Anda di halaman 1dari 24

15

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Orang Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan anugerah. Menjadi tua, dengan segenap


keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di
Indonesia, istilah untuk kelompok lanjut usia ini belum baku, orang memiliki
sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah lanjut usia ada pula
usia lanjut. Atau jompo dengan padanan bahasa Inggeris biasa disebut the aged,
the elders, older adult, serta senior citizen.
Dalam uraian selanjutnya akan digunakan istilah lanjut usia atau yang
lebih dikenal nama lansia.
Kapan seseorang dikategorikan usia lanjut? Para ahli membedakannya
menjadi 2 macam usia yaitu: usia kronologis dan usia biologis (Setiawan, 2002)
Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan
usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai
memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut undang-
undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang
palik layak disebut usia lanjut.
Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan
kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis.
Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman
Pembinaan, 2000) dikenal pula usia psikologis, yaitu dikaitkan dengan
kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian terhadap settiap situasi
yang dihadapinya.
Berikut ini adalah definisi usia lanjut dalam beberapa literatur:
1. Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu;
young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari
85 tahun).

Universitas Sumatera Utara


16

2. Setyonegoro (1984), menggologkan bahwa yang disebut usia lanjut


(geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya
terbahagi ke dalam usia 70-75 tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan
lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 1998
tantang Kesejahteraan Usia Lanjut , lansia adalah seseorang yang sudah
mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik atau biologis, kondisi
psikiologis, serta perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga
masyarakat menganggap seakan tugas-tugasnya sudah selesai, mereka
berhenti bekerja dan semakin mengundurkan diri dari pergaulan
bermasyarakat yang juga merupakan salah satu ciri fase ini, biasanya usia
lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba
mendekatkan dirinya kepada Tuhan.

2.2 Konsep Dasar dan Perspektif Usia Lanjut


2.2.1 Aspek Demografi Usia Lanjut
Aspek demografi pada usia lanjut meliputi gambaran umum, geografi dan
lansia, serta pola kehidupan lansia di Negara maju.

2.2.2 Gambaran Umum


Ciri-ciri demografi lansia selain jumlah dan proporsi populasinya juga isu
yang penting adalah gambaran morbiditas dan mortilitas. Adapun dampak
akhirnya berupa gambaran usia harapan hidup yang dalam perkembangannya
mengalami dinamika perubahan.
Secara global, bila ditinjau dari aspek peradaban umat manusia, maka
terdapat konsep transisi kependudukan dari pelbagai pakar, termasuk pakar
gerontology
( Comfort 1964 dan Myres 1984) menggambarkan pertumbuhan jumlah lansia
akibat penurunan pada angka morbiditas.

Universitas Sumatera Utara


17

Konsep rectanggularisasi tampil grafik penduduk yang tetap bertahan


hidup yang semula berbentuk segitiga lambat laun semakin berubah menjadi
persegi empat . Seperti dilihat di bawah:

Gambar 2.1
Kurva Manusia yang Bertahan Hidup
(Sumber: Strechler dalam Miller, 1995)
Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa kurva populasi manusia yang
tetap bertahan hidup menurut usia mereka digambarkan dalam empat periode
sebagai berikut A ke B, B ke C, C ke D, dan D ke F.

A= periode zaman kuno hingga awal abad ke -19


B= Periode abad ke -19
C= periode sampai dengan 1935
D= periode 1950-1960
E= periode 1970-1980
F periode sesudah 1980

Periode A ke D menunjukkan populasi pria maupun wanita, sedangkan E dan F


menunjukkan berturut-turut pria dan wanita.
Periode transisi A ke B diakibatkan oleh perbaikan perumahan, sanitasi,
dan antiseptic. Periode transisi B ke C diakibatkan oleh faktor utama, yaitu public
health. Higene, dan imunisasi. Periode C ke D terutama diakibatkan oleh

Universitas Sumatera Utara


18

antibiotik; perbaikan pelayanan medis, gizi, dan penyuluhan kesehatan. Sementara


transisi D ke F adalah kemajuan mutakhir dalam bidang biomedika (Miller, 1995).

2.2.3 Geografi dan Lansia


Sejalan dengan hal tersebut, struktur demografi penduduk di Indonesia
selama kurun waktu/ decade terakhir ini (dan seterusnya) ditandai antara lain
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut. Bila mengacu
pada batasan usia 65 tahun yang banyak diterapkan secara internasional, maka di
Indonesia, kelompok penduduk berusia 65 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar
3,2% dari total populas telah meningkat menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6%
pada tahun 1994 (Profil Kesehatan Indonesia, Depkes RI, 1997)
Pada tahun 2010 nanti, proyeksi penduduk berusia 65 tahun keatas di
Indonesia akan menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5
juta. Proyeksi pada tahun 2020 akan sebesar 7,2% (Aris Ananta, 1997) yang
hampir sepadan dengan porposi negara-negara maju saat ini. Untuk saat ini saja
diperkirakan di beberapa provinsi seperti DKI dan DIY penduduk kelompok usia
tersebut telah mendekati kondisi yang dicapai negara-negara maju sekarang.
Namun, penduduk berusia lanjut di Indonesia memiliki pula dimensi lain selain
presentasi terhadap populasi total seperti yang diuraikan di atas. Dimensi itu pula
meliputi: jumlah absolutnya yang besar, tingkat pendapatan yang rendah, tingkat
pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan tingkat
kesehatannya yang rendah pula, sehingga pada gilirannya akan berimplikasi pada
kebutuhan proses keperawatan. Bila ditinjau dari aspek biaya kesehatan, hal
seperti ini akan merupakan beban yang perlu diperhitungkan, mengingat bahwa
kenyataan ini bagaikan semacam perangkap dalam pengalokasian sember daya
kita yang secara keseluruhan semakin terbatas.
Pada table 2.1 dapat dilihat persentase penduduk menurut kelompok usia
di Indonesia pada kurun waktu 1990-1994.
Apabila penduduk usia lanjut dihitung mulai dari usia 60 tahun, maka
persentase kelompok tersebut terhadap total populasi berdasarkan sensus
penduduk adalah sebagaiman tertera pada Tabel 2.2. Berdasarkan Tabel 2.2

Universitas Sumatera Utara


19

tersebut, tampak bahwa peningkatan persentase penduduk usia 60 tahun keatas


antara tahun 1971-1980, serta tahun 1980- 1990 masih berkisar di bawah 1%. Jika
peningkatan persentase antara tahun 1990-2000 diperkirakan 0,9%, maka
persentase penduduk usia 60 tahun ke atas pada saat ini diproyeksi sebesar 7,2%
dari total populasi atau sekitar 14,9 juta orang.

Tabel 2.1 Persentase penduduk menurut kelompok usia di Indonesia 1990-1994


1990 1985 1987 1991 1994
(Sensus) (Supas) (SPI) (SDKI) (SDKI)
<15 40,9 39,4 36,9 36,2 35,0
15-64 55,9 59,3 59,3 59,9 60,4
65+ 3,2 3,8 3,8 3,9 4,6
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Median Usia - - - 21,5 22,8
Rasio Beban 78,9 73,1 68,6 67,2 65,8
Ketergantungan

Sumber:BPS,Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN, dan Depkes RI


Selanjutnya pada tabel 2.2 dapat dilihat laju peningkatan persentase penduduk
berusia 60 tahun keatas, yaitu pada tahun 1971,1980, 1990, dan 2000

Universitas Sumatera Utara


20

Tabel 2.2 Persentase penduduk berusia 60 tahun ke atas


Lebih pada tahun 1971, 1980,1990*, dan 2000**

Jumlah 60+ % Peningkatan


(dalam jutaan)
1971 5,3 4,5 -
1980 7,9 5,4 0.966
1990 11,2 6,2 0.482
2000 14,8 7,2 0,900

*Sumber: BPS, Sensus Penduduk.


** Angka pada tahun 2000 adalah proyeksi menurut hasil sensus 1995

Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagaai aspek


kehidupannya (fisik, mental dan ekonomi) seperti diuraikan terdahulu.
Mengantisipasi kondisi ini pengkajian masalah-masalh lanjut usia perlu
ditingkatkan, termasuk aspek keperawatanya, agar dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan serta menjamin tercapainya usia lanjut yang bahagia, berdaya guna
dalam kehidupan keluarga, dan masyarakat di Indonesia. (Tamher, S &
Noorkasiani, 2009)

2.3 Dampak Perubahan dan Reaksi yang Terjadi pada Usia Lanjut.
Kemunduran-kemunduran yang telah disebutkan itu mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan terhadap perasaan orang yang memasuki lanjut usia.
Jelas bila berbicara tentang menjadi tua, maka kemunduranlah yang paling banyak
akan dikemukakan tetapi disampingi berbagai macam kemunduran, ada sesuatu
yang dapat dikatakan justru meningkat dalam proses menua yaitu sensitifitas
emosional seseorang. Yang akhirnya menjadi sumber menjadi banyak masalah
pada masa menua. Coba dilihat sepintas mengenai beberapa dampak dari
kemunduran-kemunduran tersebut dari sifat semakin perasanya orang yang
memasuki lanjut usia, misalnya: kemunduran-kemunduran fisik yang berpengaruh

Universitas Sumatera Utara


21

terhadap penampilan seseorang. Pada umumnya usia dewasa muda, seseorang


dianggap tampil paling tampan dan paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi
pada dirinya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan, bahwa kecantikan
ataupun ketampananya yang mereka miliki mulai menghilang. Ini baginya berarti
kehilangan daya tarik dirinya.
Wanita biasanya lebih risau dan merasa tertekan oleh karena keadaan
tersebut. Sebab biasanya wanita dipuja orang karena kecantikan dan keindahan
fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa ini tidak mengalami atau
merasakan hal-hal yang serupa. Pada pria yang mengalami proses menua, tetap
menginginkan dirinya tetap menarik bagi lawan jenisnya.
Kecemasan yang timbul pada mereka yang merasa dirinya mulai menjadi
kurang menarik atau kelihatan kurang mampu itu, memberikan peluan yang besar
bagi produsen kosmetika, alat-alat kecantikan,alat-alat gerak badan dan obat-obat
awet muda. Berkaitan dengan perasaan kehilangan daya tarik tadi ada gejala-
gejala yang terlihat dalam keseimbangan hormonal yang menyebabkan
berkurangnya dorongan seks.
Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak
disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasa kecuali sedikit kemurungan dan
rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan
kadar hormone testosterone. Pada wanita terjadi menopause (berhenti haid).
Menopause terjadi dalam suatu proses yang kadang-kadang mengambil waktu
sampai 2 tahun.
Hal ini disebabkan oleh karena faal dari kandung telur lambat laun mulai
berkurang, sampai kemudian berhenti berfungsi sama sekali.

Di dalam kita melaksanakan perawatan usia lanjut sebagaimana yang kita


lihat adanya perubahan-perubahan tentu tidak bisa terlepas dari pelayanan
kesehatan yang ada dimasyarakat, apakah rumah sakit, panti jompo, klinik-klinik
dan puskesmas dan lain-lain. Semua ini perlu untuk membimbing dan membina
serta merawat usia lanjut . Pelayanan kesehatan diberikan kepada individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat. (Surbakti E, 1995)

Universitas Sumatera Utara


22

2.4 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut


Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2,
yakni;
a. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric
Service)
b. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric
Service).
Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan
masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para
akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya
kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan
berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter
praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas
berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui
klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik
promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif. Pelayanan kesehatan di kelompok
lansia meliputi pemeriksaan fisik, mental dan emosional. (Notoatmodjo, S, 2007)

2.4.1 Upaya Promotif yaitu:


Upaya menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap
dihargai dan tetap berguna baik dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang:

a. Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri.


b. Makanan dengan menu yang mengandungi gizi seimbang.
c. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.
d. Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

Universitas Sumatera Utara


23

e. Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai dengan


kemampuan.
f. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

2.4.2 Upaya Preventif yaitu:


Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun
komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.
Upaya preventif dapat berupa kegiatan antara lain:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini
penyakit-penyakit lansia.
b. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.
c. Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kaca mata, alat
bantu
dengar dan lain-lain agar usia lanjut tetap dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna.
d.Penyuluhan untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada
usia lanjut.

2.4.3 Upaya Kuratif yaitu:


Upaya pengobatan bagi lansia. Upaya kuratif dapat berupa kegiatan
sebagai berikut:
a. Pelayanan kesehatan dasar.
b. Pelayanan kesehatan spesialistik melalui sistem rujukan.

Universitas Sumatera Utara


24

2.4.4 Upaya Rehabilitasi yaitu:


Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun. Upaya
rehabilitasi dapat berupa kegiatan antara lain:
a. Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan
bebagai alat bantu misalnya kaca mata, alat bantu dengar dan lain-lain agar lansia
tetap
dapat membirakan karya dan tetap merasa berguna sesuai kebutuhan dan
kemampuan.
b. Mengembalikan keprcayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental
penderita.
c. Pembinaan usia lanjut dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifkan
didalam
maupun diluar rumah.
d. Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
e. Perawatan fisioterapi. (Surbakti E, 1995)

2.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan


Adapun jenis pelayanan kesehatan dapat diberikan antara lain:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputinkegiatan dasar dalam
kehidupan seperti mandi, makan minum berjalan dan lain-lain.
2. Pemeriksaan status mental.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.
4. Pengukuran tekanan darah.
5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam air
seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetis mellitus, dan pemeriksaan
protein dalam air seni sebagai deteksi awal penyakit ginjal.
6. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.
7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan
yang dihadapi oleh individu atau kelompok lans

Universitas Sumatera Utara


25

8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan


tindakan kuratif insidential. Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan
kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan harus
diintergasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama,
pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.

Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperlukan kualitas pelayanan


yang baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian komprehensif
yang meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental psikologis, sosial, nutrisi
lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim multidisiplinier.
Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan geriatrik terpadu.

Pelayanan kesehatan geriatrik terpadu bagi lansia berdaarkan fasilitas yang


dimilikinya untuk pasien geriatrik dikategorikan sebagai berikut:

1. Pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik)


Jenis kegiatan yang dapat dilakukan berupa pengkajian, konsultasi,
pemeriksaan, penyuluhan, dan supervisi ke puskesmas. Bentuk fasilitas
pelayananya berupa poliklinik, sedangkan sumber daya manusia yang diperlukan
adalah internist-geriatrist, perawat geriatrik, ahli gizi, dan pekerja sosio-medik.

2.Pelayanan sedang (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang)


Pelayanan sedang merupakan gabungan antara pelayanan tingkat
sederhana yang ditambah terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, rekrasi dan
pemeriksaan maupun perawatan gigi-mulut sederhana. Adapun bentuk fasilitas
pelayanannya berupa poliklinik dan day hospital . Dengan demikian sumber daya
yang diperlukan disesuaikan dengan jenis pelayanan tersebut.

3. Pelayanan lengkap (memiliki fasilitas poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut,
dan kronik). Pada tingkat ini, jenis pelayanan maupun SDM relatif sama dengan
tipe sedang namun memiliki ruang rawat akut.

Universitas Sumatera Utara


26

4. Pelayanan paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha)


Pada tingkat paripurna, selain semua jenis pelayanan yang terdapat di
tingkat lengkap ditambah dengan ruang rawat kronik atau panti werdha.
Dewasa ini , Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program
kesehatan bagi lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan
Kelompok Usia Lanjut dan Posyandu Usia lanjut (Pedoman Puskesmas Santun
Usia Lanjut, Depkes RI, 2005)

2.4.6 Puskesmas Santun Usia Lanjut


Puskesmas Santun Lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan
proaktif bagi usia lanjut untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan
kemandirian usia lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, di
samping aspek keratif dan rehabilitatif.
Puskesmas Santun Lansia mempunyai cirri-ciri seperti berikut:
a. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan
b. Memberukan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu
d. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatanya agar tetap sehat dan mandiri
e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak
mungkin
sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.
f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait di
tingkat
kecamatan dengan asa kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.

Universitas Sumatera Utara


27

2.4.7 Pembinaan Kelompok Lanjut Usia.


Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan
terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sasaran langsung
1. Pra-usia lanjut 45-59 tahun
2. Usia Lanjut 60-69 tahun.
3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia
lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

b. Sasaran tidak langsung


1. Keluarga dimana usia lanjut berada.
2. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.
3. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
4. Masyarakat luas.

c. Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui


Puskesmas adalah:
1) Pendataan sasaran usia lanjut
Kegiatan ini dilakukan paling tidak 2 kali setahun yang lebih
efektif
bila dilakukan bekerja sama dengan petugas desa atau kelurahan
setempat
dan dibantu oleh kader dasawisma.
2) Penyuluhan kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam
usia lanjut maupun rekreasi bersama.
3) Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara
Berkala yang dilakukan setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut
(Posyandu/ Posbindu/ Karang Lansia, dan lain-lain) atau di Puskesmas
Dengan instrumen KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang
merupakan teknologi tepat guna.

Universitas Sumatera Utara


28

4) Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai


kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.
5) Upaya rehabilitative (pemulihan) berupa upaya medik, psikososial dan
edukatif yang dimaksudkan untuk mengembalikan semaksimal
mungkin kemampuan fungsional dan kemandirian hidup.
6) Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sector terkait melalui
asas kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan
yang dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.
7) Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran
serata dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia
lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan
Dana Sehat.
8) Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat
dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara
berkala untuk menentukan strategi,target dan langkah-langkah
selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

2.4.8 Posyandu Lansia


Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang
dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada
pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala,
peningkatan pendalaman agama, dan pengelolaan dana sehat.

Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai


program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia
yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu:

1. Kesejahteraan sosial dan jaminan sosial

Universitas Sumatera Utara


29

Bertujuan untuk meningkatkan kualitas penghidupan dan kehidupan para


lanjut usia dengan memelihara dan meningatkan taraf kesejahteraan sosial mereka
serta melembagakan usaha kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia. Selain itu,
program ini juga bertujuan untuk memelihara, memberil perlindungan, dan
meningkatkan taraf kesejahteraan para lanjut usia. Berbagai kegiatan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia antara lain:
a) Peningkatan jumlah dan mutu pensiun.
b) Peningkatan penyuluhan dan bimbingan usaha kesejahteraan sosial bagi para
lanjut usia.
c) Peningkatan panti petirahan dan panti rehabilitasi sosial bagi lanjut usia.
d) Peningkatan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para yang
berbasis masyarakat.
e) Penyediaan bantuan sosial bagi lansia terlantar.
f) Pembinaan dan pengaturan peran serta para relawan lansia dalam kegiatan
kesejahteraan sosial.
g) Penyelenggaraan akomodasi hostel type bagi lansia.
h) Pengembangan sistem jaminan sosial hari tua.
i) Pengembangan asuransi kesejahteraan sosial bagi usia lanjut.
j) Pengembangan sistem asuransi tenaga tenaga kerja lanjut usia.
k) Perlindungan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dari penganiayaan dan
perlakuan salah dan atau korban kekerasan/kejahatan.

2. Peningkatan sistem pelayanan kesehatan.


Bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan para
lanjut usia dengan menanamkan pola hidup sehat. Program pokok kesehatan bagi
lanjut usia diprioritaskan pada upaya pencegahan penyakit(preventive) dan
peningkatan kesehatan (promotive) tanpa mengabaikan upaya pengobatan
(curative) dan upaya penyembuhan (rehabilitative). Pelayanan kesehatan bagi
para lanjut usia yang tergolong miskin dan tidak mampu diupayakan untuk dapat
diberikan secara subsidi melalui prosedur yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara


30

Berbagai kegiatan pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia yang


dikembangkan dalam program ini antara lain:
a) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan lanjut usia.
b) Pengembanga program pemberian makanan tambahan (gizi) bagi lanjut usia.
c) Peningkatan mutu perawatan kesehatan bagi lanjut usia dalam keluarga.
d) Peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan lanjut usia.
e) Pengembangan lembaga hospitium terutama untuk perawatan lanjut usia yang
menderita penyakit kronik yang berprognosis buruk dan atau menderita
penyakit terminal.
f) Pengembangan upaya kesehatan reproduksi lanjut usia di sarana pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.
g) Pengembangan Program Jaminan Pmeliharaan Kesehatan Masyarakt (JPKM)
sebagai basis utama pendanaan untuk pemeliharaan kesehatan lanjut usia.

3. Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, bertujuan untuk:

a) Menggalakan, membina, dan meningkatkan peran keluarga untuk semakin


membudayakan dan melembagakan kegiatan sehari-hari seluruh anggota
keluarga dalam memberikan pelayanan, pembinaan kualitas dan peningkatan
kesejahteraan kepada anggota keluarganya yang berusia lanjut.
b) Menggalakkan, membina, dan meningkatkan peran seta masyarakat, organisasi
sosial. LSM, dan sektor swasta dalam kegiatan pelayanan bagi lajut usia di
berbagai bidang.
c) Memelihara, memperkuatkan, dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya bangsa
yang menghormati, menghargai, dan memberikan perhatian terhadap para
lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.

d) Memberdayakan lansia untuk tetap berperan sebagai panutan dan teladan dalam
memelihara dan meneruskan nilai dan norma pada anak dan cucunya.

Universitas Sumatera Utara


31

4. Peningkatan kualitas hidup lansia bertujuan untuk:

a) Memberikan kesempatan bagi para lanjut usia yang potensial untuk


meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, baik untuk berkarya lebih
lanjut ataupun untuk pengembangan hobi mereka melalui lembaga-lembaga
pendidikan dan pelatihan formal maupun non-formal.
b) Memberikan kesempatan dengan memberdayakan para lanjut usia yang
potensial dan produktif untuk berkarya sesuai dengan kemampuan, pengetahuan,
dan pengalamannya.
c) Meningkatkan dan memantapkan iman dan ketakwaan para lansia sesuai
agamanya atau kepercayaanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta memandu
pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Peningkatan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia.


Program ini bertujuan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki oleh
undang-undang dasar dan sebagai pernyataan rasa hormat dan penghargaan
kepada para lanjut usia dengan memberikan kemudahan khusus bagi para lanjut
usia untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari maupun dalam melaksanakan kerja
dan melakukan perjalanan. Beberapa kegiatan dalam program pokok ini antara
lain:
a) Pemberian keringanan biaya pelayanan kesehatan.
b) Pelayanan sarana transportasi bagi lanjut usia.
c) Penyediaan sarana rekreasi dan olahraga bagi para lanjut usia.
d) Pemberian kemudahan pariwisata bagi lanjut usia.
e) Pemberian KTP seumur hidup.
f) Pelayanan konsultasi kesehatan reproduksi bagi lansia.
Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan
kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup
dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi dari
strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan

Universitas Sumatera Utara


32

demikian, ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat


diminimalkan.
Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendpatkan
perhatian yang serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan
kesejahteraan lansia melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut
sebagai paradigma sehat. Paradigma sehat adalah wawasan pembangunan yang
berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dengan
lebih menekankan kepada upaya preventif, prommotif tanpa mengabaikan
penduduk yang sakit. Untuk itu diperlukan beberapa hal, yaitu:
a) Publikasi atau kampenya bentuk-bentuk pelayanan kesehatan lansia
b) Pemaksimalan peran institusi kesehatan seperti posyandu, pustu, puskesmas,
dan pusat-pusat pelayanan kesehatan lainya untuk kepentingan lansia.
c) Peningkatan profesionalitas sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan
lansia.
d) Penyediaan obat-obatan dan perawatan kesehatan yang efektif dan terjangkau
oleh lansia termasuk didalamnya cara-cara alternatif lewat pengobatan tradisional
dan sebagainya.
Mengingat fisik lansia yang lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa
menggunakan berbagai sarana dan prasarana maka upaya pemantapan pelayanan
kesehatan lainnya adalah penyediaan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan lansia melakukan aktivitasnya dan sebagai
bentuk penghormatan kepada generasi tua yang telah banyak berkorban ketika
masih muda. Upaya itu antara lain penyediaan sarana dan fasilititas khusus bagi
lansia yang diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan lansia, penyediaan
sarana dan fasilititas khusus bagi lansia dengan melibatkan peran serta
masyarakat, dan sebagainya. (Notoatmodjo, S, 2007)

2.5 Asuhan Keperawatan pada Usia Lanjut


Pengkajian Keperawatan
Tujuan perawatan pada lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan
mereka secara umum, serta memperbaiki/mempertahankan kapasitas fungsional.

Universitas Sumatera Utara


33

Keduanya bertujuan agar lansia dapat tetap dipertahankan dirumahnya


untuk mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kualitas hidupnya sehari-hari
dan mengoptimalkan kapasitas fungsionalnya. Pengkajian yang menyeluruh pada
lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi:
1. Mengidentifikasi status kesehatannya(anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2. Status gizi
3. Kapasitas fungsional
4. Status psikososial
5. Masalah lainya yang dihadapi secara individual. (Tamher,S&Noorkasiani,
2009)

2.6 Mutu Pelayanan Kesehatan


2.6.1 Pengertian Mutu
Persepsi tentang mutu suatu organisasi pelayanan sangat berbeda-beda
karena bersifat sangat subjektif, di samping itu selera dan harapan pengguna
pelayanan selalu berubah-ubah.
Banyak pengertian tentang mutu, antara lain berikut ini:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang diamati
(winston Dictionary,1956)
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian,1980)
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang
didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para
pengguna ( Din ISO 8402, 1986)

Dari batasan ini, dapat dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat
diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat
kesempurnaan, sifat, wujud, serta ciri-ciri pelayanan kesehatan, ataupun terhadap
kepatuhan terhadap standar pelayanan. Dalam praktik sehari-hari melakukan
penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan
tersebut bersifat multi dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang
kepentingan masing-masing dapat melakukan penilaian dari dimensi berbeda.

Universitas Sumatera Utara


34

Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.


1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk serta penyelenggaraanya sesuai dengan standar dan kode etik
profesi (Azrul Aswar, 1996)
2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui
peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien,
keluarga, dan lainya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter: karyawan
(Mary R. Zimmerman)
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar,efisien dan efektif serta diberikan secara
aman dan memuaskan sesuai norma,etika, hukum, dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat
konsume. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:
1. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap, sesuai dengan
kebutuhan, dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang
memenuhi standar.
3. Menurut manajer/administrator adalah mendorong manajener untuk mengatur
staf dan pasien/masyarakat dengan baik.
4. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga
profesional yang bermutu dan cukup. Untuk mengatasi adanya perbedaan
dimensi tentang masalah mutu pelayanan kesehatan seharusnya pedoman yang
dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggarakanya pelayanan kesehatan
tersebut. Yang dimaksudkan dengan hakekat dasar tersebut adalah memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila
berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfication) terhadap
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Universitas Sumatera Utara


35

Jadi yang dimaksudkan dengan mutu pelayanan kesehatan adalah


menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan adalah dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan
tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu
yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya
tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena
kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang
yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu
pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu, sering pula ditemukan pelayanan
kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau
dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
Untuk mengatasi masalah ini, telah disepakati bahwa pembahasan tentang
kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan mengenal
paling tidak dua pembatasan.

1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien.


Pembatasan pertama telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien.
Untuk menghindari adanya subjektivitas individual yang dapat mempersulit
pelaksanaan program penjagaan mutu, maka ditetapkan bahwa ukuran yang
dipakai untuk mengukur kepuasan di sini bersifat umum yakni sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan
Pembatasan kedua telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam
menimbulkan rasa puas diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai
jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan
kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan
kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang
bermutu. Dengan kata lain dalam pengertian mutu pelayanan kesehatan tercakup
pula kesempurnaan tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkanya.

Universitas Sumatera Utara


36

2.6.2 Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan


Pemberian pelayanan adalah pejabat/pengawai instansi pemerintahan yang
melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan, sedangkan penerima
pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi
pemerintah. Karakteristik pelayanan umum menurut SK Menpan No 81/1993
mengandung unsur kesederhanaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, serta ketepatan
waktu.
Dalam pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua elemen dasar mutu yaitu:
1) Layanan teknik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis bagi
kedokteran atau ilmu kesehatan lainya ke dalam penaganan masalah kesehatan.
2) Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen interaksi sosial
dan psikososial antara pasien dan praktisi kesehatan lainya, misalnya dokter dan
perawat; serta kenyamanan (amenities yaitu menggambarkan berbagai kondisi
seperti ruang tunggu yang menyenangkan, ruang periksa yang nyaman dll.)
Sampai saat ini, telah ditawarkan berbagai ukuran mutu pelayanan dengan
penilaian yang saling berbeda, serta cara pengukuran yang beraneka ragam.
Menurut lembaga Administrasi Negara terdapat beberapa kesamaan ukuran mutu
pelayanan yang sering dijumpai di berbagai kajian yaitu:
1) Proses pelayanan dilakukan sesuai prosedur.
2) Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan.
3) Tidak bertentangan dengan kode etik.
4) Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan dan petugas pelayanan.
5) Pelayanan mendatangkan keuntungan bagi lembaga penyedia layanan.

2.6.3 Dimensi mutu yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan


Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan sangat sulit diukur dan lebih
bersifat subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa
dimensi/karakteristik sebagai berikut:

1. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dan pemberi


jasa

Universitas Sumatera Utara


37

2. Credibility, kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.


3. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.
4. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima
jasa atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan
pemakai jasa.
5. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus
diukur atau dibuat standarnya.
6. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa.
7. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan
penerima jasa.
8. Competence, yaitu kemampuan atau ketrampilan pemberi jasa yang dibutuhkan
setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima
jasa.
9. Acess, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan.
10.Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, dan kesamaan dalam hubungan
personel.

Penyampaian jasa pelayanan kepada pelanggan kadang-kadang diterima


tidak sesuai dengan harapan sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
penyampaian jasa sebagai berikut:
1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan prinsip manajemen. Manajemen
tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa. Manajemen
mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan
standar kinerja secara spesifik.
3. Kesenjangan antara spesifikasi antara mutu jasa dan penyampaian jasa. Petugas
mungkin kurang terlatih, tidak mampu, atau tidak mau memenuhi standar.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan
pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


38

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Hal ini terjadi
bila pelanggan mengukur kinerja dengancara yang berbeda dan memiliki persepsi
yang keliru mengenai mutu jasa. (Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009)

2.7 Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang
terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun
tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara
pelayanan, petugas kesehatan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas
dan obat-obatan. (Notoatmodjo, S, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai