Anda di halaman 1dari 51

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
proses penyusunan laporan kasus yang berjudul: “Penyakit paru obstrukti kronik “
sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
pulmunologi di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, kritik
dan sarannya yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan case
ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam
mengimplementasikan ilmu di klinis dan masyarakat.

Medan, 2019

Penulis
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
BAB 1 ........................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
BAB 2 ........................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 5
2.1 Anatomi Fisiologi Dan Histologi Paru .................................................................. 5
2.2 Defenisi..................................................................................................................... 9
2.4 Faktor Resiko .......................................................................................................... 9
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................. 10
2.6 Klasifikasi 9,10 ......................................................................................................... 11
2.7 Patofisiologi ........................................................................................................... 12
2.8 Assesment dan Penatalaksanaan ........................................................................ 17
2.9 Komplikasi dan Prognosis.................................................................................... 21
BAB 3 ................................................................................................................................. 24
STATUS PASIEN ............................................................................................................. 24
BAB 4 ......................................................................................................................... 43
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 43
BAB 5 ......................................................................................................................... 49
PENUTUP .................................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 50
3

BAB 1

PENDAHULUAN
PPOK adalah penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan
hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat
(semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko
seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Onset (awal
terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan
pengobatan. Didefinisikan sebagai PPOK jika pernah mengalami sesak napas
yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah dengan meningkatnya
usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas disertai
batuk.1
Menurut GOLD (the Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease) 2018, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit
umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan
persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan karena kelainan
saluran napas dan/atau alveolus. PPOK biasanya disebabkan oleh paparan
signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. Hambatan jalan napas pada
PPOK disebabkan oleh obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis)
dan kerusakan parenkim paru (emfisema).1-3 Menurut WHO dalam Global
Status of Non-communicable Diseases 2010, PPOK menduduki peringkat ke-
4 di antara penyakit tidak menular dengan mortalitas tertinggi setelah penyakit
kardiovaskuler, keganasan, dan diabetes melitus. Selain itu menurut GOLD
Report 2014, PPOK juga memerlukan biaya kesehatan hingga 56% total biaya
penyakit respirasi, tertinggi disebabkan oleh eksaserbasi PPOK.2,3,4
PPOK merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang
meningkatkan angka mortalitas di dunia.World health organization (WHO)
mengemukakan bahwa penyakit paru obstruktif kronik merupakan enam besar
penyebab kematian dan ke 12 penyebab angka kesakitan di seluruh dunia.
4

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.


Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia.1 Hasil riset kesehatan dasar Depkes RI tahun 2013 menunjukkan
prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7 persen per mil, sementara di
Provinsi Jawa Tengah sebesar 3,4 persen per mil.5
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Dan Histologi Paru
1. Anatomi Paru
Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang
terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus,
bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf, dan system limfatik. Paru adalah
alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk kerucut apeks di atas dan
sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher.
Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan dibagi menjadi 3
lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi 2 lobus oleh 1 fisura. Paru memiliki
hilus paru yang dibentuk oleh arteri pulmonalis, vena pulmonalis, bronkus, arteri
bronkialis, vena bronkialis, pembuluh limfe, persarafan, dan kelenjar limfe. Paru
dibungkus oleh membran serosa yang disebut pleura.
Pleura yang melapisi rongga dada disebut pleura parietalis. Pleura yang
menyelubungi paru disebut pleura visceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura
visceralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk
memudahkan permukaan bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan thoraks dan paru.
6

2. Struktur Histologi Paru


a. Bronkiolus Intrapulmonal
Bronkus intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa lempeng
tulang rawan yang letaknya berdekatan. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu
silindris bersilia dengan sel goblet. Sel goblet adalah sel penghasil lendir, berbentuk
mirip piala. Sisa dindingnya terdiri dari lamina propria tipis, selapis tipis otot polos,
submukosa dengan kelenjar bronkial, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.

b. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan segmen saluran konduksi yang terdapat di dalam
lobulus paru. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan maupun kelenjar dalam
mukosanya tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Selain silia, bronkiolus juga menghasilkan mukus
7

yang berfungsi sebagai pembersih udara. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu
silindris bersilia dengan sel goblet (kadang-kadang). Mukosanya berlipat dan otot
polos yang mengelilingi lumennya relatif banyak.

c. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis merupakan bagian konduksi saluran napas terkecil yang
menampakkan mukosa berombak dengan epitel silindris bersilia dan sudah tidak
dijumpai lagi sel goblet. Lamina propria tipis, selapis otot polos yang berkembang
baik, dan masih ada adventisia. Pada bronkiolus terminalis terdapat sel kuboid tanpa
silia, yang disebut sel clara. Fungsi sel ini adalah mensekresi surfaktan.

d. Bronkiolus Respiratorius
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus
respiratorius yang berfungsi sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian
respirasi dari sistem pernapasan. Bronkiolus respiratorius langsung berhubungan
dengan duktus alveolaris dan alveoli. Epitel pada bronkiolus ini adalah selapis
silindris rendah atau kuboid dan dapat bersilia di bagian proksimal. Sedikit jaringan
ikat menunjang lapisan otot polos, serat elastin lamina propria, dan pembuluh darah
yang menyertainya. Setiap alveolus terdapat pada dinding bronkus respiratorius
berupa kantung-kantung kecil. Jumlah alveoli makin bertambah ke arah distal. Epitel
dan otot polos pada bronkiolus respiratorius distal tampak sebagai daerah terputus-
putus dan kecil di muara alveoli.

e. Duktus Alveolaris
Bagian terminal setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa
duktus alveolaris. Dinding duktus alveolaris biasanya dibentuk oleh sederetan alveoli
yang saling bersebelahan.
8

f. Alveolus
Jumlah alveolus mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas
permukaan seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kali lebih luas daripada luas
permukaan tubuh. Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan
terjadinya difusi gas. Alveoli dilapisi selapis sel alveolar gepeng dan sangat tipis (sel
alveolar tipe I). Sel ini letaknya rapat pada endotel pelapis kapiler dan membentuk
sawar udaradarah untuk respirasi. Sel alveolar tipe I merupakan lapisan tipis yang
menyebar menutupi lebih dari 90 % daerah permukaan paru. Selain itu, alveoli juga
mengandung sel alveolar besar (sel alveolar tipe II). Sel ini menghasilkan produk
kaya fosfolipid, yang disebut surfaktan. Surfaktan menutupi permukaan sel alveolar,
membasahinya, dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Makrofag alveolar
terdapat di dalam jaringan ikat septa interalveolar dan di dalam alveoli. Di dalam
septa interalveolar juga terdapat banyak kapiler darah, arteri dan vena pulmonalis,
duktus limfatik, dan saraf.6

3. Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume
toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot
seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan
tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-
paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan
9

tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tahap kedua dari proses
pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen
dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
anatomi saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara
darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi
kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu
kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal
memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,
udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak
lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi,
blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor
utama.7
2.2 Defenisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.8
2.4 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko penyakit paru obstruktif adalah :

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,


jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok
perlu diperhatikan :
10

a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.8
2.5 Manifestasi Klinis
Gerald PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus
diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejalan yang biasa terjadi
pada proses penuaan.

 Batuk Kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang
dengan pengobatan yang diberikan.
 Berdahak Kronik
Kadang pasien meyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.
 Sesak Nafas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat
progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus
dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak.8
11

2.6 Klasifikasi 9,10

Deraja Klinis FAA


t L
paru

Deraja Batukkronikdanterdapatproduksi sputum, FEV


t1: tetapitidaksering. 1 ≥
PPOK Pasienseringtidakmenyadaribahwafaalparumulaimenurun 80%
ringan predi
ksi

Deraja Sesakmulaidirasakansaataktivitasdankadangditemukangej 50%


t2: alabatukdanproduksi sputum. ≤
PPOK Pasienmulaimemeriksakankesehatannya FEV
sedang 1 <
80%
predi
12

ksi

Deraja Sesaklebihberat, penurunanaktivitas, rasa 30%


t3: lelahdanseranganeksaserbasisemakinseringdanberdampak ≤
PPOK padakualitashiduppasien FEV
berat 1 <
50%
predi
ksi

Deraja Gejaladiatasditambahdengangagalnafasataugagaljantungk FEV


t4: anandanketergantunganoksigem. 1 <
PPOK Derajatinikualitashiduppasienmemburukdanjikaeksaserba 30%
sangat sidapatmengancamjiwa predi
berat ksi

2.7 Patofisiologi
PPOK merupakanpenyakitinflamasikronik yang
bersifatprogresifdanberhubungandenganadanyaresponinflamasikronikpadapar
u yang disebabkanolehpartikeldan gas berbahaya.
Rokokmerupakanfaktorrisikoutama, dapatmenimbulkanresponinflamasi di
paru, inflamasisistemikselulardan humoral, stress oksidatif, perubahan
vasomotor dandisfungsiendotel. Sel-sel yang
terlibatdalamresponinflamasipada PPOK terutama neutrophil,
makrofagdanlimfosit. Sel-selinflamasitersebutselanjutnyamelepaskansejumlah
mediator inflamasisepertisitokin, kemokin, dankemoatraktan yang
memperpanjangreaksiinflamasiparumenjadikaskadeinflamasikronikdanprogre
sif.
13

Paparan gas
beracunkontakdennganselepitelparudanmengakitfkanmakrofag alveolar.
Makrofag alveolar meningkatkanpelepasan IL-8 dan TNF-α.
Sedangkanepitelsaluranpernafasanmelepaskankemokinseperti IL-8,
leukotriene B4 (LTB4), macrophage inflammatory protein- 1α (MIP 1α)
danmonocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Pada PPOK
terjadiketidakseimbanganantara proteinase
danantiproteinasesertaantaraoksidandanantioksidan. Neutrophil melepaskan
proteinase yang merupakanenzim proteolysis. Yang termasuk proteinase
adalah elastase, proteinase-3, cathepsin-G, cathepsin B, danmatrix
metaloproteinases (MMP). Proteinase
menyebabkandestruksiparenkimdanperubahanstrukturparu. Sedangkanoksidan
yang dihasilanoleh neutrophil
danmakrofagmenyebabkandestruksijaringanparu.
Padasaluranpernafasanterdapatpeningkatanjumlah neutrophil yang
nekrosissehinggadihasilkan elastase danreactive oxygen species (ROS).
Selsitotoksik CD8+
menyebabkandestruksiparenkimparudenganmelepaskanperforin, granzymedan
TNF- α..inflamasi yang terusmenerusakanmengakibatkan fibrosis
jaringanparudankerusakandinding alveolus
parusehinggaterjadiobstruksijalannafas. Obstruksidapatmenurunkan VEP1
danrasio VEP1/KVP, hambatanaliranudarasaatekspirasi (air trapping)
danpertukaran das terganggusertasemakinmemberat yang
mengakibatkanretensidari CO2 yang
ditandaidenganhipoksemiadanhiperkapnia.
SelanjutnyaterjadipeningkatanPaCO2
yangmengakibatkanasidosisrespitarorik.
14

Kerusakanepitelkolumnerbersiliamenyebabkangangguanpergerakansilia,
perubahandanpeningkatkanjumlahselsel goblet, sertakelenjarmukosa.
Perubahantersebutmengakibatkanterjadinyahipersekresimukus,
memudahkankolonisasikuman, danobstruksisalurannafas.

Faktorrisikogenetik yang paling dipercayasaatiniadalahdefisiensi


α1antiripsin yang merupakanpenghambatutama protease
serindalamsirkulasi.Defisiensi α1antitripsin
terdapatpadasebagiankecilpopulasi di
seluruhduniatetapidapatmenggambarkaninteraksiantarafaktorpejamudanpajan
anlingkunganpadakejadian PPOK terutamapadaemfisema. α1antitripsinadalah
protein serum yang diproduksiolehhepardanpadakeadaan normal terdapat di
paruuntukmenghambatkerjaenzim elastase neutrofil yang
destruktifterhadapjaringanparu. Di sampingitu, α1antitripsin
menghambatsifatimunomodulator yang
sangatpentingdalampatofisiologidanpenghentianresponinflamasi.
Penurunankadar α1- antitripsinsampaikurangdari 35% nilai normal (150-350
mg/dL) menyebabkanproteksiterhadapjaringanparenkimparuberkurang,
terjadipenghancurandinding alveoli yang bersebelahan,
danakhirnyamenimbulkanemfisemaparu.
Aktivasineutrofiljalannapasmenyebabkanpelepasan elastase neutrofil. Elastase
akanmerangsangmakrofagmelepaskan chemoattractant leukotrien B4 (LTB4)
yangmenimbulkanpenarikanneutrofil plasma. Penarikanneutrofi l
melewatijaringaninterstisialmenyebabkankerusakanjaringanikat.11
15

Defisiensiα1antitripsi
n

Destruktivdinding alveolar Fibrosis Edema


dankapiler danpenyempitandindin dankontraksiototpolos
gbronkus

Memperbesar Gangguan Air trapping


ruangudara difusi gas expirasi

Penyempitansalurannaf
askecil
16

Retensi CO2

Penurunan FEV1 dan


FEV1/FVC
Peningkatan PaCO2

1.
Asidosisrespiratorik
2.
3. Klasifikasi PPOK3

Deraja Klinis FAA


t L
paru

Deraja Batukkronikdanterdapatproduksi sputum, FEV


t1: tetapitidaksering. 1 ≥
PPOK Pasienseringtidakmenyadaribahwafaalparumulaimenurun 80%
ringan predi
ksi

Deraja Sesakmulaidirasakansaataktivitasdankadangditemukangej 50%


t2: alabatukdanproduksi sputum. ≤
PPOK Pasienmulaimemeriksakankesehatannya FEV
sedang 1 <
80%
predi
ksi

Deraja Sesaklebihberat, penurunanaktivitas, rasa 30%


t3: lelahdanseranganeksaserbasisemakinseringdanberdampak ≤
17

PPOK padakualitashiduppasien FEV


berat 1 <
50%
predi
ksi

Deraja Gejaladiatasditambahdengangagalnafasataugagaljantungk FEV


t4: anandanketergantunganoksigem. 1 <
PPOK Derajatinikualitashiduppasienmemburukdanjikaeksaserba 30%
sangat sidapatmengancamjiwa predi
berat ksi

2.8 Assesment dan Penatalaksanaan


1. Diagnosis PPOK
a. Dicurigai PPOK bilapadapasienterdapatgejala-gejalaberikut:
sesaknapas, batukkronik, produksi sputum
danriwayatpaparanfaktorrisiko PPOK.
Indikasipenegakkandiagnosa PPOK

Gejala Karakterisitik

Sesaknapas  Progressif
 Bertambahburukbilaberaktifitas
 Persisten
Batukkronik  Dapatintermitendantidakmenghasilkan
sputum
 Wheezing yang berulang
Produksi sputum Produksi sputum yang
yang kronik
18

kronismungkindisebabkanoleh PPOK

Infeksisaluranpernapasanbagianbawah yang berulang

Riwayatfaktorrisik  Faktor host (faktor genetic, kongenital)


o  Merokok
 Asaprumahtanggaatauasappembakaranba
hanbakar
 Debutempatkerja,
asapkendaraandanbahankimianlainnnya
Riwayatkeluarga Misalnyaberatlahirrendahdaninfeksisaluranperna
PPOK psanmasakecil
danatauriwayatkel
ahiran

b. Spirometrydilakukanuntukmenegakkandiagnosa. Nilai
FEV1/FVC<70% post
bronkodilatormenunjukkanobstruksisaluranpernapasanpersisten

2. Penilaian PPOK
19

Tujuandaripenilaian PPOK
adalahuntukmenilaiseberapaparahobstruksisalurannapas yang terjadi,
efeknyapada status kesahatanpasiendanrisiko di masadepan
(sepertieksaserbasi, rawatan di rumahsakitataukematian) agar
dapatmenetukanterapi yang diberikan.

a. Modified British Medical Research Council (MMRC) Questionnaire


Modified MRC Dyspnea Scale

MM Sayamerasasesakketikamelakukanolahragaberat
RC
1
MM Napassayamenjadipendekketikaberjalantergesa-
RC gesaatauberjalanmendakibukit yang landai
2
MM Sayaberjalanlebihlambatdari orang
RC seusiasayakarenanapassayamenjadisesakatausayaharusberhentis
2 ejenakuntukmengambilnapasketikaberjalannaik

MM Sayaberhentiunutkmengambilnapassetelahberjalankuranglebih
RC 100 meter atausetelahbeberapamenitberjalannaik
3
MM Sayaterlalusesakuntukpergikeluarrumahatausayamerasasesakket
RC ikamemakaiataumelepaskanbaju
4

b. COPD assessment test (CAT)


Hubunganantaraskor CAT dan FEV1%
nilaiprediksimenunjukkanbahwa CAT
terkaitdengantingkatkeparahanpembatasanaliranudaradanjugadigunaka
20

nuntukmengklasifikasikankeparahanpadapasienPPOK yang
stabil.Nilai CAT
akanmemburuksebandingdengankeparahanobstruksisaluranpernapasan
.

CAT memilikiskalanilaidari 0 sampaidengan 40.Berdasarkanskor CAT


yang didapatkan, derajatkeparahanobstruksisaluranpernapasandibagi
4, yaitu:

Skor CAT Stadium

<10 Low

10-20 Medium

21-30 High

>30 Very high


21

2.9 Komplikasi dan Prognosis


Gangguankesimbanganasambasa
Pasien PPOK dapatmengalamiasidosisrespiratorik yang
disebabkankarenakeadaanhipoventilasidanpeningkatan PaCO2. Hal
iniberhubungandengankegagalanventilasiataugangguanpadapengontrol
anventilasi.
Tubuhdapatmengkompensasikeadaantersebutyaitudenganmeningkatka
nkonsentrasibikarbonatdenganmenurunkansekresinyaolehginjal.
Asidosisrespiratorik yang
tidakditanganidengantepatdapatmengakibatkankondisi dyspnea,
psikosis, halusinansi. Hiperkapnia yang berlangsung lama
ataukronikpadapasien PPOK
akanmenyebabkangangguantidurdangangguankoordinasi.
Respontubuh yang
diberikantubuhpadakeadaanasidosisresporatorikyaitudenganmeningkat
kanventilasi alveolar yang ditentukanolehadanyaperubahankonsentrasi
hydrogen didalamcairanserebrospinal yang
kemudianakanmempengaruhikemoreseptor di medulla.
a. Corpulmonale
Corpulmonalmerupakankeadaan yang
diakibatkanolehmeningkatnyaketagangandantekananventrikelbagianka
nan (hipertrofiventrikelkanan). Peningkatanresistensi vascular
parudikarenakanhipoksia yang
diinduksiolehvasokonstriksipadapembuluhdarahkapilerparumembuatte
gangan yang lebihberatpadaventrikelkanan. Hal
inimenimbulkankeadaan edema peripheral yang
berkembangmenjadigagaljantungkanan.
22

b. Pneumothorax
Pneumothorax dapatterjadisecaraspontanpadapasiendenganemfisema.
Padakondisiemfisema, kerusakanronggaudarapada alveoli disebut
bullae. Bullae tersebutdapat rupture denganmudah yang
menyebabkanudaradidalam alveoli akankeluarmenujurongga pleura
danmenyebabkansyokparu-paru.

4. Prognosis 5
Indeks BODE merupakan predictor mortalitaspadapenderita PPOK.
Indeks BODE merupakankriteria yang bernilai 0 sampai 10.
Variabeldalamindeks BODE didapatkansetelahmengevaluasi 14 variabel
yang dianggapberperansebagaiprediktormortalitas PPOK,
sampaiakhirnyadidapatkan 4 komponen yang paling bermakna. Variable
yang dinilaiadalahpresentasi FEV1 prediksi, ujijalan 6 menit,
derajatsesaknafas yang dinilaidenganskalasesaknafas modified medical
research council (mMRC), danindeksmassatubuh (IMT).

Indeks BODE
Variable Nilai

0 1 2 3

FEV1 prediksi >65 50-64 36-49 ≤35


(%)
Ujijalan 6 ≥350 250-349 150-249 ≤149
menit (meter)
SkalamMRC 0-1 2 3 4

IMT >21 ≤21


23

SkormMRC
Sko Keterangan
r
0 Sesaknafastimbulbilaberaktivitasberat

1 Sesaknafasbilaberjalancepatataujalanmenanjak

2 Berjalanlebihlambatdari orang lain yang


berumursamaakibatsesaknafas,
atauharusberhentiberjalankarenasesaknafasketikaberjlanbiasa

3 Berhentiberjalankarenasesaknafassetelahberjalan 100 meter


atausetelahberjalanbeberapamenitdengankecepatanbiasa

4 Terlalusesaknafasuntukberjalankeluarrumahatausesaknafassaatberp
akaian

Hubunganantarakuartilindeks BODE denganmortalitas


kuartil Indeks Mortalitas 52 Hospitalisasi
bulan (1 tahun)

Kuartil 1 0-2 20% 1

Kuartil 2 3-4 60% 1.94

Kuartil 3 5-6 70% 0.3

Kuartil 4 7-10 80% 4.18


24

BAB 3
STATUS PASIEN
Nama Lengkap :Fanelama Eneru Sarumaha

Tanggal Lahir : 17-04-1946 Umur : 73 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Telukdalam, Kab Nias Selatan No. Telepon : 081377498908

Pekerjaan : Pegawai Status: Sudah Menikah

Pendidikan : Sarjana Jenis Suku : Nias Agama : Kristen

No. MR : 1507053345

Masuk RS: 27-06-2019

1. ANAMNESIS (Autoanamnesa)

2.1 Keluhan Utama : Sesak Nafas

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD MTMH dengan


keluhan sesak nafas yang dialami sejak ± 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas sudah dikeluhkan pasien selama 10 tahun ini
namun belakangan ini sesak nafas memberat sampai pasien tidak dapat
beraktivitas. Sesak dirasakan berkurang saat pasien beristirahat dan
memberat saat beraktivitas. Pasien juga mengatakan saat sesak nafas
sering berbunyi.

Selain sesak nafas pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang dialami
bersamaan dengan sesak nafasnya. Dahak agak kental berwarna putih
kecokelatan dan kekuningan. Volume dahaknya bertambah seiring
25

semakin memberatnya sesak yang dialami. Nyeri dada dirasakan


bersamaan dengan sesak dan batuk, nyeri dada dirasakan di sebelah kiri
yang menjalar ke punggung dan dada sebelah kanannya, rasa nyeri sulit
digmbarkan namun membuat pasien sangat tidak nyaman.Riwayat demam
(+) , mual, (-), muntah (-), penurunan BB yang drastis (-).

2.3 Riwayat penyakit dahulu


Post PCI ( Percutaneous Coronary Intervention) 3 stent Riwayat CAD,
PPOK, DM Tipe 2, Hipertensi

2.4 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada

2.5 Riwayat alergi


Tidak ada

2.6 Riwayat pemakaian obat


Ventolin, Rethapyl SR, Seretide, Bisoprolol, Clopidogrel, Micardis,
Atorvastatin, Levemir.
2.7 Riwayat Pribadi
Pasien mengatakan bahwa ia adalah seorang perokok sejak SMP dan
sudah berhenti sekitar 10 tahun yang lalu, pasien dapat menghabiskan
rokok kretek 1 bungkus dalam sehari. Alasan pasien berhenti merokok
karena timbul sesak nafas dan batuk.

ANAMNESIS UMUM (Review of System)

Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi

Umum : Kesadaran: Composmentis Abdomen : Tidak Ada Keluhan


26

Keadaan Umum: tampak sakit


sedang sampai berat

Kulit: Tidak Ada Keluhan Ginekologi: Tidak Ada Keluhan

Kepala dan leher: Tidak Ada Keluhan Alat kelamin : Tidak Ada Keluhan

Mata: Tidak Ada Keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: Tidak Ada
Keluhan

Telinga: Tidak Ada Keluhan Hematology: Tidak Ada Keluhan

Hidung: Tidak Ada Keluhan Endokrin / Metabolik: Tidak Ada


Keluhan

Mulut dan Tenggorokan: Tidak Ada Musculoskeletal: Tidak Ada Keluhan


Keluhan

Pernafasan : Sesak nafas(+), batuk System syaraf: Tidak Ada Keluhan


berdahak (+), nyeri dada (+)

Payudara: Tidak Ada Keluhan Emosi : Tidak Ada Keluhan


27

Jantung: nyeri dada (+) Vaskuler : Tidak Ada Keluhan

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. STATUS GENERALISATA
DESKRIPSI UMUM

Kesan Sakit : Ringan Sedang Berat

Berat Badan : 63 Kg Tinggi Badan: 169 cmIMT: 22.10 kg/m 2 , kesan:


Normoweight

TANDA VITAL

Kesadaran Composmentis Deskripsi: Pasien dalam


keadaan kesadaran penuh

Nadi Frekuensi 98x/menit regular , t/v cukup

Tekanan darah Berbaring: Duduk:

Lengan kanan: Lengan kanan: …-….mmHg


160/90…mmHg
Lengan kiri : …-….mmHg
Lengan kiri : …-
……mmHg
28

Temperatur Aksila: 36.8°C

Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit Deskripsi: reguler

SpO2: 89%

KULIT : Berwarna Sawo Matang

KEPALA DAN LEHER : Rambut: hitam, pembesaran KGB (-), struma (-)

TELINGA: Serumen -/-

HIDUNG: Dalam Batas Normal

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN : Pursed lip breathing (+)

MATA

Conjunctiva palp. inf. Pucat (-) , scleraikterik (-),

Reflex Cahaya: +/+, Pupil isokor, ki=ka, ø 3 mm

TORAKS

Depan Belakang

Inspeksi Retraksi intercostal -

Pengembangan dinding dada


kanan=kiri
29

Palpasi Stem Fremitus: kiri = kanan Stem Fremitus: Kiri = Kanan

Perkusi Sonor (+/+) Sonor (+/+)

Auskultasi SP: Ekspirasi Memanjang(+/+) SP: Ekspirasi Memanjang (+/+)

ST: Wheezing (+/+) ST: Wheezing (+/+)

JANTUNG

Jantung : HR : .98 x/i,Reguler, desah..-..

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel(+), H/L/R:tidak teraba , nyeri tekan(-), undulasi(-)..

Perkusi : timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik usus (+)

PUNGGUNG

tapping pain (-)

EKSTREMITAS:

Superior: Oedem -/- , akral hangat

Inferior: Oedem -/- , akral hangat

ALAT KELAMIN: Dalam Batas Normal

REKTUM: Tidak dilakukan pemeriksaan


30

NEUROLOGI:

 Refleks Fisiologis (+)


 Refleks Patologis(-)
BICARA:

Normal

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Dilakukan pada tanggal 27 Juni 2019

Pemeriksaan Hasil Satuan

Hematologi

Hemoglobin 11,3 g/dl

Leukosit 11,10 103/µl

Eritrosit 4,38 106/µl

Trombosit 300 103/µl

Hematokrit 36,9 %

MPV 8,2 Fl

RDW 14,0 %

HDW 2,40 g/dl

PDW 53,1 %

Nilai-nilai MC

MCV 84,4 Fl
31

MCH 25,8 Pg

MCHC 30,6 g/dl

Hitung jenis

Eosinofil 7,9 %

Basofil 0,8 %

Neutrofil 67,3 %

Limfosit 16,2 %

Monosit 7,8 %

Diabetes
Glukosa darah puasa 328 mg/dl

Electrolyt Tes
Natrium 140 mmol/l

Kalium 4,40 mmol/l

Chloride 106 mmol/l

Calcium 8,4 mg/dl

Renal Function

Urea 54 mg/dl

Creatinin 1,64 mg/dl

Hematologi

Blood Film Comment


32

Eritrosit Schistocyte

Leukosit Eosinophilia, toxic granule, neutrophil


hypersegment

Trombosit Jumlah cukup, bentuk normal

Kesan Microangiopathy hemolytic anemia + Reactive


neutrophilia

Dilakukan pada tanggal 29 Juni 2019

Pemeriksaan Hasil Satuan

Kimia

Diabetes

Glukosa Darah Puasa 513 mg/dl

Dilakukan pada tanggal 30 Juni 2019

Pemeriksaan Hasil Satuan

Kimia

Lipid Profile

Total Cholesterol 137 mg/dl

Triglycerida 68 mg/dl

HDL Cholesterol 26 mg/dl

LDL Cholesterol 95 mg/dl


33

Diabetes

Glukosa Darah Puasa 441 mg/dl

HbA1C 14,4 %

 Foto Thorax
Pemeriksaan tgl 27-6-19

Cor tidak membesar dengan kalsifikasi aorta. Sinuses dan diafragma normal.
Pulmo: hili normal, tampak infiltrar di lapang tengah sampai bawah paru
bilateral
Kesan: Bronkopneumonia Bilateral, kalsifikasi aorta.
 Spirometri
Pemeriksaan tgl 03-7-19
Unit Measure Prediksi % Prediksi

FVC L 1.87 3.27 57


34

FEV1 L 1.25 2.49 50

5. RESUME PEMERIKSAAN

Pasien TnF usia 73 tahun, datang ke IGD MTMH dengan keluhan sesak nafas(+)
memberat dalam 2 hari ini, batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kecokelatan dan
kuning, nyeri dada (+). Pada pemeriksaan TD :160/90 mmHg, RR : 24 x/I, N :
98 x/i ,T : 36,8 ͦ C,Overweight (+), pursed lip breathing (+) ,
Retraksi intercostal minimal (+) Pengembangan dinding dada kanan=kiri(+),Stem
Fremitus: kiri = kanan(+),pada perkusi Sonor memanjang (+),suara pernapasan
vesikuler (+/+) suara tambahan wheezing (+/+), akral hangat (+),Abdomen : Inspeksi
Simetris (+), Palpasi Soepel(+)Perkusi Timpani (+) Auskultasi Bising usus (+). Pada
pemeriksaan laboratorium hematologi Hb 11,3 g/dl, leukosit 11,10 103/µl, eosinophil
7,9 %, limfosit 16,2%, blood film comment Microangiopathy hemolytic anemia +
Reactive neutrophilia, KGD Puasa 262 mg/dl, HbA1c 14,4% , Pada foto thorax
bronkopneumponia bilateral(+) dan kalsifikasi aorta (+). FVC Prediksi 3.27, %
Prediksi 57% (+), dan FEV1 Prediksi 2.49, % Prediksi 50% (+)

6. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : PPOK eksaserbasi akut + bronkopneumonia

7. TERAPI / TINDAKAN

Terapi di IGD :

 O2 4 L per menit
 IVFD RL 20 gtt/i
 Nebulizer ventoline + pulmicort 1 respul
35

 Injeksi Ranitidine 50 mg/IV


 Injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV/12 jam
 Injeksi Omeprazole/IV/12 Jam
 Nebulizer Combivent 1 respu/8 jam
 Injeksi Methylprednisolone 125 mg/ 12 jam
 Retaphyl SR 300 mg 2x1/2 tab
 Acetylcistein 200 mg 3x1
8. PROGNOSA
Sanationam: Dubia ad malam
Functionam: Dubia ad malam
Vitam: Dubia ad malam

FOLLOW UP di Ruangan 5 SOUTH

Tangga S O A P
l

27/6/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i


19 nafas Tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
dengan sakit asi akut
mengi, sedang - Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam

bertamba berat Inj Methylprednisolone 125/12 jam


h berat
Kesadara Inj Omepazole 40 mg/12 jam
dalam 2
n: CM
hari ini, Acetylsistein 200mg 3x1
batuk(+) TD:160/
Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
bertamba 90
Konsul Kardio
h berat, mmHg
riwayat HR: 98 Rencana : Periksa BTA
demam
36

(+), x/i
riwayat
RR: 24
sesak
x/i
nafas (+)
T:36,8
°C

SpO2:
89%

Auskulta
si thorax
: SP:
Ekspirasi
memanja
ng

ST :
Wheezin
g +/+

28/6/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i


19 nafas (+) tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
sakit asi akut
Batuk(+)
sedang Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Nyeri
Kesadara Inj Methylprednisolone 125/12 jam
dada (+)
n: CM Inj Omepazole 40 mg/12 jam

TD:130/ Acetylsistein 200mg 3x1


90
Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
mmHg
37

HR: Konsul Kardio


80x/i
Rencana : Periksa BTA
RR: 22
Periksa KGD 2 Jam PP Malam
x/i

T:36,2
°C

SpO2:
98%

Auskulta
si thorax:
vesikuler
mengera
s +/+


29/6/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i
19 nafas (+) tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
sakit asi akut
Batuk(+)
sedang Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Nyeri
Kesadara Inj Methylprednisolone 125/12 jam
dada (+)
n: CM Inj Omepazole 40 mg/12 jam

TD:140/ Acetylsistein 200mg 3x1


90
Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
mmHg
Konsul Kardio
HR:
86x/i Rencana : Periksa BTA
38

RR: 22 Periksa KGD 2 Jam PP Malam


x/i

T:36,5°C

SpO2:
97%

Auskulta
si thorax:
vesikuler
+/+


30/6/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i
19 nafas (+) tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
sakit asi akut
Batuk(+)
sedang Pulmicort Nebus 1 amp/8 jam
Nyeri
Kesadara Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
dada (+)
n: CM Inj Methylprednisolone 125/12 jam

TD:140/ Inj Omepazole 40 mg/12 jam


90
Acetylsistein 200mg 3x1
mmHg
Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
HR:
86x/i

RR: 22
x/i
39

T:36,5°C

SpO2:
97%

Auskulta
si thorax:
vesikuler
+/+


01/7/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i
19 nafas (+) tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
sakit asi akut
Batuk(+)
sedang Pulmicort Nebus 1 amp/8 jam
namun
sudah Kesadara Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam

berkuran n: CM Inj Methylprednisolone 125/12 jam


g
TD:140/ Inj Omepazole 40 mg/12 jam
Nyeri 90
Acetylsistein 200mg 3x1
dada (+) mmHg
masih Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
HR:
dirasaka
86x/i
n
sesekali RR: 22
x/i

T:36,5°C

SpO2:
40

97%

Auskulta
si thorax:
vesikuler
+/+


02/7/20 Sesak KU: PPOK IVFD RL 20 gtt/i
19 nafas (+) tampak eksaserb
Combivent nebus 1 amp/8 jam
sakit asi akut
Batuk(+)
sedang Pulmicort Nebus 1 amp/8 jam
namun
sudah Kesadara Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam

berkuran n: CM Inj Methylprednisolone 125/12 jam


g
TD:140/ Inj Omepazole 40 mg/12 jam
Nyeri 90
Acetylsistein 200mg 3x1
dada (+) mmHg
masih Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
HR:
dirasaka
86x/i
n
sesekali RR: 22
x/i

T:36,5°C

SpO2:
97%

Auskulta
41

si thorax:
vesikuler
+/+


03/7/20 Sesak KU: PPOK Combivent nebus 1 amp/8 jam
19 nafas (+) tampak eksaserb
Pulmicort Nebus 1 amp/8 jam
saat sakit asi akut
beraktivi sedang Tab omeprazole 20 mg 2x1

tas Tab cefixime 200 mg 2x1


Kesadara
Batuk(+) n: CM Acetylsistein 200mg 3x1
namun
TD:140/ Retaphyl SR 300 mg 2x1/2
sudah
90
berkuran Clopidegrol 75 mg 1x1
mmHg
g
Simvastatin 20 mg 1x1
HR:
Nyeri
80x/i Nitrocaf retart 1x2.5 mg
dada (+)
RR: 20 Injeksi novorapid 10-10-10
masih
dirasaka x/i
Levemir 1x15 UI
n namun, T:36°C
Aminoral 3x2
sesekali
SpO2:
Dilakukan spirometri
98%
Pemeriksaan tgl 03-7-19
Auskulta
Un Measu Predik %
si thorax:
it re si Predik
vesikuler
si
42

+/+ FV L 1.87 3.27 57


C
FEV L 1.25 2.49 50
1

Kontrol Ulang 16 juli 2019


43

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien laki laki usia 73 tahun datang ke IGD Rumah sakit Murni Teguh pada
tanggal 27 juni 2019 yang merupakan kasus PPOK dimana penyakit ini adalah
penyakit paru yang kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas
yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial. Hambatan berhubungan
dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun /berbahaya.
Pembahasan kasus tersebut sebagai berikut : 16

Anamnesis

Kasus TEORI

Pasien laki laki PPOK menyerang laki- laki lebih banyak


dibandingkan wanita berhubungan
dengan prilaku merokok

Usia 73 tahun Faktor resiko PPOK pada usia >60 tahun


. Usia berhubungan dengan proses
penuaan. Dimana semakin bertambahnya
usia maka semakin besar kemungkinan
penurunan kapasitas paru.

Riwayat merokok Merokok merupakan pemicu tingginya


kasus PPOK karena merokok dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar
mukosa dan hyperplasia sel goblet di
saluran pernafasan
44

Sesak napas Pasien dengan PPOK mengalami dispneu


yang disebabkan oleh sumbatan jalan
napas karena menyempitnya bronkus,
alveolus , serta penumpukan sekret

Batuk berdahak Jalan nafas teriritasi dan merusak silia


sehingga respon fisiologis tubuh untuk
mengeluarkan benda asing.Mediator
inflamasi dan protease merangsang
hipersekresi mucus yang menyebabkan
batuk berdahak

Perubahan warna dahak kental berwarna Perubahan pada sel-sel penghasil mucus
putih kecoklatan dan kekuningan dan silia ini mengganggu sistem
escalator mukosiliaris yang menyebabkan
penumpukan mucus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas mucus tersebut menjadi tempat
persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen

Nyeri dada bersamaan dengan sesak dan Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya
batuk posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila
batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang
sakit digerakkan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura parietalis,
45

saluran napas besar diafragma


mediastinum dan saraf interkostalis.
Salah satu penyebab nyeri dada pleuritik
adalah difusi pleura akibat infeksi paru.

Pemeriksaan fisik

KASUS TEORI

Pasien bernafas dengan mulut mencucu Purshed lips breathing adalah sikap
seseorang dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi co2 pada kondisi
gagal nafas kronik

wheezing pada kedua lapangan paru Proses ventilasi terutama ekspirasi


terhambat, timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi memanjang yang sulit dilakukan
akibat mucus yang kental dan akibat
peradangan. Mediator-mediator
inflamasi secara progresif merusak
struktur –struktur penunjang di paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya paru , maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama
saat ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengepisan paru secara
pasif setelah inspirasi.
46

Sonor memanjang pada kedua lapangan Sonor memanjang akibat peningkatan


paru jumlah udara yang terperangkap di paru

Assessment PPOK

KASUS TEORI

Score Penilaian CAT (COPD assessment Score > 30 menandakan derajat berat
test) 32 pada PPOK membuat semua aktivitas
harian pasien terhenti

MMRC Grade 3 Berhenti bernapas setelah berjalan 100


meter atau berjalan selama beberapa
menit

Penunjang

KASUS TEORI

Foto thoraks pulmo dengan hili normal Pada foto thoraks ppok biasaya
tampak infiltrat di lapang tengan sampai ditemukan kelainan berupa paru hiper
bawah paru bilateral . Dengan kesan inflasi atau hiperlusen, diafragma
bronkopneumonia bilateral, kalsifikasi mnedatar, corakan bronkovaskuler
aorta meningkat, bulla dan jantung pendulum.

Interpretasi ekg dengan intraventrikuler


block, prolonged qt

Fev1 prediction 50 % Forced vital capacity (fvc1) yaitu volume


maksimal udara yang dikeluarkan setelah
Fvc 57 %
47

inspirasi maksimal.

Keterbatasan aliran udara dan air


trapping sehingga terjadi hiperinflasi
yang diakibatkan oleh peradangan di
lumen saluran napas kecil yang
menyebabkan penurunan fev1 dan rasio
fev1/fvc kondisi hiperinflasi
menyebabkan kapasitas inspirasi
berkurang sehingga pasien akan
mengalami sesak nafas

Terapi

Kasus Teori

 O2 4 l per menit  Pada ppok eksaserbasi akut


 Ivfd rl 20 gtt/i pemberian oksigen bertujuan
 Nebulizer ventoline + pulmicort 1 untuk memperbaiki hipoksemia
respul dan bertujuan mencegah keadaan
 Injeksi ranitidine 50 mg/iv yang mengancam nyawa.

 Injeksi ceftriaxone 1 gr/iv/12 jam  Pemberian bronkodilator

 Injeksi omeprazole/iv/12 jam inhaler/nebule golongan b2

 Nebulizer combivent 1 respu/8 agonist digunakan untuk

jam mengatasi sesak, melalui stimulasi

 Injeksi methylprednisolone 125 reseptor b2 di trakea dan bronkus

mg/ 12 jam yang menyebabkanaktivasi dari


enzi adenilsiklase . Enzim ini
48

 Retaphyl sr 300 mg 2x1/2 tab memperkuat pengubahan atp yang


 Acetylcistein 200 mg 3x1 kaya akan energy menjadi cyclic
adenosine-tripospat (camp).
Meningkatknya kadar camp
didalam sel membuat efek
bronkodilatasi dan penghambatan
pengeluaran sel mast
 Bronkodilator antikolinergik akan
memblok reseptor muskarinik dari
saraf-saraf kolinergik di otot polos
bronkus , sehingga saraf adrenegis
menjadi dominan untuk
bronkodilatasi
 Kortikosteroid memiliki efek
antiinflamasi yang mengendalikan
inflamasi melalui proses
transkripsi gen dan mengurangi
jumlah sel mas
 Antibiotic diberikan akibat
peningkatan jumlah sputum dan
perubahan sputum menjadi
purulen dan peningkatan sesak\
 Acetylsistein sebagai antiokksidan
pada pemberian ppok eksaserbasi
akut

49

BAB 5

PENUTUP
Telah dilaporkan seorang Pasien laki laki usia 73 tahun,
datang ke IGD MTMH dengan keluhan sesak nafas(+) memberat dalam 2 hari
ini, batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kecokelatan dan kuning, nyeri
dada (+). Pada pemeriksaan TD :160/90 mmHg, RR : 24 x/I, N : 98 x/i ,T
: 36,8 ͦ C,Overweight (+), pursed lip breathing (+) , Retraksi
intercostal minimal (+) Pengembangan dinding dada kanan=kiri(+),Stem
Fremitus: kiri = kanan(+),pada perkusi Sonor memanjang (+),suara
pernapasan vesikuler (+/+) suara tambahan wheezing (+/+), akral hangat
(+),Abdomen : Inspeksi Simetris (+), Palpasi Soepel(+)Perkusi Timpani (+)
Auskultasi Bising usus (+). Pada pemeriksaan laboratorium hematologi Hb
11,3 g/dl, leukosit 11,10 103/µl, eosinophil 7,9 %, limfosit 16,2%, blood film
comment Microangiopathy hemolytic anemia + Reactive neutrophilia, KGD
Puasa 262 mg/dl, HbA1c 14,4% , Pada foto thorax bronkopneumponia
bilateral(+) dan kalsifikasi aorta (+). FVC Prediksi 3.27, % Prediksi 57% (+),
dan FEV1 Prediksi 2.49, % Prediksi 50% (+). Pasien tersebut didiagnosa
dengan PPOK eksaserbasi akut

Telah diberikan terapi oksigen , bronkodilator, antiinflamasi,


antibiotic , antioksidan dan tambahan terapi golongan Histamin H2 Reseptor
pada pasien tersebut.

Diagnosis pasien ini adalah PPOK eksaserbasi akut secara umum


penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat
dan sesuai dengan teori.
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan


Penyakit Paru Osbstruksi Kronis (PPOK) Di Indonesia.2003
2. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease. 2018
3. Young RJ, Murphy KR. Review of the 2009 Global initiative for chronic
obstructive lung disease (GOLD) guidelines for the pharmacological
management of chronic obstructive pulmonary disease. 2009
4. PPOK. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
6. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira : tesk & Atlas. Ed.12. Jakarta
: EGC, 2011
7. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Inflamasi.Ed 6. Jakarta : EGC, 2005.
8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru
Obstruksi Kronik. 2008
9. Brashier BB, Kodgule R. Risk Factors and Pathophysiology of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Supplement to JAPI, 2012.
Association of Physicians India.
10. Fitriani F., Yunus F., Wiyono WH., Antaraiksa B.
PenyakitParuObstruktifKronissebagaiPenyakitSistemik. J Resp Indo 2008;
28(3):55-59
11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease POCKET GUIDE TO COPD
51

DIAGNOSIS, MANAGEMENT, AND PREVENTION A Guide for Health


Care Professionals [Internet]. 2019 [cited 2019 Jul 4]. Available from:
www.goldcopd.org
12. Ghobadi H, Ahari SS, Kameli A, Lari SM. The Relationship between COPD
Assessment Test (CAT) Scores and Severity of Airflow Obstruction in Stable
COPD Patients. Tanaffos [Internet]. 2012 [cited 2019 Jul 3];11(2):22–6.
Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4153194/pdf/Tanaffos-11-
022.pdf
13. Soeroto AY, Suryadinata H. Penyakit Paru Obstruksi Kronik. 2014; Available
from: http://www.respirologi.com/upload/file_1455191247.pdf
14. Barnett, Margeret, Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Chichester: John
Wiley and Sons, Ltd : 2006
15. Celli BR, Cote CG, Marin JM, Casanova C, Oca MM, Mendez RA et al. The
Body mass index, airflow obstruction, dyspnea and exercise capacity index in
chronic obstructive pulmonary disease. N Eng J Med. 2004;350:1005-12
16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5 ed. Jakarta; 2009.

Anda mungkin juga menyukai