Anda di halaman 1dari 10

Status Vitamin D pada Neonatus dan Risiko Sepsis Neonatal

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengevaluasi kadar 25-hidroksivitamin D [25(OH)D] maternal


dan neonatal serta efek dari kadar 25(OH)D pada perkembangan sepsis neonatal.
Metode: Penelitian prospektif ini dilakukan di unit perawatan intensif neonatal di
Rumah Sakit Kedokteran /Universitas Biruni antara November 2017 dan
September 2018. Lima puluh satu bayi yang mengalami sepsis dan 56 bayi
sebagai kontrol dilibatkan dalam penelitian ini. Sampel darah untuk whole blood
count, CRP, Ca, P, ALP, 25(OH)D dan kultur diperoleh dari semua neonatus.
Hasil: Kadar vitamin D rata-rata untuk neonatus dan ibu mereka ditemukan
berturut-turut sebanyak 12,4 ± 8,5 ng / ml dan 13 ± 8,7 ng / ml. Ada korelasi yang
signifikan antara kadar 25(OH)D ibu dan bayi baru lahir (r = 0,72, p <0,01).
Jumlah bayi baru lahir yang kekurangan vitamin D secara signifikan lebih tinggi
ditemukan pada kelompok sepsis (n = 31, 60,8%) dibandingkan pada kelompok
kontrol (n = 30, 53,6%; p = 0,00), sesuai dengan kadar vitamin D yang secara
signifikan lebih rendah pada kelompok sepsis (11 ± 5,5 ng / ml vs 13,8 ± 10,6 ng /
ml; p = 0,012). Demikian pula, kadar vitamin D ibu secara signifikan lebih rendah
pada kelompok sepsis dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,8 ± 5,6 ng / ml
vs 14,9 ± 10 ng / ml; p = 0,001).
Kesimpulan: Temuan kami menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan antara
kekurangan vitamin D dan kejadian sepsis neonatal.
Kata kunci : Vitamin D, Sepsis, Neonatus

PENDAHULUAN

Vitamin D adalah prohormon yang larut dalam lemak dan diproduksi dalam
kulit manusia yang terpapar oleh radiasi ultraviolet. Vitamin D memainkan peran
penting dalam homeostasis kalsium dan fosfor. Meskipun defisiensi vitamin D
umumnya terkait dengan gangguan mineralisasi tulang, ada beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa vitamin D juga berperan dalam fungsi imun. Reseptor
vitamin D banyak diekspresikan pada jaringan dan sel epitel dari sistem imun.
Bentuk aktif vitamin D yaitu 1,25-dihydroxyvitamin D (1,25(OH)2D), bekerja
sebagai modulator imun untuk merangsang sistem imun bawaan.

Dalam beberapa penelitian pada orang dewasa kadar vitamin D yang rendah
telah ditemukan terkait dengan predisposisi sepsis. Begitu juga dengan beberapa
penelitian pada anak-anak, hubungan signifikan telah ditunjukkan antara
defisiensi vitamin D, infeksi saluran pernapasan dan sepsis. Namun demikian,
data tentang peran vitamin D dalam sepsis neonatal cukup terbatas. Sepsis neontal
mengacu pada bakteremia serta tanda dan gejala klinis terkait yang terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Ini adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
kematian pada neonatus. Karena sistem imun bayi baru lahir belum sepenuhnya
berkembang, mereka relatif mengalami imunokompromi, sehingga mereka rentan
terhadap infeksi.

Dalam studi prospektif ini, kami bertujuan untuk mengevaluasi status


vitamin D ibu dan bayi baru lahir serta efek kadar vitamin D pada perkembangan
sepsis neonatal.

METODE

Penelitian prospektif ini dilakukan di unit perawatan intensif neonatus di


Rumah Sakit Kedokteran/Universitas Biruni antara November 2017 dan
September 2018. Protokol penelitian telah disetujui oleh komite etik universitas
dan informed consent tertulis diperoleh dari semua ibu.

Kriteria eksklusi untuk bayi baru lahir meliputi adanya ketentuan berikut:
penyakit atau malformasi kongenital, penyakit metabolisme, small for gestational
age (SGA), prematuritas, neonatus kembar, penggunaan terapi antibiotik saat
masuk, dan usia di atas 28 hari. Kriteria eksklusi untuk ibu termasuk kurang gizi,
metabolisme atau penyakit kronis, kehamilan kembar, penggunaan obat-obatan,
korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan usia kurang dari 20 tahun atau di atas 40
tahun.

Kelompok studi terdiri dari neonatus cukup bulan dengan temuan


laboratorium dan klinis sepsis, yang selanjutnya dikategorikan sebagai onset dini
(EOS; dalam ≤3 hari kelahiran) atau onset lambat (LOS; setelah tiga hari
kelahiran) sepsis neonatal. Fitur demografis termasuk usia kehamilan, jenis
kelamin, berat, metode kelahiran, skor Apgar, musim dan temuan prenatal dicatat.
Sampel darah untuk whole blood count, protein C-reaktif (CRP), dan kultur
diperoleh dari semua neonatus dengan dugaan sepsis saat masuk dan parameter
hematologi dievaluasi berdasarkan sistem penilaian Manroe dan Rodwell.
Neonatus dikategorikan menjadi 4 kelompok (high probable sepsis: Kelompok-I,
probable sepsis: Kelompok-II, possible sepsis: Kelompok-III dan tidak ada sepsis:
Kelompok-IV) sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Gitto et al. Neonatus
di kelompok 1,2 dan 3 disebut sebagai kelompok sepsis dan yang lain tanpa tanda
- tanda sepsis neonatal dimasukkan pada kelompok kontrol, yang terdiri dari bayi

yang didiagnosis dengan transient tachypnea of the newborn (TTN) atau

hiperbilirubinemia neonatus.

Fitur demografis ibu seperti usia, jenis kelamin, paritas, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan faktor-faktor yang terkait dengan status vitamin
D mereka (paparan sinar matahari, asupan vitamin D, gaya pakaian dan musim)
dicatat. Memakai pakaian tradisional yang menutupi lengan, kaki dan kepala
digolongkan sebagai gaya pakaian yang tertutup. Paparan sinar matahari yang
terbatas didefinisikan sebagai menghabiskan waktu kurang dari 30 menit di luar
saat siang hari. Para ibu juga diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan
asupan vitamin D harian mereka: tidak ada, tidak cukup (tidak teratur atau dosis
rendah) dan cukup. Di Turki, program suplementasi vitamin D telah beroperasi,
dengan ketentuan harian 1.200 IU vitamin D untuk semua wanita hamil dari
trimester awal hingga enam bulan setelah melahirkan.

Sampel darah untuk kalsium (Ca), fosfor (P), alkaline phosphatase (ALP)
dan 25(OH)D diperoleh dari semua peserta saat masuk. Kadar 25 (OH) D diukur
dengan enzyme-linked fluorescent assay pada Architect i2000SR analyzer
(Laboratorium Abbott, AS) dan Ca, Tingkat P, ALP serta CRP diukur dengan
metode fotometri pada Architect C8000 analyzer (Laboratorium Abbott, AS).
Pengukuran hitung darah lengkap dilakukan dengan menggunakan th Cell-Dyn
Ruby System (Laboratorium Abbott, AS). Kadar vitamin D 25(OH)
diklasifikasikan menurut pedoman dari Endocrine Society; sebagai cukup untuk
>20 ng/ml (>50 nmol/l), tidak cukup untuk 12-20 ng / ml (30-50 nmol / l), dan
defisiensi untuk <12 ng / ml (30 nmol / l). Para peserta diklasifikasikan ke dalam
3 grup berdasarkan pembagian tersebut.

Data dianalisis menggunakan Program Statistik SPSS 20. Variabel


deskriptif diekspresikan sebagai mean, median, standar deviasi, minimum,
maksimum dan persentase. Perbedaan antar kelompok dievaluasi menggunakan
Student's-t test, Chi squared test, Mann-Whitney U test, sedangkan korelasi antara
data kuantitatif dianalisis dengan Uji korelasi Spearman. Nilai p kurang dari 0,05
dianggap signifikan.

HASIL

Penelitian ini meliputi 107 neonatus (41 perempuan, 66 laki-laki), di mana


51 (47,7%) berada di kelompok sepsis dan 56 (52,3%) pada kelompok kontrol.
Usia kehamilan rata-rata adalah 38 ± 1,3 minggu, dan berat lahir rata-rata adalah
3,338 ± 482 g. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang
berkaitan dengan usia kehamilan, berat lahir, metode kelahiran, dan skor Apgar.
Jumlah bayi baru lahir laki-laki secara signifikan lebih banyak pada kelompok
sepsis (p=0,01). Neonatus pada kelompok sepsis secara signifikan memiliki kadar
CRP yang lebih tinggi (p=0,01) dan jumlah platelet yang secara siginifikan lebih
rendah (p=0,01) (Tabel I).

Tabel-I. Karakteristik klinis dari bayi baru lahir dengan atau tanpa sepsis
Kelompok Sepsis Kelompok Kontrol
(n=51) (n=56) p
(Mean±SD) (Mean±SD)
Usia kehamilan 1
38,1±1,5 38,2±0,9 0,74
(minggu)
Jenis kelamin
Perempuan 11 (21,6%) 30 (53,6%) 2
0,01*
Laki-laki 40 (78,4%) 26 (46,4%)
1
Berat lahir (g) 3346±574 3331±401 0,43
Cara melahirkan
Normal 41 (80,4%) 36 (64,3%) 2
0,06
Cesarean 10 (19,6%) 20 (35,7%)
1
Skor Apgar menit 1 8±1 8±1 0,7
1
Skor Apgar menit 5 9±1 9±1 0,6
1
CRP (mg/L) 17,9±15 1,9±2,1 0,001*
Leukosit (/mm3) 16278±6782 17841±6999 1
0,32
3 1
Platelet (/mm ) 224989±103104 26691±66060 0,04**
*Signifikan secara statistik pada 0,01, **Signifikan secara statistik pada 0,05;
1
Student’s t-test, 2Chi-squared test

Ibu-ibu dari bayi baru lahir dalam dua kelompok tidak berbeda secara
signifikan sehubungan dengan usia, jumlah kelahiran, tingkat sosial ekonomi,
paparan matahari tiap hari, dan gaya pakaian. Jumlah ibu yang mengonsumsi
vitamin D selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan
pada kelompok sepsis (p = 0,02). Berdasarkan distribusi musiman dari kelahiran,
jumlah kelahiran pada musim dingin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
sepsis (p = 0,016) (Tabel-II).

Tabel-II. Karakteristik maternal dari bayi baru lahir


Kelompok Sepsis Kelompok Kontrol
(n=51) (n=56) p
(Mean±SD) (Mean±SD)
1
Usia (tahun) 30±6 30±4 0,93
Paritas
1 23 (45,1%) 21 (37,5%)
2
2 18 (35,3%) 21 (37,5%) 0,69
≥3 10 (19,6%) 14 (25%)
Status sosio-ekonomi
Rendah 10 (19,6%) 9 (16,1%)
2
Sedang 38 (74,5%) 42 (75%) 0,77
Tinggi 3 (5,9%) 5 (8,9%)
Tingkat pendidikan
Primer 12 (23,5%) 8 (14,3%)
2
Sekunder 25 (49%) 28 (50%) 0,41
Tinggi 14 (27,5% 20 (35,7%)
Asupan vit. D
perhari
Tidak ada 16 (31,4%) 16 (28,6%)
2
Insufisien 27 (52,9%) 19 (33,9%) 0,02
Sufisien 8 (15,7%) 21 (37,5%)
Paparan sinar
matahari
Ya 12 (23,5%) 13 (23,3%) 2
0,06
Tidak 39 (76,5%) 43 (76,8%)
Gaya berpakaian
Tertutup 35 (68,6%) 33 (58,9%) 2
0,3
Tidak tertutup 16 (31,4%) 23 (41,1%)
Musim
Dingin 27 (52,9%) 15 (26,8%)
Semi 11 (21,6%) 17 (30,4%) 2
0,016*
Panas 5 (9,8%) 16 (28,6%)
Gugur 8 (15,7%) 8 (14,3%)
*Signifikan secara statistik pada 0,05; Student’s t-test, Chi-squared test
1 2

Secara keseluruhan, kadar rata-rata dari 25(OH)D adalah 12,4±8,5 ng/ml


pada bayi dan 13±8,7 pada ibu, dengan korelasi yang signifikan antara kadar
25(OH)D pada ibu dan bayi (r=0,72, p<0,01). Defisiensi vitamin D dapat
ditemukan pada 61 bayi baru lahir (57%) dan 55 ibu (51,4%). Jumlah bayi baru
lahir dengan defisiensi vitamin D pada kelompok sepsis (n=31, 60,8%) lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (n=30, 53,6%;
p=0,00), yang juga sesuai dengan kadar vitamin D yang lebih rendah secara
signifikan pada kelompok sepsis (11±5,5 ng/ml vs. 13,8±10,6 ng/ml; p=0,012).
Sama halnya, kadar vitamin D ibu pada kelompok sepsis ditemukan lebih rendah
secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,8±5,6 ng/ml vs
14,9±10 ng/ml; p=0,001). Tidak ada perbedaan berarti pada marker laboratorium
lain untuk bayi baru lahir dan ibu seperti Ca, P dan ALP di kedua kelompok
(Tabel-III, IV).

Tabel-III. Hasil laboratorium bayi baru lahir


Kelompok Sepsis Kelompok Kontrol p
Jumlah bayi 51 (47,7%) 56 (52,3%)
25 (OH)D 11,0 ± 5,5 13,8 ± 10,6 1
0,012*
(ng/ml)(mean±SD)
2
Ca (ng/ml)(mean±SD) 8,7 ± 1,2 8,9 ± 0,7 0,36
2
P (ng/ml)(mean±SD) 5,9 ± 0,9 5,9 ± 0,9 0,74
2
ALP (ng/ml)(mean±SD) 163 ± 58 162 ± 48 0,91
*Signifikan secara statistik pada 0,05; 1Mann-Whitney U test, 2Student’s t test
Tabel-IV. Hasil laboratorium ibu
Kelompok
Kelompok Sepsis p
Kontrol
Jumlah bayi 51 (47,7%) 56 (52,3%)
25 (OH)D 10,8 ± 5,6 14,9 ± 10 1<
0,001*
(ng/ml)(mean±SD)
2
Ca (ng/ml)(mean±SD) 9,0 ± 0,5 8,8 ± 0,4 0,10
2
P (ng/ml)(mean±SD) 3,9 ± 0,5 4,3 ± 1,0 0,42
2
ALP (ng/ml)(mean±SD) 115 ± 38 116 ± 30 0,91
*Signifikan secara statistik pada 0,05; 1Mann-Whitney U test, 2Student’s t test

Di antara 51 bayi baru lahir dengan sepsis, 39 (76,5%) dan 12 (23,5%) di


antaranya terbukti memiliki sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat secara
berurutan. Bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini (10,4±5,7 ng/ml) memiliki
kadar vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi baru lahir yang
memiliki sepsis awitan lambat (12,8±4,3 ng/ml), namun perbedaan di antara
keduanya tidak signifikan secara statistik (p=0,075). Namun demikian, kadar rata-
rata vitamin D pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini berbeda secara
signifikan dibandingkan dengan yang berada pada kelompok kontrol (p=0,02),
beda halnya dengan bayi baru lahir dengan sepsis awitan lambat (p=0,07). Kadar
rata-rata vitamin D cenderung sama pada pasien dengan kultur darah yang positif
(n=11; 10,4±5,4 ng/ml) dan negatif (n=40; 11±5,3 ng/ml) dan pada bayi baru lahir
di kelompok kontrol (p=0,7; p=0,2).

PEMBAHASAN

Keberadaan reseptor vitamin D pada sel-sel sistem imun selain pada


sistem ekstraskeletal telah mengundang perhatian mengenai efek vitamin D pada
sistem imun, terutama yang berhubungan dengan sepsis. Namun demikian, proses
patologis yang mendasarinya masih belum jelas. Reseptor-reseptor vitamin D
dapat ditemukan di sel T CD4 dan CD8, sel B, neutrofil, makrofag, dan sel
dendritik yang berperan dalam respons imun bawaan dan adaptif. Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa vitamin D memiliki efek supresi pada
proliferasi dan produksi antibodi dari sel T dan sel B, serta respon imun dari
monosit dan sel dendritik. Penemuan ini mendukung gagasan bahwa vitamin D
kemungkinan berperan dalam proses autoimun. Dalam studi-studi mengenai
sistem imun bawaan, ditemukan bahwa vitamin D mengaktifkan toll-like
receptors (TLR), yang berakibat mengiduksi produksi dari peptida-peptida seperti
katelisidin dan beta-defensin yang memiliki efek antimikroba terhadap bakteria,
virus, dan jamur. Penelitian-penelitian in vitro lama menunjukkan bahwa vitamin
D mempunyai efek inhibisi pada Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia coli, akan tetapi efeknya terhadap infeksi
jamur dan parasit masih belum jelas.

Dalam sebuah meta-analisis, disebutkan bahwa defisiensi vitamin D


merupakan sebuah faktor risiko untuk infeksi dan sepsis, yang berujung pada
peningkatan mortalitas pada pasien dewasa di ICU. Madden et al. mengevaluasi
kadar vitamin D pada pasien kritis anak-anak dan menemukan tingginya angka
defisiensi vitamin D (40%), yang juga berhubungan dengan meningkatnya
keparahan penyakit saat admisi. Sebaliknya, Ponnarmeni et al. melaporkan bahwa
tidak ada hubungan antara rendahnya kadar vitamin D dengan peningkatan
keparahan penyakit pada pasien kritis anak-anak dengan sepsis.

Terdapat beberapa penelitian yang mempelajari tentang hubungan antara


sepsis dan vitamin D pada masa neonatus. Cetinkaya et al. melaporkan rata-rata
dari kadar vitamin D pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini adalah
sebesar 8,6 ng/ml, sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebesar 19 ng/ml.
Selain itu, Kanth et al. juga menemukan kadar vitamin D yang lebih rendah secara
signifikan pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini dibandingkan dengan
kelompok kontrolnya (14,6 ng/ml vs 26,4 ng/ml). Gamal et al. tidak hanya
menemukan adanya kadar vitamin D yang lebih rendah secara signifikan pada
pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini dibandingkan dengan kelompok
kontrolnya, namun juga adanya korelasi negatif yang signifikan antara kadar
vitamin D dan semua marker sepsis. Yang perlu diperhatikan adalah, semua
penelitian-penelitian ini melaporkan adanya korelasi positif antara kadar vitamin
D pada ibu dan bayi. Penemuan kami selaras dengan hasil dari penelitian-
penelitian di atas mengenai kadar vitamin D pada ibu dan bayi dalam konteks
sepsis bayi baru lahir, namun dengan sebuah perbedaan yang jelas. Studi-studi
sebelumnya hanya mengevaluasi kadar vitamin D pada bayi baru lahir dengan
sepsis awitan dini, sedangkan penelitian kami melingkupi semua bayi baru lahir
baik dengan sepsis awitan dini maupun sepsis awitan lambat. Meskipun kadar
vitamin D pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat
tidak berbeda jauh secara signifikan, hanya bayi baru lahir dengan sepsis awitan
dini yang memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrolnya. Penemuan ini dapat memberikan
wawasan baru mengenai peran kadar vitamin D yang berhubungan dengan sepsis
awitan dini dan sepsis awitan lambat. Adanya penemuan tentang kadar vitamin D
yang lebih rendah secara signifikan pada bayi baru lahir dengan sepsis awitan dini
dan tentang korelasi antara kadar vitamin D pada ibu dan bayi baru lahir dapat
menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah dapat menjadi faktor
predisposisi bayi baru lahir untuk terkena sepsis awitan dini, sedangkan sepsis
awitan lambat lebih mungkin didapat dari faktor nosokomial maupun lingkungan
dan bukan dari kadar vitamin D.

Dari segi demografik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan


kelahiran, hanya bayi laki-laki yang secara signifikan predominan di antara bayi-
bayi baru lahir dengan sepsis. Hal ini merupakan fakta yang telah diketahui secara
luas, bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan sebuah faktor resiko dari sepsis di
masa neonatus, yang diduga berhubungan dengan adanya efek supresi dari
androgen pada sistem imun. Sesuai dengan yang diharapkan, dibandingkan
dengan kelompok kontrol, bayi baru lahir dalam kelompok sepsis memiliki kadar
CRP yang lebih tinggi dan angka platelet yang lebih rendah secara signifikan.

Dengan adanya fakta bahwa ibu adalah sumber utama dari kadar vitamin
D pada neonatus, insufisiensi dan defisiensi dari vitamin D tersebut tidak hanya
mempengaruhi sang ibu akan tetapi juga bayi mereka. Institute of Medicine
menekankan bahwa ibu hamil membutuhkan sekurang-kurangnya asupan vitamin
D sebesar 400-600 IU/hari. Di Turki, sebuah program untuk memberikan
suplementasi vitamin D telah dilaksakan, dengan tujuan untuk memberikan
vitamin D sebesar 1200 IU/hari pada semua ibu hamil. Sebelum dikenalkannya
program suplementasi ini, telah dilaporkan adanya defisiensi vitamin D yang
tinggi pada ibu hamil, yaitu berkisar antara 50-94%. Pada penelitian saat ini,
defisiensi vitamin D tercatat sebesar 51,4% pada kelompok ibu dan wanita yang
telah menerima suplemen vitamin D secara teratur selama masa kehamilan
tercatat sebesar 27%. Perbandingan yang berhubungan dengan asupan vitamin D
perhari selama masa kehamilan dan pemetaan kelahiran permusim menunjukkan
bahwa ibu hamil pada kelompok kontrol memiliki kadar asupan vitamin D perhari
yang lebih tinggi dan melahirkan pada musim semi-panas. Hal ini sesuai dengan
adanya kadar vitamin D yang lebih rendah secara signifikan pada ibu dan bayi
baru lahir di kelompok sepsis.

Keterbatasan Penelitian: Rendahnya taraf sosio-ekonomi dari partisipan


dan pengeksklusian bayi prematur pada penelitian ini mungkin telah
mempengaruhi hasil dari kadar vitamin D pada ibu dan bayi baru lahir. Selain itu,
jumlah pasien pada kelompok sepsis awitan lambat lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok sepsis awitan dini.

Kesimpulannya, meskipun masih sedikit penelitian tentang hal ini,


penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat
hubungan antara defisiensi vitamin D dengan sepsis pada neonatus. Pada negara-
negara di mana defisiensi vitamin D merupakan hal yang sudah biasa terjadi
terjadi pada wanita hamil, inisiasi dan implementasi efektif dari program
suplementasi vitamin D dapat membantu mengurangi masalah-masalah kesehatan
yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D yang tidak hanya dapat dijumpai
pada wanita hamil, namun juga pada bayi baru lahir. Namun demikian, kadar
vitamin D yang dibutuhkan untuk menghasilkan fungsi imun yang adekuat masih
belum diketahui dengan jelas.

Konflik Kepentingan: Tidak terdapat konflik kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai