Rencana Aksi Kesorga PDF
Rencana Aksi Kesorga PDF
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
perkenan-Nya, Buku Rencana Aksi Nasional Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun
2016-2019 dapat disusun. RAN ini akan menjadi arah bagi perencanan dan
pelaksanaan kegiatan di Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, baik dalam
pencapaian target dan sasaran Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga maupun
dalam mendukung pencapaian indikator program pada Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat serta indikator kinerja utama Kementerian Kesehatan. Secara lebih luas
tentunya untuk pengembangan dan peningkatan efektivitas kinerja organisasi dalam
bersinergi mewujudkan visi misi pemerintah dan program Nawa Cita melalui upaya
kesehatan kerja dan olahraga.
Dalam Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun
2016-2019 ini tergambar proses pemilihan tujuan, sasaran strategis, kebijakan,
strategi, program dan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu masyarakat
sehat, bugar dan produktif. Penyusunan Rencana Aksi Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga juga diselaraskan dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi sehingga selesainya
Rencana Aksi Nasional Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2019.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kemajuan pembangunan kesehatan di Indonesia,
khususnya di bidang Kesehatan Kerja dan Olahraga. Selamat bekerja, mari
membangun Negara Indonesia tercinta. Salam Sehat, Bugar dan Produktif.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR__i
DAFTAR ISI__ii
DAFTAR TABEL__iii
DAFTAR GAMBAR__iv
BAB I PENDAHULUAN__1
A. Latar Belakang__1
B. Tujuan Penyusunan RAN__2
C. Dasar Hukum__2
D. Pengertian__4
DAFTAR PUSTAKA__35
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Resolusi World Health Assembly (WHA) 60.26 tahun 2007 tentang
Workers health: Global Plan of Action ditekankan bahwa kesehatan pekerja
merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas dan
perekonomian. Pencegahan primer terhadap bahaya kesehatan di tempat kerja
merupakan upaya untuk tercapainya kesehatan pekerja. Oleh karena itu, WHA
menghimbau WHO untuk menggalakkan pengelolaan kesehatan kerja melalui The
Global Plan Action on Workers’ Health tahun 2008-2017. Di sisi lain, Indonesia
menghadapi Globalisasi World Trade Organisation (WTO) dan Asian Free Trade
Agreement (AFTA) yang mempunyai konsekuensi persaingan antar negara dalam
kuantitas dan kualitas produk, jasa maupun sumberdaya manusia. Penerapan
kesehatan kerja merupakan salah satu syarat agar produk suatu industri diterima
oleh negara penerima untuk dapat memenangi persaingan diperlukan pekerja
yang sehat dan produktif.
Tahun 2007-2010 telah ditetapkan Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan
Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional. Pada intinya
untuk dilakukan peningkatan koordinasi yang sinergis antara pengandil
(stakeholders) dengan pemerintah, kemandirian dunia usaha dalam menerapkan
K3, peningkatan kompetensi serta daya saing tenaga kerja di bidang K3 guna
terwujudnya bidaya Keselamatan dan kesehatan. Strategi Kesehatan Kerja
Nasional yang dirumuskan meliputi: 1) Memperkuat dan mengembangkan
kebijakan kesehatan kerja, 2) Pengembangan jejaring kesehatan kerja untuk
meningkatkan cakupan pelayanan untuk seluruh masyarakat pekerja, 3)
Peningkatan upaya kesehatan kerja dan pencegahan penyakit, 4) Melaksanakan
sistem informasi kesehatan kerja, 5) Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan SDM kesehatan kerja berbasis kompetensi, 6) Peningkatan
pemberdayaan sektor terkait dan masyarakat, 7) Peningkatan kegiatan penelitian,
dan 8) Membangun komitmen kesehatan kerja dalam pembangunan kesehatan
dan pembangunan Indonesia.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
mengarahkan pada prioritas upaya promotif dan preventif, dengan isu strategis
RPJMN 2015-2019 adalah peningkatan status kesehatan ibu, bayi, balita, remaja,
usia produktif dan lansia, peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, pengembangan JKN, pemenuhan sumber daya manusia kesehatan,
peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
berkualitas.
Sejalan hal di atas, Visi Kabinet Indonesia Kerja 2015-2019 adalah
Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong, dengan salah satu misi dalam Nawacita adalah
mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 terdapat
Program Indonesia Sehat, yaitu Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan
Kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai upaya untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, mampu
1
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya bersifat promotif dan preventif menjadi
prioritas Program Indonesia Sehat melalui Gerakan Masyarakat Sehat (Germas)
dan pendekatan keluarga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat
Kesehatan Kerja dan Olahrana melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di
bidang kesehatan kerja dan olahraga sesuai peraturan perundang-undangan;
dengan fungsi di bidang kesehatan okupasi dan surveilans, kapasitas kerja,
lingkungan kerja, dan kesehatan olahraga serta urusan tata usaha dan rumah
tangga. Kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga diselenggarakan sebagai upaya
peningkatan kesehatan dan kebugaran bagi masyarakat, termasuk pekerja
dengan prioritas pendekatan promotif dan preventif sesuai paradigma sehat.
Kesehatan Kerja dan Olahraga bermanfaat luas bagi masyarakat, baik pekerja
maupun keluarga, termasuk anak.
Selaras dengan situasi global dan kebijakan pemerintah dalam rangka
mendukung program pembangunan kesehatan nasional secara efektif dan
optimal sesuai Tugas Pokok dan Fungsi, maka perlu disusun suatu Rencana Aksi
Kegiatan (RAN) Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga yang akan menjadi
panduan bagi berbagai stakeholder terkait, diantaranya:
1. Pengelola Program kesehatan Kerja dan Olahraga
2. Lintas Program dan Lintas Sektor terkait Program Kesehatan Kerja dan
Olahraga, termasuk Kementerian Keuangan, Badan Perencana Pembangunan
Nasional, Badan Pemeriksa Keuangan, dan lain-lain.
3. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4. Pemangku kepentingan di pusat, pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4.
2. Undang-Undang RI nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang RI nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4. Undang-Undang RI nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5. Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2
6. Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
7. Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional
8. Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025.
9. Undang-Undang RI nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
10. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
11. Undang-Undang RI, nomor 25 tahun 2009 tentang Azas Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
12. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
13. Peraturan Presiden RI nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
14. Peraturan Presiden RI nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019.
15. Keputusan Presiden RI nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul
karena Hubungan Kerja.
16. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1075 tahun 2003 tentang Sistem
informasi Manajemen Kesehatan Kerja.
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1758 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar.
18. Peraturan Menteri Kesehatan RI, nomor 741/Menkes/PER/VII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
19. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 635 tahun 2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1144/Menkes/Per/VII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas;
21. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 473 tahun 2014 tentang Pelimpahan
Wewenang dan Tanggung jawab Kementerian Kesehatan di Tingkat
Kabupaten/Kota;
22. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 474 tahun 2014 tentang Pelimpahan
Wewenang dan Tanggung jawab Kementerian Kesehatan di Tingkat Provinsi.
23. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No.62/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
24. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 127/MENKES/SK/11/2004, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Bandung.
25. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 038 tahun 2007 tentang Pedoman
Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas Kawasan Industri.
26. Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/
Kota;
27. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang
Rencana Strategis Kemenkes RI tahun 2015-2019.
3
D. Pengertian
Kesehatan Kerja adalah suatu upaya yang bertujuan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kesehatannya serta
mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat faktor risiko pekerjaan.
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan, agar diperoleh
produktifitas kerja yang optimal.
Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat pekerja secara minimal dan paripurna meliputi upaya
peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan
Penyakit Akibat Kerja (PAK) oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.
Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja.
Pos Upaya Kesehatan Kerja(UKK) adalah suatu wadah pelayanan kesehatan
kerja yang berada di tempat kerja sektor informal dan dikelola oleh pekerja
itu sendiri (kader) yang berkoordinasi dengan Puskesmas (sebagai pembina)
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya. Di pos UKK atau pada unit-unit satuan
pelayanan yang terdepan diharapkan ada kelompok kader yang memiliki
peran sebagai: Pembina dan penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja,
Pelaksana Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan
Pertama Pada Penyakit (P3P), koordinator penyediaan fasilitas alat
keselamatan kerja, koordinator kegiatan pencatatan dan pelaporan.
4
BAB II
KONDISI DAN PERMASALAHAN KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
Gambar 1.
Piramida Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur
Tahun 2010 dan Tahun 2025
Pada periode bonus demografi ini jumlah usia produktif lebih banyak dari
kelompok usia lainnya. Jumlah angkatan kerja, pekerja laki-laki ataupun
perempuan, anak sekolah dan jemaah haji sebagai sasaran kegiatan Kesehatan
Kerja dan Olahraga juga mengalami peningkatan. Proporsi usia kerja yang terus
meningkat merupakan tantangan sekaligus kesempatan yang perlu dikawal agar
menjadi tercipta angkatan kerja yang sehat dan produktif. Tantangan proporsi
pekerja yang besar adalah potensi dan kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) yang tinggi. Peluang ini harus dimanfaatkan
dengan mendorong peningkatan kualitas, derajat kesehatan dan produktivitasnya
sehingga bangsa Indonesia menjadi negara maju dan kompetitif.
Dalam kehidupannya, baik di usaha individu/mandiri, skala rumah tangga,
mikro/kecil, menengah, maupun besar serta lingkungan modern maupun
tradisional, pekerja menghadapi potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan hingga kematian akibat penyakit ataupun kecelakaan kerja.
Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 164 tentang
Kesehatan kerja yang merupakan dasar hukum dalam melindungi kesehatan
pekerja memerlukan peraturan pemerintah sebagai jabaran panduan aspek legal
kebijakan kesehatan kerja yang mencakup semua sektor pekerjaan.
Menurut ILO (2004), di seluruh dunia setiap tahun ada 270 juta pekerja
mengalami kecelakaan akibat kerja, 160 juta terkena penyakit akibat kerja, 2 juta
orang meninggal karena masalah akibat kerja dengan 354.000 orang mengalami
kecelakaan fatal. Kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan dan penyakit
akibat kerja setiap tahun lebih dari US$ 1,25 triliun atau sama dengan 4% dari
Produk Domestik Bruto (GDP). Tahun 2012 ILO mencatat lebih dari 2 juta kasus
kematian tiap tahunnya dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sebanyak 300.000 orang meninggal dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat hubungan kerja. Pada tahun 2013, ILO
menyatakan bahwa setiap 15 detik seorang pekerja meninggal dunia karena
kecelakaan kerja serta sebanyak 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.
Anak sekolah sebagai sasaran utama kegiatan Kesehatan Olahraga
merupakan generasi penerus adalah masa depan bangsa dan pekerja merupakan
6
tulang punggung keluarga. Dengan paradigma sehat dalam pembangunan
kesehatan, Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) dan pendekatan keluarga sehat,
serta melalui penguatan upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga, maka diharapkan
berbagai permasalahan di atas dapat diatasi. Harapan mendapatkan pekerja yang
sehat, bugar dan produktif serta kelompok masyarakat khususnya anak sekolah
dan pekerja perempuan dengan derajat kesehatan tinggi dan berkualitas serta
jemaah haji yang bugar dapat tercapai.
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi aktivitas fisik
tergolong kurang aktif secara umum 26,1%. Terdapat 22 provinsi yang memiliki
rerata penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif lebih tinggi dari rata-rata
nasional. Lima provinsi dengan proporsi tertinggi adalah DKI Jakarta (44,2%),
Papua (38,9%), Papua Barat (37,8%), Sulawesi Tenggara dan Aceh (masing-
masing 37,2%). Kurang melakukan aktivitas fisik ini terjadi terutama di daerah
perkotaan. Proporsi perilaku sedentary ≥ 6 jam lebih banyak dilakukan oleh
perempuan dengan pendidikan rendah, tidak bekerja dan tinggal di perkotaan.
Kebiasaan rutin melakukan aktivitas fisik dengan cara latihan fisik atau olahraga
dapat meningkatkan tingkat kebugaran jasmani dan berdampak meningkatkan
kinerja dan produktivitas kerja.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan tingkat kebugaran masyarakat
Indonesia masih rendah, sebagai berikut:
1. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Kementerian Pendidikan Nasional
tahun 2010 melakukan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia di 17 provinsi pada
12.240 siswa SD, SMP, SMA dan SMK hasil tingkat kebugaran jasmani dengan
kategori baik 17%, sedang 38%, dan kurang 45%.
2. Data hasil pengukuran kebugaran jasmani di Kementerian Kesehatan:
a. Tahun 2011 hasil pengukuran pada 300 pejabat eselon 1-4 Kementerian
Kesehatan, BKKBN, dan Badan POM, kategori cukup 49,8% (grup 1) dan
pada pengukuran 6 bulan kemudian kategori cukup menjadi 74,3% (grup 2
dengan peserta yang sebagian berbeda).
b. Tahun 2012 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 327 peserta pejabat
eselon 1-4 Kementerian Kesehatan didapatkan kategori kurang 18%, cukup
72%, baik 10%.
c. Tahun 2013 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 472 orang pegawai
Kementerian Kesehatan dengan kategori kurang sekali 1%, kurang 37%,
cukup 54%, baik 8% dan data hipertensi 23%. Hasil pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT) didapat kategori kurus sekali 4%, kurus 10%, cukup
39%, BB lebih 19%, pra obese 16%, obese 13%.
d. Tahun 2014 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 468 orang pegawai
Kementerian Kesehatan dengan kategori kurang sekali 1,18%, kurang
31,95%, cukup 59,47%, baik 7,10% dan data hipertensi 13,31%. Hasil
pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) didapat kategori kurus sekali
0,89%, kurus 12,24%, cukup 37,91%, BB lebih 22,09%, pra obese 15,52%,
obese 11,3%.
Gambar 2.
Distribusi Tenaga Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja per
Provinsi Tahun 2015
Tabel 1.
Harapan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
No. Komponen
Harapan Kekhawatiran
Stakeholder Inti
1. Kementerian a. Meningkatkan implementasi dan a. Target tidak
Kesehatan efektifitas program GP2SP dan tercapai
Pos UKK b. Kebijakan yang
b. Mendukung implementasi BPJS tidak implementatif
Ketenagakerjaan (bekerjasama c. Konflik
dengan P2JK, PKP, PKR) kepentingan dalam
c. Meningkatkan upaya promotif perencanaan
11
dan preventif kesehatan kerja d. Dukungan
dan olahraga untuk mendukung anggaran tidak
program keluarga sehat optimal
d. Meningkatkan kesehatan pada e. Kuantitas, kualitas
pekerja (sektor formal, sektor dan jenis SDM yang
informal dan TKI) belum memadai
E. Tantangan Strategis
Sebagai entitas yang tidak bisa terlepas dari berbagai stakeholder,
terwujudnya berbagai harapan dan terantisipasinya berbagai kekhawatiran yang
12
tertuang pada Tabel 1 menjadi tantangan bagi Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga. Dari berbagai harapan dan kekhawatiran tersebut, yang menjadi
tantangan strategis bagi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah:
1. Meningkatkan implementasi dan efektivitas program Gerakan Pekerja
Perempuan Sehat Produktif dan Pos UKK
2. Mendukung implementasi BPJS Ketenagakerjaan (bekerjasama dengan Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer,
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan)
3. Meningkatkan kesehatan pada pekerja (sektor formal, sektor informal dan
Tenaga Kerja Indonesia)
4. Meningkatkan perlindungan dan pembinaan kesehatan pada pekerja (layanan,
akses, jaminan dan informasi)
5. Memperkuat sinergisitas regulasi
6. Meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan
7. Menyediakan dukungan dan asistensi dalam pelaksanaan program Kesjaor
F. Analisis SWOT
Dalam menyusun Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga tahun 2016-2019 perlu dilakukan analisis faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi pelayanan kesehatan tersebut. Dengan menggunakan
analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) akan terindentifikasi
faktor kekuatan dan kelemahan relatif terhadap pencapaian tujuan.
a. Faktor Internal
1) Kekuatan (Strength)
a) Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.
b) Memiliki SDM 17 orang lulusan pasca sarjana, 1 orang Doktor dan 2
orang spesialis di bidang Kesehatan Kerja dan Olahraga
c) Memiliki alokasi anggaran dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja dan
Olahraga.
d) Tersedia NSPK kesehatan kerja dan olahraga (ada lebih dari 100
pedoman)
e) Tersedia sistem pencatatan pelaporan LBKP dan LBKO online
2) Kelemahan (Weakness)
a) Belum adanya payung hukum turunan Undang-Undang Kesehatan
dalam bentuk Peraturan Pemerintah Kesehatan Kerja dan Peraturan
Pemerintah Kesehatan Olahraga
b) Belum lengkapnya NSPK tentang Kesehatan Kerja dan Olahraga
c) Belum lengkap data terkait capaian Kesehatan Kerja dan Olahraga di
Indonesia
d) Sistem perencanaan belum berbasis data
e) Sistem monitoring dan evaluasi program belum terukur
f) Belum optimalnya sistem manajemen kinerja pegawai
b. Faktor Eksternal
1) Peluang (Opportunity)
13
a) Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
kerja dan olahraga.
b) Pencanangan Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) oleh pemerintah
Pusat.
c) Adanya jejaring antara lintas sektor terkait, organisasi profesi,
universitas, asosiasi di bidang kesehatan, dunia usaha dan industri,
LSM baik skala nasional dan internasional).
d) Tersedianya SDM kesehatan yang berpotensi untuk melaksanakan
kesehatan kerja dan olahraga.
e) Penerapan sistem BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
f) Adanya Fasilitas Kesehatan Ttingak Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Kesejatan Tingkat Lanjut (FKTL) baik pemerintah atau swasta di
daerah Industri.
g) Adanya event terkait kesehatan kerja dan olahraga tingkat nasional dan
internasional di Indonesia.
h) Tersedianya berbagai sumber dana kesehatan di daerah untuk
pelaksanaan promotif dan preventif
2) Ancaman (Threat)
a) Rendahnya kapasitas pelaksana kesehatan kerja dan olahraga di
tingkat provinsi.
b) Kesehatan Kerja dan Olahraga belum menjadi perhatian
Kabupaten/Kota
c) Pelayanan kesehatan pekerja sektor informal belum mendapatkan
perhatian optimal dari stake holder terkait.
d) Sistem rujukan kesehatan kerja dan olahraga belum berfungsi secara
optimal
e) Masih kurangnya pemahaman pekerja dan pengelola tempat kerja
tentang K3 di tempat kerja.
f) Kurangnya dukungan dari lintas sektor dan stake holder lain
g) Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang risiko-risiko kesehatan
kerja dan olahraga.
Weakness
Nilai
No. Kelemahan Bobot Rating
Terbobot
Belum adanya payung hukum turunan UU Kesehatan
dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang
1. 20 70 14
Kesehatan Kerja dan Peraturan Pemerintah tentang
Kesehatan Olahraga
Belum lengkap data terkait capaian kesehatan kerja
2. 20 80 16
dan olahraga di Indonesia
3. Sistem perencanaan belum berbasis data 25 80 20
Sistem monitoring dan evaluasi program belum
4. 25 80 20
terukur
Total 100 75
Opportunity
Nilai
No. Peluang Bobot Rating
Terbobot
Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
1. 10 50 5
terhadap kesehatan kerja dan olahraga
Pencanangan Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS)
2. 15 80 12
oleh pemerintah Pusat
Adanya jejaring antara lintas sektor terkait, organisasi
profesi, universitas, asosiasi di bidang kesehatan,
3. 15 70 10,5
dunia usaha dan industri, LSM baik skala nasional dan
internasional)
Tersedianya SDM kesehatan yang berpotensi untuk
4. melaksanakan kesehatan kerja dan olahraga 15 60 9
(termasuk Jabfung)
Penerapan sistem BPJS Kesehatan dan BPJS
5. 10 80 8
Ketenagakerjaan
Adanya FKTP dan FKTL baik pemerintah atau swasta
6. 10 80 8
di daerah Industri.
15
Adanya event terkait kesehatan kerja dan olahraga
7. 10 60 6
tingkat nasional dan internasional di Indonesia
Tersedianya berbagai sumber dana kesehatan di
8. 15 50 7,5
daerah untuk pelaksanaan promotif dan preventif
Total 100 66
Threat
Nilai
No. Ancaman Bobot Rating
Terbobot
Rendahnya kapasitas pelaksana kesehatan kerja dan
1. 15 60 9
olahraga di tingkat provinsi
Kesehatan Kerja dan Olahraga belum menjadi
2. 15 50 7,5
perhatian Kabupaten/ Kota
Pelayanan kesehatan pekerja sektor informal belum
3. mendapatkan perhatian optimal dari stake holder 10 50 5
terkait.
Sistem rujukan kesehatan kerja dan olahraga belum
4. 10 50 5
berfungsi secara optimal
Masih kurangnya pemahaman pekerja dan pengelola
5. 15 50 7,5
tempat kerja tentang K3 di tempat kerja
Kurangnya dukungan dari lintas sektor dan stake
6. 20 40 8
holder lain
Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang risiko-
7. 15 40 6
risiko kesehatan kerja dan olahraga
Total 100 48
Berdasarkan bobot dan rating yang telah diperoleh untuk setiap faktor maka dapat
dipetakan posisi bersaing Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga berada di
kuadran II (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga mempunyai posisi bersaing dengan kondisi kelemahan lebih menonjol dari
pada kekuatan organisasi, tetapi mempunyai peluang upaya yang masih lebih tinggi
dari ancamannya. Atas dasar itu, tema strategi penguatan internal kelembagaan
sekaligus meraih berbagai peluang yang ada merupakan pilihan strategi Direktorat
Kesehatan Kerja dan Olahraga.
16
Gambar 3
Posisi Bersaing
100 Opportunity
80
60
40
(-23,5; 18)
20
Weakness Strength
-20
-40
-60
-80
Threat
-100
17
BAB III
KEBIJAKAN DAN STRATEGI KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
A. Arah Kebijakan
Sebagaimana dinyatakan pada Bab 1 bahwa Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga mempunyai tujuan untuk mendukung pencapaian masyarakat sehat, bugar
dan produktif. Untuk itu, arah kebijakan dan strategi yang ingin dibangun oleh
Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah:
1. Membangun masyarakat yang sehat bugar dan produktif dengan
menitikberatkan upaya promotif dan preventif.
2. Memperkuat kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
3. Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan olahraga secara bertahap
terpadu dan berkesinambungan berdasarkan kebutuhan masyarakat.
4. Pengembangan program kesehatan kerja dan olahraga melibatkan lintas
program, lintas sektor, pemerintah daerah, dunia usaha, swasta dan
masyarakat.
5. Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan olahraga sesuai standar
profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional.
B. Sasaran Strategis
Dalam mewujudkan tujuan mendukung pencapaian masyarakat sehat, bugar
dan produktif, Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga telah menetapkan rincian
strategi yang diturunkan dan dipilih dari hasil analisis TOWS sebagai berikut:
1. Strategi S – O (Menggapai O dengan memanfaatkan S)
a. Optimalisasi Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif dan Upaya
Kesehatan Kerja
b. Advokasi kepada BPJS Ketenagakerjaan
c. Advokasi dan pendampingan
d. Pembentukan kader Kesjaor Indonesia
e. Pembentukan etalase kesjaor di setiap provinsi
f. Membangun sistem pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga yang
bersinergi dengan BPJS
Dari berbagai strategi yang dihasilkan dari analisis TOWS, dipilih beberapa item yang
bersifat strategis yang menjadi sasaran strategis yang ingin diwujudkan dalam lima
tahun ke depan, meliputi:
1. Meningkatnya Kesehatan pekerja (formal, informal, TKI), jamaah haji dan
anak sekolah
2. Meningkatnya implementasi dan efektivitas program GP2SP, Pos UKK, K3
Faskes, K3 Perkantoran, Gerakan Peduli KESORGA, Klinik TKI, dll
3. Optimalisasi peran fasyankes & dinkes
4. Pemberdayaan masyarakat dalam implementasi Kesjaor (Kader Kesjaor)
5. Kemitraan dengan akademiksi, organisasi profesi, BPJS Naker, LSM
6. Pembentukan etalase Kesjaor di Provinsi
7. Advokasi dan sosialisasi Kesjaor (Pemda, dunia usaha, lintas program, lintas
sektor, dll)
8. Integrasi Sistem Informasi Kesjaor dalam SIP
9. Peningkatan kemampuan SDM Pelaksana Kesjaor dan Optimalisasi Jabfung
10. Penguatan kebijakan dan implementasi NSPK
C. Peta Strategi
Hasil pengerucutan 10 sasaran strategis di atas membentuk suatu peta
strategi. Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga merupakan rencana
besar/grand design Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2020 yang disusun dalam
rangka mencapai masyarakat pekerja sehat, bugar dan produktif. Peta strategi yang
disusun mengadopsi model Balanced-Score card, namun hanya menggunakan tiga
perspektif yakni: perspektif sumberdaya, perspektif proses strategis dan perspektif
output. Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga berisikan jalinan
berbagai sasaran strategis dalam kerangka hubungan kausalitas yang mencerminkan
pentahapan setiap 5 tahun yang diharapkan menjadi satu rangkaian yang
berkesinambungan.
19
Gambar 4
Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga
D. Indikator Kinerja
Setiap sasaran strategis yang termaktub dalam peta strategi memiliki
indikator kinerja untuk menilai hasil pencapaian upaya yang dilakukan dengan
didukung oleh tersedianya sumber daya. Sasaran strategis dan Indikator Kinerja
Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2016 – 2020, sebagai berikut:
Tabel 3.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja (MOHON DILENGKAPI)
Target
No. Sasaran Strategis No Indikator
2016 2017 2018 2019 2020
1. Meningkatnya kesehatan Hasil survei peningkatan
1
pada pekerja (sektor kesehatan pada pekerja
formal, sektor informal Hasil survei peningkatan
2
dan TKI), Jemaah haji dan kesehatan pada Jemaah haji
anak sekolah Hasil survei peningkatan
3
Kesehatan pada anak sekolah
2. Meningkatkan Jumlah Perusahaan yang
implementasi dan 4 melaksanakan GP2SP sesuai 108 120 132 144 156
efektifitas program GP2SP, standar
Pos UKK , K3 Faskes, K3 Jumlah RS yang menerapkan K3
5
Perkantoran, Ergonomi, RS sesuai standar
Gerakan peduli kesehatan Jumlah institusi yang
olahraga, klinik TKI 6 melaksanakan K3 Perkantoran 63 64 64 64 64
sesuai standar
Persentase klinik yang
7 melaksanakan pelayanan 100 100 100 100 100
kesehatan CTKI sesuai standar
Persentase calon jemaah haji
8 yang diperiksa kebugaran 30% 40% 50% 60%
jasmani
21
Target
No. Sasaran Strategis No Indikator
2016 2017 2018 2019 2020
Persentase puskesmas yang
9 melaksanakan kesehatan 0 75 75 75 75
olahraga bagi anak SD
3. Optimalisasi peran % Puskesmas yang
10 50 60 70 80
Fasilitas pelayanan melaksanakan Kesehatan kerja
kesehatan dan dinas % Puskesmas yang
kesehatan dalam 11 melaksanakan Kesehatan 30 40 50 60
Kesehatan Kerja dan Olahraga
Olahraga
12 % RS yang melaksanakan K3
4. Pemberdayaan Jumlah Pos UKK terbentuk atau
Masyarakat 13 355 480 605 730 816
dibina a)
dalam implementasi
Kesehatan kerja dan Jumlah Pos UKK terbentuk di
14 560 1215 890 2604
olahraga (kader Kesehatan non PPI/TPI a)
kerja dan kesehatan Jumlah sekolah yang
olahraga) 15 melaksanakan tes kebugaran
anak sekolah a)
16 Jumlah kader kesehatan kerja
17 Jumlah kader kesehatan olahraga
5. Kemitraan dengan Jumlah kegiatan yang dilakukan
akademisi, organisasi dengan melibatkan akademisi,
18
profesi, BPJS Naker, LSM organisasi profesi, BPJS Naker,
LSM
6. Pembentukan etalase Provinsi yang memilki minimal 2
kesjaor di setiap Provinsi kabupaten/kota percontohan di
19
bidang
kesehatan kerja dan olahraga
7. Advokasi dan Sosialisasi
Kesehatan Kerja dan
Olahraga Jumlah Kabupaten/Kota yang
(Pemda, dunia usaha, 20 memiliki dana APBD untuk
lintas program, lintas program Kesjaor
sektor dan lain-lain)
22
BAB IV
RENCANA AKSI NASIONAL KESEHATAN
KERJA DAN OLAHRAGA
Penetapan standar, pedoman dan petunjuk teknis pelayanan kesehatan kerja yang
berdayaguna tinggi perlu ditingkatkan sehingga kesehatan kerja dapat
dilaksanakan oleh semua fihak. Harmonisasi standar dan regulasi perlu
dilaksanakan antar lintas program, lintas sektor dan lintas batas, sehingga
standar dan regulasi mempunyai pengakuan nasional dan internasional.
2. Penguatan fasilitas pelayanan kesehatan kerja dan olahraga tingkat primer dan
tingkat rujukan.
24
b) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan pada dokter puskesmas dan
dokter perusahaan dalam upaya kesehatan kerja
c) Melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi tepat guna
kesehatan kerja.
2) RS kelas C, B dan A
Pada jejaring pelayanan kesehatan kerja, peran RS lebih kepada rujukan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kasus kesehatan kerja.
Secara lebih rinci, rencana aksi yang disusun berisikan kegiatan-kegiatan untuk
menunjang capaian indikator kinerja Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga
seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.
Kegiatan Rencana Aksi (MOHON DILENGKAPI)
Stakeholder Pelaksanaan
No Indikator Kegiatan
Terkait 2016 2017 2018 2019 2020
Hasil survei peningkatan Survei Penyakit Puskesmas, v v v
1 kesehatan pada pekerja Akibat Kerja Dinas
Kota/Kab
Hasil survei peningkatan Survei Kesehatan v v v v v
2 kesehatan pada Jemaah Jemaah hati
haji
Hasil survei peningkatan Survei Kesehatan Dinas
3 Kesehatan pada anak anak sekolah Kota/Kab
sekolah
Jumlah Perusahaan yang
4 melaksanakan GP2SP
sesuai standar
Jumlah RS yang
5 menerapkan K3 RS
sesuai standar
Jumlah institusi yang
melaksanakan K3
6
Perkantoran sesuai
standar
Persentase klinik yang
melaksanakan
7
pelayanan kesehatan
CTKI sesuai standar
Persentase calon
jemaah haji yang
8
diperiksa kebugaran
jasmani
26
Stakeholder Pelaksanaan
No Indikator Kegiatan
Terkait 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase puskesmas
yang melaksanakan
9
kesehatan olahraga bagi
anak SD
% Puskesmas yang
10 melaksanakan
Kesehatan kerja
% Puskesmas yang
11 melaksanakan
Kesehatan Olahraga
% RS yang
12
melaksanakan K3
Jumlah Pos UKK
13
terbentuk atau dibina
Jumlah Pos UKK
14 terbentuk di non
PPI/TPI
Jumlah sekolah yang
15 melaksanakan tes
kebugaran anak sekolah
Jumlah kader kesehatan
16
kerja
Jumlah kader kesehatan
17
olahraga
Jumlah kegiatan yang
dilakukan dengan
18 melibatkan akademisi,
organisasi profesi, BPJS
Naker, LSM
Provinsi yang memilki
minimal 2
kabupaten/kota
19
percontohan di bidang
kesehatan kerja dan
olahraga
Jumlah Kabupaten/Kota
yang memiliki dana
20
APBD untuk program
Kesjaor
Level integrasi Sistem
informasi kesjaor
21 dengan sistem
informasi yang ada di
Kementerian Kesehatan
% SDM Kesjaor dan
Jabfung yang meningkat
22
kompetensi dalam
kersjaor
Jumlah regulasi kesjaor
23
yang tersusun
27
BAB V
KERANGKA REGULASI DAN PEMBIAYAAN
A. KERANGKA REGULASI
Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka perlu
didukung dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan regulasi
disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional. Kerangka regulasi
diarahkan untuk penyediaan regulasi terkait dengan Kesehatan kerja dan olahraga.
Kerangka regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan peraturan
pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri yang terkait, termasuk
dalam rangka menciptakan sinkronisasi dan integrasi penyelenggaraan kesehatan
kerja dan olahraga antara pusat dan daerah.
Dalam tahun 2016-2020 ini, diharapkan regulasi-regulasi berikut mampu
disiapkan oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah tentang Upaya Kesehatan Kerja.?
2. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan, di antaranya terkait Penyakit Akibat
Kerja, Pelayanan Kesehatan bagi TKI, Ergonomi Perkantoran, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit, K3 Perkantoran, Kesehatan Olahraga, Gerakan
Pekerja Perempuan Sehat Produktif. ?
3. Berbagai Pedoman dan Petunjuk Teknis, antara lain tentang Perencanaan dan
Dana Dekonsentrasi, Pengelolaan Data Kesehatan Kerja dan Olahraga.
4. Buku Panduan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Buku FAQ. ?
28
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
Proses monitoring dan evaluasi rencana aksi melalui sistem informasi yang
terintegrasi diperlukan untuk memastikan pencapaian target dan sasaran Direktorat
Kesehatan Kerja dan Olahraga yang telah ditetapkan. Proses pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, khususnya
Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
A. Monitoring
Monitoring merupakan proses pengumpulan dan analisis informasi
(berdasarkan indicator yang ditetapkan) secara sistematis dan
berkesinambungan tentang program dan kegiatan sehingga dapat dilakukan
tindakan koreksi untuk penyempurnaan program dan kegiatan selanjutnya.
B. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian target kinerja dan pengungkapan
masalah kinerja program dan kegiatan untuk memberikan umpan balik bagi
peningkatan kualitas kinerja program.
29
BAB VII
PENUTUP
30
LAMPIRAN KAMUS INDIKATOR (MOHON DILENGKAPI BERURUTAN DARI
INDIKATOR NO 1)
31
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
100 Tahun 2015 tentang Pos UKK
terintegrasi
32
Kesehatan
33
5. Optimlisasi waktu istirahat bermain
6. Pengukuran kebugaran jasmani
7. Gizi anak sekolah
PERATURAN PENDUKUNG Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
34
3. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun
2011
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
29 Tahun 2013
35
DAFTAR PUSTAKA
36
TIM PENYUSUN
KONTRIBUTOR
Staf Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga
37