PENDAHULUAN
Induk dan anak perusahaan pada dasarnya mempunyai badan hukum yang terpisah
sehingga mereka juga mempunyai bussinis entity yang terpisah pula. Ada kalanya induk
perusahaan melakukan transaksi penjualan dengan anak perusahaannya. Demikian juga
sebaliknya, anak perusahaan dapat melakukan transaksi penjualan pada induk
perusahaannya. Mereka juga dimungkinkan untuk melakukan transaksi jual beli dengan
pihak ke 3 (diluar perusahaan afiliasi). Permasalahan akan timbul pada pengakuan laba dari
hasil transaksi jual beli diantara induvidu dan anak perusahaan (inter-company transaction).
Pada prinsipnya dalam upaya menyusun laporan keuangan konsilidasi, induk dan anak-
anak perusahaan akan diberlakukan sebagai satu kesatuan usaha yang sama. Oleh karena
itu, seluruh transaksi antara induk dan anak harus dieliminasi termasuk laba hasil dari
transaksi jual-beli barang dagangan antar induk perusahaan dengan anak-anaknya
tersebut.
Menurut Haried (1994), perlakuan akuntansi bagi laba hasil transaksi jual beli antara
induk dan anak perusahaan adalah sebagai berikut.
Transaksi yang boleh dimunculkan dan diakui dalam laporan keuangan konsilidasi
hanyalah transaksi yang terjadi antara induk dan anak-anak perusahaan dengan
pihak ketiga (pihak diluar perusahaan afiliasi), sehingga seluruh transaksi yang
berhubungan dengan jual beli diantara induk dan anak perusahaan harus dieliminasi.
Harga pokok penjualan barang dagangan (cost of merchandise hold) dari induk dan
anak-anak perusahaan yang memperhitungkan barang dagangan yang dijual kepada
pihak ketiga saja (pihak diluar perusahaan afiliasi).
Persediaan akhir yang ada/dimiliki induk dan anak perusahaan harus dinilai sebesar
harga perolehan (cost) bagi perusahaan afiliasi.
Jika pada anak perusahaan terdapat minority interest, maka laba antara induk dan
anak perusahaan dapat diakui sebesar proporsi dari kepentingan minority interest
pada anak perusahaan.
200
penyusunan laporan keuangan konsoidasi, minority interest dari induk dan anak perusahaan
dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga seluruh transaksi yang
ada diantara mereka harus dihapuskan. Untuk lebih jelasnya, marilah kita cermati contoh
kasus berikut ini.
Contoh kasus 1
PT Pininfaria membeli 100% saham yang beredar dari PT Lotus pada 1 Januari
2005. Setelah akuisisi ini, PT Pininfaria akan menyuplai semua barang dagangan kepada
PT Lotus untuk dijual kembali kepada konsumen. Sepanjang tahun 2005 tersebut, PT
Pininfaria menetapkan harga transfer (tansfer pricing) dari pihaknya kepada PT Lotus
sebesar cost ditambah dengan mark-up 20%. Total penjualan PT Pininfaria pada PT Lotus
dengan cost Rp 20.000.000 dengan harga jual Rp 24.000.000. sampai pada 31 Desember
2005, PT lotus telah menjual semua barang dagangan yang diperoleh dari PT Pininfaria
(tidak terdapat persediaan akhir pada gudang PT Lotus) sebesar Rp 30.000.000,-
Ayat jurnal yang dibuat oleh PT Pininfaria dan PT Lotus pada pembukuan mereka
masing-masing adalah sebagai berikut.
PT Pininfaria
Jurnal Umun Tahun 2005
Debit Kredit
Persediaan Rp 20.000.000
Utang Dagang Rp 20.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan diluar afiliasi)
201
PT Lotus
Jurnal Umun Tahun 2005
Debit Kredit
Persediaan Rp 24.000.000
Utang Dagang – PT Pininfaria Rp 24.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan induk-PT
Pininfaria)
PT Pininfaria
Jurnal Penyesuaian & Eliminasi
Debit Kredit
Penjualan Rp 24.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 24.000.000
(untuk mengeliminasi transaksi jual-beli antara induk dan anak
perusahaan)
Jurnal elimiasi dari transaksi jual – beli antara perusahaan afiliasi yang ditampakkan
pada contoh diatas membuat transaksi jual – beli antara PT Pininfaria dan PT Lotus menjadi
tidak diperhitungkan pada laporan konsilidasi. Oleh karena itu, satu-satunya transaksi jual –
beli yang dilakukan oleh perusahaan afiliasi tersebut adalah membeli barang dagangan dari
luar atau (pihak ketiga) Rp 20.000.000 untuk kemudian menjualnya langsung kepada pihak
konsumen seharga Rp 30.000.000 sehingga gross profit yang diakui secara konsolidasi
202
sebesar Rp 10.000.000 dengan komposisi Rp 4.000.000 diakui sebagai gross profit induk
dan sisanya Rp 6.000.000 diakui sebagai gross profit anak perusahaan. Untuk lebih jelasnya
perlakuan akuntasi untuk proses jual beli antara induk dan anak dapat dilihat pada bagan
berikut ini.
Rp 24.000.000
Intercompany transaction
PT Lotus Rp 20.000.000
Jika terdapat persediaan yang belum terjual pada akhir periode akuntansi, maka
diperlukan penyesuaian untuk menentukan adanya laba kotor yang belum dapat direalisasi
(unralized profit). Laba yang belum terealisasi ini harus diperhitungkan sebagai
pengurangan laba kotor dari pihak penjual dan mengurangi nilai persediaan dari pembeli.
Untuk lebih jelasnya marilah kita cermati contoh tentang PT Pininfaria dengan anak
perusahaannya. Pada tahun 2006, induk perusahaan (PT Pininfaria) menjual barang
daganganya ke PT Lotus dengan cost Rp 30.000.000 seharga Rp 36.000.000 pada anak
perusahaanya (PT Lotus). Sampai akhir periode akuntansi tahun 2006, PT Lotus dapat
menjual barang yang dibeli dari induknya sebesar Rp 37.500.000 dan sampai dengan 31
Desember 2006 masih terdapat persediaan senilai Rp 6.000.000 di gudangnya. Adapun
ayat jurnal umum yang dibuat oleh PT Pininfaria dari PT Lotus sepanjang periode tahun
2006 adalah sebagai berikut.
203
PT Pininfaria
Jurnal Umun Tahun 2006
Debit Kredit
Persediaan
Utang dagang Rp 30.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan diluar afiliasi) Rp 30.000.000
PT Lotus
Jurnal Umun Tahun 2006
Debit Kredit
Persediaan Rp 36.000.000
Utang Dagang – PT Pininfaria Rp 36.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan induk-PT
Pininfaria)
Sebelum kita menyusun kertas kerja konsilidasi. Marilah kita cermati permasalahan
timbulnya unrealized profit pada sediaan akhir PT Lotus, sebagaimana yang digambarkan
pada bagan berikut ini. Pada bagan tersebut tampak bahwa total persediaan dengan cost
Rp 30.000.000 tidak dapat terjual semua pada akhir periode 2006 sehingga total barang
dagangnya yang terjual hanya Rp 25.000.000 (Rp 30.000.000 – persediaan akhir sebesar
Rp 6.000.000) oleh karenanya nilai persediaan pada PT Lotus juga harus diturunkan karena
dalam hubungan konsolidasi, harga perolehan (cost) hanya sebesar Rp 5.000.000 (Rp
6.000.000 : 120%), hal itu disebabkan oleh induk perusahaan yang menjual dengan mark-up
20% dari cost.
204
PT Pininfari
Rp 30.000.000 cost Rp30.000.000
price Rp 36.000.000
gross profit Rp 6.000.000
Transfer Price
Unrealized Profit
Rp 36.000.000
Rp 1.000.000
PT Lotus
Cost Rp 25.000.000 Rp 37.500.000
Price Rp 37.500.000
Gross Profit Rp 12.500.000
Partial working papers untuk kepentingan konsilidasi pada tahun 2006 akan tampak
sebagai berikut.
Jurnal penyesuaian dan eliminasi yang diperlukan untuk menyusun kertas kerja
konsilidasi adalah sebagai berikut.
205
Nilai dari persediaan yang mengandung unrealized pada akhir periode akuntansi,
dapat direalisasikan dengan syarat barang tersebut dapat dijual kepihak ketiga (di luar
perusahaan afiliasi). Untuk mengilustrasikan permasalahan tersebut, marilah kita cermati
contoh transaksi usaha antara PT Pininfaria dan anak perusahaannya PT Lotus sebagai
berikut. Misalnya pada tahun 2007 PT Pininfaria menjual barang dagangannya dengan cost
Rp 40.000.000 dengan harga Rp 48.000.000. PT Lotus sepanjang tahun 2007 dapat
menjual 75% dari total barang dagangan yang diproleh dari PT Pininfaria senilai Rp
45.000.000. persediaan awal senilai Rp 6.000.000 juga telah terjual dengan nilai penjualan
Rp 7.500.000. jurnal yang dibukukan oleh PT Pininfaria dan PT Lotus secara terpisah
adalah sebagai berikut.
PT Pininfaria
Jurnal Umun Tahun 2007
Debit Kredit
Persediaan Rp 40.000.000
Utang Dagang Rp 40.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan diluar afiliasi)
PT Lotus
Jurnal Umun Tahun 2007
Debit Kredit
Persediaan
Rp 48.000.000
Utang Dagang – PT Pininfaria
Rp 48.000.000
(untuk membukukan pembelian dari perusahaan induk-PT
Pininfaria)
Rp 52.500.000
Piutang Dagang
Rp 52.500.000
Penjualan
(untuk membukukan penjualan barang dagangan kepada pihak
ketiga/diluar perusahaan afiliasi)
Rp 42.000.000
Harga Pokok Penjualan
Rp 42.000.000
Persediaan
(untuk membukukan harga pokok penjualan barang dagangan
kepada pihak ketiga)
206
Persediaan akhir PT Lotus adalah Rp 12.000.000 (25% x Rp 48.000.000),
persediaan akhir dari PT Lotus mengandung unrealized profit sebesar Rp 2.000.000
(12.000.000 adalah 120% dari cost, maka cost-nya adalah Rp 10.000.000 sedangkan
unrealized profit Rp 2.000.000). Total penjualan yang dilakukan oleh PT Lotus adalah Rp
52.500.000 (penjualan 75% dari barang dagangan yang dibeli dari PT Pininfaria sepanjang
Tahun 2007 adalah Rp 45.000.000 + Rp 7.500.000 hasil penjualan barang persediaan awal
sebagai hasil transaksi tahun 2006 yang lalu sehingga unrealized profit yang telah
terealisasi (Gross Profit) sepanjang tahun 2007 sebesar Rp 17.500.000. kertas kerja
konsilidasi adalah sebagai berikut.
207
TRANSAKSI PENJUALAN INDUK TERHADAP ANAK PERUSAHAAN (DOWNSTREM)
DAN PENJUALAN ANAK TERHADAP INDUK PERUSAHAAN (UPSTREAM)
Sering kali suatu perusahaan afiliasi melakukan transaksi jual beli diantara mereka,
jadi induk perusahaan dapat bertindak sebagai penjual sekaligus pembeli bagi barang
dagangan anak perusahaan, demikian juga sebaliknya. Permasalahan akan timbul terhadap
gross profit yang terkandung dalam transaksi jual beli tersebut. Perlakuan akuntansi
membedakan transaksi jual beli tersebut berdasar pada pihak yang melakukan transaksi
penjualan tersebut. Jika yang melakukan transaksi penjualan adalah induk perusahaan,
maka transaksi tersebut akan disebut dengan downstrem sales, sedangkan jika yang
melakukan penjualan adalah anak perusahaan, maka transaksi tersebut akan diakui
sebagai upstream sales. Secara singkat hubungan diantara kedua jenis transaksi penjualan
antara induk dan anak tersebut ditampakkan pada bagan berikut ini.
208
terhadap kepentingan minoritas, karna kepentingan minoritas terdapat pada anak
perusahaan, dimana anak perusahaan adalah pihak yang harus mengurangi labanya. Akibat
pengurangan laba ini, hak kepentingan minoritas juga akan terpengaruh. Untuk memperjelas
masalah ini, marilah kita cermati kasus berikut ini.
Contoh kasus 2
Pengaruh downstream sales dan upstream sales terhadap perhitugan laba bagi induk
dan anak perusahaan.
Asumsikan PT Bumi mengakuisisi 80% saham yang beredar dari PT Bulan pada
tanggal 1 Januari 2005. Berikut ini laporan laba rugi dari kedua perusahaan afiliasi tersebut
per tanggal 31 Desember 2005.
Intercompany sales selama periode 2005 tersebut adalah Rp 100.000.000 dan pada
tanggal 31 Desember 2005 terdapat unrealized profit pada persediaan akhir sebesar Rp
20.00.000,00.
Perhitungan laba yang menjadi hak kepentingan minoritas (minority interst income)
adalah sebagai berikut.
209
maka unrealized profit ini akan memengaruhi laba yang menjadi hak kepentingan
minoritas sehingga perhitungan minority interest income adalah sebagai berikut.
Debit Kredit
1) Penjualan
Harga Pokok Penjualan Rp 100.000.000
(untuk mengeliminasi transaksi jual-beli antara induk dan Rp 100.000.000
anak perusahaan)
210
PT Bumi Dan Anak Perusahaannya PT Bulan
Laporan Laba Rugi Konsolidasi Per 31 Desember 2005
Downstream Upstream sales
Penjualan (Rp 900.000.000 – Rp 100.000.000) sales
Harga pokok penjualan ( Rp 480.000.000 + Rp 20.000.000 Rp 800.000.000 Rp 800.000.000
( – ) Rp 100.000.000
Contoh kasus 3
Downstream Sales - Unrealized Profit Pada Sediaan Akhir Dan Realisasinya Pada
Periode Selanjutnya
211
Berikut ini adalah data relevan dengan transaksi jual beli diantara mereka (intercompany
sales).
Penjualan kepada PT Neutolius tahun 2005 adalah
Cost Rp 15.000.000
Harga jual Rp 20.000.000
Unrealized Profit pada sediaan PT Neutolius
Per tanggal 31 Desember 2004 Rp 2.000.000
Per tanggal 31 Desember 2005 Rp 2.500.000
Saldo utang-piutang diantara PT Poseidon & PT Neutolius per 31 Rp 10.000.000
Desember 2005 adalah sebagai berikut
Laba bersih PT Neutolius per 31 Desember 2005 Rp 30.000.000
Saldo dari akun ekuitas pada laba anak perusahaan - PT Neutolius per 31 Desember
2005 adalah sebagai berikut.
Ayat jurnal yang telah dibuat oleh PT Poseidon pada pembukuannya sendiri adalah
sebagai berikut.
212
PT Pesoidon
Jurnal Umum Tahun 2005
Debit Kredit
Kas Rp 9.000.000
Investasi pada PT Neutolius Rp 9.000.000
(untuk membukukan cash deviden dari PT Neutolius sebesar 90%
dari Rp 10.000.000)
213
PT Pesoidon dan anak perusahaan (PT Neutolius) -90%
Kertas kerja konsolidasi tahun 2005
(dalam ribuan rupiah)
PT PT Penyesuaian dan
Pesoidon Neutolius eliminasi Konsolidasi
D K
Laporan Laba/Rugi
Penjualan bersih 1.000.000 300.000 1) 20.000 1.280.000
Laba dari PT Neutolius 26.500 4) 26.500
Harga pokok penjualan (550.000) (200.000) 3) 2.500 1) 20.000 (730.500)
2) 2.000 (420.000)
Biaya lain-lain (350.000) (70.000)
Beban/Laba kepentingan minoritas
(Rp 30.000.000 x 10%) 5) 3.000 (3.000)
Laba bersih 126.500 30.000 126.500
Laba ditahan
Laba ditahan – PT Poseidon 194.000 194.00
Laba ditahan - PT Neutolius 45.000 3) 45.000
Laba bersih (pindahan) 126.500 30.000 126.500
Deviden (50.000) (10.000) 4) 9.000 (50.000)
5) 1.000
Laba ditahan per 31/12/2005 270.500 65.000 270.500
Neraca
Kas 30.000 5.000 35.000
Piutang dagang 70.000 20.000 7) 10.000 80.000
Persediaan 90.000 45.000 3) 2.500 132.500
Aktiva lain-lain 64.000 10.000 74.000
Gedung dan perlengkapan 800.000 120.000 920.000
Investasi pada PT Neutolius 146.000 2)2.000 4) 17.500
6) 130.500
1.200.000 200.000 1.241.500
Jurnal penyesuian dan eliminasi untuk kertas kerja konsilidasi periode tahun 2005
untuk metode ekuitas adalah sebagai berikut.
214
PT Pesoidon dan anak perusahaan (PT Neutolius)
Jurnal penyesuaian dan eliminasi tahun 2005
Debit Kredit
1) Penjualan Rp 20.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 20.000.000
(untuk eliminasi intercompanyi sales & purchase dan
harga pokok penjualan yang berhubungan)
215
Contoh kasus 4
Upstream Sales – Unrealized Profit Pada Sediaan Akhir Dan Realisasinya Pada
Periode Selanjutnya
PT Akhasa menguasai 80% saham yang beredar dari PT Lestat pada tanggal 2 Januari
2006 dengan cost Rp 480.000.000,00. Ketika saldo modal saham dari PT Lestat Rp
500.000.000,00 dan laba ditahan Rp 250.000.000,00. Harga perolehan dari investasi
tersebut dipandang oleh manajemen PT Akhasa telah sesuai dengan nilai wajar dari aktiva
bersih PT Lestat sehingga tidak perlu ada goodwill atau revaluasi aktiva. PT Lestat menjual
barang dagangan kepada PT Akhasa secara teratur. Intercompany transaction sepanjang
tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Pada tanggal 31 Desember 2007, PT Lestat telah membagikan dividen kas sebesar
Rp. 50.000.000 dan belum dicatat oleh PT Akhasa.
Sepanjang tahun 2007, jurnal yang dibuat oleh PT Akhasa pada pembukuannya
sendiri adalah sebagai berikut.
216
PT Akhasa
Jurnal umum tahun 2007
Debit Kredit
Kas Rp 40.000.000
Investasi pada PT Lestat Rp 40.000.000
(untuk membukukan cash deviden dari PT Lestat sebesar
80% dari Rp 50.000.000)
Adapun cara perhitungan laba dari perusahaan (income from) – PT Lestat adalah
sebagai berikut.
217
Kertas kerja konsolidasi PT Akhasa pada periode 2007 sbb:
Laba ditahan
Laba ditahan – PT Akhasan 1.000.000 1.000.000
Laba ditahan – PT Lestat 250.000 6) 250.000
Laba bersih (pindahan) 500.000 100.000 500.000
Deviden (400.000) (50.000) 4) 40.000 (400.000)
5) 10.000
Laba ditahan per 31/12/2007 1.100.000 300.000 1.100.000
Neraca
Kas 200.000 50.000 250.000
Piutang dagang 700.000 100.000 7) 50.000 750.000
Persediaan 1.100.000 200.000 3) 30.000 1.270.000
Aktiva lain-lain 384.000 150.000 534.000
Gedung dan perlengkapan 2.000.000 500.000 250.000
Investasi pada PT Lestat 616.000 2) 32.000 4) 48.000
6) 600.000
5.000.000 1.000.000 5.304.000
5.304.000
Ayat jurnal penyesuaian dan eliminasi yang dibuat untuk kertas kerja konsilidasi dengan
menggunakan metode ekuitas adalah sebagai berikut.
218
PT Akhasa dan anak perusahaan (PT Lestat )
Jurnal penyesuaian dan eliminasi tahun 2007
Debit Kredit
1) Penjualan Rp 300.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 300.000.000
(untuk eliminasi intercompanyi sales & purchase dan harga pokok
penjualan yang berhubungan)
219
RINGKASAN
Transaksi jual beli diantara induk dan perusahaan (perusahaan afiliasi) sering terjadi
dan biasanya berlangsung secara rutin. Proses penjualan dari induk perusahaan kepada
anak perusahaan akan disebut dengan downstream sales, sedangkan penjualan dari anak
perusahaan kepada induk perusahaannya disebut upstream sales. Pada prinsipnya
laba/rugi yang timbul sebagai konsenkuensi dari transaksi penjualan pada perusahaan
afiliasi (intercompany sales) hanya dapat diakui setelah barang tersebut terjual keluar
perusahaan terdapat persediaan barang yang belum terjual (di gudang penjual) keluar
perusahaan afiliasi, maka akan menimbulkan unrealized profit, yaitu laba kotor yang
terkandung dalam nilai persediaan pada gudang perusahaan afiliasi. Unrealized profit ini
akan muncul karna untuk kepentingan penyusun laporan keuangan konsilidasi, induk dan
anak perusahaan dipandang sebagai satu bussinis entity saja sehingga unrealized profit ini
akan diproses dengan mengurangi laba bagi perusahaan afiliasi yang bertindak sebagai
penjual, sekaligus mengurangi nilai persediaan akhir barang dagangan bagi perusahaan
afiliasi yang bertindak sebagai pembeli.
Perlakuan akuntansi atas unrealized profit ini akan berbeda dengan transaksi
downstream dan upstream. Mengingat kasus upstream yang akan disesuaikan labanya
adalah anak perusahaan sebagai penjual, maka bagi anak perusahaan yang sahamnya
dikuasai tidak seluruhnya (>100%) akan memengaruhi hak dari kepentingan minoritas, yaitu
pihak – pihak yang menguasai sebagian saham yang beredar dari anak perusahaan.
220
LATIHAN SOAL
1. PT Jaya memiliki 70% saham yang beredar milik PT East. PT Jaya menjual barang
dagangan pada PT East dengan keuntungan 20% diatas nilai perolehan. Selama tahun
2002 PT Jaya menjual barang dagangan pada PT East senilai Rp 12.000.000.
Setengah dari persediaan tersebut belum dapat dijual oleh PT East pada pihak ketiga.
Pada tahun 2003 PT Jaya menjual barang dagangan pada PT East senilai Rp 8,4 juta.
Selama tahun 2003 semua persediaan yang didapat dari PT Jaya dapat dijual oleh PT
East kepada pihak ketiga. Berikut ini adalah laporan laba rugi yang diberikan PT Jaya
pada PT East pada tahun 2003.
PT Jaya PT East
Penjualan Rp 30.000.000 Rp 20.000.000
Harga pokok penjualan Rp (20.000.000) Rp (12.000.000)
Laba kotor Rp 10.000.000 Rp 8.000.000
Biaya lain-lain Rp 3.000.000 Rp (4.000.000)
Laba Rp 7.000.000 Rp 4.000.000
Diminta:
a. buatlah jurnal eliminasi untuk kepentingan laporan konsolidasi pada tahun 2003!
b. hitunglah berapa laba untuk kepentingan minoritas pada tahun 2003!
c. buatlah laporan laba rugi konsolidasi untuk tahun 2003!
2. Berikut ini adalah laporan laba rugi untuk tahun 2004 dari PT Asia dan anak perusahaan
PT Baru. PT Asia memiliki sebanyak 60% kepemilikan saham dari PT Baru.
PT Asia PT Baru
Penjualan Rp 40.000.000 Rp 25.000.000
Harga pokok penjualan Rp (25.000.000) Rp (15.000.000)
Laba kotor Rp 15.000.000 Rp 10.000.000
Biaya lain-lain Rp 5.000.000 Rp (4.000.000)
Laba Rp 10.000.000 Rp 6.000.000
Selama tahun 2004, PT Baru menjual barang dagangan pada PT Asia dengan nilai
perolehan Rp 10 juta, harga jual dengan mark – up 10% dari harga perolehan. Pada
sediaan akhir PT Asia tahun 2003 dan tahun 2004 terlihat laba yang belum terealisasi
senilai Rp 0,5 juta dan Rp 1 juta.
221
Diminta:
a. hitunglah berapa laba untuk kepentingan minoritas pada tahun 2004
b. buatlah konsolidasi laba rugi untuk tahun 2004.
3. PT maju membeli kepemilikan saham PT Alea sebanyak 80% dengan nilai investasi
Rp 600 juta pada tanggal 1 Januari 2004. Saat itu PT Alea memiliki kekayaan yaitu
Rp 500 juta modal saham dan Rp 200 juta laba ditahan. Kelebihan investasi atas
kekayaan PT Alea dialokasikan untuk goodwill dengan masa amortisasi 10 tahun.
Berikut ini adalah laba rugi dari kedua perusahaan pada tahun 2005.
PT Maju PT Alea
Penjualan Rp 5.000.000 Rp 1.000.000
Laba dari PT Alea Rp 156.000
HPP (Rp 3.000.000) Rp (700.000)
Biaya lain-lain (Rp 1.500.000) Rp (100.000)
Laba Rp 656.000 Rp 200.000
Selama tahun 2004 PT Alea menjual barang dagangan pada PT Maju senilai Rp 800
juta. Nilai perolehan dari barang dagangan tesebut adalah Rp 500 juta. Setengah dari
persediaan tersebut masih menjadi persediaan akhir bagi PT Maju pada tahun 2004.
Pada tahun 2005 PT Alea menjual barang dagangan pada PT Maju senilai Rp 900 juta
dengan harga perolehan Rp 600 juta dan setengah dari persediaan tersebut masih
menjadi persediaan akhir bagi PT Maju pada tahun 2005.
Diminta:
a. PT Maju memakai metode ekuitas, maka betulkan nilai laba dari PT Alea?
b. buatlah jurnal eliminasi untuk tahun 2005!
c. buatlah laporan laba rugi konsolidasi untuk tahun 2005!
4. (disadur dari Haried 1994) PT Lativa memiliki 90% saham yang beredar milik PT Segal.
Nilai investasi adalah Rp 810 juta pada tanggal 1 Januari 2001, dimana saat itu PT
segal memiliki laba ditahan sebesar Rp 150 juta. Berikut ini adalah laporan keuangan
dari PT Lativa dan PT Segal untuk tahun 2005:
PT Lativa PT Segal
Penjualan Rp 1.650.000 Rp 795.000
Laba dari PT Segal Rp 64.125
Harga pokok penjualan Rp (1.290.000) Rp (517.500)
Biaya lain-lain Rp (310.500) Rp (206.250)
Laba bersih Rp 113.625 Rp 71.250
222
Laba ditahan awal Rp 838.500 Rp 180.000
Laba bersih Rp 113.625 Rp 71.250
Deviden dideklarasikan Rp (150.000) Rp (60.000)
Laba ditahan akhir Rp 802.125 Rp 191.250
Pada tanggal 1 Januari 2005, sediaan dari PT Lativa meliputi keuntungan senilai Rp
12,5 juta yang berasal dari penjualan PT Segal tahun 2004. Selama tahun 2005, PT
Segal melakukan penjualan barang dagangan pada PT Lativa senilai Rp 300 juta
dengan mark-up 20% dari nilai jual. Persedian akhir dari PT Lativa meliputi barang
dagangan yang dibeli dari PT Segal tahun 2005 senilai Rp 75 juta. PT Lativa memakai
metode ekuitas untuk mencatat investasi pada PT Segal.
Diminta:
Buatlah laporan keuangan konsolidasi untuk periode yang berakhir tahun 2005!
5. (disadur dari Beam 2000) PT Mulia memiliki 90% saham yang beredar milik PT Atlas
pada tahun 2001 dengan selisih investasi dibandingkan kekayaan PT Atlas senilai Rp 5
juta. Kelebihan tersebut akan diamortisasi selama 5 tahun sejak awal tahun 2001.
Berikut ini adalah laporan keuangan dari kedua perusahaan untuk tahun yang berakhir
31 Desember 2008:
(dalam ribuan)
PT Mulia PT Atlas
Penjualan Rp 500.000 Rp 100.000
Laba dari PT Segal Rp 27.900
Harga pokok penjualan Rp (240.000) Rp (40.000)
Biaya lain-lain Rp (174.500) Rp (30.000)
Laba bersih Rp 113.900 Rp 30.000
223
Total aktiva Rp 514.400 Rp 170.000
Selama tahun 2008 PT Mulia menjual barang dagangan pada PT Atlas senilai Rp 10
juta. Nilai perolehan dari barang dagangan adalah Rp 6 juta, barang dagangan ini
belum dibayar maupun belum dijual oleh PT Atlas sampai tahun 2008. Persediaan akhir
milik PT Mulia tahun 2007 meliputi barang dagangan yang diperoleh dari PT Atlas,
dimana PT Atlas mengakui keuntungan senilai Rp 5 juta.
Diminta:
a. buatlah jurnal koreksi untuk akun investasi pada PT Atlas dibuku PT Mulia!
b. buatlah kertas kerja konsolidasi untuk tahun 2008!
224