Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA

MEDIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI DENGAN GANGGUAN


ELIMINASI URINE DI RUANG BAKUNG TIMUR RSUP SANGLAH
DENPASAR

1. PENGERTIAN
Eliminasi urin adalah pembuangan produk limbah dan toksin dari hasil
metabolisme yang terkumpul di dalam darah, difiltrasi dalam ginjal dan
dikeluarkandalam bentuk urin (Brooker, Chris, 2009).
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,
yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

2. KLASIFIKASI
a. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam
kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung
kemih. Urine terus berkumpul di kandung kemih, merenggangkan
dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri
tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaphoresis
(berkeringat). Tanda – tanda retensi urine akut ialah tidak adanya
haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung
kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan
2000 – 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat obstruksi uretra,
trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik
kandung kemih, efek samping obat dan ansietas (Guyton A.C and Hall
J.E., 2008).
b. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke
dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui
uretra akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme.
Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK

5
pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita
diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak adekuat , kebiasaan
mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belakang ke depan
setelah berkemih atau defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian
bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama berkemih
(Moorhead, Sue et al., 2008).
c. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien
tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe
inkontinensia adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks,
Inkontinensia stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total.
Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya
kerusakan pada kulit, sifat urine yang asam mengiritasi kulit. Klien
yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami
inkontinensia terutama berisiko terkena luka dekubitus (Guyton A.C
and Hall J.E., 2008).
d. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya
terjadi pada anak-anak atau pada orang tua (Moorhead, Sue et al.,
2008).

3. GEJALA KLINIS
a. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
b. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
c. Frekuensi : berkemih dengan sering
d. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
e. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang
masuk
f. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
g. Hematuria : terdapat darah dalam urine
h. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun
ada kontrol terhadap pengeluaran urine
i. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih
j. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume
100 ml atau lebih)

5
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
1) Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status
hidrasi klien
2) Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan
konveks pada abdomen bagian bawah.
3) Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas,
peradangan dan luka
b. Palpasi
1) Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
2) Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada
awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut
yang dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke 12)
3) Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi
ginjal selama proses pemeriksaan abdomen sehingga dapat
mengungkapkan adanya masalah seperti tumor.
4) Perawat mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih
dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar.
c. Perkusi
1) Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan
menimbulkan nyeri selama perkusi dilakukan.
2) Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi
perkusi yang tumpul
d. Auskultasi
1) Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi
bruit di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran
darah yang melalui arteri yang sempit)

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
2) Kultur Urine
b. Radiologi
1) Rontgenogram Abdomen
2) Pielogram Intravena
3) Pemindaian (scan) ginjal
4) Computerized Axial Tomography
5) Ultrasound ginjal
6) Sistoskopi
7) Biopsi ginjal

5
6. PENATALAKSANAAN

a. Mempertahankan kebiasaan eliminasi


Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti
saat bangun tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan
waktu untuk berkemih. Kebutuhan untuk berespons terhadap
keinginan berkemih klien juga merupakan hal yang penting.
Penundaan dalam membantu klien ke kamar mandi dapat
mengganggu proses berkemih normal dan menyebabkan
inkontinensia (Rahayu, S., & Harnanto, A.M., 2017)
b. Penggunaan obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang
bersamaan dengan terapi lain dapat membantu masalah inkontinesia
dan retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan. Satu obat merelaksasi
kandung kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga
meningkatkan kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi
kontraksi kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan
kandung kemih. Dan satu obat lainya menyebabkan relaksasi otot
polos prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra (Brooker,
Chris, 2009).
c. Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan
selang plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih.
Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada
klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan
untuk mengukur haluan urine per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil.
d. Pencegahan infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui
berbagai cara. Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan
tindakan yang penting untuk mengotrol infeksi. System yang rusak
dapat menyebabkan masuknya organism. Daerah yang memiliki
resiko ini, adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, clap, dan

5
sambungan antara selang dan kantung. Irigasi dan instilasi kateter
diperlukan untuk mempertahankan kepatenan urine menetap,
kadang-kadang perlu untuk mengirigasi atau membilas kateter
(Rahayu, S., & Harnanto, A.M., 2017)
e. Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar
panggul yang terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang
(Brooker, Chris, 2009).
f. Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih

Anda mungkin juga menyukai