Claudya-Skripsi Terbaru
Claudya-Skripsi Terbaru
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JANUARI 2019
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai
dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Universitas Indonesia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji serta diterima sebagai bagian
persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh gelar: Sarjana Hukum (S.H.) pada
Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
TIM PENGUJI
Disahkan di : Depok
Tanggal : Januari 2019
Universitas Indonesia
iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan
mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan
sebagai pemilik hak cipta.
Universitas Indonesia
v
ABSTRAK
Abstrak terdiri dari satu paragraf (satu spasi, 75-250 kata) memuat:
1. Permasalahan
2. Metode penelitian
3. Kesimpulan (jawaban)
4. Saran (jika ada)
Kata kunci: gugatan, pembuktian, kausalitas, kabut asap, kebakaran hutan dan lahan
Universitas Indonesia
vi
ABSTRACT
Abstract is one paragraph length (single space, 75-250 words) which contains:
1. Problems
2. Research methods
3. Conclusion
4. Recommendation (if any)
Universitas Indonesia
vii
KATA PENGANTAR
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................................ v
ABSTRACT ......................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 17
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 18
1.4 Manfaat penelitian ................................................................................................... 19
1.5 Definisi Operasional ................................................................................................ 19
1.6 Metode Penelitian .................................................................................................... 20
1.7 Sistematika Penulisan .............................................................................................. 24
Universitas Indonesia
ix
5. PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................................................. 108
5.2 Saran ....................................................................................................................... 110
Universitas Indonesia
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Tahapan Divestasi ............................................................................................... 10
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kepemilikan Saham Awal PT NNT .................................................................. 9
Gambar 1.2 Pembagian Kepemilikan Saham Awal PT NNT ............................................. 10
Gambar 3.1 Alur Investasi Pemerintah................................................................................ 77
Universitas Indonesia
xii
Halaman
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah ........................... i
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah ....................................................................................................................... ii
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pasal 33 UUD NRI 1945 yang menjadi norma dasar3 pengelolaan dan
pengusahaan energi dan sumber daya alam Indonesia guna mewujudkan
1
Marilang, “Ideologi Welfare State Konstitusi : Hak Menguasai Negara Atas Barang
Tambang,” Jurnal Konstitusi,(Juni 2012), hlm.266.
2
Marilang, “Nilai Keadilan Sosial Dalam Pertambangan”, (Disertasi Doktor Universitas
Hasanudin, Makassar, 2010), hlm.125.
3
Indonesia, Undang – Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan,
UU Nomor 12 Tahun 2011, LN Nomor 82 Tahun 2011, TLN Nomor 5234, Ps. 3 ayat (1) berbunyi
“Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam
Peraturan Perundang-Undangan”.
Universitas Indonesia
2
4
Pasal 33 UUD NRI 1945 menyatakan sebagai berikut : (1) Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
5
Rumusan Hasil Seminar Nasional Pengaturan Pengelolaan Pertambangan dalam Era
Otonomi Daerah Dari Perspektif Kemandirian Lokal, (Prosiding Seminar Nasional, Makassar, 22-23
Februari 2001), sebagaimana dikutip oleh Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta : UII
Press, 2004), hlm.1
6
Garrett Hardin, The Tragedy of The Commons, Vol. 162 (Desember 1968), sebagaimana
dikutip oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Sumber Daya Alam &
Lingkungan Hidup Indonesia Antara Krisis dan Peluang,(Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2004), hlm.13.
7
Hak Menguasai Negara. Lihat Marilang, “Ideologi Welfare State,” hlm. 274.
Universitas Indonesia
3
8
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung :
Mandar Maju, 1995), hlm.12.
9
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 001-021-022/PUU-II/2003 dalam
Permohonan Pengujian Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10
Tri Hayati, et.al., Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam Berdasarkan
Pasal 33 UUD 1945, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS FHUI, 2005), hlm.17.
Universitas Indonesia
4
11
Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, (Jakarta :
Mutiara, 1977), hlm. 28.
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
15
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung : Alumni,
2009),hlm.10
16
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2004), hlm. 63
17
Salim, H.S., Hukum Pertambangan Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers), hlm. 128 dalam
Arman Nefi, Irawan Malebra, Dyah Puspitaari Ayuningtyas, Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya
PT Freeport Indonesia Pasca Undang – Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Jurnal Hukum & Pembangunan48 No. 1 (2018), hlm. 138
Universitas Indonesia
7
Dalam definisi ini kontrak karya didefinisikan sebagai sebuah Commented [u14]: mengacu ke mana?
18
Arman Nefi, Irawan Malebra, Dyah Puspitaari Ayuningtyas, Implikasi Keberlakuan
Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Pasca Undang – Undang No 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, Jurnal Hukum & Pembangunan48 No. 1 (2018), hlm. 142
19
Pada rezim Undang – Undang Nomor 4 Tagun 2009 tidak lagi mengenal rezim kontrak
seperti pada Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1967. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009
hanya mengenal rezim izin yaitu Izin usaha Pertambangan (IU). Pada Pasal 169 Undang – Undng
Nomor 4 Tahu 2009 ditegaskan bahwa Kontrak Karya yang telah ada sebelum diundangkannya
undang – undang tersebut tetap dihormati dan diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang dalam
konteks ini Kontrak Karya antara PT NNT dan pihak yang terkait.
20
Ibid., 143
Universitas Indonesia
8
Bagi perusahaan asing yang melakukan Kontrak Karya diwajibkan Commented [u17]: Sebutkan norma yang
mewajibkannya. Dapat pula ditambahkan dengan uraian
untuk melakukandivestasi. Divestasi yaitu suatu proses untuk mengalihkan singkat tentang maksud divestasi dan arti pentingnya
divestasi. Sehingga nyambung dengan ide Hattta. Beda
saham dari peserta asing kepada peserta nasional, baik melalui penjualan dengan pengertian yah...
secara langsung maupun melalui jual beli di pasar modal. 21 Kepemilikan
saham asing harus dilepaskan dalam jumlah besar agar Pemerintah dapat
memiliki saham yang besar dalam perusahaan pertambangan. Divestasi
biasanya dilakukan setelah beberapa lama sejak perusahaan pertambangan
memulai berproduksi secara aktif. Sedangkan jangka waktu divestasi
diserahkan pada kesepakatan anatara pemerintah dengan penanaman modal
asing.22Sejatinya praktik divestasi ini merupakan cerminan dari buah pikiran
Mohammad Hatta yang mengemukakan bahwa keterlibatan sektor swasta
dalam pengelolaan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup
orang banyak dapat dimungkinkan dengan syarat harus mendidik orang
Indonesia yang kelak akan menggantikan posisi tersebut.23
Salah satu contoh kerjasama Kontrak Karya di Indonesia adalah PT Commented [u18]: yang dilakukan Pemerintah
21
Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta : IND-HILL.CO, 2003),
hlm. 101
22
Trias Palupi Kurnianingrum, Bagian I Kajian Hukum Atas Divestasi Saham Bidang
Pertambangan di Indonesia (Studi Kasus PT. Newmont Nusa tenggara dan PT. Freeport Indonesia),
hlm. 4.
23
Marwah M. Diah, Restrukturisasi BUMN di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 81.
24
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011, Profil Perusahaan Pertambangan
dan Energi Edisi 2011, Yayasan Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Universitas Indonesia
9
Gambar 1.1
Kepemilikan Saham Awal PT NNT
Indonesia
20%
Asing
80%
Komposisi kepemilikan saham PT NNT yaitu 80% (delapan puluh
persen) dimiliki oleh PT Nusa Tenggara Partnership (PT NTP) sebagai
penanam modal asing. PT NTP merupakan perusahaan gabungan antara PT
Nusa Tenggara Mining Corporation (PT NTMC) yang berinduk di Jepang
dengan kepemilikan sebesar 35% (tiga puluh liam persen) serta PT
Newmont Indonesia Limited (PT NIL) yang berinduk di Amerika dengan
25
26
Kontrak Karya Pertambangan PT NNT dengan Pemerintah Republik Indonesia tanggal 2
Desember 1986, Ps. 24 ayat (4).
27
Kontrak Karya antara Pemerintah RI dan PT NNT tanggal 2 Desember 1986 dalam Lalu
Wira Pria S., Sinkronisasi Kebijakan Kerjasama Antar Daerah dalam Divestasi Saham PT Newmont
Nusa Tenggara, Mimbar Hukum, Vol. 27, (Februari 2015), hlm. 44
Universitas Indonesia
10
kepemilikan sebsar 45% (empat puluh lima persen). 28 Kemudian sisa 20%
(dua puluh persen) dimiliki PT Pukuafu Indah (PT PI) sebagai penanam
modal dalam negeri.
Gambar 1.2
Pembagian Kepemilikan Saham Awal PTNNT
Newmont Nusa
Tenggara
Nusa Tenggara
Pukuafu Indah
Partnership
80% 20%
28
Majalah Tambang, PT NNT Receives Environmental Commplience Award, 28 Juni 2012,
Jakarta
Universitas Indonesia
11
29
Yang dimaksud Pemerintah dalam skripsi ini adalah Pemerintah Pusat
30
Indonesia, Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 4
Tahun 2009, Ps. 112
31
Kontrak Karya PT NNT Ps. 24
32
Alasan Menkeu Beli 7 Persen Saham Newmont, https://www.viva.co.id/arsip/194764-
pemerintah-pastikan-ambil-7-saham-newmont, diakses pada 18 Desember 2018.
33
Djumyati Partawidjaja (Ed), Pemda NTB Ikut Perebutkan 7% Saham Newmont,
https://nasional.kontan.co.id/news/pemda-ntb-ikut-perebutkan-7-saham-newmont-1, diakses pada 10
Januari 2019.
Universitas Indonesia
12
34
Ibid
Universitas Indonesia
13
khususnya yang bergerak di bidang sumber daya alam, sangat penting bagi
pengamanan kepentingan publik.35
Walaupun harus diakui bahwa pembelian 7% saham divestasi
supaya turut dalam tata kelola perusahaan tidak akan dapat memberi
pengaruh signifikan untuk menentukan arah kebijakan. Sehingga lebih
tepatnya, pembelian 7% saham divestasi oleh Pemerintah hanya untuk
memperoleh nilai tambah. Pendapat Penulis tersebut, juga sejalan dengan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, kepemilikan saham divesatsi
sebesar 7% oleh Pemerintah tidak signifikan mempengaruhi pengambilan
keputusan manajemen perusahaan.36 Sehingga maksud negara untuk turut Commented [u24]: Dengan demikian, ...
35
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 2/SKLN-X/2012, hlm. 14-15
36
Ibid., hlm. 171
37
Indonesia, Undang – Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003, Penjelasan
38
Priyono Dwi Nugroho, Pengendalian Uang Negara Melalui Penerapan Treasury Single
Account, hlm.2
Universitas Indonesia
14
39
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 43/KMK.06/2011
40
Ibid., hlm.167
Universitas Indonesia
15
41
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah, UU No.1 Tahun 2008,
LN.14 Tahun 2008, TLN. 4812, Ps.3 ayat (4). Pusat Investasi Pemerintah merupakan unit kerja yang
dibentuk oleh Pusat Investasi Pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah.
Universitas Indonesia
16
Inti dari silang pendapat antara Pemerintah dan DPR terletak pada
perbedaan pemahaman bentuk divestasi saham. Di satu sisi,pembelian 7% Commented [u30]: Ini pendapat Claudya khan?
Cantumkan kalau itu pendapat kamu.
saham divestasiPT NNTdimaknai oleh Pemerintah sebagai Investasi
Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Investasi Pemerintah, sedangkan menurut DPR divestasi saham tersebut
merupakan Penyertaan Modal Negara yang diatur dalam Peraturan Commented [u31]: sebagai salah satu bentuk investasi
sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat (2) UU 17/2003 dan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Pasal 41 UU 1/2004 yang dijabarkan lebih lanjut dalam...
Universitas Indonesia
17
Modal negara dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 19, “Penyertaan modal
pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan
menajdi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai Commented [u35]:
modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.”
Selain memiliki perbedaan rumusan pengertian, prosedur
pelaksanaan keduanya pun berbeda. Untuk melakukan Investasi Pemerintah
berdasarkan PP Investasi Pemerintah dilakukan oleh Pusat Investasi
Pemerintah sedangkan untuk melakukan Penyertaan Modal Negara berdasar
PP Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah perlu melalui mekanisme
perizinan DPR RI. Commented [u36]: Perizinan atau persetujuan.
Lihat maknanya dalam prajudi.
Berdasarkanpemaparan sebelumnya, skripsi ini difokuskan untuk
memperoleh jawaban apa bentuk divestasi yang paling tepat dalam
pembelian saham divestasiPT Newmont Nusa Tenggara oleh Pemerintah.
Untuk ituskripsi ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai
perbedaan Investasi Pemerintah dengan Penyertaan Modal Negara ditinjau
dari pengertian, sumber dana dan status keuangan serta mekanisme
pelaksanaannya. Tujuannya untuk membedakan secara spesifik Penyertaan
Modal Negara dalam bentuk surat berharga dengan bentuk Investasi
Pemerintah surat berharga karena tidak dapat dipungkiri masih sering terjadi
kerancuan antara keduanya. Skripsi ini juga melakukan analisisterhadap
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/SKLN-X-2010 tentang Sengketa
Kewenangan antar Lembaga Negara yang melibatkan Pemerintah sebagai
Pemohon, DPR RI sebagai Termohon I, dan BPK sebagai Termohon II
terkait perbedaan pendapat bentuk divestasi dan perlu atau tidak meminta
persetujuan DPR RI atas Pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa
Tenggara. Commented [u37]: hapus
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
akan digunakan :
1. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau
barang dalam rangka panjang untuk investasi pembelian surat
berharga dan ivestasi langsung untuk memperoleh manfaat
ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.44
2. Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan
kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menajdi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah
pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau
badan hukum lainnya yang dimiliki negara.45
3. Pusat Investasi Pemerintah adalah instansi Pemerintah pada
Departemen Keuangan yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.46
44
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, PP No. 49 Tahun 2011, LN No. 124, Tahun 2011, TLN.
No.5261, Ps. 1 angka 1
45
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, PP
No. 27 tahun 2014, LN. 92, Tahun 2014, TLN. No. 5533, Ps. 1 angka 21
46
Indonesia, PP Investasi Pemerintah,Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Ps. 1 angka 4.
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
52
Ibid., hlm. 250
Universitas Indonesia
22
53
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012) hlm. 12-13
54
Ibid
Universitas Indonesia
23
skripsi ini. Dalam skripsi ini digunakan buku, jurnal hukum, skripsi,
tesis, disertasi, artikel, dan putusan pengadilan.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer atau
bahanhukum sekunder. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus
seperti KamusBesar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia,
abstraksi, dan lain-lainyang berkaitan dengan penulisan skripsi.55
Dalam skripsi ini penulis menggunakan bahan hukum tersier berupa
KBBI, Kamus Hukum, Kamus Ekonomi, dan Kamus Bahas Inggris. Commented [u45]:
55
Ibid
56
Ibid., hlm.21
57
Ibid., hlm.65
Universitas Indonesia
24
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini, memuat pembahasan mengenai latar belakang,
pokok permasalahan, tujuan penulisan, definisi operasional,
metode penulisan, sistematika penulisan dan kegunaan tulisan.
Diangkatnya permasalahan hukum terkait pengaturan Investasi
Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara serta studi kasus
tentang divestasi saham Pemerintah pada PT Newmont Nusa
Tenggara.
Universitas Indonesia
25
BAB V PENUTUP
Bab ini akan memuat kesimpulan dan saran sebagai penutup dari
skripsi yang dilakukan Penulis.
Universitas Indonesia
BAB II2
INVESTASI PEMERINTAH BERDASARKAN PERATURAN Commented [K247]: Mohon maaf, merujuk pada uraian
dalam bab ini, terjadi perubahan sistematika, sbb.
PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA 1.Definisi investasi
2.Bentuk investasi
3.Pelaksana divestasi
Semua ini diuraikan dengan urutan (1) berdasarkan
2.1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan peraturan perundang-undangan, (2) pendapat para ahli.
Negara
Kelahiran Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 sekaligus menjadi Commented [K248]: Perhatikan margin pada semua bab
pengaturan induk investasi pemerintah di Indonesia. Pada Bab VI Pengelolaan Commented [K249]: Dalam UU mengenai peraturan
perundang-undangan tidak dikenal istilah UU induk.
Investasi Pasal 41 disebutkan : Sebaiknya frasa ini dihindari agar tidak memancing
pertanyaan dari pihak penguji.
(1) Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk
memperoleh manfaatekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk
saham, surat utang,dan investasi langsung.
(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
(4) Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan
negara/daerah/swasta ditetapkandengan peraturan pemerintah.
(5) Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan
negara/daerah/swasta ditetapkandengan peraturan daerah.
58
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Ps. 3 ayat (3)
27
Keadaan demikian menimbulkan kesulitan untuk menentukan bentuk Commented [K251]: Pada alinea ini uraiakan lebih lanjut
tentang makna pasal 41 tersebut, terutama perihal bentuk
kegiatan ketika negara melakukan pembelian surat berharga karena antara investasi adalah saham, surat utang dan investasi langsung.
Bila di UU tidak dicantumkan pengertian, dapat merujuk
investasi pemerintah surat berharga maupun penyertaan modal dalam bentuk pada buku-buku ekonomi.
Dengan demikian dapat tergambarkan apakah penyertaan
saham baik itu berdasarkan PP Investasi Pemerintah atau PP Pengelolaan Barang modal sama dengan saham.
Tidak perlu diuraikan pengertian dari PP 1/2008 karena
Milik Negara/Daerah sering menimbulkan kesulitan untuk membedakannya, khan sudah ada sub bab tersendiri.
karena kedua hal tersebut sama-sama dilakukan dengan cara membeli saham. Uraian selanjutnya memuat pengantar tentang adanya 2
pengaturan yang berkaitan dengan investasi yaitu PP
Lebih lanjut, UU Perbendaharaan Negara tidak mengatur mekanisme 1/2008 dan PP 6/2006 sesuai dengan amanat Pasal 41 ayat
investasi pemerintah, pengaturan lebih lanjut dimuat dalam peraturan pemerintah. (3) UU 1/2004.
sedangkan untuk penyertaan modal pada Pasal 45 ayat (2) UU Perbendaharaan 2 Alinea selanjutnya dihapus
59
A. P. Parlindungan, Hak pengelolaan menurut UUPA, (Bandung : Mandar Maju, 1989)
Universitas Indonesia
28
kekuasaan berhak mengatur dengan membuat peraturan tentang hak – hak yang
dapat dipunyai atas bagian dari bumi, air, dan ruang angkasa serta mengatur
hubungan antar orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang
angkasa. Commented [K254]: Ini pendapat pribadi atau merujuk?
Untuk menjalankan fungsi pengelolaan atas sumber kekayaan “bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk kepemilikan publik
oleh kolektivitas rakyat atas sumber kekayaan tersebut, negara dapat melalui
mekanisme pemilikan saham atau keterlibatan langsung melalui kelembagaan
60
Indonesia, Undang-Undang tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom, Undang-Undang No.25 Tahun 2000, Ps. 1 ayat 3
61
Dalam ketentuan Pasal 23C UUD NRI 1945 telah mengamanatkan perngaturan keuangan negara
dengan suatu Undang-Undang. Telah diterbitkan paket perundang-undnagan mengenai peengelolaan
keuangan negara, natara lain Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Perbendaharaan
Negara Kewenangan Presiden atas pengelolaan keuangan negara diatur lebih lanjut dalam Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Keuangan Negara. Presiden selaku kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagain dari kekuasaan peemrintah telah menguasakan kekuasaan
dimaksud kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Keuangan
Negara. Dalam konteks ini, Menteri Keuangan menjalankan fungsi sebagai Bendahara Umum Negara.
Universitas Indonesia
29
62
Indonesia,Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun
2004, LN. 5 Tahun 2004, TLN 4355, Ps.41 ayat (1)
63
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah, PP No. 1 Tahun 2008, LN. 14
tahun 2008, TLN. 4812, Ps 1 angka 1 dan Ps.6 ayat (2)
64
Murdifin Haning dan Salim Basalamah dalam Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di
Indonesia, (Jakarta : Rajagrafindo, 2008), hlm. 31
65
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Rajagrafindo, 2008),
hlm.31
66
Komaruddin Ahmad, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hlm.3
Universitas Indonesia
30
67
Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), hlm.47
68
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet-pertama,
ed-4, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 546.
69
Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah. Cet-1 (Jakarta :
Kencana, 2007), hlm. 7
70
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo, 2008),
hlm. 33
Universitas Indonesia
31
2.2.2 Bentuk Investasi Pemerintah Commented [K258]: Cantumkan pula bentuk investasi
berdasarkan UU 1/2004
71
Indonesia, Undang - Undang Perbendaharaan Negara, Ps. 1 angka 1
72
Bunyi Pasal 41 Undang-Undang Perbendaharaan Negara :
(1) Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat
ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk saham, surat utang,
dan investasi langsung.
(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
(5) Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan
dengan peraturan daerah.
73
Pada Penjelasan Umum PP No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah disebutkan bahwa
pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah merupakan amanat Pasal 41 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
Universitas Indonesia
32
Pada dasarnya investasi dapat digolongkan berdasarkan aset yaitu real asset
dan financial asset; berdasarkan pengaruhnya yaitu investasi autonomus dan
induced; berdasarkan sumber pembiayaannya yaitu sumber dari modal asing dan
dalam negeri; sedangkan investasi berdasarkan bentuknya terdiri dari investasi
portofolio dan investasi langsung;74 dan subyek yang melakukan yaitu public
investment dan private investment.
Investasi Pemerintah dikenal sebagai public investmentyaitu penanaman
modal yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah yang sifatnya resmi.75PerbedaanInvestasi Pemerintah dengan investasi
pada umumnya yang dilakukan swasta adalah pada investasi swasta keuntungan
menjadi prioritas utama sedangkan pada Investasi Pemerintah difokuskan untuk
melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Dalam rezim keuangan negara, bentuk Investasi Pemerintah telah ditentukan
secara limitatif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008. Pasal 3
menyebutkan bentuk Investasi Pemerintah terdiri dari investasi surat berharga dan
investasi langsung :
(1) Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk :
a. Investasi Surat Berharga; dan/atau
b. Investasi Langsung.
(2) Investasi Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Investasi dengan cara pembelian saham; dan/atau
b. Investasi dengan cara pembelian surat utang.
(3) Investasi Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penyertaan modal; dan/atau
b. Pembelian pinjaman.
74
Salim SH dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi, hlm.37-38.
75
Simon Lee, Public Investment, https://www.britannica.com/topic/public-investment diakses 8
Desember 2018
Universitas Indonesia
33
76
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Ps 3 ayat 1
77
Tjiptono Darmadji dan Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, ed.ke-3, (Jakarta, Salemba Empat,
2012), hlm.5
78
Obligasi, https://www.danamon.co.id/id/Bisnis/Investasi/Obligasi, diakses pada 8 Desember
2018
79
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Penjelasan Ps. 6
Universitas Indonesia
34
80
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Penanaman Modal, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2011), hlm. 4-5
81
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Penjelasan Ps 6 ayat (2)
Universitas Indonesia
35
Diagram 2.1
Jenis Investasi Pemerintah
Investasi
Pemerintah
Universitas Indonesia
36
83
Ibid., Penjelasan Umum, hlm. 11
84
Purnama Trisnamansyah dan Yusuf Saepul Zamil, “Saham Divestasi Asing dalam Penambangan
Bawah Tanah Dihubungkan dengan Kedaulatan Negara”, PJIH Vol.3 (2016), hlm. 614
85
Nelsa Nurfitriani Pratama, Budiharto, dan Paramita Praningtyas, Pengaturan Kewajiban Saham
Divestasi dalam Perusahaan Modal Asing di Bidang Pertambangan menurut PP. No. 77 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Diponegoro Law Review Vol. 5 (2016),
hlm.2.
86
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Ps.9
Universitas Indonesia
37
dari perusahaan pasangan usahanya. Menurut Erman Rajaguguk, istilah ini juga
dikenal sebagai Indonesianisasi saham.87
Tujuan pembentukan kebijakan divestasi menurut Erman Rajaguguk adalah
untuk menghindari dominasi asing atas perekonomian nasional. Tidak hanya
sebagai pengalih keuntungan, tetapi juga pengalihan kontrol terhadap jalannya
perusahaan. Apabila mitra lokal memiliki saham mayoritas, maka mitra lokal
tersebut dapat mengendalikan jalannya perusahaan.88
Selain diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Investasi Pemerintah, pengaturan terkait divestasi dapat ditemukan di Undang –
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan 4
(empat) peraturan pelaksana telah dikeluarkan untuk mengawal kebijakan
divestasi dalam Undang Nomor 4 Tahun 2009 yaitu Pasal 97 Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010; Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 77
Tahun 2014; Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017; dan Peraturan Menteri
ESDM Nomor 9 Tahun 2017.
Menurut hasil penelitian Natural Resource Governance Institute, terdapat 3
(tiga) komponen kunci dalam kebijakan divestasi saham pertambangan. Pertama,
berapa besar jumlah divestasi. Kedua, siapa yang bisa membeli saham divestasi.
Ketiga, berapa harga penjualan saham divestasi. 89
Pasal 97 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 menyebutkan
bahwa penawaran divestasi dilakukan secara langsung dan secara lelang umum.
Penawaran secara langsung dilakukan oleh investor asing dengan menawarkan
sahamnya kepada pihak yang memiliki prioritas utama yaitu Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota secara berjenjang. Apabila
pemerintah pusat dan daerah tidak berminat maka saham dapat ditawarkan pada
BUMN dan BUMD secara lelang dan apabila BUMN dan BUMD tidak tertarik
87
Erman Rajaguguk dalam Salim H.S., Hukum Divestasi di Indonesia, (Jakarta : PT Penerbit
Erlangga, 2012), hlm.31
88
Ibid
89
M. Dani Pratama Huzaini, Komponen Penting Kebijakan Divestasi Saham Perusahaan
Tambang,https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58d3ac131df8c/3-komponen-penting-kebijakan-
divestasi-saham-perusahaan-tambang/ diakses 12 Desember 2019
Universitas Indonesia
38
90
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Ketiga atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 77 Tahun 2014, Ps. 97 ayat (2)
91
Ibid
Universitas Indonesia
39
92
Ratna Hartanto, “Pengelolaan Investasi Pemerintah (PIP) antara Gagasan Kreatif dan
Problematika Hukumnya”, Jurnal Hukum Bisnis, hlm. 133.
93
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Ps. 11 ayat 4 jo Ps 12 ayat 2
Universitas Indonesia
40
dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara bahwa
Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh
manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
94
Indonesia, Undang - Undang Perbendaharaan Negara, Ps 7 ayat 2 huruf h
Universitas Indonesia
41
dan/atau BLU dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta melalui skema
Public Private Partnership95untuk pembiayaan bidang infrastruktur dan bidang
lainnya.96 dan/atau kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan
Badan Usaha, BLU, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan
hukum asing, dengan selain pola kerjasama pemerintah dan swasta (Non Public
Private Partnership).
2.2.5 BadanInvestasi Pemerintah Berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) Commented [K263]: Ini dijadikan sub bab dari 2.2.4
Jadi: 2.2.4.1
PIP merupakan instansi pemerintah pada Departemen Keuangan yang Judulnya bisa kelembagaan PIP
Universitas Indonesia
42
99
Indonesia, Peraturan pemerintah Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 23
Tahun 2005, LN. No.48 Tahun 2005, Ps.3
Universitas Indonesia
43
keuangan BLU merupakan keuangan negara karena denagn sisi regulasi, tata
kelola, dan risiko masih berada pada lingkungan kuasa hukumm keuangan
negara.100
BLU memiliki spesifikasi karakter yang berbeda dengan badan/lembaga
lain. Berikut spesifikasi karakter BLU :101
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari
kekayaan negara;
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;
3. Tidak bertujuan untuk mencari laba;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi;
5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan
pada instansi induk;
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara
langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri
sipil; dan
8. BLU bukan subjek pajak.
Karena BLU bukan merupakan badan usaha, maka pendapatan dan
belanjanya diintegrasikan dengan instansi pemerintah yang terkait. Hal ini berarti
kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola
dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang
bersangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (2) Undang-Undang
Perbendaharaan Negara bahwa “Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan
kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan
sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang
bersangkutan”, selanjutnya Pasal 69 ayat (4) yang menyebutkan “Pendapatan
yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan yang
diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah”.
100
Dian P. Simatupang, Paradoks Rasionalitas, hlm. 281
101
Nasrullah Muhammadong, Aspek Hukum Badan Layanan Umum, Halu Oleo Law Review,
Vol.1, Maret 2017, hlm. 127
Universitas Indonesia
44
negara yang tidak dipisahkan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 68 ayat (2)
102
Indonesia, Undang - Undang Perbendaharaan Negara, Ps 69
Universitas Indonesia
45
103
Ibid., Ps. 68 ayat (2)
104
Ibid., Ps. 69 ayat (2)
105
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Penejelasan Pasal 7 huruf d
Universitas Indonesia
46
APBN sebagai salah satu sumber dana yang kegiatan investasi pemerintah
merupakan kekayaan negara. Bahkan secara limitatif Pasal 23 ayat (1) UUD NRI
1945 merumuskan bahwa APBN merupakan wujud keuangan negara dan bukan
diwujudkan dengan yang lain.106 Lengkapnya Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945
menyatakan :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undnag-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Universitas Indonesia
47
108
Indonesia, Undang – Undang Keuangan Negara, Ps. 2 huruf c
109
Ibid., Ps 2 huruf h
110
Indonesia, PP Investasi Pemerintah, Penejelasan Pasal 7 huruf a
Universitas Indonesia
48
dana Badan Layanan Umum yang telah ditulis secara rinci pada APBN dan
melalui persetujuan DPR.111
Masuknya investasi pemerintah dalam rezim keuangan negara menimbulkan
konsekuensi yaitu pelaksanaan Investasi Pemerintah tunduk pada hukum publik,
khususnya hukum keuangan negara. Sehingga dalam perencanaan, pengelolaan,
pengawasan, hingga pertanggungjawaban berlaku pula hukum keuangan publik.
112
PP Pengelolaan Barang Milik Negara, Ps. 1 angka 19
Universitas Indonesia
49
itu penyertaan modal. Penyertaan modal justru banyak digunakan dan dapat
ditemukan di peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyertaan modal yang
dilakukan oleh pemerintah atau negara.
Dilihat dari asal katanya, penyertaan modal terdiri dari kata penyertaan dan
modal. Yang dimaksud dengan penyertaan berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah “proses, cara, atau perbuatan menyertai atau menyertakan”. 113
Jika dihubungkan dengan istilah perbankan maka penyertaan modal merupakan
penanaman dana bank dalam bentuk saham perusahaan lain untuk investasi.
Modal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang yang dipakai
sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya. Dapat
pula diartikan sebagai harta benda berupa uang, benda, dan sebagainya yang dapat
dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan
sebagainya.114 Terdapat pengertian teknis untuk istilah – istilah modal dalam
Kamus Umum Pasar Modal. Disebutkan bahwa modal adalah jumlah uang atau
bonds yang ditanamkan dalam suatu usaha untuk menghasilkan barang dan jasa
yang dibutuhkan masyarakat dan diupayakan agar modal perusahaan semakin
meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan kegiatan
perusahaan tersebut.115
Menurut Kamus Indonesia Inggris John M. Echols dan Hasan Shandily,
istilah penyertaan modal diterjemahkan menjadi bahasa Inggris menjadi
participation,116 sedangkan modal diterjemahkan menjadi financial capital.117
Maka istilah penyertaan modal jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
menjadi capital participation atau equity participation.Dalam praktiknya
penggunaan equity participation sering digunakan untuk istilah penyertaan
modal.118
113
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.1290
114
Ibid
115
Victor Purba, Kamus Umum Pasar Modal, (Jakarta : UI-Press, 1999), hlm. 147
116
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, ed.3, cet kesembilan, (Jakarta :
PT Gramedia, 2003), hlm. 508.
117
Ibid., hlm. 375.
118
Nana Karmana, Tinjauan Hukum Penyertaan Modal Pusat Investasi Pemerintah, Tesis Program
Megister, Depok Januari 2011, hlm.41
Universitas Indonesia
50
119
Bryan A. Garner,Black’s Law Dictionary, 8th edition, (West : a Thompon Business, 2004),
hlm.581
120
http://www.webstersonlinedictionary.org/definitions/equity+participation?cx=partnerpub-
0939450753529744%3Av0qd01-tdlq&cof=FORID%3A9&ie=UTF8&q=equity diakses 28 Oktober 2018
121
http://www.kamuskbbi.id/kbbi/artikata.php?mod=view&Penanaman%20Modal&id=47510-arti-
maksud-definisi-pengertian-Penanaman%20Modal.html diakses 28 Oktober 2018
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
122
Indonesia, PP Tata Cara Penatausahaan dan Penyertaan Modal Negara, Ps. 1 angka 4
Universitas Indonesia
53
BUMN atau Perseroan Terbatas; dan aset negara lainnya. Kepemilikan atas saham
atau modal ini kemudian dicatat sebagai investasi jangka panjang.123
Menurut Pasal 63 PP Nomor 6 Tahun 2006, bentuk penyertaan modal
negara dapat berupa :
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepadapengelola barang
untuk barang milik negara dangubernur/bupati/walikota untuk barang
milik daerah;
b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaaannyadirencanakan
untuk disertakan sebagai modal pemerintahpusat/daerah sesuai yang
tercantum dalam dokumenpenganggaran;
c. barang milik negara/daerah selain tanah dan/ataubangunan yaitu barang
milik negara/daerah selain tanah dan/ataubangunan yang dari awal
pengadaannya untukdisertakan sebagai modal pemerintah maupun
barang milik negara/daerah selain tanah dan/ataubangunan yang lebih
optimal untuk disertakansebagai modal pemerintah.124
Meskipun Penyertaan Modal termasuk dalam jenis Investasi Pemerintah
namun dengan dimilikinya peraturan teknis khusus yang mengatur PMN, hal ini
mengonstruksikan bahwa PMN tidak berada dalam bangunan yang sama dengan
Investasi Pemerintah. Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara Nomor
2/SKLN-X/2012 antara Presiden RI melawan DPR RI dan BPK RI menjadi
contoh bahwa antara Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara tidak
terdapat batas yang jelas.
2.3.2 Kekayaan Negara yang Dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara Commented [CPD67]: Sub sub bab ini berbicara tentang
asal usul PMN pada BUMN sebagaimana PP 6/2006
Sesuai amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar NRI 1945, dibentuk
Commented [K268]: Sebenarnya adakah implikasi dari
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 status hukum kekayaannya, kekayaan yang dipisahkan
dengan yang di PIP?
menentukan ruang lingkup keuangan negara yang antara lain meliputi kekayaan Jika jelas ada, boleh dicantumkan.
Bila tidak, ya tak perlu dicantumkan.
yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah dan kekayaan pihak
lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Berikut bunyi Pasal 2 :
123
Indonesia, PP Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara, Ps. 2A ayat (5)
124
Penjelasan Pasal 63 ayat (1) PP Pengelolaan Barang Milik Negara
Universitas Indonesia
54
125
BPK RI, Kekayaan Negara yang Dipisahkan : Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara?,
http://www.bpk.go.id/news/kekayaan-negara-yang-dipisahkan-apakah-tidak-termasuk-keuangan-negara
diakses 5 Desember 2018
126
Dian P. Siamatupang, Paradoks Rasionalitas, hlm. 18
Universitas Indonesia
55
127
Dian P. Simatupang, Paradoks Rasionalitas, hlm 127
128
Ibid
Universitas Indonesia
56
2.3.3 Dualisme Status Keuangan Penyertaan Modal Negara Commented [CPD69]: Karena PP 6/2006 merupakan
PMN ke BUMN, maka sub sub bab ini berbicara tentang
Menurut rezim Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang dualisme status keuangan BUMN.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Penyertaan modal negara (PMN) Commented [K270]: Lihat K267
Universitas Indonesia
57
merupakan proses pemisahan aset negara menjadi modal di BUMN. 129PMN dapat
berupa tanah, bangunan, atau barang selain tanah dan bangunan. 130 PMN yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan menimbulkan polemik
berkepanjangan. Terdapat peraturan yang menyatakan bahwa keuangan yang
dijadikan penyertaan modal negara merupakan bagian dari keuangan negara
namun terdapat pula peraturan yang mengklaim bahwa keuangan yang dijadikan
PMN telah bertransformasi menjadi keuangan BUMN.
129
130
Universitas Indonesia
58
Klaim atas penyertaan modal negara sebagai bagian dari keuangan negara
termaktub pada Pasal 2 huruf g di mana kekayaan negara yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain termasuk kekayaan yang dipisahkan menajdi bagian dari
keuangan negara.
Selanjutnya Pasal 24 ayat (1), (2) dan (7) UU Keuangan Negara
menjelaskan bahwa Penyertaan Modal Negara dapat terjadi dalam rangka
hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat.
Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada
dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
Universitas Indonesia
59
131
Indonesia, Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara,
UU No. 15 Tahun 2004, LN No. 66 Tahun 2004, TLN No. 4400, Ps. 1 angka1.
Universitas Indonesia
60
132
Indonesia, Undang-Undang Keuangan Negara, Pasal 2 huruf (g)
Universitas Indonesia
61
mandiri”. Kaedah hukum yang tercantum pada Pasal 23E UUD NRI 1945
dijabarkan ke dalam bentuk undang-undang oleh Presiden bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan bentuk Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagaimana Pasal 1 angka 1 UU BPK
menyebutkan bahwa :
BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Makna dan arti keuangan negara dalam konteks UU BPK diartikan oleh
Pasal 1 angka 7 UU BPK sebagai :
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
Universitas Indonesia
62
Dari konstruksi pasal di atas sudah sangat jelas bahwa sumber PMN berasal
dari kekayaan yang tidak dipisahkan. Untuk menjadi kekayaan yang dipisahkan
perlu dilakukan prosedur rigid yang telah diatur dalam peraturan terdahulu,
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara. Sebagai barang milik negara, modal/saham yang nyata nyata bersumber
dari kekayaan tidak dipisahkan diperlukan izin DPR terlebih dahulu.
133
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, PP No. 27
Tahun 2014, LN No. 92 Tahun 2014, TLN. 5533, Ps. 1 angka 21
Universitas Indonesia
63
Salah satu sumber kekayaan BUMN berasal dari penyertaan modal negara.
UU BUMN mengamini bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan privat yang
bersumber dari kekayaan negara yang telah dipisahkan. Sehingga telah tiada
sangkut pautnya antara keuangan BUMN, sebagai badan hukum perdaat yang
terpisah daari negara, dengan keuangan negara. Ketentuan yang menyatakan
bahwa keuangan BUMN berasal dari Penyertaan Modal Negara dapat ditemukan
dalam definisi BUMN di Pasal 1 angka 1 UU BUMN yaitu “BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Selanjutnya, UU BUMN turut memberikan pengertian definisi kekayaan
negara yang dipisahkan. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa:
Kekayaan Negara yang Dipisahkan adalah kekayaan yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan
penyertaan modal pada Perser dan/atau Perum serta perseroan terbatas
lainnya.
134
Arifin P. Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara sebagai Teori Keuangan
Publik yang Berdimensi penghormatan terhadap Badan Hukum, hlm.20
135
Erman rajaguguk, “Peranan Hukum dalam Mendorong BUMN Meningkatkan Pendpaatan
Negara dan Kesejahteraan rakyat”, makalah disampaikan pada Seminar “Peranan BUMN dalam
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Negara”, (Jakarta, 28 Juli 2008), hlm. 3
136
Public finance is concerned with the income and expenditure of public authorities, and
with the adjustment of the one to the other dalam Hugh Dalton, Principles of Public Finance,
(London: Routledge & Kegan Paul Limited, 1935), hlm. 5
Universitas Indonesia
64
Universitas Indonesia
65
Produk hukum ini mengamini dengan tegas bahwa, kekayaan negara yang
telah dipisahkan ke dalam BUMN (Persero) telah bertransformasi menjadi
saham/modal negara yang berkedudukan sebagai kekayaan BUMN (Persero)
dengan status sebagai uang privat.Keberadaan produk hukum ini sejatinya juga
telah mengarah pada upaya pemerintah Indonesia dalam merealisasikan kebijakan
Holding Company BUMN Persero. Marwah dari ketentuan Peraturan Pemerintah
ini mengakui adanya pemisahan antara keuangan negara dengan kekayaan BUMN
Persero sehingga, kekayaan negara yang telah dipisahkan untuk modal BUMN
Persero sudah tidak dianggap lagi sebagai bagian dari keuangan negara.
Universitas Indonesia
66
BAB 3
MEKANISME PELAKSANAAN INVESTASI PEMERINTAH DAN
PENYERTAAN MODAL NEGARA
3.1 Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara Commented [CPD71]: urutan bab ini sudah diperbarui :
Penyelanggaraan pemerintahan menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat kekuasaan pengelolaan keuangan negara
tata cara investasi
dinilai dengan uang. Keuangan sebagai salah satu motor penggerak fungsi tata cara PMN
pemerintah perlu dilakukan pengelolaan secara tepat, salah satunya dengan sub sub bab pada kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sudah dihapus dan digabungkan
mengatur pihak – pihak yang berhak melakukan pengelolaan keuangan negara.
Bab II Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
telah melakukan pengaturan pengelolaan keuangan negara. Pada Pasal 6 ayat (1)
dijelaskan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara diatur bahwa kekuasaan tersebut meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Kewengan yang bersifat umum meliputi penetapan arah kebijakan umum, strategi,
dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman
pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja Kementerian Negara/lembaga (K/L), penetapan gaji dan tunjangan,
serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Sedangkan, kewenangan yang
sifatnya khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan
APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dan perimbangan, dan penghapusan
aset dan piutang negara.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan137 dan kekuasaan
pengelolaan keuangan negara dalam mengelola cabang-cabang produksi dan
kekayaan alam Indonesia sebagaimana Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945,
137
Kekuasaan eksekutif atau pemerintahan negara oleh Presiden diatur dan ditentukan dalam Bab
III UUD 1945 mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam Bab III UUD 1945 ini berisi 17 pasal yang
mengatur berbagai aspek mengenai Presiden dan lembaga kepresidenan, termasuk rincian kewenangan yang
dimilikinya dalam memegang kekuasaan pemerintah. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
Universitas Indonesia
67
138
Indonesia, Undang – Undang Keuangan Negara, Penjelasan Umum hlm. 3
139
Direktorat Penyusunan APBN Kementerian Keuangan RI, Dasar – Dasar Praktek Penyusunan
APBN di Indonesia, (Jakarta : 2004), hlm.4
140
Indonesia, Undang – Undang Keuangan Negara, Penjelasan Umum hlm. 3
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
69
144
Ibid
Universitas Indonesia
70
b. Anggaran; dan
c. Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif memiliki
posisi strategis dengan fungsi anggarannya yang di dalamnya terdapat hak
budget.145Dengan hak budget tersebut DPR dapat turut serta menentukan alokasi
anggaran tahunan hingga menolak atau mensetujui rencana anggaran yang
diajukan pemerintah.146Pada praktiknya, keterlebitan DPR atau hak budget DPR Commented [K272]:
Eksistensi hak budget DPR terlihat dalam Pasal 23 UUD 1945, dimana DPR
terlibat dalam pembahasan RAPBN. Pasal 23 menyebutkan :
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-
besarnyakemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukanoleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
145
Mei Susanto,Hak Budget DPR dalam Pengelolaan Keuangan Negara, Padjajaran Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 5 (Agustus 2016), hlm. 184
146
Mei Susanto,Eksistensi Hak Budget DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Padjajaran
Jurnal Ilmu Hukum, 2016, hlm. 67
Universitas Indonesia
71
Dari kaedah hukum di atas diperoleh tiga hal pokok, yaitu : (1) Presiden
merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan rancangan APBN;
(2) DPR merupakan lembaga parlemen yang membahas rancangan APBN tersebut
dengan pertimbangan DPD; dan (3) rancangan APBN tidak boleh tanpa
persetujuan DPR.147
Selanjutnya, sejauh mana keterlibatan DPR dalam pembahasan RAPBN,
apakah DPR memiliki wewenang terhadap hal-hal bersifat makro strategis atau
mikroteknis . terkait hal tersebut, Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara
menentukan bahwa “APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja”. Yang kemudian
dibatalkan melalui Putusan MK No. 35/PUU-XI/2013 148 yang menyatakan frasa
“kegiatan dan jenis belanja” adalah inkonstitusional, sehingga mekanisme
pembahasan RAPBN di DPR saat ini hanya sampai dengan satuan tiga (unit
organisasi, fungsi dan program). Commented [K273]: uraikan implikasinya terhadap
investasi dan PIP.
Menurut Dian Puji N. Simatupang,149 Pasal 23 UUD 1945 sebagai alas
hukum hak budget DPR sebenarnya secara harfiah telah membatasi hak budget
pada menerima ataumenolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Pembatasan hak
budget tersebut intinya terletak pada fokus DPR untuk menilai dengan alasan
legitimitasi ataukemanfaatan publik terhadap APBN dibandingkan penilaian
147
Mei Susanto, Eksistensi.. hlm. 75
148
MK memutus pengujian UU Keuangan Negara dan UU MD3 melalui Putusan MK No.
35/PUU-XI/2013 terhadap Hak Budget DPR. Menurut MK, pembahasan terinci sampai pada tingkat kegiatan
dan jenis belanja kementerian/lembaga dapat menimbulkan persoalan konstitusional apabila dilihat dari
kewenangan konstitusional DPR dalam menjalankan fungsi anggaran. Persoalan tersebut bersumber dari
keikutsertaan DPR dalam membahas RAPBN yang terperinci sampai dengan kegiatan dan jenis belanja. Hal
tersebut tidak sesuai dengan fungsi dan kewenangan DPR sebagai lembaga perwakilan yang seharusnya tidak
ikut menentukan perencanaan yang sifatnya sangat rinci tersebut. Adapun kegiatan dan jenis belanja
merupakan urusan penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilaksanakan oleh Presiden sebagai perencana
dan pelaksana APBN.
149
Dian Puji N. Simatupang, “Reposisi Hak Budget DPR”,http://law.ui.ac.id/v3/mereposisi-hak-
bugdet-dpr/, diakses pada 12 Januari 2019
Universitas Indonesia
72
150
Yuli Indrawati, Risiko Fiskal dalam Operasional Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin
Simpanan Suatu Telaah Hukum, Ekonomi dan Politik, Ringkasan Disertasi, Program Doktoral Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 82
151
Ibid., hlm. 81-82
Universitas Indonesia
73
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk
Dana Investasi, PMK Nomor 180/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyusunan
Perencanaan Investasi Pemerintah, PMK Nomor 181/PMK/2008 tentang
Pelaksanaan Investasi Pemerintah, PMK Nomor 182/PMK/2008 tentang
Pelaporan atas Pelaksanaan Investasi, PMK Nomor 183/PMK/2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Divestasi Terhadap Investasi Pemerintah.
Perencanaan yang dilakukan salah satunya terkait pengelolaan sumber dana.
Berdasarkan Pasal 7 PP Investasi Pemerintah sumber dana Investasi Pemerintah
dapat berasal dari : 1) APBN; 2) keuntungan investasi terdahulu; 3) dana/barang
amanat pihak lain yang dikelola oleh Badan Investasi Pemerintah; dan/atau 4)
sumber-sumber lainnya yang sah.
Sumber dana Investasi Pemerintah yang berasal dari APBN ditempatkan
pada rekening induk dana investasi sedangkan sumber dana Investasi Pemerintah
yang berasal dari keuntungan investasi terdahulu, dana/barang amanat pihak lain
yang dikelola Badan Investasi Pemerintah dan sumber lainnya yang sah
ditempatkan dan dikelola oleh Badan Inveestasi Pemerintah secara
tersendiri.Kemudian dibuatlah perencanaan Investasi Pemerintah yang meliputi
dua perencanaan yaitu perencana investasi pemerintah yang diajukan oleh BIP
dan perencanaan kebutuhan Investasi Pemerintah dari APBN.
Gambar 2.1
Alokasi Dana Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara
Universitas Indonesia
74
Sumber : Penjelasan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011.
Dana investasi dan penyertaan modal negara berada pada akun Pembiayaan
Nonperbankan dalam Negeri, dapat pula dilihat bahwa anggaran pembiayaan
Investasi Pemerintah dibuat secara terpisah dengan Penyertaan Modal Negara.
Pengelolaan Investasi Pemerintah pada tataran pelaksanaan dalam bentuk
surat berharga dilakukan dengan cara membeli saham yang diterbitkan oleh
perusahaan dan/atau membeli surat utang (obligasi) yang diterbitkan perusahaan,
pemerintah, dan/atau negara lain. Pembelian surat utang hanya dapat dilakukan
jika penerbit surat utang memberikan opsi pembelian surat utang kembali.
Sebelum melakukan pembelian surat berharga, dilakukan penilaian terlebih
dahulu oleh Penasihat Investasi.
Sedangkan pelaksanaan Investasi Langsung baik itu penyertaan modal
dan/atau pemberian pinjaman dilakukan oleh BIP dengan badan usaha, Badan
Layanan Umum, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BLUD, dan/atau badan
hukum asing. Yang dimaksud Badan Usaha meliputi badan usaha swasta
berbentuk Perseroan terbatas, Badan usaha Milik Negara (Persero), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dan koperasi dengan jangka panjang untuk waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
3.3.1 PMK Nomor 179/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan,
dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi
Tempat penyediaan, pencairan dan pengelolaan sumber dana investasi
pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 152
dilakukan dengan rekening induk dana investasi oleh Badan Investasi Pemerintah
(BIP).153
Penyediaan rekening induk dana investasi pada bank umum dilakukan oleh
Kepala/Direktur Badan Investasi Pemerintah setelah mendapat persetujuan
Menteri Keuangan.154 Penyediaan rekening tersebut dituangkan dalam Daftar
152
Indonesia, Menteri Keuangan, PMK Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana
dalam Rekening Induk Dana Investasi, PMK Nomor 179/PMK/2008, Ps. 4
153
Ibid., Ps. 2
154
Ibid, Ps. 3
Universitas Indonesia
75
155
Ibid., Ps. 5
156
Ibid., Ps. 6
157
Ibid., Ps. 7 ayat (2)
Universitas Indonesia
76
Universitas Indonesia
77
usaha untuk investasi langsung dalam bentuk penyertaan modal dan jangka waktu
dan/atau mekanisme pembayaran kembali/pengembalian pokok baik sebagian atau
seluruhnya, bunga dan pembayaran kewajiban lainnya untuk Investasi Langsung
dalam bentuk Pemberian Pinjaman. Terdapat perbedaan isi perjanjian apabila
tidak menggunakan skema Public Privat Partnership, hal yang perlu diatur
berdasarkan Pasal 14 diantaranya : identitas para pihak; hak dan kewajiban; tujuan
investasi; nilai investasi; jadwal dan atat cara pencarian dana; proyeksi
keuntungan dan persentase pembagian keuntungan investasi; skema pembagaian
risiko; tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban; dan sanksi.
Kemudian diajukan proposal investasi dan dokumen yang diperlukan yang
isinya diatur secara rinci oleh Pasal 18. Permohonan investasi melalui tahap
analisis kelayakan dan risiko. Apabila permohonan ditolak, Kepala/Direktur BIP
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai alasan penolakan dengan
dilampiri berkas permohonan investasi sedangkan yang diterima, Kepala/Direktur
BIP menyampaikan secara tertulis kepada Ketua Komite Investasi Pemerintah
untuk diproses lebih lanjut, Ketua Komite Investasi Pemerintah memiliki
kewenangan untuk memberikan rekomendasi persetujuan atau penolakan atas
permohonan investasi.
Gambar 3.1
Alur Investasi Pemerintah
Universitas Indonesia
78
Keterangan :
Universitas Indonesia
79
158
Lihat pengertian penyertaan modal negara pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016.
159
Pusdiklat Keuangan Umum Kementerian Keuangan, Modul Penatausahaan Kekayaan Negara
Dipisahkan, (Jakarta : 2007), hlm. 12
160
Tujuan PMN membantu merestrukturisasi kinerja BUMN, BUMD, dan badan hukum lainnya
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016.
161
Pusdiklat Keuangan Umum Kementerian Keuangan, Modul Penatausahaan Kekayaan Negara
Dipisahkan, hlm. 12
Universitas Indonesia
80
2. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yang
menjalankan tugas kewajiban pelayanan umum yang diberikan oleh
Pemerintah;
3. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerian/lembaga yang dari
awal pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan pengelolaannya
pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;
4. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal
apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya.
Sumber penyertaan modal negara dapat berasal dari 162Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau Kekayaan Negara yang tidak dipisahkan berupa
a). Dana Segar, b). Barang milik negara; c). Piutang Negara pada BUMN atau
Perseroan Terbatas, d). Saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas,
e). Aset Negara Lainnya; ada pula kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.
Masing – masing dari sumber tersebut memiliki tata cara penyertaan, berikut
dipaparkan mekanisme penyertaan modal negara berdasarkan peraturan
perundang – undangan bidang keuangan negara :
3.4.1 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Lahirnya Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 menjadi tonggak
dimulainya reformasi keuangan negara. Pada tahaun 2003 – 2004 pemerintah
Indonesia melakukan perombakan pertauran keuangan negara dengan mengguanti
seluruh peraturan keuangan yang lama.163
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 Bab XI tentang Ketentuan Penutup
Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003, maka peraturan keuangan yang lama
tersebut sudah tidak belaku lagi. Hal ini karena peraturan – peraturan yang lama
162
Indonesia, PP Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara, PP No. 72 Tahun
2014, Ps. 2 ayat (1) dan (2).
163
Sebelum tahun 2003, keuangan negara Indonesia masih menggunakan ketentuan perundang-
undangan peninggalan kolonial Belanda yang masih berlaku menurut aturan peralihan UUD 1945, antara
lain: Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968; Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927
Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445; Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor
381; Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320 mengenai
pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara
Universitas Indonesia
81
Universitas Indonesia
82
Ketiga, penyertaan modal negara yang dilakukan melalui mekanisme APBN dan
persetujuan DPR menandakan penyertaan modal negara berasal dari kekayaan
negara sehingga pengelolaannya harus mendapatkan izin dari rakyat yang dalam
hal ini diwakili oleh DPR.
Selanjutnya, persetujuan DPR terhadap RAPBN menurut Pasal 15 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilakukan selambat – lambatnya 2 (dua)
bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Persetujuan DPR ini dilakukan sampai
pada unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. 164 Merujuk pada
ketentuan tersebut, DPR harus mengetahui secara detail terhadap program dan
kegiatan apa penyertaan modal negara diberikan, termasuk pula unit organisasi
pelaksana dan dalam bentuk/jenis belanja yang digunakan. Adanya kewenangan
DPR dalam pemberian izin pelaksanaan penyertaan modal dikarenakan DPR
sebagai perwakilan rakyat harus mampu mengartikulasikan kebutuhan dan
kepentingan rakyat ke dalam kebijakan anggaran negara. 165 Sehingga tercipta
kebijakan APBN yang berorientasi kesejahteraan rakyat.
164
Indonesia, Undang – Undang Keuangan Negara, Ps. 16 ayat (4)
165
Dian P. Simatupang, Paradoks Rasionalitas, hlm. 140
166
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9353/undangundang-perbendaharaan-negara-
lahir-menkeu-tidak-lagi-jadi-kasir, diakses pada 23 Desember 2018.
Universitas Indonesia
83
Universitas Indonesia
84
167
Lihat definisi Penyertaan Modal Negara pada PP No. 44 Tahun 2005, Ps. 1 angka 7
Universitas Indonesia
85
168
Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaaan, (Yogyakarta : 1984), hlm.70
169
Setyanto P. Santosa. Pembentukan Holding Company Bumn Peluang Dan
Tantangan.http://www.pacific.net.id/pakar/setyanto/tulisan_03.html diakses 26 Desember 2018.
170
Dian P. Simatupang, Paradoks Rasionalitas, hlm. 253
Universitas Indonesia
86
171
Ibid., hlm.253
172
Ibid., hlm.255
173
Ibid.,hlm.259
Universitas Indonesia
87
terdapat mekanisme yang pada PP 44 Tahun 205 yang diubah dan selanjutnya
disesuaikan dengan pengaturan sesuai dengan keadaan holding, salah satunya
tentang pengalihan saham. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf d PP 44 tahun
2005, disebutkan bahwa dalam hal aset-aset negara lainnya tersebut belum
dimasukkan dalam APBN, maka prosesnya dilakukan melalui mekanisme APBN
yaitu “pencatatan aset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan sekaligus
dikeluarkan sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN)”. Dalam konteks
pengalihan saham untuk pembentukan holding selama ini, Pemerintah tidak lagi
melakukan mekanisme APBN (mencatat sebagai penerimaan dan dikeluarkan
sebagai PMN), karena pada saat awal negara melakukan penyertaan modal yang
kemudian berubah menjadi saham yang akan dialihkan (diinbrengkan), sudah
melalui APBN sehingga statusnya menjadi Kekayaan Negara Dipisahkan (KND).
Dalam Penjelasan Pasal 4 UU BUMN, dijelaskan bahwa KND adalah kekayaan
negara yang dipisahkan dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal yang
selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem
APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya tunduk pada prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat.174Pengalihan (inbreng) saham menjadi kewenangan
Pemerintah tanpa melalui mekanisme APBN, karena saat pertama Pemerintah
menyertakan modal kepada BUMN menjadi saham, sudah melalui mekanisme
APBN, sehingga statusnya menjadi “kekayaan negara Dipisahkan (KND)”. Dalam
penjelasan Pasal 4 UU BUMN, disebutkan bahwa KND tidak lagi mengikuti
mekanisme APBN.
Kaedah hukum di atas kemudian dirumuskan dalam Pasal 2A ayat (1) PP 72
Tahun 2016, sebagai berikut :
(1) Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaannegara berupa
saham milik negara pada BUMN atauPerseroan Terbatas sebagaimana
dimaksud dalamPasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau
PerseroanTerbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpamelalui
mekanisme Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara.
174
Jaringan Dikumentasi dan Informasi Hukum Kementerian BUMN, Menjawab Isu – Isu di
Seputar Terbitnya PP 72 Tahun 2016,http://jdih.bumn.go.id/berita/menjawab-isu-isu-di-seputar-terbitnya-pp-
72-tahun-2016, diakses 23 Desember 2018
Universitas Indonesia
88
175
Nota Keuangan dan APBN 2011, hlm. VI - 11
176
Indonesia, PP Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Ps. 1 angka 1
177
Ibid., Ps. 3 ayat (2)
178
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak
lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal
pemerintah. Lihat, Ps. 1 angka 15
179
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan
menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa
pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang
berada dalam penguasaannya. Lihat, Ps. 1 angka 14
Universitas Indonesia
89
modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. 180
Untuk melakukan penyertaan modal pemerintah, Menteri/Pimpinan
lembaga181 mengajukan usul pemindahtanganan dengan tidak lanjut penyertaan
modal pemerintah pusat yang dari awal pengadaannya sesuai peruntukan yang
tercantum dalam dokumen penganggaran.182 Kemudian dibentuk tim untuk
mengkaji pemindahtanganan barang milik negara dengan penyertaan modal
pemerintah pusat, lalu meminta atau mengajukan permohonan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, setelah disetujui oleh DPR RI,
Menteri/Pimpinan lembaga menetapkan penghapusan tentang Penyertaan Modal
Negara. Setelah Peraturan Pemerintah ditetapkan, dilakukan penyerahan barang
dengan berita acara serah terima kepada pihak ketiga selaku mitra penyertaan
modal negara.183
Pengelolaan barang milik negara dengan mekanisme penyertaan modal
diatur lebih rinci pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Berikut mekanisme Penyertaan Modal
Negara menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 :
b. Penyertaan Modal Negara yang Bersumber dari Dana Segar APBN
Bahwa salah satu sumber PMN adalah fresh money yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Berikut tata cara penyertaan modal
pemerintah :
Menteri Negara BUMN dan/atau Menteri Teknis menyampaikan usulan PMN
kepada Menteri Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tahun
anggaran bersangkutan yang dilengkapi dengan kajian aspek bisnis dan
aspek terkait lainnya.
Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud. Untuk
pengkajian tersebut Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang
180
Ibid, Ps. 1 angka 19
181
Ibid, Ps. 6 ayat 1
182
Ibid, Ps. 6 ayat 2
Universitas Indonesia
90
Universitas Indonesia
91
a) Tata Cara PMN yang bersumber dari BMN yang diperoleh dari APBN yang
sejak semula diperuntukkan sebagai PMN
1) Menteri Keuangan melakukan kajian atas rencana PMN yang bersumber
dari BMN, yang pengadaannya berasal dari APBN dan sejak semula
diperuntukkan sebagai PMN. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian,
Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari
unsurunsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN,
Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai
tugas antara lain sebagai berikut:
2) Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen guna melakukan
penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan
dari Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis terhadap rencana PMN.
3) Dalam hal rencana PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri
Keuangan menyampaikan usulan rencana PMN kepada Presiden dengan
melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.
4) Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan
oleh Presiden, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara
melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN.
b) Tata Cara PMN dari APBN Yang Semula Tidak Diperuntukkan Sebagai
Penyertaan Modal Negara
Menteri Keuangan melakukan kajian atas rencana PMN yang bersumber
dari BMN, yang pengadaannya berasal dari APBN dan pada awalnya tidak
diperuntukkan sebagai PMN. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri
Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur
Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan
BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:
a. Melakukan penelitian data administratif dan fisik
b. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek
administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.
Universitas Indonesia
92
Universitas Indonesia
93
Universitas Indonesia
94
184
186
Majalah Tambang, PT NNT Receives Environmental Commplience Award, 28 Juni 2012,
Jakarta
Universitas Indonesia
95
187
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011, Profil Perusahaan Pertambangan dan
Energi Edisi 2011, Yayasan Pertambangan dan Energi, Jakarta.
188
Pasal 10 ayat 3 Undang – Undang Nomor 11 tahun 1967 yaitu “Perjanjian karya tersebut dalam
ayat (2) pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam
pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.”
Universitas Indonesia
96
189
Kontrak Karya antara Pemerintah RI dan PT NNT tanggal 2 Desember 1986 dalam Lalu Wira
Pria S., Sinkronisasi Kebijakan Kerjasama Antar Daerah dalam Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara,
Mimbar Hukum, Vol. 27, (Februari 2015), hlm. 44
190
Trias Palupi Kurniawan, Kajian Hukum atas Divestasi Saham Bidang Pertambangan di
Indonesia (Studi Kasus PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia), hlm.22
Universitas Indonesia
97
191
Ibid. hlm. 17
192
Djumyati Partawidjaja (Ed), Pemda NTB Ikut Perebutkan 7% Saham Newmont,
https://nasional.kontan.co.id/news/pemda-ntb-ikut-perebutkan-7-saham-newmont-1, diakses pada 10 Januari
2019.
Universitas Indonesia
98
Universitas Indonesia
99
193
Penjelasan Menteri Keuangan RI atas Pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa
Tenggara Tahun 2010 oleh Pusat Investasi Pemerintah, 2011, disampaiakan pada Rapat kerja Menteri
Keuangan RI dengan Komisis XI DPR RI
Universitas Indonesia
100
Universitas Indonesia
101
Universitas Indonesia
102
194
Penjelasan Menteri Keuangan RI atas Pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa
Tenggara Tahun 2010 oleh Pusat Investasi Pemerintah, 2011, disampaikan pada Rapat Kerja Menteri
Keuangan RI dengan Komisi XI DPR RI
195
Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.
196
Ibid., hlm. 81-82
Universitas Indonesia
103
197
Universitas Indonesia
104
198
Marwah M. Diah, Restrukturisasi BUMN di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 81.
Universitas Indonesia
105
Universitas Indonesia
106
Universitas Indonesia
107
Universitas Indonesia
108
dana Investasi PIP. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang
menolak permohonan Penggugat yaitu Presiden, dan memerintahkan Presiden
untuk meminta izin kepada DPR dalam melakukan pembelian saham divestasi PT
NNT. Namun, dalam hal pertimbangan terdapat perbedaan sebagaimana yang
telah dikemukakan dalam analisis di atas.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Kewajiban pelaksanaan divestasi saham harus diapresiasi sebagai usaha
Pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi peserta nasional turut serta
mengelola, mengatur dan mengawasi operasional perusahaan asing yang
mengelola sumber daya alam Indonesia. Berdasarkan pemaparan pada bab-bab
terdahulu, maka dapat disimpulkan pelaksanaan divestasi saham PT Newmont
Nusa Tenggara, sebagai berikut :
1. Regulasi tentang Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara di
Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda. Padahal
jika melihat pada Undang – Undang Perbendaharaan Negara dan PP Investasi
Pemerintah sebagai peraturan turunannya, Penyertaan Modal Negara
merupakan jenis Investasi Langsung. Di dalam PP Investasi Pemerintah
terdapat investasi pemerintah berbentuk surat berharga dan Investasi Langsung
berbentuk penyertaan modal dalam bentuk saham yang sering menimbulkan
kesulitan untuk membedakannya, karena kedua hal tersebut sama-sama
dilakukan dengan cara membeli saham. Di sisi lain terdapat Penyertaan Modal
Negara yang diatur dalam PP Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan PP
Penatausahaan dan Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan
Terbatas. Regulasi tersebut mengatur berbeda Penyertaan Modal Negara dalam
hal status hukum keuangan dan pihak yang dapat menerima Penyertaan Modal
Negara. PP Investasi Pemerintah menentukan investasi pemerintah sebagai
bagian dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang dapatdiberikan
kepada Badan Usaha. Sedangkan, PP Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah menentukan penyertaan modal negara merupakan bagian dari
Universitas Indonesia
109
keuangan negara yang dapat disertakan pada BUMN dan BUMD saja. Lain
lagi dengan, PP Penatausahaan dan Penyertaan Modal Negara yang
merumuskan Penyertaam Modal Negara pada anak perusahaan (holding
company) sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Pelaksanaan Investasi Pemerintah baik yang berbentuk surat berharga maupun
investasi langsung termasuk penyertaan modal dilakukan oleh Badan Investasi
Pemerintah yang berstatus Badan Layanan Umum sebagai satuan kerja di
bawah Kementerian Keuangan. Pelaksanaan Investasi Pemerintah merupakan
domein eksekutif secara penuh yaitu bentuk kekuasaan pengelolaan keuangan
negara berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Berbeda dengan PP Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah menentukan mekanisme penyertaan modal negara melalui
mekanisme APBN dan persetujuan DPR. Lain lagi dengan, PP Penatausahaan
dan Penyertaan Modal Negara yang merumuskan Penyertaam Modal Negara
pada anak perusahaan (holding company) tidak perlu melalui mekanisme
APBN dan izin DPR. Perbedaan pandangan tentang mekanisme Investasi
Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara semakin membangun konstruksi
bahwa keduanya adalah dua hal yang berbeda terutama jika dilakukan dengan
cara pembelian saham.
3. PT Newmont Nusa Tenggara sebagai perusahaan asing yang mengelola
pertambangan mineral di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, memiliki
kewajiban untuk melakukan divestasi saham sebesar 51% kepada peserta
Indonesia sebagaimana amanat Kontrak Karya yang dibuat pada tahun 1986
dan peraturan perundang-undangan bidnag pertambangan mineral dan
batubara. PT NNT diharuskan mendivestasikan saham sejak 5 (lima) tahun
perusahaan tersebut melakukan produksi. Saham awal PT NNT dikuasai asing
sebesar 80% dan 20% oleh peserta Indonesia yaitu PT Pukuafu Indah, sehingga
tersisa 31% untuk didivestasikan. Pelepasan saham PT NNT sejak tahun 2006
sampai dengan tahun 2009 dibeli oleh perusahaan daerah yaitu PT Multi
Daerah Maju Bersaing dengan total kepemilikan 24% saham. Pada tahun 2010
divestasi saham sebesar 7% ditawarkan kepada Pemerintah Pusat. Melalui
Badan Investasi Pemerintah, Pemerintah Pusat membeli 7% saham
Universitas Indonesia
110
5.2 Saran
Setelah melakukan analisis terhadap pokok – pokok permasalahan divestasi
saham, berikut saran yang Penulis dapat berikan:
1. Setelah menilik paket peraturan keuangan negara, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal merupakan dua hal yang
berbeda. Investasi Pemerintah ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial dan lainnya, berbeda dengan Penyertaan Modal Negara yang lebih fokus
ditujukan untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Oleh karen aitu, perlu
digunakan terminologi yang berbeda antara Penyertaan Modal yang dimaksud
dalam PP Investasi Pemerintah dengan PP Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan PP Tata Cara Penatausahaan dan Penyertaan Modal Negara
pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Hal ini penting dilakukan mengingat
terdapat kesulitan membedakan antara Investasi Pemerintah Surat Berharga
dengan Investasi Langsung Pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal berupa
saham maupun antara Penyertaan Modal Negara yang diatur dalam PP
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan Investasi Langsung
Pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal pada PP Investasi Pemerintah.
2. Perlu untuk mempertegas peruntukan Investasi Pemerintah dan Penyertaan
Modal Negara. Perlu ditentukan kriteria kondisi dan syarat untuk melakukan
Universitas Indonesia
111
Universitas Indonesia
112
Daftar Pustaka
Buku
Atmadja, arifin P. Soeria. Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum : Teori,
Praktik dan Kritik (Edisi ke-3). Jakarta : Rajawali Press, 2013.
Ahmad, Komaruddin. Dasar-Dasar Manajemen Investasi. Jakarta : Rineka Cipta,
1996.
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. Pengantar Pasar Modal. Jakarta : Rineka Cipta,
1995.
Armando, Ade. Mengenal Lebih Dekat BPK Sebuah Panduan Populer. Biro
Hukum dan LN BPK RI : tanpa tahun.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Sumber Daya Alam
& Lingkungan Hidup Indonesia, Antara Krisis dan Peluang. Jakarta :
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004
Darmadji, Tjiptono dan Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia. Ed 3. Jakarta,
Salemba Empat, 2012.
Diah, Marwah M. Restrukturisasi BUMN di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2004.
Dumary. Perekonomian Indonesia. Cet 5. Jakarta : Erlangga, 1996.
Hadjon, Phipipus M. Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi : Kisi –
Kisi Hukum Administrasi Dalam Konteks Tindak Pidana Korupsi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011.
Hatta, Mohammad. Penjabaran Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945. Jakarta :
Mutiara, 1977.
Hayati, Tri. et.al., Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam
Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Jakarta : Sekretariat Jenderal
MKRI dan CLGS FHUI, 2005.
HS, Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta :
Rajagrafindo, 2008.
Huda, Nurul dan Mustofa Edwin Nasution. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Cet.1. Jakarta : Kencana, 2007.
Manan, Bagir. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara.
Bandung : Mandar Maju, 1995.
Universitas Indonesia
113
Universitas Indonesia
114
Hardin, Garrett, The Tragedy of The Commons, Vol. 162 (Desember 1968)
Indradewa, Jusuf. “Fenomena Harun Alrasid,” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun
Alrasid Integritas, Konsisten Seorang Sarjana Hukum. Pusat Studi
Hukum Universitas Indonesia, (2000)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.“Profil Perusahaan Pertambangan
dan Energi Edisi 2011.” Yayasan Pertambangan dan Energi, 2011.
Marilang, “Ideologi Welfare State Konstitusi : Hak Menguasai Negara Atas
Barang Tambang,” Jurnal Konstitusi, (Juni 2012).
Muaya, Devvy. “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham
atas Kepailitan Perseroan Terbatas”, Jurnal Lex Privatum Vol III
(Oktober 2015)
Pratama, Nelsa Nurfitriani Budiharto dan Paramita Praningtyas. “Pengaturan
Kewajiban Saham Divestasi dalam Perusahaan Modal Asing di
Bidang Pertambangan menurut PP. No. 77 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,”
Diponegoro Law Review Vol. 5 (2016).
Prosiding Seminar Nasional. Rumusan Hasil Seminar Nasional Pengaturan
Pengelolaan Pertambangan dalam Era Otonomi Daerah Dari
Perspektif Kemandirian Lokal, Makassar 22-23 Februari 2001,
sebagaimana dikutip oleh Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, 2004,
UII Press, Yogyakarta,
Public finance is concerned with the income and expenditure of public authorities,
and with the adjustment of the one to the other dalam Hugh Dalton,
Principles of Public Finance, (London: Routledge & Kegan Paul
Limited, 1935)
Rajaguguk, Erman. “Peranan Hukum dalam Mendorong BUMN Meningkatkan
Pendpaatan Negara dan Kesejahteraan rakyat”, Makalah disampaikan
pada Seminar “Peranan BUMN dalam Meningkatkan Pertumbuhan
Ekonomi Negara”.
Ratna Hartanto, “Pengelolaan Investasi Pemerintah (PIP) antara Gagasan Kreatif
dan Problematika Hukumnya”, Jurnal Hukum Bisnis.
Salim, Emil. “Sistem Ekonomi Pancasila”, Prisma (Mei 1979).
Universitas Indonesia
115
Soepardi, Edyy Mulyadi. “Memahami Kerugian Negara sebagai Salah Satu Unsur
Tindak Pidana Korupsi”. Makalah disampaikan pada ceramah ilmiah
pada Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Bogor, 24 Januari 2009.
Trisnamansyah , Purnama dan Yusuf Saepul Zamil. “Saham Divestasi Asing
dalam Penambangan Bawah Tanah Dihubungkan dengan Kedaulatan
Negara.”PJIH Vol.3 (2016).
Skripsi/Tesis/Disertasi
Marilang.“Nilai Keadilan Sosial Dalam Pertambangan.”Disertasi Doktor
Universitas Hasanudin. Makassar, 2010.
Kamus
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa.Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ed 4.Cet 1, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Indonesia Inggris. Ed.3, Cet ke-9.
Jakarta : PT Gramedia, 2003.
Purba, Victor Kamus Umum Pasar Modal. Jakarta : UI-Press, 1999.
Peraturan perundang-Undangan
Indonesia.Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003,
LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297.
________.Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003, LN. No.
47, TLN No. 4286.
________.Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara”, UU No. 15 Tahun 2004, LN No. 66 Tahun 2004,
TLNNo. 4400.
________.Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN.
No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4355
________. Undang-Undang Perseroan Terbatas, LN. No. 106 Tahun 2007, TLN
No. 4576.
Universitas Indonesia
116
Universitas Indonesia
117
Internet
http://www.webstersonlinedictionary.org/definitions/equity+participation?
cx=partnerpub-0939450753529744%3Av0qd01-
tdlq&cof=FORID%3A9&ie=UTF8&q=equity diakses 28 Oktober
2018
http://www.kamuskbbi.id/kbbi/artikata.php?mod=view&Penanaman%20Modal&i
d=47510-arti-maksud-definisi-pengertian-Penanaman%20Modal.html
diakses 28 Oktober 2018
BPK RI.Kekayaan Negara yang Dipisahkan : Apakah Tidak Termasuk Keuangan
Negara?, http://www.bpk.go.id/news/kekayaan-negara-yang-
dipisahkan-apakah-tidak-termasuk-keuangan-negara diakses 5
Desember 2018
Lain-Lain
Kontrak Karya Pertambangan PT NNT dengan Pemerintah Republik Indonesia
tanggal 2 Desember 1986.
Universitas Indonesia