BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Desain struktur tahan gempa (seismic design) memiliki tiga konsep desain
yaitu, konsep desain layan, konsep desain berbasis gaya (force based design) dan
konsep desain berbasis kinerja (performance based design). Tavio dan Wijaya
(2018) mengatakan bahwa konsep desain layan mengutamakan faktor kemampuan
layan dan kontrol pada tegangan yang terjadi dan menggunakan konsep material
izin dan kontrol pada batas deformasi beban rencana. Akan tetapi konsep ini sudah
ditinggalkan dan beralih pada konsep desain berbasis gaya.
4
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Konsep desain berbasis gaya atau lebih dikenal dengan force-based design
(FBD) menekankan pada nilai kekuatan dan kontrol terhadap regangannya. Konsep
ini juga dirancang berdasarkan kriteria keruntuhan material dan kapasitas
penampang untuk beban terfaktor. Pranata (2006), “Trend terbaru perencanaan
bangunan tahan gempa saat ini adalah perencanaan berbasis kinerja (performance-
based design). Konsep perencanaan berbasis kinerja merupakan kombinasi dari
aspek tahanan dan aspek layan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa desain berbasis
kinerja dapat menjadi alternatif lain dan dapat mulai digunakan dalam perencanaan
tahan gempa pada masa saat ini.
5
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Sudah diakui secara luas bahwa pendekatan dengan desain berbasis gaya atau
force-based design (FBD) tidak dapat memberikan hasil yang sinkron dalam
memenuhi konsep perancangan desain tahan gempa (Bertero dan Bertero 2002).
Tingkat kinerja sesungguhnya memiliki keterkaitan lebih besar terhadap nilai
perpindahan daripada besaran gaya. Ketika gempa terjadi, faktor perpindahan
(displacements) mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi struktur ketika
kondisi elastik. Cardone dkk (2008), “Suatu pendekatan baru, berdasarkan faktor
perpindahan, dapat memenuhi konsep desain tahan gempa dibanding dengan
konsep pendekatan gaya. Salah satu pendekatannya adalah dengan metode direct
displacement-based design (DDBD), yang pertama kali diperkenalkan oleh
Priestley (1993)”.
Perancangan bangunan tahan gempa berbasis kinerja merupakan proses yang
dapat digunakan untuk perancangan bangunan baru maupun perkuatan bangunan
yang sudah ada (retrofit) dengan pemahaman terhadap aspek resiko keselamatan
(life), kesiapan pakai (occupancy) dan resiko kerugian finansial yang timbul akibat
gempa (economic loss). Ghorbanie (2007), “Tujuan utama dalam perancangan
setiap gedung ialah memberikan faktor keamanan dengan desain yang memiliki
integritas cukup dan faktor kekuatan dalam menahan runtuh saat gempa terjadi.
Tujuan kedua yaitu sebagai kontrol kerusakan dan pemeliharaan gedung dalam
perbaikan”
Perancangan dengan konsep ini mengizinkan pemilik gedung dalam
menetapkan tingkat kinerja berdasarkan jenis spesifik bangunan yang dipengaruhi
oleh faktor: pencegahan dalam kegagalan struktur, keamanan, kontrol kerusakan
dan operasi pemeliharaan. Ahli desain profesional dan peneliti berpendapat bahwa
desain berbasis kinerja dapat menjadi pendekatan desain tahan gempa di masa
depan (FEMA 283, 1996). Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya desain berbasis
kinerja memiliki bahasan yang lebih menyeluruh untuk pemeliharaan infrastruktur
kota yang berkelanjutan dengan tujuan pengembangannya adalah menjadikan
konsep desain ini sebagai kriteria perancangan setiap struktur gedung maupun non
gedung.
6
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
7
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Dari gambar diatas dapat dijelaskan berdasarkan pada buku Priestley dkk. –
Displacement-Based Seismic Design of Structures, bab 3: Direct Displacement-
Based Design: Fundamental Considerations, sebagai berikut:
Gambar (b) Nilai gaya geser pada keadaan inelastik maksimum dapat dihitung
berdasarkan karakteristik kekakuan efektif struktur hasil idealisasi respon histeretik
inelastik struktur pada sistem berderajat kebebasan tunggal (SDOF) dengan hasil
akhir kinerja pada respon perpindahan puncak.
Gambar (c) Karakterestik redaman viscous ekuivalen dari struktur dihitung dengan
mengetahui karakteristik redaman elastis awal dan nilai displacement ductility dari
struktur dengan persamaan (2.1) sesuai pada buku Priestley dkk. – Displacement-
Based Seismic Design of Structures hal. 76
8
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Gambar 2.3 Desain Redaman Viscous Ekuivalen Untuk Redaman Elastis Awal 5%
(Priestley dkk. 2007: 86)
µ𝑓−1
Dinding beton, Jembatan (TT): ξeq = 0,05 + 0,444( ) (2.2a)
µ𝑓 . 𝜋
µ𝑓−1
Rangka beton bertulang (TF): ξeq = 0,05 + 0,565( ) (2.2b)
µ𝑓 . 𝜋
µ𝑓−1
Rangka baja (RO): ξeq = 0,05 + 0,577( ) (2.2c)
µ𝑓 . 𝜋
µ𝑓−1
Rangka prateka hybrid (FS, β=0,35): ξeq = 0,05 + 0,168( ) (2.2d)
µ𝑓 . 𝜋
µ𝑓−1
Friction Slider (EEP): ξeq = 0,05 + 0,670( ) (2.2e)
µ𝑓 . 𝜋
µ𝑓−1
Bilinear Isolation System (BI,r=0,2): ξeq = 0,05 + 0,519( ) (2.2f)
µ𝑓 . 𝜋
Catatan, pada persamaan (2.2d) dan (2.2f) disyaratkan pada desain harus memakai
parameter β=0,35 dan r=0,2 dan diharuskan adanya pengecekan terhadap parameter
β dan r.
9
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Gambar (d) Respon spektrum gempa desain yang terdapat pada berbagai design
codes merepresentasikan nilai respon gempa elastis sebesar 5%. Dalam desain
DDBD, respon gempa desain tidak berada pada keadaan elastis lagi tetapi pada
karakteristik keadaan inelastis struktur jadi selanjutnya respon gempa elastis akan
dikonversi ke redaman inelastis struktur yang didesain. Kemudian nilai respon
gempa saat redaman inelastis dirubah kedalam format displacement spectra untuk
mengetahui nilai Teff pada SDOF. Nilai Teff ini yang kemudian akan
mempengaruhi nilai kekakuan efektif sehingga menghasilkan nilai gaya geser saat
keadaan inelastis.
10
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
tanah seismik. Kinerja yang diizinkan diukur dari tingkat kerusakan struktural
dan/atau non-struktural yang diakibatkan goncangan dari gempa.
Tabel 2.1 Kondisi Bangunan Pasca Gempa dan Kategori Bangunan pada Tingkat
Kinerja Struktur (ATC-40, 1996; chap. 3-2)
11
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Tabel 2.2 Kondisi Bangunan Pasca Gempa dan Kategori Bangunan pada Tingkat
Kinerja Struktur (Lanjutan) (ATC-40, 1996; chap. 3-2)
Tujuan utama dari desain berbasis kinerja yaitu untuk menentukan tingkat
kinerja yang diinginkan dari bangunan. Kinerja seismik digambarkan dengan
menetapkan tingkat kerusakan maksimum yang diinginkan (performance level)
untuk mengidentifikasi bahaya gempa (the damage of earth-quake). Pada Tabel 2.1
dan Tabel 2.2 diatas dijelaskan kondisi bangunan pasca gempa berdasarkan
permbagian tingkatan kinerja struktur sesuai ATC-40. Kinerja struktur juga dapat
12
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
digambarkan dalam kurva kapasitas (Gambar 2.4) yaitu hubungan antara total besar
gaya gempa yang bekerja pada struktur (total lateral shear force, V) dengan defleksi
bangunan pada atap atau perpindahan lateral pada atap pada tingkat gaya lateral
yang tertentu (lateral displacement at roof, D). Kurva kapasitas ini akan menjadi
garis lurus dengan kemiringan yang sama terhadap kekakuan struktur secara
keseluruhan jika bangunan berperilaku elastis linier yang tak terbatas. Dikarenakan
bangunan sebenarnya tidak memiliki kapasitas elastis linier seperti di atas, maka
kurva kapasitas biasanya terdiri dari rangkaian segmen garis lurus dengan
penurunan kemiringan, yang mana menunjukkan degradasi posesif dalam kekakuan
struktural yang terjadi pada bangunan akibat peningkatan perpindahan lateral,
pelelehan dan kerusakan. Kemiringan pada garis lurus ditarik dari plot asal ke plot
kurva pada tingkat perpindahan lateral, “d” yang mewakili kekakuan sebagian atau
“efektif” pada struktur ketika dibebani secara lateral pada tingkat perpindahannya.
Pada Gambar 2.4, simbol “♦” pada kurva kapasitas mewakili kejadian-kejadian
penting selama riwayat respon lateral pada struktur. Kejadian penting seperti
pelelehan pada salah satu elemen struktur atau kerusakan misalnya pecahnya
selimut beton pada kolom atau kegagalan stuktur pada elemen spandel. (ATC-40,
1996)
13
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
displacement, Δroof), kurva itulah yang disebut dengan kurva kapasitas. (Lihat
Gambar 2.5).
∑N
f=1(WiØi1)/g
PF1 = (2.3)
∑N 2
f=1(WiØi1 )/g
2
(∑N
f=1(WiØi1)/g)
α1 = (2.4)
(∑N N 2
f=1(Wi/g)(∑f=1(WiØi1 )/g)
V/W
Sa = (2.5)
α1
Δroof
Sd = (2.6)
PF1.(Øroof.1)
14
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Demand respon spektrum didapat dari merubah respon spektrum atau yang
biasa dinyatakan dalam spektral percepatan, Sa, dan periode waktu, T, menjadi
dalam format ADRS (Sa vs Sd). Untuk merubah (Sa vs T) menjadi (Sa vs Sd)
menggunakan persamaan 2.7 sesuai ATC-40 Ps 8.2.2.1.1 – Conceptual
Development of The Capacity Spectrum Method hal 8-12 dan hasil kurva demand
respon spektrum dapat dilihat pada Gambar 2.7.
𝑇2
Sd = . Sa . g (2.7)
4𝜋2
Gambar 2.7 Respon Spektum Standar dan Respon Spektrum Format ADRS
(ATC-40, 1996: 8-8)
Kemudian grafik kurva kapasitas dan grafik respon spektrum digabung dalam satu
grafik format ADRS. Pada grafik format ADRS akan terdapat titik perpotongan
antara spektrum kapasitas dan spektrum demand yang disebut dengan titik kinerja
atau performance point (lihat Gambar 2.8)
15
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
Redaman yang terjadi saat struktur terkena gerakan gempa pada keadaan
inelastik dapat dilihat dari redaman yang melekat pada struktur dan redaman
histeretik (hysteretic damping). Redaman histeretik berhubungan dengan area
didalam loop kurva gaya dan perpindahan struktur akibat gaya gempa. Redaman
histeretik juga mewakili redaman viscous ekuivalen.
16
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
3) Batasan Deformasi
Deformasi lateral pada performance point harus dilakukan pengecekan
nilainya terhadap batas deformasi yang ditentukan dalam ATC-40 Ps 11.3.3 –
Lateral Deformations. Batas deformasi pada berbagai tingkat kinerja dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Gambar 2.10 Nilai Rasio Simpangan Pada Atap (ATC-40, 1996: 11-5)
Tabel 2.3 Batas Simpangan Tingkat Kinerja Struktur (ATC-40, 1996: 11-4)
Tingkat Kinerja Struktur
Batas Simpangan
Immediate Damage Structural
Antar Tingkat Life Safety
Occupancy Control Stability
Simpangan Total
0.01 0,01-0,02 0.02 0,33 Vi /Pi
Maksimum
Simpangan Inelastis
0.005 0,005-0,015 - -
Maksimum
Pada tabel diatas nilai simpangan total maksimum adalah simpangan antar
tingkat pada titik kinerja (performance point displacement) atau nilai simpangan
maksimum pada atap. Simpangan inelastis maksimum adalah proporsi simpangan
total maksimum diluar titik leleh efektif. Untuk structural stability, simpangan total
maksimum pada lantai ke-I saat titik kinerja tidak boleh melebihi 0,33 Vi/Pi, yang
mana Vi adalah total gaya geser pada lantai ke-i, dan Pi adalah total gaya gravitasi
(seperti beban mati, beban hidup) pada lantai ke-i.
17
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
18
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
struktural, detail elastis dan material dengan kualitas yang sesuai sedangkan banyak
bangunan yang sudah lama ada didesain dan dibangun tanpa diperhitungkan faktor-
faktor tersebut dan termasuk faktor yang tidak baik dan detail yang kurang
memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perbaikan kinerja seismik
(FEMA 356, 2000).
Tabel 2.4 Kondisi Bangunan Pasca Gempa dan Kategori Bangunan pada Tingkat
Kinerja Struktur (FEMA 356, 2000: chap. 1.5.3)
19
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DESAIN GEMPA BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BASED DESIGN)
PADA BANGUNAN BERTINGKAT DELAPAN DI SURABAYA
20