Anda di halaman 1dari 20

RUMAH SAKIT UMUM

RESUSITAS JANTUNG PARU (RJP)


DAERAH MARTAPURA
KELAS D KAB. OKU No. Dokumen No. Revisi Halaman
TIMUR
445/ /HPK/2019 00 1/1

Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh


Direktur RSUD Martapura

STANDAR PROSEDUR 24 Januari 2019

OPERASIONAL
dr.DedyDamhudi
NIP. 198306112011011008

Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan yang dilakukan


PENGERTIAN kepada korban henti napas dan henti jantung.
Mengembalikan fungsi jantung dan fungsi paru .
TUJUAN
Keputusan Direktur RSUD Martapura
KEPUTUSAN Nomor :
Tentang Pelayanan Pasien Resiko Tinggi.
Melakukan 5 langkah resusitasi jantung paru disingkat DRCAB,
sebagai berikut:
1. D (danger) yaitu kewaspadaan terhadap bahaya
PROSEDUR  Aman Penolong (bila memungkinkan gunakan sarung
tangan dan masker).
 Aman Lingkungan (misalnya matikan sumber arus
listrik).
 Aman Korban (letakkan pada tempat yang rata, kering,
dan jauh dari bahaya).
2. R (Respon) yaitu penilaian sadar atau tidak sadar
 Tepuk bahu dan panggil nama/bapak/ibu
 Jika tidak ada respon berarti korban tidak sadar
 PANGGIL BANTUAN
 Berteriak dan lambaikan tangan
 Telepon IGD (101)
 PERIKSA NADI KAROTIS (letaknya dileher bagian
samping)
 Cara menilainya (raba selama 5-10 detik)
 Jika teraba berarti jantung berdenyut, periksa
bernafas atau tidak.
 Jika tidak teraba berarti jantung berhenti

1
berdenyut lakukan RJP.

TERKAIT 1. Instalasi Gawat Darurat


2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Rekam Medik

2
DNR
RUMAH SAKIT
(DO NOT RESUCITATE)
UMUM DAERAH
MARTAPURA KELAS No Dokumen No Revisi Halaman
D KAB. OKU TIMUR
00
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Ditetapkan
OPERASIONAL 24 Januari 2019 Direktur

dr.Dedy Damhudi
NIP. 198306112011011008
Pengertian  Resusitasi
Intervensi medis yang bertujuan untuk memulihkan aktivitas
Antung atau pernapasan, dan yang tercantum di sini:
1. Pacu jantung (penekanan dada)
2. Defibrilasi
3. Assisted ventilasi
4. Endotrakeal intubasi
5. Pemberian obat kardiotonik
 DNR Order : Perintah untuk menahan resusitasi.
Sebuah Order DNR dianggap hanya jika satu atau lebih kondisi
berikut ada :
1. Terdapat bukti legal baik fotocopi maupun asli yang berisi
order DNR
2. Pasien memakai Medallion / gelang DNR
3. Untuk pasien yang berada dalam fasilitas perawatan kesehatan
berlisensi atau yang sedang ditransfer antara fasilitas kesehatan
berlisensi, dokumen yang ditulis dalam catatan permanen medis
pasien yang berisi pernyataan “Jangan Resusitasi”, “Kode Tidak
Resusitasi”, “Do Not Resuscitate (DNR)” atau tidak CPR, telah
dilihat oleh personil tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura. Keaslian dokumen ini harus secara verbal
didokumentasikan oleh saksi dari fasilitas perawatan kesehatan.
Tuuan Untuk menetapkan criteria ketika menentukan kelayakan menahan
tindakan resusitasi yang memenuhi persyaratan perundang-undang
dan hak-hak pasien
Kebijakan Tidak boleh dilakukan resusitasi pada pasien yang mempunyai
DNR, kecuali sampai belum dibuktikan dengan keterangan yang
jelas dan legal
Prosedur 1. Semua paasien memerlukan evaluasi medis segera

3
2. Semua pasien dengan tanda-tanda vital tidak ada yang tidak
“jelas mati”, harus diperlukan dengan tindakan resusitasi,
kecuali petugas medis Rumah Sakit Umum Daerah disajikan
dengan Order DNR sebagaimana ditentukan sebelumnya. Tanda
jelas mati (Triple zero)
jelas pasien meninggal adalah mereka ditemukan non
bernapas, pulseless, asystolic, dan memiliki satu atau lebih dari
jangka panjang indikasi berikut kematian
 Dekapitasi
 Rigor Mortis tanpa hypothermia
 Profound dependent lividity
 Decomposition (pembusukan)
 Mummifikasi / putrifikasi
 Insenerasi
 Pembekuan mayat
3. Identifikasi yang benar dari pasien sangat penting dalam proses
ini. Jika tidak mengenakan Medallion DNR, pasien harus positif
diidentifikasi sebagai orang yang disebutkan dalam Order DNR.
Hal ini biasanya akan memerlukan baik kehadiran saksi atau
band identifikasi.
4. Ketika Order DNR adalah operasi, jika pasien tidak teraba nadi
dan apneu, resusitasi akan ditahan atau dihentikan.. pasien
menerima perawatan lengkap selain resusitasi (misalnya, untuk
obstruksi jalan napas, nyeri, dyspnea, perdarahan, dll)
5. Sebuah Order DNR dianggap batal dan tidak berlaku di bawah
salah satu kondisi berikut. Jika ada dari keadaan ini terjadi,
pengobatan yang tepat akan terus atau segera dimulai, termasuk
resusitasi, jika perlu.
a. Pasien sadar dan menyatakan bahwa ia ingin resusitasi
b. Ada keberatan atau perselisihan dengan anggota keluarga
atau pengasuh
c. Ada pernyataan / perselisihan mengenai keabsahan Order
DNR
6. Petunjuk penting lainnya, seperti informal “Wasiat hidup” atau
instruksi tertulis tanpa agen untuk perawatan kesehatan mungkin
ditemui. Jika hal iini terjadi, resusitasi harus dimulai, jika ada
indikasi
7. Jiak agen perawatan resusitasi tidak dilakukan, petugas medis
Rumah Sakit Umum Daerah Martapura harus menginformasikan
4
agen konsekuensi dari permintaan
8. Order DNR harus dihormati selama transportasi rujukan
Dalam hal pasien berakhir selama transportasi, berikut harus
dipertimbangkan:
a. Kecuali secara khusus meminta, pasien tidak harus
dikembalikan
ke kediaman pribadi atau fasilitas keperawatan terampil
b. Lanjutkan ke rumah sakit tujuan atau kembali kerumah sakit
yang berasal jika waktu tidak berlebihan
c. Jika waktu transportasi akan berlebihan, mengalihkan
Kerumah sakit terdekat
9. Untuk semua kasus ketika seorang pasien dengan Order DNR
ditemui, petugas Rumah Sakit Umum Daerah Martapura harus
mendokumentasikan berikut pada laporan perawatan pra-rumah
sakit mereka:
a. Nama dokter pasien menandatangani Order DNR
b. Tanggal perintah itu ditandatangani
c. Jenis DNR Order (DNR Medallion, pra-rumah sakit DNR
Form,
ditulis urutan bagan fasilitas perawatan kesehatan berlisensi).
d. Nama orang yang mengidentifikasi pasien jjika Medallion
/gelang DNR bukanlah dasar keputusan

Unit Terkait UGD


Ambulance
Rawat inap
ICU
OK

5
SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI
(DO NOT RESUCITATE)

Yang bertanda tangan dibawah ini saya:

Nama :.........................................................................................................................................

Tanggal Lahir :.............................................................................................................................

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya membuat keputusan dan menyetujui perintah do not
resuscitate (jangan diresusitasi).
Saya menyatakan bahwa jika jantung saya berhenti berdetak jika saya berhenti bernafas tidak
ada prosedur medis untuk mengembalikan bernafas atau berfungsi kembali jantung akan
dilakukan oleh staf Rumah Sakit, termasuk namun tidak terbatas pada staf layanan medis
darurat.
Saya memahami bahwa keputusan ini tidak akan mencegah saya menerima pelayanan
kesehatan lainnya seperti pemberian maneuver heimlich atau pemberian oksigen dan
langkah-langkah
perawatan untuk meningkatkan kenyamanan lainnya.
Saya memberikan ijin agar informasi ini diberikan kepada seluruh staf Rumah Sakit, saya
memahami bahwa saya dapat mencabut pernyataan ini setiap saat.

Yang Menyatakan Saksi Saksi

............................... ................................. ..................................

6
Formulir Do-Not-Resuscitate (DNR)

Formulir ini adalah perintah dokter di mana tenaga medis emergensi tidak boleh melakukan
resusitasi bila pasien dengan identitas di bawah ini mengalami henti jantung (di mana tidak
ada denyut nadi) atau henti napas (tidak ada pernapasan spontan). Formulir ini juga
menginstruksikan kepada tenaga medis emergensi untuk tetap melakukan intervensi atau
pengobatan atau tata laksana lainnya sebelum terjadi henti napas atau henti jantung.

Identitas Pasien
Nama lengkap pasien:_________________________________________________________
Tempat & tanggal lahir pasien:__________________________________________________

Pernyataan dan Instruksi Dokter (tandai salah satu)


Saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini menginstruksikan tenaga medis emergensi
untuk melakukan hal yang tertulis di bawah ini:

o Usaha komprehensif untuk mencegah henti napas atau henti jantung TANPA
melakukan intubasi. DNR jika henti napas atau henti jantung terjadi. TIDAK
melakukan CPR.
o Usaha suportif sebelum terjadi henti napas atau henti jantung yang meliputi
pembukaan jalan napas secara non-invasif, pemberian oksigen, mengontrol
perdarahan, memposisikan pasien dengan nyaman, bidai, obat-obatan anti-nyeri,
TIDAK melakukan CPR bila henti napas atau henti jantung terjadi.

Saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa keputusan DNR di atas
diambil setelah pasien diberi penjelasan, dan informed consent diperoleh dari :

o Pasien sendiri
o Tenaga kesehatan yang ditunjuk pasien
o Wali yang sah atas pasien (termasuk yang ditunjuk pengadilan)
o Anggota keluarga pasien

Jika hal di atas tidak dimungkinkan, maka saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini
memberikan perintah DNR di atas berdasarkan pada:

o Instruksi pasien sebelumnya


o Keputusan dua orang dokter bawah CPR akan memberikan hasil yang tidak efektif

7
Tandatangan Dokter

Nama lengkap dokter:_________________________________________________________


Nomer induk dokter:__________________________________________________________
Nomer telepon dokter yang bisa dihubungi:______________________________________
Tanggal menyatakan:_________________________________________________________

Tanda tangan dokter yang menyatakan:___________________________________________

*fotokopi atau salinan yang dibuat adalah sah

8
DAFTAR ISI

Halaman..................................................................................................................................... i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I DEFINISI........................................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP......................................................................................................2
BAB III TATA LAKSANA.......................................................................................................
BAB IV DOKUMENTASI........................................................................................................

9
BAB I
DEFINISI

DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga


medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat, dan
tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan
maupun jantung pasien berhenti.
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan
untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila
seseorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasa CPR melibatkan
ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding
dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya-
upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang spontan. CRP lanjut
melibatkan DC shock, insersi tube untuk membuka jalan napas, injeksi obat-obatan ke
jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah
toraks). Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun
dicatatan yang dibawa pasien sehari-hari di rumah sakit atau keperawatan atau untuk
pasien di rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk
tidak berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadihenti jantung. Bila
kasusnya terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga
emergensi tidak boleh melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah
sakit untuk CPR.

1. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman
dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung atau
henti napas,

10
BAB II
RUANG LINGKUP

Rumah sakit menghormati hak paisen dan keluarga dalam menolak tindakan
resusitasi atau pengobatan bantuan hidup dasar. Penolakan resusitasi dapat diminta oleh
pasien dewasa yang kompeten dalam mengambil keputusan.
Pasien yang tidak bisa membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup umur,
gangguan kesadaran mental dan fisik) diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali
yang ditunjuk.

GUIDELINES:
A. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya :
1. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasi
2. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya
3. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan)

B. Kriteria DNR
1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat atau
wali yang sah yang ditunjjuk oleh pengadilan
2. Dengan pertimbangan tetntu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien / walinya
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CRP
hanya menunda proses kematian yang alami
b. Pasien tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian disbanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan

11
BAB III
TATA LAKSANA

Prosedur Penolakan Resusitasi di Rumah Sakit


1. Dokter penanggung jawab pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi atau
pengobatan bantu hidup dasar
2. Pasien atau keluarga / wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan resusitasi

Prosedur yang direkomendasikan


1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregive
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR ditempat-tempat
yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau kaki
(jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada
perubahan keputusan yang teradi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR
dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bawah status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan

12
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara Rumah sakit dengan
menggunakan format yang sudah disediakan oleh Rekam Medis
2. Penolakan pemberian DNR (Do Not Resusitate) atau jangan lakukan resusitasi dengan
mengisi formulir keputusan DNR
3. Seluruh tindakan yang dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan (RM)

Ditetapkan di : Martapura
Pada Tanggal : 17 Januari 2019
DIREKTUR RSUD MARTAPURA
KABUPATEN OKU TIMUR

dr. Dedy Damhudy


Penata Tk.I
NIP. 19780101 201001 1 018

13
PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang
mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas
spontan? Apakah Anda dapat menentukan orang tersebut sudah mati? Seseorang
yang mengalami henti nafas ataupun h e n t i jantung belum tentu ia
mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong. Dengan
melakukan tindakan pertolongan pertama, seseorang yang henti napas dan
henti jantung dapat dipulihkan kembali. Tindakan pertolongan pertama yang
dilakukan untuk memulihkan kembali s e s e o r a n g y a n g m e n g a l a m i h e n t i
n a p a s d a n h e n t i j a n t u n g d i s e b u t b a n t u a n h i d u p d a s a r , a t a u dalam
istilah Inggris disebut BacisLife Support.
Bantuan hidup dasar inilah yang harus dikuasai oleh
masyarakat awam, karena bis a dilakukan sebelum korban sampai
d i r u m a h s a k i t . W a k t u s a n g a t p e n t i n g d a l a m m e l a k u k a n bantuan hidup
dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan
mengalami kematian, sehingga korban tersebut dapat mati.Bantuan hidup
dasar (BHD) dibagi menjadi 3 tahapan yaitu ABC yang dilakukan secara simultan.
Sebelum melakukan tayhapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal
pada pasien/ korban, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan Aman bagi penolong maupun aman bagi
korban itu sendiri.
2. Memastikan kesadaran korban dalam memastikan kesadaran korban dapat
dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan bahu korban dengan lembut
dan mantap, sambil memanggil namanya atau Pak!/ Buk!/ Mas!/ Mbak!, dll.
3. Meminta pertolongan Bila diyakini korban tidak sadar atau tidak ada respon
segera minta pertolongan dengan cara: berteriak tolong! beritahu posisi dimana,
pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel / sistem emergency yang
ada (bel emergency dirumah sakit).
4. Memperbaiki posisi korban Tindakan BHD yang efektif bila korban dalam
posisitelentang, berada pada permukaan yang rata/ keras dan kering. Bila
ditemukan korban miring atau telungkup korban harus ditelentangkan dulu
dengan membalikan badan menjadi satu garis lurus untuk mencegah cedera/
komlikasi.
5. Mengatur posisi penolong posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu korban
agar pada saat memberikan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak
perlu banyak pergerakan.

14
A (AIRWAY) Jalan Nafas
Pada korban yang tidak sadar akan terjadi relaksasi dari otot-otot di dalam
mulut. Akibatnya lidah akan jatuh ke belakang dari tenggorokan dan akan menutupi
jalan napas. Akibatnya, korban tidak dapat bernapas. Penutupan jalan ini juga dapat
disebabkan oleh gigi palsu, sisa-sisa muntahan, atau benda asing lainnya. Di sini penolong
memeriksa apakah korban masih bernapas atau tidak. Bila tidak bernapas akibat adanya
sumbatan maka penolong harus membersihkan jalan napas ini agar menjadi terbuka.
 Korban dibaringkan terlentang.
 Penolong berltuut di samping korban sebelah kanan pada posisi sejajar dengan
bahu.
 Letakan tangan kiri penolong di atas dahi korban dan tekan kearah bawah dan
tangan kanan penolong mengangkat dagu korban ke atas. Tindakan ini akan
membuat lidah tertarik ke depan dan jalan napas terbuka serta akan membentuk
satu garis lurus sehingga oksigen mudah masuk. Dekatkan ajah anda ke wajah
korban, dengar serta rasakan hembusan napas korban sambil melihat ke arah dada
korban apakah ada gerakan kedada atau tidak. Bila korban masih bernapas maka.
Baringkan korban di tempat yang aman dan nyaman, jangan dikerumuni, berikan
posisi berbaring yang senyaman mungkin bagi korban.
 Bila Anda tidak dapat mendengar dan tidak merasakan napas korban serta adanya
gerakan dada, maka ia menunjukkan bahwa korban tidak bernapas. Setelah itu
lakukan langkah kedua

B (BREATHING) Bantuan Napas


Ada dua macam pernapasan buatan, yaitu:
 Pernapasan buatan dari mulut ke mulut.
 Korban dalam posisi terlentang dengan kepala seperti pada langkah pertama, yaitu
kepala mendongak.
 Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan
jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
 Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke
atas mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban jangan sampai ada
kebocoran, kemudian tiupkan napas penolong ke dalam mulut korban secara
pelan-pelan sambil memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat
dari tiupan napas penolong. Gerakan ini menunjukan bahwa udara yang
ditiupkan oleh penolong itu masuk ke dalam paru-paru korban dan ini juga
berarti oksigen telah masuk ke dalam paru-paru korban.
 Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung
korban. Hal ini untuk memberi kesempatan pada dada korban kembali ke posisi
semula sebelum pernapasan buatan berikutnya diberikan..
15
PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA KELAS D
Jln.Adiwiyata Simpang Lengot Kota Baru Selatan Martapura 32181
Telp/Fax. (0735) 481004/4840084 E-mail. rsudmartapura@yahoo.com

 Pernapasan Buatan dari Mulut ke Hidung.


 Sama dengan cara dari mulut, hanya bedanya penolong meniup napasnya melalui
hidung korban. Mulut korban harus menutupi seluruh hidung korban, sementara
meniup napas, mulut korban dalam keadaan tertutup.
 Setelah melakukan langkah ke-2 ini, penolong memeriksa denyut nadi korban
melalui denyut nadi yang ada di sebelah kanan dan kiri leher korban. Caranya:
a. Tentukan garis tengah leher yang melewati adam's apple (jakun).
b. Geser jari penolong ke kiri atau ke kanan sejauh 2 jari. Di situlah tempat
meraba denyut nadi leher.
c. Raba denyu t nadi leher tersebut dengan menggunakan 2 jari (ujari telunjuk
dan jari tengah). Apabila tidak teraba denyut nadi, ini menandakan bahwa
jantung korban tidak berdenyut, maka lanjutkan ke langkah 3.

C (CIRCULATION) Bantuan Sirkulasi


Tujuan dari langkah ke-3 ini adalah untuk membuat suatu aliran darah buatan
yang dapat menggantikan fungsi jantung sehingga oksigen yang diberikan dapat sampai
ke organ-organ yang membutuhkan. Adapun mekanismenya sebagai berikut:
 Bila dilakukan penekanan pada tulang dada di atas jantung maka darah akan
terdorong keluar jari jantung masuk ke jaringan tubuh.
 Bila penekanan tersebut dilepaskan maka darah akan terisap kembali ke jantung.
 Mekanisme ini sama dengan cara kerja dari jantung saat jantung memompa
darah.
Cara membuat peredaran darah buatan:
 Untuk menentukan letak tempat penekanan adalah dengan menelusuri tulang
korban yang paling bawah dari kiri dan kanan yang akan bertemu di garis
tengah, dari titik pertemuan itu naik 2 jari kemudian letakkan telapak tangan
penolong di atas 2 jari tersebut.
 Tangan penolong satunya diletakkan di atas dari telapak tangan di atas 2 jari
tadi.
 Lakukan penekanan sedalam kira-kira 1/3 dari tingginya rongga dada korban
dari atas korban, biasanya antara 3-5 cm.
Harus diingat, pada saat melakukan penekanan, siku penolong tidak boleh ditekuk.
Bantuan hidup ini dapat dilakukan oleh satu orang atau bisa juga dilakukan oleh
dua orang penolong. Kombinasinya antara pernapasan buatan dan peredarah darah
buatan dilakukan dengan frekuensi 15:2, artinya 15 penekanan dada diberikan 2 kali
pernapasan buatan. Lakukan terus kompresi dan pernapasan buatan sampai
ditemukan adanya denyut nadi dan pernapasan spontan dari penderita.
16
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA
NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum
Daerah Martapura maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang
bermutu tinggi dari setiap unit pelayanan yang ada,
b. Bahwa dalam rangka melindungi pasien dalam proses pengobatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Martapura, maka perlu ditetapkan kebijakan
penolakan
resusitasi (DNR).
c. Bawah berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b
perlu ditetapkan Surat Keputusan Direktur tentang kebijakan penolakan
resusitasi (DNR) Rumah Sakit Umum Daerah Martapura.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia.
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
4. Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit
5. Peraturan Pemerintahan Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis
8. peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedoktera

MEMUTUSKAN

Menetapkan;

KESATU :KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA


TENTANG KEBIJAKAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA

KEDUA :Keputusan sebagaimana Diktum KESATU termuat dalam lampiran Keputusan


ini

KETIGA :Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaiki
sebagaimana mestinya

17
Ditetapkan di : Martapura
Pada Tanggal : 21 Januari 2019
Direktur,

dr.Dedy Damhudi
NIP. 198306112011011008

Lampiran :
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Martapura
18
Nomor
Tanggal

KEBIJAKAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA

1. Dokter Penanggung jawab pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi atau


pengobatan bantuan hidup dasar
2. Pasien atau keluarga / wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan resusitasi
3. Petugas meminta pasien / keluarga mengisi informed consent / formulir penolakan
resusitasi
4. Tempatkan copy atau salin pada rekam medis pasien dan serahkan juga salinan pada
pasien atau keluarga dan caregiver
5. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR ditempat-tempat
yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas
6. Petugas meminta pasien mengenakan gelang DNR (warna ungu) di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
7. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada
perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis
8. Apabila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR
dimusnahkan
9. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
e. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah
f. Catatan DNR direkam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada)
harus dimusnahkan
g. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara Rumah Sakit
dengan memungkinkan format yang sudah disediakan oleh Rekam Medis
h. Penolakan pemberian DNR (Do Not Resusitate) atau jangan lakukan resusitasi
dengan mengisi formulir keputusan DNR
i. Seluruh tindakan yang dilakukan di catat dalam catatan keperawatan

Ditetapkan di : Martapura
Pada Tanggal : 21 Januari 2019
Direktur,

dr.Dedy Damhudi
NIP. 198306112011011008

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA
Nomor :

19
Tentang
PANDUAN RESUSITASI JANTUNG DAN PARU

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA


Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkat kualitas dan keamanan pelayanan pasien,
maka diperlukan adanya Panduan Resusitasi Jantung dan Paru di Rumah
Sakit Umum Daerah Martapura
b. Bahwa sesuai butir a diatas perlu menetapkan Keputusan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Martapura tentang Panduan Resusitasi
Jantung dan Paru

Mengingat : 1.Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2.Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3.Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4.Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165.A/Menkes/SK//2004
tentang Komisi AKreditasi Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura nomor 015/B-II/BPH-II/XII/2013 tanggal 12 Desember 2013,
tentang Susunan Direksi Rumah Sakit Umum Daerah Martapura

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MARTAPURA TENTANG PANDUAN RESUSITASI JANTUNG DAN
PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA
KEDUA : Panduan Resusitasi Jantung dan Paru dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas dan keamanan pelayanan pasien sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Martapura
Pada Tanggal : 21 Januari 2019
Direktur,

dr.Dedy Damhudi
NIP. 198306112011011008

20

Anda mungkin juga menyukai