri dan kanan sehingga arus juga mengalir
secara bergantian dengan cepat melalui kumparan di atas dan di bawah terminal 0 pada
transformator.
Hal ini menyebabkan pada kumparan akan timbul medan magnet dengan arah kutub yang
berubah-ubah pula. Efek ini akan menghasilkan tegangan induksi pada kumparan sekunder
dengan tegangan yang jauh lebih besar dibanding tegangan pada kumparan primer karena jumlah
kumparan sekunder lebih banyak. Tegangan yang dihasilkan adalah tegangan AC dan kemudian
disearahkan oleh dioda sistem jembatan.
Output dari dioda berupa tegangan DC yang kemudian dialirkan untuk mengisi kapasitor.
Sementara itu, apabila kontak pemutus dalam keadaan tertutup, arus dari baterai akan mengalir
ke kunci kontak ke dioda ke R 47 ke kontak pemutus ke massa. Pada kondisi ini tidak ada sinyal
atau arus yang menuju thyristor sehingga kapasitor belum mengeluarkan muatannya. Pada saat
kontak pemutus terbuka, arus dar R 47 mengalir dioda ?? kapasitor 47 nF ?? kaki gate thyristor.
Arus ini akan menyebabkan thyristor aktif sehingga kaki anoda dan katodanya terhubung dan
membentuk rangkaian tertutup antara kapasitor utama, thyristor, kumparan primer koil, dan kaki
negatif kapasitor utama. Akibat adanya rangkaian tertutup ini maka kapasitor akan mengeluarkan
muatannya (discharge) dengan sangat cepat melalui kumparan primer koil yang dengan cepat
pula menyebabkan terjadinya medan magnet pada koil sehingga terjadi tegangan induksi pada
kumparan sekunder koil.
Apabila kontak pemutus kembali tertutup, arus akan mengalir ke massa lagi dan tidak ada arus
yang masuk ke kaki gate sehingga menyebabkan thyristor OFF sehingga terjadi rangkaian
terbuka pada kapasitor. Pada saat ini pengisian kapasitor kembali terjadi dengan cepat dan
sampai kembali kontak pemutus terbuka muatan kapasitor kembali dibuang dengan cepat ke koil.
Kejadian ini terjadi terus menerus selama sistem pengapian dan engine bekerja.
Model lain rangkaian CDI dengan pemicu model induktif nampak seperti gambar di atas. Secara
garis besar rangkaian tersebut juga tetap terdiri dari lima blok yaitu DC to DC converter (dalam
kotak bergaris putus-putus), kapasitor (C6), pembangkit pulsa (induction pulse generator),
rangkaian penguat pulsa (amplifier), dan thyristor (Th).

Secaraumum,kerjadarirangkaiandiatassamadenganyangsudahdijelaskansebelumnya,
namunaruspemicukerjathyristorberasaldaripulsainduktifyangdiperkuatolehrangkaian
transistoruntukmemperkuatdanmembentukpulsayangdihasilkanolehpulsegenerator.Model
lainrarirangkaianpengapianCDIdiperlihatkanpadagambardibawahini.
Rangkuman:
Sistem pengapian elektronik memamfaatkan kerja transistor untuk memutus dan
mengalirkan arus primer koil. Kerja transistor ini dikontrol oleh pulsa tegangan yang berasal dari
pembangkit pulsa yang telah dikuatkan untuk mentriger Sistem pengapian CDI bekerja dengan
memanfaatkan kerja pengisian dan pembuangan muatan kapasitor. Tegangan yang diisikan ke
kapasitor adalah tegangan tinggi (300 500 volt). Pada sistem pengapian ini tegangan baterai
dinaikan oleh rangkaian converter untuk mencapai tegangan tinggi tersebut. Proses pembuangan
muatan kapasitor terjadi pada saat terjadi rangkaian tertutup kapasitor dan kumparan primer koil
melalui thyristor.

3. SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK TERKONTROL KOMPUTER


1.Pendahukuan
Sistem pengapian terkontrol komputer merupakan sistem pengapian yang ada pada
engine yang sudah menggunakan sistem bahan bakar injeksi (EFI). Pengontrolan pengapian
dilakukan oleh komputer (electronic control unit) yang juga sebagai pengontrol sistem
penginjeksian bahan bakar. Pengontrolan ini terutama pada sistem pemajuan / pemunduran saat
pengapian (ignition timing) yang disesuaikan dengan kondisi kerja engine. Pada sistem
pengapian yang dikontrol komputer, engine dilayani dengan sistem pengapian yang sangat
mendekati karakteristik saat pengapian yang ideal. Komputer unit menentukan saat pengapian
berdasarkan masukan-masukan dari sensor dan memori internalnya yang memiliki data saat
pengapian yang optimal untuk setiap kondisi putaran engine.
Setelah menentukan saat pengapian, komputer unit memberikan sinyal saat pengapian ke igniter.
Bila sinyal tersebut dalam posisi OFF, igniter akan memutus aliran arus primer koil dengan cepat
sehingga terjadi tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Sistem pengapian terkontrol komputer
terbagi menjadi beberapa kategori dasar, yaitu : 1) sistem pengapian dengan distributor, 2) sistem
pengapian tanpa distributor / distributorless ignition system (DLI), 3) sistem pengapian
langsung / direct ignition system (DIS). Komponen utama sistem pengapian terkontrol komputer
terdiri dari 1) sensor poros engkol (sinyal Ne), 2) sensor poros nok (sinyal G), 3) igniter, 4) koil,
kabel-kabel, dan busi, 4) Komputer (ECM) dan input-inputnya. Diagram blok dari sistem
pengapian terkontrol komputer / electronic spark advance (ESA) adalah sebagai berikut.

Distributor pada gambar di atas diberi garis putus-putus berarti distributor pada sistem
tersebut bisa tidak ada. Bila tidak terdapat distributor, maka sistem tersebut termasuk pada sistem
pengapian DLI, sedangkan jika ada distributor maka sistem tersebut sistem pengapian ESA
dengan menggunakan distributor.
Sinyal IGT digunakan untuk mengatur aliran arus primer koil melalui ECM (electronic
control module) atau ECU (electronik control unit). Sinyal IGT adalah suatu tegangan untuk
meng-on dan off kan transistor utama (power transistor) di dalam igniter. Bila sinyal IGT masuk
ke ignitier, sinyal tersebut menyebabkan power transistor menjadi ON sehingga arus dari baterai
mengalir ke kumparan primer koil kemudian ke massa yang mengakibatnya timbul kemagnetan
pada koil. Bila tegangan IGT menjadi 0V, transistor dalam igniter menjadi off sehingga arus
primer terputus yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Akibatnya,
pada kumparan sekunder timbul tegangan tinggi yang kemudian di salurkan ke busi. Sinyal IGF
digunakan oleh ECM untuk untuk menentukan apakah sistem pengapian bekerja atau tidak.
Berdasarkan sinyal IGF, ECM akan tetap memberikan arus ke pompa bahan bakar dan injektor.

Igniter merupakan komponen sistem pengapian yang langsung menerima perintah dari
komputer (ECM) melalui sinyal IGT untuk melakukan pengapian. Fungsi utama igniter adalah
untuk memutus dan menghubungkan arus primer koil berdasarkan sinyal IGT, namun ada
beberapa fungsi lainnya dari igniter, yaitu sebagai 1) unit pembangkit sinyal konfirmasi
pengapian (IGF), 2) dwell angle control, yang berfungsi untuk mengontrol lamanya power
transistor ON atau lamanya arus primer mengalir, 3) lock prevention circuit, rangkaian yang
berfungsi untuk mematikan transistor jika arus mengalir ke kumparan primer koil dalam waktu
yang lama, 4) over voltage prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan
transistor jika tegangan power supply terlalu tinggi, 5) current limiting control, rangkaian yang
dapat menjamin arus primer yang konstan setiap saat baik pada putaran rendah maupun tinggi
sehingga tegangan sekunder selalu tinggi, 6) tachometer signal.
Sinyal Ne dan sinya G merupakan sinyal putaran poros engkol poros nok. Meskipun ada
perbedaan pada sistem pengapian, penggunaan sinyal Ne dan G konsisten atau sama. Sinyal Ne
menunjukkan posisi poros engkol dan putaran engine. Sinyal G (juga disebut sinyal VVT)
memberikan identifikasi posisi tiap silinder. Dengan membandingkan sinyal G dan sinyal Ne
ECM mampu mengidentifikasi silinder yang sedang melakukan langkah kompresi. Hal ini
diperlukan untuk menghitung sudut poros engkol (sudut saat pengapian), saat sistem pengapian
bekerja. Pengaturan maju mundurnya saat pengapian dilakukan dengan mengatur sinyal IGT
oleh ECU.

Sinyal IGT merupakan sinyal untuk mengaktifkan igniter sehingga koil dapat bekerja
menghhasilkan tegangan tinggi. Oleh karena itu, memajukan atau memundurkan saat pengapian
dilakukan dengan mempercepat atau memperlambat sinyal IGT ke igniter. Dengan berubahnya
saat pemberian sinyal IGT, maka tegangan tinggi koil untuk menghasilkan percikan api dari busi
juga menjadi maju atau mundur. ECM menghitung dan menetapkan sinyal IGT berdasarkan
mode dan kondisi kerja engine. Pemberian sinyal IGT didasarkan terutama pada sinyal sensor
posisi poros engkol, sinyal sensor posisi poros nok, beban engine, temperatur, sensor knock, dll.
Secara global kontrol saat pengapian terbagi menjadi dua, yaitu 1) kontrol pengapian saat engine
di start, dan 2) kontrol pengapian setelah start.
Kontrol pengapian saat start adalah saat pengapian yang diset pada waktu yang tetap tanpa
memperhatikan kondisi kerja engine dan disebut initial timing angle (5 100 sebelum TMA).
Kontrol saat pengapian setelah start di dalamnnya meliputi 1) kontrol pengapian saat engine di
start, 2) sudut pengajuan pengapian dasar (basic ignition advence angle), dan 3) kontrol
pemajuan pengapian korektif (didasarkan pada warm up correction, over temperature correction,
stable idling corection, EGR correction, AFR feedback correction, knocking correction, torque
control correction, other correctionn, maximum and minimum advance angle control)

2. Elelectronic Spark Adavance (ESA) dengan Distributor


Sistem pengapian ini masih menggunakan distributor untuk membagikan tegangan tinggi
dari koil ke tiap busi sesuai dengan urutan penyalaannya (FO = firing order). Distributor
memberikan masukan kepada ECM melalui sinyal Ne dan G. berdasarkan masukan itu, ECM
mengolahnya dan memberikan input kepada igniter untuk melakukan pengapian. Pengaturan
pembagian tegangan tinggi sepenuhnya dilakukan oleh distributor, pengaturan saat pengapian
dilakukan oleh ECM dengan mengatur sinyal IGT yang masuk ke igniter.

3. Pengapian Tanpa Distributor / Distributorless Ignition System (DLI)


Sistem pengapian ini adalah system pengapian ESA yang sudah tidak menggunakan
distributor. Dengan menghilangkan distributor, akan meningkatkan reliabilitas system pengapian
dengan mengurangi sejuml untukah komponen mekanik. Keuntungan lainnyaadalah 1) lebih
banyak waktu untuk koil dalam menghasilkan medan magnet yang cukup untuk menghasilkan
bunga api untuk membakar campuran udara bahan bakar di dalam silinder sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya missfiringi, 2) koil pengapian dapat ditempatkan pada atau dekat dengan
busi sehingga mengurangi interferensi listrik dan meningkatkan reliabilitasnya, 3) saat pengapian
dapat dikontrol dengan range yang lebih lebar karena tidak ada lagi rotor pada distributor yang
dapat menyebabkan salah pengapian ke silinder yang lain.
Berdasarkan skema di atas, ECM memberikan sinyal IGT ke power transistor yang ada
pada igniter dan tiap transistor akan memutus dan mengalirkan arus primer koil untuk
menghasilkan percikan api pada busi. Pada sistem ini satu koil melayani dua busi yang akan
menyala secara bersamaan. Percikan api busi yang bersamaan ini terjadi pada dua silinder pada
proses yang berbeda, satu busi memercik pada saat akhir langkah kompresi, dan busi
pasangannya memercik pada saat langkah buang. Pemberian sinyal IGT seperti sudah dijelaskan
sebelumnya, tentu saja berdasarkan masukan dari sensorsensor.
Gambar di atas adalah sistem pengapian DLI model indutive storage. Pada model pengapian
CDI (gambar di bawah), DC to DC converter tetap berdiri sendiri sebagai penghasil tegangan
tinggi untuk mengisi kapasitor. Kapasitor terletak setelah DC to DC converter dan terhubung
langsung dengan salah satu ujung kumparan primer koil. Thyristor terpasang pada ujung lain
kumparan primer koil. Kaki G dari thyristor terhubung dengan salah satu output microprocessor.
Pulsa untuk mengaktifkan thyristor diperoleh dari crankshaft angle sensor yang kemudian
dikuatkan dan diolah di dalam microprocessor untuk selanjutkan sinyal tersebut keluar melalui
R1 atau R1 untuk mengaktifkan thyristor.

Gambar di atas merupakan rangkaian sistem pengapian CDI yang saat pengapiannya
(ignition timing) dikendalikan oleh microprocessor berdasarkan sensor-sensor operasi engine.
Sistem di atas termasuk dalam tipe pengapian distributorless ignition system (DLI) dengan satu
koil untuk melayani dua busi. Pemberian sinyal melalui R1 atau R1 untuk mengaktifkan
thyristor diatur oleh microprocessor berdasarkan sensor posisi poros engkol sehingga saat
penyalaan akan selalu tepat sesuai dengan kondisi operasi engine.

4. Sistem Pengapian Langsung / Direct Ignition System (DIS)


Sistem pengapian langsung (DIS) memiliki koil yang terpasang langsung pada busi. Sistem
pengapian DIS dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu 1) independent ignition, satu koil
tiap silinder, dan 2) simultaneous ignition, satu koil untuk dua silinder. Pada model yang kedua,
sebuah koil dipasangkan pada satu busi dan sebuah kabel tegangan tinggi dipasangkan pada busi
lainnya. Loncatan bunga api terjadi pada kedua silinder secara bersamaan.
Gambar di bawah ini memperlihatkan skema sistem pengapian DIS model independen. ECM
memberikan sinyal IGT sejumlah silinder dan masing-masing sinyal IGT digunakan untuk
mengaktifkan tiap transistor yang ada pada igniter sesuai dengan FO-nya.Transistor ini berfungsi
untuk memutus dan mengalirkan arus primer masing-masing koil. Pengaturan sinyal IGT pada
sistem pengapian ini juga tetap berdasarkan masukan sensor-sensor ke ECM.
5. i-DSI (Intelegent Double Sequential Ignition)
Sistem pengapian iDSI menggunakan dua busi untuk tiap silinder. Kedua busi itu manyala
secara berurutan atau bersamaan tergantung dari kondisi kerja engine. Sistem dapat
mengoptimalkan saat pengapian tiap busi berdasarkan pada putaran dan beban engine.
Pembakaran yang intensif pada semua putaran engine tidak hanya mengotrol knocking tetapi
memungkinkan juga penggunaan rasio kompresi yang lebih tinggi untuk mencapai output yang
lebih tinggi dengann bahan bakar yang lebih kecil dibandingkan dengan engine konvensional.
Keuntungan sistem ini adalah pembakaran yang lebih intensif, menggunakan dua busi yang
dipasang secara diagonal berlawanan satu sama lain, sangat kompak, ruang bakar yang high-
swirl. Setiap pasang busi memercikan api secara sekuensial dengan interval antara keduannya
tergantung pada putaran dan beban engine. Busi yang terletak dekat saluran masuk menyala lebih
dulu kemudian saat api merambat / propagasi, busi yang dekat pipa buang (exhaust) menyala
(sebelum TMA). Api berekspasi dengan cepat ke seluruh bagian untuk menghasilkan
pembakaran yang komplit. Hal ini menghasilkan pembakaran yang lebih cepat dan tekanan
silinder yang lebih tinggi yang memberikan output engine yang tinggi.

Pemrograman peta saat pengapian menghasilkan keseimbangan antara keekonomisan


dengan power output. Pada pembukaan throttle yang besar (putaran sekitar 2600 rpm) pengapian
di sisi saluran masuk (intake) dimajukan dan di sisi exhaust sedikit dimundurkan. Pada kecepatan
tinggi pengapian hamper bersamaan untuk mencapai output yang optimum. Di bawah ini adalah
perubahan saat pengapian dan penyalaan tiap busi pada beberapa tingkat putaran engine.
Rangkuman:
Sistem pengapian terkontrol komputer (ESA) merupakan sistem pengapian yang proses
pemajuan dan pemunduran saat pengapian dikontrol oleh komputer. Sistem pengapian model ini
terdiri dari beberapa model, yaitu sistem pengapian ESA dengan distributor, sistem pengapian
ESA tanpa distributor (DLI), sistem pengapian langsung (DIS), dan sistem pengapian i-DSI.

Anda mungkin juga menyukai