Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

LAPORAN PRAKTIK PEMINATAN HEMODIALISIS PADA PASIEN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STADIUM 5 DENGAN GANGGUAN
TIDUR YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUANG HD
SANJIWANI RSUP SANGLAH

OLEH:
SANG PUTU ANGGA WINATA
NIM. 1502105024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR, APRIL 2020
LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

LAPORAN PRAKTIK PEMINATAN HEMODIALISIS PADA PASIEN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STADIUM 5 DENGAN GANGGUAN
TIDUR YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUANG HD
SANJIWANI RSUP SANGLAH

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Ners

OLEH:
SANG PUTU ANGGA WINATA
NIM. 1902621024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR, APRIL 2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Sang Putu Angga Winata
NIM : 1902621024
Universitas : Udayana
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan akhir profesi ners yang saya tulis
ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang diakui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Laporan akhir profesi ners ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, April 2020


Yang membuat pernyataan,
MATERAI
6000
(SANG PUTU ANGGA WINATA)

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

LAPORAN PRAKTIK PEMINATAN HEMODIALISIS PADA PASIEN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STADIUM 5 DENGAN GANGGUAN
TIDUR YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUANG HD
SANJIWANI RSUP SANGLAH

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Ners

OLEH:
SANG PUTU ANGGA WINATA
NIM. 1902621024

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Desak Made Widyanthari, M.Kep.,Sp.Kep.MB. Ns. Kadek Cahya Utami, S.Kep., M.Kep.
NIP.198508302008122003 NIP.1986090320190123001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

LAPORAN PRAKTIK PEMINATAN HEMODIALISIS PADA PASIEN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STADIUM 5 DENGAN GANGGUAN
TIDUR YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUANG HD
SANJIWANI RSUP SANGLAH

OLEH:
SANG PUTU ANGGA WINATA
NIM. 1902621024

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI


PADA HARI:
TANGGAL:

TIM PENGUJI
1. Ns. Desak Made Widyanthari, M.Kep.,Sp.Kep.M.B (Ketua) : ………….
2. Ns. Kadek Cahya Utami, S.Kep., M.Kep (Anggota) : ………….
3. Ns. Gusti Ayu Ary Antari, M.Kep., Sp. Kep. M.B (Anggota) : ………….

MENGETAHUI

DEKAN KOORDINATOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PS. SARJANA KEPERAWATAN DAN
UDAYANA PROFESI NERS FK UNIVERSITAS
UDAYANA

Prof. Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B., Sp.OT(K). Dr. dr. Putu Ayu Asri Damayanti, S.Ked., M.Kes.
NIP. 19660709 199412 1 001 NIP. 197807062003122002

iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir profesi ners yang
berjudul Laporan Praktik Peminatan Hemodialisis Pada Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Stadium 5 Dengan Gangguan Tidur Yang Menjalani
Hemodialisis Di Ruang HD Sanjiwani RSUP Sanglah. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan
akhir profesi ners ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B., Sp.OT(K)., sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
2. Dr. dr. Putu Ayu Asri Damayanti, S.Ked., M.Kes., sebagai Ketua Program
Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
3. Ns. Desak Made Widyanthari, M.Kep.,Sp.Kep.MB, sebagai pembimbing
utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat
menyelesaikan laporan akhir profesi ners ini tepat waktu.
4. Ns. Kadek Cahya Utami, S.Kep., M.Kep, sebagai pembimbing pendamping
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan
laporan akhir profesi ners ini tepat waktu.
5. Direktur RSUP Sanglah yang telah memberikan ijin untuk melakukan praktek
profesi ners pada instansi yang dipimpin
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan akhir
profesi ners ini.

Penulis menerima berbagai saran dan masukan untuk perbaikan laporan akhir
profesi ners ini. Semoga laporan akhir profesi ners ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.

Denpasar, April 2020

Penulis

v
ABSTRAK
Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan kondisi fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme serta gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat peningkatan kadar
ureum. Hemodialisis merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan pada
pasien gagal ginjal. Pasien yang menjalani hemodialisis juga dapat mengalami
permasalahan psikologis seperti depresi dan cemas. Depresi dan cemas dapat
menimbulkan masalah gangguan tidur yang dapat menurunkan kualitas hidup
pasien. Terapi pijat merupakan salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah gangguan tidur pada pasien yang menjalani hemodialisis.
Terapi Pijat kaki merupakan sebuah metode non farmakologi yang dapat
mengatasi gangguan tidur juga melancarkan sirkulasi darah menghilangkan stress,
membantu sistem pencernaan, merangsang sistem limfatik, meningkatkan fungsi
otonom sitem saraf, menurunkan denyut jantung dan menurunkan tekanan darah,
serta mensekresi hormone endhorpin sehingga menimbulkan perasaan rileks.
Perasaan rileks dan tenang akan memberikan perasaan nyaman sehingga pasien
mudah untuk tertidur. Laporan ini bertujuan mengetahui gambaran praktik
peminatan hemodialisis dan analisis terapi pijat kaki terhadap kualitas tidur pada
pasien yang menjalani hemodialisis di Ruang Hemodialisis Sanjiwani RSUP
Sanglah Denpasar. Berdasarkan hasil pengkajian pasien mengatakan seling
mengalami gangguan tidur dan baru bias tertidur pukul 01.00, pasien tidak bisa
tidur karena mengerjakan web, dan kadang merasa cemas. Hasil kuesioner
(Pittsburgs Sleep Quality Index) PSQI pasien memiliki skor 11 (PSQI>5) berarti
kualitas tidur buruk. Pasien belum diberikan intervensi, berdasarkan analisis
SWOT, terapi pijat berada pada kuadran 1 sangat menguntungkan, atau peluang
yang sangat besar untuk diterapkan.

Kata kunci: Hemodialisis, gangguan tidur, terapi pijat kaki

vi
ABSTRACT
Chronic kidney failure is damage to the condition of kidney function that is
progressive and irreversible, where the body is unable to increase metabolism
and also fails in fluid and electrolyte balance which results in increased levels of
ureum. Hemodialysis is a therapy that can be given to patients with kidney
failure. Patients who can help him experience psychological difficulties such as
depression and anxiety. Depression and health problems can cause sleep
problems. Massage therapy is one of the interventions that can be used to
overcome sleep problems in patients who need hemodialysis. Foot massage
therapy is a non-pharmacological method that can overcome sleep disturbances
as well as improve blood circulation, help the digestive system, overcome the
lymphatic system, improve the autonomic function of the nervous system, reduce
heart rate and reduce blood pressure, and secrete endorphins that can cause
relaxing needs. Feeling relaxed and calm will provide a comfortable feeling so
that the patient is easy to fall asleep. Report on Hemodialysis Monitoring and
Analysis of Foot Massage Therapy on Sleep Quality in Patients Changing
Hemodialysis in Sanjiwani Hemodialysis Room Sanglah Hospital Denpasar.
Based on the results of the patient's assessment, it is often difficult to fall asleep
and can only fall asleep at 01.00, the patient cannot sleep due to working on the
web and sometimes requires anxiety. The results of the questionnaire (Pittsburgh
Sleep Quality Index) PSQI of patients having a score of 11 (PSQI> 5) mean poor
sleep quality. Patients have not been given an intervention, based on SWOT
analysis, massage therapy in quadrant 1 is very beneficial, or a very large
opportunity to be applied.

Keywords: Hemodialisis, Sleep disorder, Foot reflection therapy

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
ABSTRAC....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan................................................................................................ 4
1.4 Manfaat.............................................................................................. 4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA


2.1 Chronic Kidney Disease ........................................................................ 6
2.1.1 Definisi............................................................................................... 6
2.1.2 Epidemiologi...................................................................................... 6
2.1.3 Etiologi............................................................................................... 7
2.1.4 Patofisiologi....................................................................................... 7
2.1.5 Klasifikasi.......................................................................................... 8
2.1.6 Manifestasi Klinis……………………………………………........ . 8
2.2 Hemodialisis......................................................................................13
2.2.1 Pengertian ………………………………………………………..... 13
2.2.2 Tujuan Hemodialisis..........................................................................14
2.2.3 Indikaai Hemodialisis........................................................................14

viii
2.2.4 Kontra Indikasi Hemodialisis............................................................16
2.2.5 Peralatan Hemodialisis.......................................................................16
2.2.6 Prinsip Dasar Hemodialisis................................................................18
2.2.7 Proses Hemodialisis..........................................................................18
2.2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Hemodialisis........................................20
2.2.9 Keuntungan dan Kelemahan..............................................................20
2.2.10 Komplikasi.........................................................................................20
2.3 Gangguan Tidur.................................................................................23
2.3.1 Pengertian Gangguan Tidur...............................................................23
2.3.2 Jenis Gangguan Tidur........................................................................23
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Gangguan Tidur pada HD..........25
2.3.4 Dampak Gangguan tidur....................................................................28
2.3.5 Penanganan Gangguan Tidur.............................................................28
2.3.6 Terapi Pijat.........................................................................................30
2.3.7 Pengaruh Terapi Pijat Terhadap Kualitas Tidur................................31
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian................................................................................................ 29
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................ 34
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan................................................................ 35
3.4 Implementasi............................................................................................ 40
3.5 Evaluasi.................................................................................................... 44

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Analisis Masalah Keperawatan................................................................ 63
4.2 Analisis Intervensi Jurnal......................................................................... 66

BAB 5 EVALUASI
5.1 Simpulan ……………………………………………………………70
5.2 Saran ………………………………………………………………..70

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Proses hemodialisis…………………………………………..19

x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi penyebab gagal hinjal kronik …………..………….. 7
Tabel 2.2 Konsentrasi substansi dalam darah dan dialisat…………..……..17

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Bimbingan

Lampiran 2 Biodata Penulis

Lampiran 3 Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index Biodata Penulis

Lampiran 3 SOP pijat kaki

xii
DAFTAR SINGKATAN
CKD : Chronic Kidney Disease
GFR : Glomerulus Filtration Rate
PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index
UFG : Ultra Filtration Goal
WHO : World Health Organization
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
PENEFRI : Perhimpunan Nefrologi Indonesia

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perkembangan zaman yang begitu cepat juga telah merubah gaya hidup
masyarakat, kesadaran pentingnya gaya hidup sehat pada masyarakat masih
rendah. Perilaku merokok, jarang berolahraga, konsumsi alkohol berlebih, pola
konsumsi makanan yang kurang baik, dapat menyebabkan terjadinya berbagai
penyakit kronis, salah satunya adalah Chronic kidney Disease (CKD). Menurut
Dewi (2019) riwayat gaya hidup seperti merokok, mengkonsumsi minuman
beralkohol, merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit tidak menular
seperti kanker, diabetes, hipertensi, penyakit jantung dan gagal ginjal kronis.
Menurut Luyckx et al (2018) penyakit tersebut bertanggung jawab atas 60%
kematian di dunia.

Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan kondisi fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme serta gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat peningkatan kadar
ureum (Smeltzer & Bare 2008). Menurut Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) pada tahun 2019 di Amerika terdapat 15% atau 37 juta orang
dewasa memiliki penyakit CKD, dan 9 dalam 10 orang dewasa tidak tahu mereka
memiliki penyakit CKD. Menurut Hill et al (2016) prevalensi gagal ginjal kronis
secara global mencapai 11-13% dengan mayoritas pada gagal ginjal kronis
stadium 3.

Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal
kronis sebesar 0,2%. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi gagal
ginjal kronik meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan
tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34
tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
Sedangkan menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2006,
prevalensi CKD sebesar 12,5%. Di daerah Bali menurut Riset Kesehatan Dasar
Provinsi Bali (Riskesdas, 2013), prevalensi penyakit gagal ginjal kronis 0,2% dari

1
2

penduduk provinsi Bali. Jika dilihat dari karakteristik responden menurut


kelompok umur, usia terbanyak antara kisaran umur 65-74 tahun prevalensinya
0,5% dan usia ≥ 75 tahun prevalensinya 0,6%. Melihat dari data tersebut perlu
dilakukan terapi pada pasien gagal ginjal kronik.

Menurut National Kindey Foundation (NKF) (2013) mengatakan terdapat 2 terapi


pengganti ginjal yaitu hemodialisis atau peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal.
Pada penderita gagal ginjal stadium V sudah dilakukan terapi pengganti dengan
dialisis rutin, karena ginjal sudah tidak berfungsi lagi. Hemodialisis (HD) adalah
proses difusi melintasi membran semipermeable untuk menyingkirkan substansi
yang tidak diinginkan dari darah dan menambahkan komponen yang diinginkan
(Harrison, 2013). Tindakan hemodialisis sangat bermanfaat untuk membuang
produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat, serta
mempertahankan sistem buffer tubuh dan kadar elektrolit tubuh. Namun tindakan
hemodialisis dapat memberikan dampak terhadap proses katabolik dimana pada
proses hemodialisis terjadi pengeluaran asam amino, pengeluaran glukosa, dan
penurunan sintesis protein (Arinta, et al., 2013).

Hemodialisis sangat membantu pasien dengan CKD namun, terapi ini juga dapat
menimbulkan berbagai komplikasi, seperti nyeri kepala, kram, mual, gatal-gatal,
hipertensi, hipotensi, serta gangguan tidur.Tidur merupakan hal yang penting bagi
tubuh, apabila tidak ditangani menyebabkan adanya perubahan pada metabolisme,
sistem endokrin, fungsi fisik, mental, kesehatan dan kesejahteraan, dan juga dapat
menurunkan kualitas hidup (Hasbi dkk 2020).Gangguan tidur adalah suatu
kumpulan kondisi yang ditandai dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas,
atau waktu tidur pada seorang individu (Wahyuni, 2018). Parvan (2013)
melaporkan prevalensi gangguan tidur pada pasien yang menjalani hemodialisis
sebesar 60% - 94%.Fonseca (2016) juga melaporkan prevalensi gangguan tidur
pasien dengan CKD adalah 40%-80%. Menurut Cengic et al (2012) gangguan
tidur yang paling banyak pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis adalah
insomnia (84.5%), perubahan waktu tidur siang dan malam (39.0%), mengantuk
berlebih pada siang hari (34.0%), mimpi buruk (25%) nyeri kaki (20/5%).
Menurut Abassi et al (2016) gangguan tidur pada pasien CKD yang melakukan
3

hemodialisis disebabkan oleh pemberian dosis yang tinggi, serta usia. Dalam
penelitian Chu et al (2018) dijelaskan bahwa ketika fungsi ginjal memburuk,
sekresi melatonin berkurang, melatonin merupakan hormone yang mengatur ritme
sirkardian yang merupakan komponen penting dari ritme tidur, melatonin yang
berkurang dapat menunda onset tidur dan menyebabkan insomnia. Pada penelitian
tersebut juga ditemukan pasien yang melakukan dialysis di pagi hari memiliki
tidur yang lebih buruk pada malam hari. American Sleep Association (ASA)
mengelompokan gangguan tidur utama yaitu, insomnia, sleep apnea, narcolepsy,
sleep deprivation, mengorok, gangguan irama sirkardian dan terror di malam hari.
Tidur merupakan titik awal munculnya energi baru bagi tubuh. Masalah tidur
harus diatasi, karena merupakan indikator kuat kesehatan dan kualitas hidup
secara keseluruhan (Knutson, 2015). Pengkajian yang dilakukan pada pasien
kelolaan ditemukan masalah gangguan tidur pada pasien. Pasien mengatakan
susah untuk tidur, dan baru bisa tidur pukul 02.00, pasien merupakan pekerja
freelance yang membuat web desain. Pasien mengatakan kadang membuat web
hingga larut malam, dan juga terkadang pasien merasa sedikit cemas terhadap
penyakitnya sehingga membuat sulit untuk tidur, melihat dari masalah pasien
masalah tersebut perlu diatasi.

Terdapat berbagai terapi untuk mengatasi masalah gangguan tidur seperti terapi
farmakologi dan non farmakologi. Pada terapi farmakologi gangguan tidur dapat
diatasi menggunakan obat-obatan seperti benzodiazepine namun penggunaan
obat-obatan ini tentu memiliki banyak efek samping, dapat beresiko
ketergantungan pada penggunanya.Sedangkan terapi non farmakologi memiliki
banyak kelebihan biaya yang murah, dan tidak memiliki efek samping, serta tidak
menimbulkan ketergantungan. Saat ini banyak terapi non farmakologi untuk
mengatasi gangguan tidur, antara lain seperti terapi musik, aroma terapi, relaksasi
otot progresif, restriksi tidur atau pembatasan jam tidur, terapi kognitif, dan
kontrol stimulus (Buysse, 2008). Salah satu terapi yang dapat digunakan adalah
terapi pijat kaki, yang dapat diberikan selama proses hemodialisis berlangsung
karena hanya memijat bagian kaki pasien. Hasil penelitian Malekshai (2018) hasil
menunjukan adanya hubungan yang signifikan kualitas tidur sebelum dan sesudah
diberikan intervenesi pijat kaki pada pasien yang menjalani hemodialisis.
4

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penulisan Karya Ilmiah
Akhir Ners yang berjudul Laporan Praktik Peminatan Hemodialisis Pada Pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) Stadium 5 Dengan Gangguan Tidur Yang
Menjalani Hemodialisis di Ruang HD Sanjiwani RSUP Sanglah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
yaitu “ Bagaimana gambaran praktik peminatan hemodialisis pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) stadium 5 dengan gangguan tidur yang
menjalani hemodialisis di Ruang HD Sanjiwani RSUP Sanglah ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan laporan akhir ners ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap
gambaran praktik peminatan hemodialisis pada pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) stadium 5 dengan gangguan tidur yang menjalani hemodialisis rutin di
RSUP Sanglah.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis masalah kesehatan yang dialami Tn, P selama menjalani


hemodialisis.
b. Menganalisis intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
kesehatan yang dialami Tn, P selama menjalani hemodialisis.
c. Menganalisis kemungkinan penerapan intervensi untuk mengatasi masalah
kesehatan yang dialami Tn, P selama menjalani hemodialisis.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat sebagai
tambahan pengetahuan dan panduan dalam mengoptimalkan upaya mengatasi
masalah yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisis.
5

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi tenaga kesehatan


Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melaksanakan
terapi pijat pada pasien yang menjalani hemodialisis yang mengalami
gangguan tidur.
b. Manfaat bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan dan meneliti lebih lanjut
mengenai intervensi dalam penanganan masalah kualitas tidur pada pasien
yang menjalani hemodialisis.
c. Manfaat bagi rumah sakit
Rumah sakit dapat memanfaatkan terapi pijat sebagai salah satu intervensi
non invasif untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien yang menjalani
hemodialisis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka dibahas mengenai Chronic Kidney Disease (CKD),


Hemodialisis, Kualitas tidur, terapi pijat, dan pengaruh terapi pijat terhadap
kualitas tidur.

2.1 Chronic Kidney Disease


2.1.1 Definisi/ Pengertian

Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah kelainan struktur
atau fungsi ginjal yang terjadi dalam waktu tiga bulan atau lebih yang
dimanifestasikan melalui kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan
Glomerulous Filtration Rate (GFR), baik karena kelainan patologis atau adanya
tanda kerusakan ginjal, seperti abnormalitas pada hasil pencitraan dan komposisi
darah atau urine, serta nilai GFR yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 dengan
atau tanpa kerusakan ginjal (Bargman & Skorecki, 2013).

2.1.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Penyakit ginjal kronis diderita sekitar 10% populasi dunia.Tingginya jumlah


penderita diabetes di Asia membuat gagal ginjal lebih umum terjadi pada
penduduk Asia.Selain diabetes, tekanan darah tinggi juga menjadi salah satu
penyebab terkuat terjadinya penyakit ginjal kronis di Asia.Indonesia termasuk ke
dalam 10 besar negara di Asia dengan kasus penyakit gagal ginjal
tertinggi.PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) dan Kementerian
Kesehatan menemukan bahwa penderita gagal ginjal kronis di Indonesia mencapai
25 sampai 30 juta orang (PERNEFRI, 2011).

2.1.3 Etiologi / Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor risiko penyakit ginjal kronik, antara lain pasien dengan
diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50
tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga(PERNEFRI, 2011).Dari data yang sampai saat ini

6
7

dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapatkan urutan etiologi CKD terbanyak yaitu glomerulonefritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal polikistik (10%) (Muttaqin& Sari,
2011). Penyebab penyakit ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi
menjadi delapan kelas, sebagai berikut (Bargman&Skorecki, 2013) :

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstisial Pielonefritis kronik atau refluksnefropati

Penyakit peradangan Glumeronefritis

Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosisbenigna


Nefrosklerosismaligna
Stenosis arteriarenalis

Gangguan jaringan ikat Lupus erimatematosus sistemik


Poliarteritisnodosa
Sklerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik


Asidosistubulus ginjal

Penyakit metabolic Diabetes mellitus


Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic


Nefropati timah

Nefropatiobstruktif Traktusurinariusbagaian atas : batu,


neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktusurinarius bagian bawah : hipertrofi
prostat, striktururetra, anomaly kongetnital
leher vesikaurinaria dan uretra

Sumber: (Bargman&Skorecki, 2013)

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal Kronik melibatkan dua mekanisme kerusakan yang


merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari
kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada
glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
8

interstitium. Mekanisme selanjutnya berupa kerusakan progresif, ditandai adanya


hiperfiltrasi dan hipertrofinefron yang tersisa yang diikuti dengan penurunan
massa ginjal terlepas dari penyebab yang mendasarinya. Respon dari pengurangan
jumlah nefron diikuti dengan vasoaktif hormon, sitokin dan faktor
pertumbuhan.Akhirnya, adaptasi jangka pendek dari hipertropi dan hiperfiltrasi
menjadi maladaptasi berupa peningkatan tekanan dan aliran pada nefron sehingga
sebagai predisposis munculnya sklerosis dan pengurangan jumlah nefron yang
tersisa.Peningkatan aktivitas dasar renin-angiotensin-aldosteron di intrarenal ikut
memberikan konstribusi terhadap terjadinyahiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas
tersebut. Selanjutnya aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian menstimulasi
perubahan growth factor ß. Proses ini menjelaskan tentang penurunan massa
ginjal dari penyakit di tempat yang kecil di dalam tubuh yang dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal secara progresif selama bertahun-tahun
(Bargman&Skorecki, 2013)
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh, sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh akan mengalami hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi
yang meningkat disertai dengan reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron-nefron yang rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang biasa direabsorpsi, yang berakibat diuresis osmotik
disertai dengan poliuri dan haus.Selanjutnya, karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak, oliguri timbul disertai dengan retensi produk sisa.Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah maka akan terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat (Smeltzer& Bare, 2002).
Menurut Tonagho dan McAninch (2018) dalam perjalanan klinis CKD, dapat
terjadi:
a. Penurunan GFR
9

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk


pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konsisten oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet dan medikasi seperti steroid.
b. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).Produk akhir metabolisme protein yang
normalnya dieksresikan ke dalam urine tertimbun dalam darah, sehingga terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal.Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan risiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktifitas renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoietin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoietin, suatu substansi normal yang diproduksi ginjal,
menstimulasi sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah.Pada gagal
ginjal, produksi eritropoietin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Abnormalitas lain yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik; jika salah satunya meningkat maka yang lain akan
turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar fosfatserum sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
10

Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari


kalenjarparatiroid. Namun demikkian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya kalsium
tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25 – dihidroksikalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urine, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara
signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung
akan cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi CKD menurut NKF (National Kidney Foundation) adalah sebagai


berikut:
1. Stadium I: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (≥90
mL/menit/1,73 m2)
2. Stadium II: Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan (60-89
mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium III: GFR menurun sedang (30-59 mL/menit/1,73 m2)
4. Stadium IV: GFR menurun berat (15-29 mL/menit/1,73 m2)
5. Stadium V: Gagal ginjal (GFR ≤ 15 mL/menit/1,73 m2 atau dialisis)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurut Alam dan Hadibroto (2017), pada keadaan stadium satu, GFR masih
normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan
11

fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Saat GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Pada GFR di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium (Alam & Hadibroto, 2017).
Pada GFR dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal (Sukandar, 2016).
Manifestasi klinik CKD menurut Sukandar (2016) antara lain:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin -
angiotensin - aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udempulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, anoreksia, mual,
muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti (Sukandar, 2016):
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien penyakit
ginjal kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari
100 mg% atau bersihankreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dan muntah masih
12

belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Gejala gastrointestinal lain yang
timbul diantaranya: perdarahan saluran GI, ulserasidan perdarahan mulut, serta
nafas berbau amonia. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
penyakit ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis.Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan
pupil asimetris.Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala
red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost,
warna kulit abu-abu mengkilat, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan
kasar.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
13

pasien CKD.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis Gagal Jantung Kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Pada sistem
kardiovaskuler sering ditemukan hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
pembesaran vena jugularis, danfriction rub pericardial.
h. Kelainan sistem pulmoner: krekels, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental
dan liat.
i. Kelainan sistem muskuloskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
j. Kelainan sistem reproduksi: amenore, atrofi testis.
2.1.7 Tatalaksana CKD Stadium V
Tatalaksanan CKD stadium 5 terdiri dari terapi pengganti fungsi ginjal, diet,
cairan, obat dan aktivitas/latihan.
a. Terapi pengganti fungsi ginjal
Terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi
ginjal (Sudoyo, 2009).
b. Nutrisi
Tatalaksana diet pada CKD meliputi pengaturan asupan protein, energi, fosfat,
sodium, potassium, kalsium, pengaturan asupan cairan, vitamin dan mineral
(Kandarini, 2014).
1. Protein. Asupan protein yang dianjurkan ≥1.2 g/kg/hari dengan paling sedikit
50% HBV
2. Energi. Jika berat badan (BB) pasien <90% atau 115% dari rata-rata BB
standar, gunakan Adjusted edema free body weight (aBWef)). aBWef adalah
yang disesuaikan dengan keadaan tanpa edema atau sembap. aBWef
didapatkan dengan rumus aBWef = BWef + [(SBW-BWef) x 0,25J]. BWef
adalah berat badan tanpa edema yang biasanya diukur setelah klien menjalani
14

cuci darah. SBW adalah berat badan standar atau berat badan normal. Berat
badan normal diukur berdasarkan tinggi badan dalam sentimeter dikurang
dengan 100. Jika usia pasien ≥60 tahun jumlah energi yang dianjurkan 30-35
kkal/kg, sedangkan usia <60 tahun 35 kkal/kg.
3. Phosphate. 900 mg/ hari atau <17mg/kg/hari.
4. Sodium. 2000-3000 mg/hari (88-130 mmol/hari)
5. Potassium. 40 mg/kg atau kira-kira 2000- 3000 mg/hari (50- 80 mmol/hari)
6. Kalsium. 800 mg/hari atau bila perlu untuk menjaga target level serum
7. Intake cairan. 500-1000 mL/hari ditambah jumlah urin perhari
8. Vitamin dan mineral. Vitamin C, 60-100 mg; vitamin B6 , 5- 10 mg; asam
folat 0.8-1 mg; disesuaikan dengan Dietary Reference Intake (DRI); diberikan
secara individu yaitu zinc, calcium, besi, dan vitamin D.
c. Obat
Pengobatan pada CKD digunakan sebagai usaha untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginal. Pengobatan yang diberikan yaitu obat antihipertensi,
analgetik, antimikroba, obat hipoglikemia, antihiperlipidemia, kemoterapetik,
antikoagulan, dan lain-lain (Amalia, 2018). Terapi farmakologi yang diberikan
pada pasien CKD terkait dengan manifestasi klinik yang ditimbulkan diantaranya,
pada kondisi hipertensi diberikan antihipertensi golongan Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), Calcium
Channel Blocker (CCB), dan diuretik. Kondisi anemia diberikan eritropoeitic-
stimulating Agent (ESA), minerale bone disease diberikan agen pengikat fosfat,
vitamin D, dan calcimimetics, hiperlipidemia diberikan terapi golongan statin, dan
edema diberikan diuretik.
d. Aktivitas/ Latihan
Latihan fisik bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
tubuh secara keseluruhan serta melancarkan peredaran darah. Terdapat tiga
metode latihan fisik secara umum yang dapat dilakukan pada pasien CKD stadium
5 yaitu program latihan selama 60 menit pertama saat hemodialisis, program
latihan di pusat rehabilitasi dengan supervisi, dan program rehabilitasi latihan di
rumah (Knap dkk., 2015). Latihan fisik yang dilakukan selama proses
15

hemodialisis dapat meningkatkan aliran darah pada otot dan memperbesar luas
permukaan kapiler sehingga meningkatkan perpindahan toksik dan urea dari
jaringan ke vaskuler kemudian dialirkan ke mesin hemodialisis (Herniati,
Wulandari, & Rahayu, 2019).

2.2 Hemodialisis

2.2.1 Pengertian Hemodialisis

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluaran cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut (Price & Wilson, 2005). Hemodialisis (HD) merupakan suatu cara untuk
mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum, creatinin) dan air
yang berada dalam pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang
disebut dengan dialyzer (Thomas, 2003). Hemodialisis (HD) adalah proses
dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air secara pasif melalui satu
kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainnya yaitu cairan
dialisat melewati membran semipermeabel dalam dialiser (Price & Wilson, 2005).
Hemodialisis (HD) merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Membran sintetik
yang bersifat semipermiable menggantikan fungsi glomerulus dan tubulus renal
untuk bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. HD yang
dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis akan mencegah kematian, namun
tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer& Bare, 2002).
2.2.2 Tujuan Hemodialisis
Tujuan hemodialisis adalah menghilangkan gejala, yaitu mengendalikan uremia,
kelebihan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien
dengan penyakit ginjal tahap akhir.Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan,
elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan
untuk memperpanjang umur pasien (Kallenbachet all, 2005). Menurut Kammerer
(2017), tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran
16

darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien.Hemodialisis dilakukan sebagai terapi pengganti ginjal yang
memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer (asam basa) tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

2.2.3 Indikasi tindakan Hemodialisis

Hemodialisis diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang memerlukan


terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau klien
dengan penyakit ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi jangka
panjang/permanen (NKF, 2011).Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu:
a. Indikasi absolut
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut yaitu perikarditis, ensefalopati,
neuropatiperifer, hiperkalemia dan asidosis metabolik, hipertensi maligna, edema
paru, oliguri berat atau anuria bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin> 10 mg%.
b. Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) antara 5-8 mL/menit/1,73
m2, mual, anoreksia, muntah, sindrom uremia, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Laboratorium abnormal:
asidosis metabolik, azotemia (kreatinin 8−12 mg%, BUN 100−120 mg%, CCT
kurang dari 5−10 mL/menit).
c. Indikasi pada gagal ginjal stadium terminal
Indikasi dilakukannyahemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal
antara lain karena telah terjadi:
1) Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensefalopatiuremik)
17

2) Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, misalnya: asidosis


metabolik, hiperkalemia dan hiperkalsemia
3) Edema paru sehingga menimbulkan sesak napas berat
4) Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptom)
d. Indikasi pada gagal ginjal kronik
Menurut Suwitra (2014) umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju
filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru
dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal berikut ini:
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata.
2) Kalium serum > 6 mEq/L
3) Ureum darah > 200 mg/L
4) pH darah < 7,1
5) Anuria berkepanjangan (lebih dari lima hari)
6) Fluid overloaded/kelebihan cairan.
e. Indikasi pada gagal ginjal akut
Terapi dialisis pada gagal ginjal akut memudahkan dalam pemberian cairan dan
nutrisi. Indikasi terapi dialisis ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, bila
diberikan pada saat yang tepat dan cara yang benarakan memperbaiki morbiditas,
dan mortalitas. Pada gagal ginjal akut berat yang pada umumnya dirawat di unit
perawatan intensif, terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis
pada gagal ginjal akut berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan
konsekuensi peningkatan mortalitas. Adapun indikasi dialisis pada penderita gagal
ginjal akut antara lain:
1) Severe fluid overload/kelebihan cairan berat
2) Refractory hypertention
3) Hiperkalemia yang tidak terkontrol
4) Mual, muntah, nafsu makan kurang, gastritis dengan perdarahan
5) Letargi, malaise, somnolen, stupor, koma, delirium, asterixis, tremor, seizure,
perikarditis (resiko perdarahan atau tamponade)
6) Perdarahan diatesis (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan lain-lain)
7) Asidosis metabolik berat
8) Blood Urea Nitrogen (BUN) > 70-100 mg/dl
18

2.2.4 Kontraindikasi

Kontraindikasi absolut dari hemodialisis sangat sedikit.Kontra indikasi untuk


hemodialisis yang paling sering adalah tidak adanya akses vaskular, toleransi
terhadap prosedur hemodialisis yang buruk, dan juga terdapat ketidakstabilan
hemodinamik yang parah.Kontraindikasi relatif terapi dialisis antara lain:
a. Malignansi stadium akhir (kecuali multiple myeloma)
b. Penyakit alzheimer
c. Multi infarct dementia
d. Sindrom hepatorenal
e. Sirosis hati tingkat lanjut dengan ensefalopati
f. Hipotensi
g. Penyakit terminal
h. Organic brain syndrome

2.2.5 Peralatan Hemodialisis

Peralatan hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, dialiser, dan dialisat.


a. Mesin hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat
dan sistem monitoring. Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk
mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke dalam
tubuuh (Thomas, 2013).Selain itu, mesin hemodialisis juga dilengkapi dengan
detektor udara untuk mendeteksi adanya udara dalam vena (Thomas, 2013).
b. Dialiser
Dialiser (ginjal buatan) adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung,
sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser
merupakan kunci utama proses hemodialisis, karena yang dilakukan oleh dialiser
sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari dua
kompartemen yaitu dialisat dan darah, yang dipisahkan oleh membran
semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur menjadi satu
(Le Mone& Burke, 2018).
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat
dan air yang berpindah.Dialiserhigh efficiency adalah dialiser yang mempunyai
19

luas permukaan membran yang besar, sedangkan high flux adalagdialiser yang
mempunyai pori-pori besar dan dapat melewatkan molekul yang besar, dan
mempunya permeabilitas tinggi terhadap air.

c. Dialisat
Dialisat adalah cairan yang tediri dari air dan elektrolit utama dari serum normal
yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien.Komposisi ciarandialisat
diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan
sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pada
penyakit gagal ginjal tahap akhir.
Dialisat dibuat dalam sistem air bersih dengan air kran dan bahan kimia yang
disaring dan diolah dengan water treatment secara bertahap. Larutan dialisat harus
diatur pada suhu antara 36,5 – 37,5oC sebelum dialirkan ke dialiser. Suhu larutan
dialisat yang terlalu rendah atau melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan
komplikasi (Kallenbachet all, 2005).
Tabel 2.2 Konsentrasi substansi dalam darah dan dialisat
Darah Substansi Dialisat
133 – 144 Natrium (mmol/L) 132 – 155
3,3 – 5,3 Kalium (mmol/L) 0 – 3,0
2,5 – 6,5 Ureum (mmol/L) 0
60 – 120 Creatinin (mmol/L) 0
2,2 – 2,6 Kalsium (mmol/L) 1,25 – 2,0
0,85 Magnesium (mmol/L) 0,25 – 0,75
4,0 – 6,6 Glukosa (g/L) 0 –10
22 – 30 Bicarbonat (mmol/L) 30 –40
Sumber: (Kallenbachet all, 2005).

2.2.6 Prinsip Dasar Hemodialisis

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi (Smeltzer& Bare, 2002). Saat proses difusi, sisa akhir metabolisme di
dalam darah dikeluarkan dengan cara berpindah dari darah yang
konsentrasinyatinggu ke dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah (Smeltzer&
Bare, 2002). Ureum, kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi dengan
mudah dari darah ke cairan dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam
dialisat.Natrium asetat atau bicarbonat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam
dialisatakanberdifusi ke dalam darah.Kecepatan difusi solut tergantung kepada
20

koefisien difusi, luas permukaan membran dialiser, dan perbedaan konsentrasi


serta perbedaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisis (Price & Wilson,
2005).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan
kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien)
ke tekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui
penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada
mesishemodialisis.Tekanan negatif sebagai kekuatan penghisap pada membran
dan memfasilitasi pengeluaran ir, sehingga tercapai keseimbangan cairan (Price &
Wilson, 2005).
2.2.7 Proses Hemodialisis
Efektifitas hemodialisis tercapai bila dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu selama
4 – 5 jam, atau paling sedikit 10 – 12 jam seminggu (Australia and New Zeeland
Dialysis and Transplant Registry, 2005; Black & Hawk, 2005). Hemodialisis di
Indonesia biasanya dilakukan dua kali seminggu dengan lama hemodialisis lima
jam, atau dilakukan tiga kali dalam seminggu dengan lama hemodialisis empat
jam (Raharjo, Susalit&Suharjono, 2006).
Sebelum hemodialisis dilakukan pengkajian pradialisis, dilanjutkan dengan
menghubungkan klien dengan mesin hemodialisis dengan memasang blood line
dan jarum ke akses vaskuler klien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser
dan akses untuk masuk darah ke dalam tubuh. Arterio Venous (AV) Fistula adalah
akses vaskuler yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga
nyaman bagi pasien (Thomas, 2013).
Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisis dapat
dimulai. Saat dialisis darah akan dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
dialiser. Darah mulai mengalir dibantu pompa darah.Cairan normal salin
diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya
hipotensiintradialisis.Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa,
tergantung pada peralatan yang digunakan (Hudak& Gallo, 1999).Darah mengalir
dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran
21

darah dan zat sisa.Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh pasien dengan
kecepatan 200−400 ml/menit (Price & Wilson, 2005).

Gambar 2.1 (Sumber: Smeltzer & Bare (2002)


Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang meninggalkan
dialiserakan melewati detektor udara.Darah yang sudah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa.Dialisis diakhiri dengan
menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan membilas
selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir dialisis, sisa akhir
metabolisme dikeluarkan, keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer sistem telah
diperbaharui.
2.2.8 Faktor yang Mempengaruhi Hemodialisis
a. Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi
kemungkinan tersebut antara lain: tekanan darah dan jarum yang digunakan.
Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
b. Luas selaput/membran yang dipakai
Luas selaput yang biasa dipakai adalah 1−1,5 cm2 tergantung dari besar badan/
berat badan pasien.
c. Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, sehingga dapat
menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
22

d. Temperatur suhu dialisat


Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari
vena sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil.Temperatur dialisat
tidak boleh lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.
2.2.9 Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungan:
Dialisa membersihkan darah dengan efektif dalam waktu singkat, waktu dialisis
cepat dan resiko kesalahan teknik kecil, tidak perlu menyiapkan peralatan
hemodialisis sendiri, kondisi pasien lebih terpantau karena prosedur hemodialisis
dilakukan di rumah sakit oleh tenaga kesehatan terlatih, dan jumlah protein yang
hilang selama proses hemodialisis lebih sedikit
Kelemahan atau kerugian
Antara lain: fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun, ketergantungan pasien
dengan mesin hemodialisis, akses vaskular dapat menyebabkan infeksi dan
trombosis, sering terjadi hipotensi dan kram otot, pembatasan asupan cairan dan
diet lebih ketat, kadar hemoglobin lebih rendah sehingga kebutuhan akan
eritropoetin lebih tinggi (Mollaoglu, 2013).
2.2.10 Komplikasi

Komplikasi intradialisis yang berhubungan dengan prosedur dialisis menurut


Mollaoglu (2013) adalah:
a. Hipotensi
Hipotensi saat hemodialisis (intradialytic hypotension) merupakan masalah yang
sering terjadi.Hipotensiintradialisis terjadi pada klien yang mengalami gangguan
sistem kardiovaskuler, yang disebabkan oleh kelainan struktural jantung dan
pembuluh darah.Hipotensi tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi
juga meningkatkan angka kematian.Pencegahanhipotensiintradialisis dengan cara
melakukan pengkajian berat kering secara teratur, menghitung UFR secara tepat,
mengatur suhu dialisat, menggunakan dialisat bikarbonat, monitoring tekanan
darah selama proses hemodialisis.
b. Headache (sakit kepala)
23

Penyebab sakit kepala saat hemodialisis belum diketahui.Kecepatan UFR yang


tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak
efektifnya dialisis, dan tingginya infiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya
headache intradialysis.
c. Mual dan muntah
Mual dan muntah saat hemodialisis dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
gangguan keseimbangan dialisis akibat ultrafiltrasi yang berlebihan, lamanya
waktu hemodialisis, perubahan homeostasis, dan besarnya ultrafiltrasi.
d. Sindrom disequilibrium
Sindrom disequilibrium merupakan sekelompok gejala yang diduga terjadi karena
adanya disfungsi serebral.Kumpulan gejala disfungsi serebral terdiri dari sakit
kepala berat, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran sampai dengan
koma.Sindrom disequilibrium saat hemodialisis terjadi akibat kondisi yang
meningkatkan edema serebral, adanya lesi pusat saraf (stroke/trauma), tingginya
kadarureum pra HD, dan asidosis metabolik berat.
Proses penarikan ureum yang terlalu cepat pada saat hemodialisis mengakibatkan
plasma darah menjadi hipotonik. Akibatnya akan menurunkan tekanan osmotik,
mengakibatkan pergeseran air ke dalam sel otak sehingga terjadi edema serebral.
e. Demam dan menggigil
Selama prosedur hemodialisis perubahan suhu dialisat juga dapat meningkatkan
atau menurunkan suhu tubuh.Suhu dialisat yang tinggi lebih dari 37,5oC dapat
menyebabkan demam, sedangkan suhu dialisat yang terlalu dingin yaitu kurang
dari 34 – 35,5OC dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler, vasokontriksi dan
menggigil.
f. Kram Otot
Intradialytic muscle cramping, biasa terjadi pada ekstremitas bawah.Beberapa
faktor risiko terjadinya kram diantaranya perubahan osmolaritas, ultrafiltrasi yang
terlalu tinggi dan ketidakseimbangan kalium dan kalsium intra atau ekstra sel.
g. Emboli udara
Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak, kesalahan
menyambung sirkuit, adanya lubang pada kontainer cairan intravena, kantong
darah atau cairan normal salin yang kosong, atau perubahan letak jarum
24

arteri.Gejala yang berhubungan dengan terjadinya emboli udara adalah adanya


sesak napas, napas pendek dan kemungkinan adanya nyeri dada.
h. Hemolisis
Hemolisis adalah kerusakan atau pecahnya sel darah merah akibat pelepasan
kalium intraseluler.Hemolisis dapat terjadi akibat sumbatan akses selang darah
dan sumbatan pada pompa darah, peningkatan tekanan negatif yang berlebihan
karena pemakaian jarum yang kecil pada kondisi aliran darah yang tinggi, atau
posisi jarum yang tidak tepat.Penyebab lainhemolisis adalah penggunaan
dialisathipotonik. Hemolisis masif akan meningkatkan risiko hiperkalemi, aritmia
dan henti jantung.
i. Nyeri dada
Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena
penarikan cairan.Perubahan volume darah menyebabkan terjadinya penurunan
aliran darah ke miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard.Nyeri
dada juga bisa menyertai komplikasi emboli udara dan hemolisis.
j. Gangguan tidur
Gangguan tidur umum terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan
faktor penyebab yang beragam. Penyakit ginjal kronik sendiri dapat menyebabkan
gangguan tidur khususnya insomia akibat dari kondisi uremik yang dialami
pasien, sedangkan pada pasien yang menjalani hemodialisis, insomnia dapat
terjadi akibat tidak adekuatnya dialisis dan berbagai faktor yang berpengaruh.

2.3 Gangguan tidur


2.3.1 Pengertian Gangguan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar
tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh
melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada
dalam kondisi yang optimal. Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi
yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur
pada seseorang individu. Kuantitas tidur inadekuat adalah durasi tidur yang
kurang berdasarkan kebutuhan tidur sesuai usia yang akibat kesulitan memulai
25

tidur. Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat
periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang

2.3.2 Jenis Gangguan Tidur

Gangguan tidur dapat dialami oleh berbagai kalangan usia, gangguan tidur adalah
suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah,
kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu (Wahyuni, 2018). Gangguan
tidur merupakan suatu kondisi yang jika tidak diobati akan munculnya berbagai
masalah (Potter & Perry, 2005). American Sleep Association (ASA)
mengelompokan gangguan tidur utama yaitu,
a. Insomnia
Insomnia adalah ketidak mampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas.Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu
dewasa.Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti
perasaan gundah atau gelisah.
b. Sleep apnea
Apnea saat tidur atau Sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik
pada saat tidur. Kondisi ini terjadi pada orang yang mengorok dengan keras,
sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada siang hari, sakit
kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti
hipertensi atau aritmia jantung
c. Narcolepsy
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau
sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui.Diduga karena kerusakan genetik
sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.
d. Kurang Tidur
Kurang tidur didefinisikan sebagai ketidakcukupan waktu tidur seseorang. Ketika
seseorang dalam kondisi kekurangan tidur kronis mereka akan merasakan kantuk
di siang hari yang berlebihan, kelelahan, kecanggungan, dan kenaikan berat badan
atau penurunan berat badan. Selain itu, kurang tidur mempengaruhi fungsi otak
dan kognitif.
e. Mendengkur
26

Mendengkur adalah suara turbulensi dan getaran jaringan lunak di belakang


tenggorokan.Suara dengkuran umumnya tidak berasal dari hidung.Sebaliknya,
suara dengkuran terjadi di belakang jalan napas.Bagian yang terlibat meliputi
uvula, lidah, dinding faring lateral, dan langit-langit lunak.Selama tidur, otot-otot
di belakang tenggorokan rileks.Ini terjadi selama tidur REM, atau mimpi.Saat
diameter jalan nafas menurun turbulensi udara meningkat jaringan lunak di
belakang tenggorokan bergetar getaran uvula langit-langit lunak, dan lidah inilah
yang menyebabkan suara dengkuran.
f. Gangguan irama sirkardian
Irama sirkadian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh akan
mengalami fluktuasi berupa temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas
lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormon, dikenal sebagai irama
sirkadian. Irama sirkardian dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan cahaya,
gravitasi, dan faktor eksternal seperti aktivitas fisik, rutinitas pekerjaan.
g. Teror di malam hari.
Teror malam hari, atau teror tidur, adalah kondisi parasomnia dimana subjek
bereaksi terhadap perasaan takut atau teror yang menakutkan dengan menjerit,
meronta-ronta, atau menangis. Seseorang yang mengalami teror di malam hari
umumnya masih dalam kondisi seperti tidur selama terjadinya teror malam hari
dan kesulit untuk dibangunkan gangguan ini biasanya dapat berlangsung selama
20 menit.
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Tidur Pada Pasien
Hemodialisis

Berbagai faktor diduga memiliki keterkaitan dengan kualitas tidur yang


terjadipada pasien hemodialisis, diantaranya: (Pius, &Herlina , 2015).

a. Faktor Demografi
a) Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor yang memperlihatkan adanya perbedaan biologis
pada individu yang menyebabkan terjadinya perbedaan pola tidur antara
keduanya.Dalam beberapa jurnal referensi disebutkan bahwa pria dan wanita
memiliki perbedaa dalam karakteristik tidur, dimana pria memiliki gangguan tidur
lebih bervariasi dibandingkan wanita.
27

b) Usia
Pola tidur normal individu akan berubah sesuai pertambahan usia. Berdasarkan
penelitian, kelompok usia lanjut lebih banyak mengalami gangguan tidur
dibandingkan kelompok usia lain.
c) Pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan
Faktor pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan merupakan salah satu faktor
sosiokultural yang bisa mempengaruhi kualitas tidur.
b. Faktor Gaya Hidup
a) Merokok
Kebiasaan merokok akan berdampak pada kualitas tidur yang kurang. Nikotin
yang terkandung dalam asap rokok bekerja sebagai stimulan yang membuat
penghisapnya terbangun dan waspada efek stimulan juga dapat menyebabkan
gangguan tidur atau insomnia.
b) Konsumsi kopi
Dalam tubuh, kafein yang terkandung dalam kopi dapat diserap dengan cepat dan
hampir sempurna. Efek dari kafein meliputi perasaan meningkatnya energi, tetap
waspada dan menurunkan rasa kantuk.
c. Faktor Psikologis
gagalginjal kronik adalah penyakit kronis yang menyebabkan hampir semua
penderitanya mengalami kecemasan dan depresi, baik itu akibat dari penyakitnya
maupun dari terapinya. Pada kondisi kecemasan dan depresi yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya insomnia.
d. Faktor Biologis
a) Penyakit penyebab CKD
1. Diabetes melitus merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyakit
ginjal kronik. Umumnya pasien DM tipe I dan II banyak yang mengalami
insomnia, hal ini disebabkan karena adanya kerusakan toleransi glukosa,
peningkatann aktivitas simpatis dan neuropati yang dialami pasien DM. Kadar
gula darah yang tinggi sangat mengganggu konsentrasi untuk tidur nyenyak,
dikarenakan seringnya keinginan untuk buang air kecil pada malam hari. Kadang
28

muncul rasa haus yang berlebihan sehingga menimbulkan gangguan tidur


(Tantero, 2016).

2. Adekuasi Nutrisi : Kadar serum albumin


Kadar serum albumin dapat dijadikan sebagai indikator malnurisi pada pasien
dialisis kronik. Konsentrasi serum albumin juga merupakan salah satu faktor
utama terjadinya insomnia pada pasien hemodialisis yang mengalami gangguan
tidur.
3. Anemia
Anemia dapat menyebabkan terjadinya kronik hipoksia yang mencetuskan
terjadinya insomnia pada pasien yang menjalani hemodialisis.
4. Kalsium
Kekurangan kalsium dapat menyebabkan penyakit tulang uremik yang dapat
menimbulkan keluhan nyeri sebagai pencetus insomnia pada pasien yang
menjalani hemodialisis.
e. Faktor Hemodialisis
Lama hemodialisis. Semakin lama waktu pasien menjalani hemodialisis semakin
tinggi resiko mengalami gangguan tidur.Hal ini terjadi karena progresifnya gejala
dan penyakit atau komplikasi yang disebabkan oleh terapi hemodialisis jangka
panjang atau gangguan tidur lainnya seperti seperti peningkatan hormone
paratiroid, ostioditrofi renal, gangguan nafas saat tidur dan kantuk disiang hari
yang berlebihan.
2.3.4 Dampak Gangguan Tidur

Dampak dari gangguan tidur dapat menyebabkan mood yang berubah-ubah, dan
kendali emosi yang buruk. Dampak pada fungsi kognitif meliputi atensi dan
konsentrasi yang berkurang, waktu reaksi yang melambat, kewaspadaan yang
berkurang, penurunan fungsi eksekutif (pengambilan keputusan, penyelesaian
masalah), gangguan pembelajaranm dan prestasi belajar yang buruk. Sedangkan
dampak gangguan tidur pada aspek perilaku, meliputi hiperaktivitas,
ketidakpatuhan, perilaku membangkang, kendali Impuls yang buruk, peningkatan
keinginan untuk mengambil risiko (Saraswati, 2018).
2.3.5 Penanganan Gangguan Tidur
29

Menurut Rios et al (2019) terdapat 2 terapi yang digunakan untuk mengatasi


gangguan tidur yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi

a. Terapi farmakologi

Terdapat beberapa jenis obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi gangguan


tidur yaitu golongan benzodiazepine, non-benzodiazepine dan miscellaneous
sleep promoting agent

b. Terapi Non Farmakologi


1. Stimulus Control
Tujuan dari terapi ini adalah membantu menyesuaikan onset tidur dengan tempat
tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dipercepat, metoda ini sangat
tergantung pada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam menjalankan.

2. Sleep Restriction
Dengan metoda ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya
waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tidur penderita

3. Sleep Hygiene

Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatkan kualitas tidur penderita itu
sendiri Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia.
4. Cognitive Therapy

Cognitive Therapy adalah suatu metoda untuk mengubah pola piker, pemahaman
penderita tantang sebab dan akibat insomnia. cognitive therapy dapat mengurangi
onset tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat
bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang
sama dengan pengobatan dengan medikamentos
2.3.6 Terapi pijat
Terapi pijat merupakan sebuah terapi non farmakologis yang memberikan tekanan
pada tubuh bagian tertentu, dan akan memberikan efek relaksasi. Terapi pijat
adalah terapi relaksasi dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu pada anggota
30

badan, untuk menstimulasi jaringan lunak yang umumnya menggunakan tangan


merelaksasi serta mengurangi stress dan kecemasan. Pijatan secara umum akan
membantu menyeimbangkan energy, secara fisiologi pijatan dapat merangsang
dan mengatur tubuh memperbaiki aliran daran, sehingga transfer oksigen
keseluruh tubuh menjadi lancar. Menurut Afianti (2017) terapi pijat adalah suatu
teknik yang dapat meningkatkan pergerakan beberapa struktur dari kedua otot dan
jaringan subkutan, dengan menerapkan kekuatan mekanik ke jaringan.Pergerkan
tersebut dapat meningkatkan aliran getah bening dan aliran balik vena,
mengurangi pembengkakan dan memobilisasi serat otot. Mekanisme pijat kaki
yang dilakukan pada kaki bagian bawah selama 10 menit, 5 menit untuk setiap
kaki dimulai dari pemijatan pada kaki yang diakhiri pada telapak kaki, diawali
dengan menggosokan minyak ke tangan pemijat agar memberi efek hangat
kemudian gosokan pada permukaan punggung kaki dimana gosokan yang
berulang-ulang menimbulkan peningkatan suhu diarea gosokan, dan dilakukan hal
sama pada kaki selanjutnya (Aditya, 2013).
2.3.6 Pengaruh terapi pijat terhadap kualitas tidur
Kualitas tidur pada pasien hemodialisis dipengaruhi oleh berbagai factor,
diantaranya kecemasan, stress, dan depresi.Parvan (2013) melaporkan prevalensi
gangguan tidur pada pasien yang menjalani hemodialisis sebesar 60% -
94%.Fonseca (2016) juga melaporkan prevalensi gangguan tidur pasien dengan
CKD adalah 40%-80%.
Terapi pijat merupakan salah satu metode yang memberikan tekanan pada otot
dan saraf, terapi pijat dapat digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot untuk
mengurangi rasa sakit, stress, dan kecemasan yang membantu pasien
meningkatkan kualitas tidur (Anderson & Cutshall 2007).Menurut Corbin (2005)
pijat juga efektif dalam menyeimbangkan sistem saraf, dan memberikan
keseimbangan fisik, otot dan kulit memiliki koneksi saraf yang besar sehingga
dengan melakukan pemijatan lembut pada sistem saraf dapat memberikan efek
relaksasi, serta pemulihan kondisi. Kaki memiliki ribuan ujung saraf yang
memberikan koneksi ke bagian tubuh yang lain, saat diberikan pijatan pada kaki
maka seluruh bagian tubuh akan terpengaruh. Menurut Stuart dan Cherry (2016).
pijat kaki merupakan sebuah metode non farmakologi yang dapat mengatasi
31

gangguan tidur juga melancarkan sirkulasi darah menghilangkan stress,


membantu sistem pencernaan, merangsang sistem limfatik, meningkatkan fungsi
otonom sitem saraf, menurunkan denyut jantung dan menurunkan tekanan darah,
serta mensekresi hormone endhorpin. Menurut guyton (2014) pijat pada kaki
mengaktifkan aktifitas parasimpatik kemudian memberikan sinyal
neurotransmitter
BAB 3
TINJAUAN KASUS

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. PB. Sudirman, Denpasar
ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISIS
IDENTITAS PASIEN
 Nama Tn. P
 No. RM 15032795

 Usia 30 Tahun

 Jenis Kelamin Laki-laki


S1
 Pendidikan
Freelance
 Pekerjaan
Belum menikah
 Status Pernikahan
Jln. Tukad Pule No.16 Pandan Sari,
 Alamat
Denpasar

SUMBER INFORMASI Pasien dan rekam medis


TANGGAL PENGKAJIAN 5 Maret 2020
DIAGNOSIS MEDIS Chronic Kidney Disease Stage V ec
DKD
RIWAYAT KESEHATAN
KONDISI KESEHATAN SAAT INI:
 Keluhan utama Pasien mengeluh sedikit lemas, pasien
datang ke rumah sakit untuk menjalani
hemodialisis yang terjadwal rutin 2 kali
seminggu
 Kondisi kesehatan saat ini

Pasien menjalani hemodialisis sejak 18


juni 2015. Pasien mengatakan selama
hemodialisis sempat mengalami kram
beberapa kali, dan pasien juga
mengeluh susah tidur pasien
mengatakan baru bisa mulai tidur
pukul 02.00 pagi. Pasien mengatakan
susah tidur karena sering mengerjakan

29
30

pekerjaan hingga larut malam, dan


mengatakan sedikit cemas mengenai
kondisinya sekarang.

RIWAYAT PENYAKIT
SEBELUMNYA
 Riwayat penyakit sebelumnya Tn. P mengatakan memiliki penyakit
diabetes, pasien mengatakan di
diagnosis diabetes pada saat kuliah,
dan sudah 9 tahun.
 Riwayat rawat inap sebelumnya

Pasien mengatakan sempat dirawat


karena penurunan kesadaran, pasien
 Riwayat pengobatan mengatakan saat itu dirinya di diagnosa
diabetes

Obat yang dikonsumsi pasien yaitu:


asam folat 2x2 mg, simvastatin 1x20
 Riwayat alergi
mg, allupurinol 1x100 mg, Epodion,
dan insulin 8 unit 1x4

Pasien mengatakan tidak memiliki


riwayat alergi
RIWAYAT HEMODIALISIS
 Lama HD Pasien menjalani HD sejak 18-06-2015
 HD keberapa saat ini Pasien menjalani HD ke 452

 Jadwal HD (Dua kali Pasien memiliki jadwal HD 2 kali


seminggu/tiga kali seminggu, pada hari senin-kamis
seminggu/atau lainnya)
RIWAYAT PENYAKIT Pasien mengatakan dari keluarga ada
KELUARGA
memiliki riwayat penyakit diabetes,
yaitu ibu pasien.
PEMERIKSAAN UMUM
KEADAAN UMUM Keadaan umum pasien baik
(Baik, sedang atau lemah)
KESADARAN (compos mentis, Kesadaran pasien compos mentis GCS
31

derilium, apatis, koma) E:4 M:5 V:6


GCS (E M V)
TANDA-TANDA VITAL PRE-HD
 Frekuensi Nadi 76 x/menit
 RR 18 x/menit
 Tekanan darah 152/70 mmHg
 Suhu 36oc

KONDISI PRE-HEMODIALISIS
BB Post HD sebelumnya 95,5
BB pre HD saat ini 95,9
IDWG 1.89
Akses Vaskuler Fistula Sinistra
HASIL LABORATORIUM
Ureum 84,30 (tinggi)
Kreatinin 18,76 (tinggi)
Hemoglobin 12,19 (rendah)
HbsAg Non reaktif
Anti HCV Non reaktif
Hasil lainnya:
Asam urat 8,9 (tinggi)
Albumin 4,00
e-LFG 2,90 (rendah)
Ferritin 985,80 (tinggi)
WBC 12,09 (tinggi)
RBC 4,69
HCT 42,90
MCV 91,38
MCH 25,97 (rendah)
MCHC 28,42 (rendah
RDW 14,84
PLT 336,50
MPV 5,18 (rendah

PENGKAJIAN
Pengkajian fisik fokus
 Konjungtiva Tidak anemis
 Akral Hangat

 Warna kulit Sawo matang

 Pernapasan (irama, Irama napas regular, kedalaman


kedalaman, sesak napas) dangkal, tidak ada sesak napas,
frekuensi nafas 18 x/menit
32

 Nyeri dada
 Palpitasi Tidak ada

 Edema Tidak ada

 Asites Tidak ada


Tidak ada
 Nyeri otot
Tidak ada
 Lainnya:

POLA FUNGSI GORDON


Pola persepsi dan pemeliharaan Pasien sudah melakukan cuci darah
kesehatan
selama 5 tahun. Pasien mengatakan
sedikit cemas pada saat awal
melakukan cuci darah. Pasien
mengatakan mulai mengatur pola
makan, pasien juga mengatakan
melakukan olahraga ringan dengan
bersepeda seminggu sekali. pasien
mengatakan ruitn kontrol kesehatan.
Pasien juga mengatakan sudah berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol
Pola nutrisi dan metabolisme Pasien mengatakan selera makan masih
baik, pasien mengatakan kadang susah
mengatur diet dan pola makan. Pasien
berusaha mengatur minum terkait
pembatasan cairan pasien juga
mengatakan mulai mencoba mengatur
pola makan semenjak sakit, pasien
mengatakan jika makan 2 kali sehari
dengan porsi setengah nasi, dan
mengkonsumsi sayur-sayuran dan
buah, serta mengurangi konsumsi gula
berlebih
33

Pola Eliminasi Pasien mengatakan untuk buang air


besar (BAB) masih lancar, pasien
biasanya BAB pada saat pagi saja.
Untuk buang air kecil (BAK) pasien
mengatakan hanya BAK pada saat pagi
saja, dan hanya keluar sedikit kurang
lebih 10 ml

Pola Aktivitas dan Latihan Pasien mengatakanselama sakit masih


bisa melalkukan aktivitas ringan,
namun pasien jarang keluar rumah
pasien hanya bekerja dirumah
membuat web. pasien mengatakan
rutin bersepeda setiap minggu yang
dilakukan dirumah.

Pola Tidur dan Istirahat Paien mengatakan tidur selalu di atas


jam 01.00 pagi, pasien mengatakan
merasa lemas ketika bangun dan
hampir setiap hari susah tidur. Pasien
mengatakan hanya tertidur 4 jam.
Pola Persepsi dan Kognitif Pasien mengatakan kadang merasakan
nyeri sesekali karena kram saat
hemodialisis.
Pola Persepsi diri dan Konsep diri Pasien mengatakan sejak melakukan
hemodialisis pasien merasa sedikit
merasa cemas akan penyakitnya,
namun siring berjalan waktu pasien
mulai menerima keadaanya, dan akan
selalu mejaga kesehatannya.
Pola Peran dan Hubungan Saat ini pasien mengatakan masih bisa
bekerja dari rumah dan memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan membantu
34

keluarga yang lain


Pola Seksualitas dan Reproduksi Pasien belum menikah

Pola Koping-Toleransi Stres Pasien mengatakan sejak menjalani


HD dan mengetahui proses HD merasa
lebih tenang dan cemas berkurang.
Pola Nilai dan Keyakinan Pasien mengatakan semenjak
menjalani HD selalu berdoa agar
kondisinya semakin membaik dan
melakukan aktivitas seperti biasa.
CATATAN HEMODIALISIS
5 Maret 2020
Berat badan yang diinginkan 93,5
Dialiser
 Jenis Fx 80
 Singleuse atau reuse Single Use
Heparinisasi 7000 UI/jam
Dialisat Bikarbonat dan acid
Koefisien ultrafiltrasi Luas membrane 1.8 m2, volume
priming: 95 mL, jenis membrane: high
flux
INSTRUKSI DOKTER
Durasi HD 5 jam
Qb 300 mL/menit
Qd 500 mL/menit
UFG 3,9 L
Pemberian obat
 Heparin Dosis awal 200 IU/jam dan dosis
pemeliharaan 100 IU/jam
 Vit B kompleks 1 ampul IV Tidak

 Vit C 200 mg IV Tidak

 ESA/ ironsucrose IV Tidak


Transfusi PRC Tidak ada
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Tanggal 5 Maret 2020
DS:
- Pasien mengatakan berat
Kelebihan volume cairan
badanya bertambah
- Pasien mengatakan masih BAK
namun sedikit ± 10 ml
35

DO:
- BB pre: 96,9 kg
- BB post: 93,3 kg
- BBK: 93,5 kg
- IDWG: 3,6
Tanggal 5 Maret 2020
DS: -
DO:
- Terdapat luka pada tangan pasien
Resiko infeksi
akibat prosedur invasive
pemasangan akses vaskuler
fistula sinistra untuk proses
hemodialisis
Tanggal 5 Maret 2020
DS:
- Pasien mengatakan mengalami
masalah tidur kemarin malam
- Pasien mengatakan baru bisa Gangguan Pola Tidur
tidur pukul 02.00
- Pasien mengatakan hanya tidur 4
jam
DO:
- Pasien tampak menguap
- Tampak kantung mata pada
daerah mata pasien
PERENCANAAN
DIAGNOSIS: Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan intake cairan selama 1x5 jam diharapkan volume
yang berlebih ditandai dengan
cairan tubuh pasien seimbang dengan
oliguria, peningkatan berat badan
dalam waktu singkat kriteria hasil :
NOC Label: Fluid Balance
1. Tekanan darah normal (sistolik
36

100-120 mmHg, diastolik 60-90


mmHg) atau berdasarkan faktor
genetik dan riwayat penyakit
keturunan pasien
2. Nadi pasien dalam rentang normal
dan kuat 60-100x/menit
3. Turgor kulit elastis
4. CRT < 3 detik
5. Intake dan output seimbang UFG
3,9
6. Berat badan sesuai dengan target :
93,5 kg
Intervensi
NIC Label: Hemodialysis Therapy:
1. Catattanda-tanda vital (berat
badan, suhu, nadi, RR, dan
tekanan darah)
2. Cek sistem monitor (flow rate,
tekanan, temperature,
konduktivitas, ultrafiltrasi)
untuk memastikan keselamatan
pasien
3. Monitor tanda-tanda vital
selama hemodialisis
4. Berikan heparin sesaui protokol
5. Berikan perawatan fistula

6. Kolaborasi dengan pasien


terkait regulasi diet,
pembatasan cairan, dan
pengobatan untuk regulasi
cairan dan elektrolit selama
37

perawatan

7. Ajarkan pasien self monitoring


tanda dan gejala yang
membutuhkan perawatan
(demam, perdarahan, fistula
macet, dan tromboplebitis)

NIC Label : Fluid/Electrolyte


Management

1. Pantau adanya tanda dan gejala


retensi cairan
2. Monitor hasil laboratorium
yang relevan dengan adanya
kondisi retensi cairan
(peningkatan berat jenis dan
BUN, penurunan hematokrit,
dan peningkatan kadar
osmolalitas urin).
3. Jaga pencatatan intake dan
output cairan yang akurat

DIAGNOSIS: Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah diberikan asuhan keperawatan
2. Resiko infeksi berhubungan
dengan perubahan integritas kulit selama 1 x 5 jam, diharapkan tidak
terjadi infeksi pada pasien dengan
kriteria hasil :
NOC Label : Infection Severity,
1. Tidak terdapat lesi pada akses
vaskuler
2. Tidak terjadi peningkatan
maupun depresi jumlah leukosit
akibat infeksi pada luka.
38

Tissue integrity : skin and mucous


membranes
1. Suhu kulit normal (36,5-
37,50C).
Intervensi
NIC Label :
Infection Control
1. Pertahankan teknik steril dalam
perawatan invasif pasien.
2. Lakukan penerapan five moments
hand washing salah satunya
sebelum melakukan tindakan
perawatan pada pasien.

NIC Label :
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik maupun local.
2. Monitor nilai WBC pada pasien.
3. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap adanya
kemerahan, panas, drainase
purulen serta kondisi luka insisi
bedah.
4. Terapkan teknik aseptik
5. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan pasien untuk mencuci
tangan sebelum melakukan HD

Tujuan dan kriteria hasil


DIAGNOSIS :

3. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan


berhubungan dengan pola tidur keperawatan selama 1 x 5 jam tindakan
39

kurang baik ditandai dengan pendididika kesehatan, diharapkan


kesulitan memulai tidur
pasien tidak mengalami gangguan pola
tidur dengan indikator:
NOC Label: Tidur
a. Kualitas tidur baik
b. Efisiensi tidur tidak terganggu
c. Tidak ada gangguan saat tidur
malam
d. Tidak ada ketergantungan pada
bantuan tidur (obat)
e. Tidak ada kesulitan memulai tidur

Intervensi

NIC Label:
Peningkatan Tidur
1. Tentukan pola tidur pasien
2. Diskusikan terkait pola tidur
pasien, dan kondisi-kondisi baik
fisik maupun psikologi yang
menganggu tidur
3. Anjurkan pasien untuk memantau
pola tidur
4. Anjurkan untuk menyesuaikan
kondisi lingkungan (cahaya,
kebisingan, tempat tidur, suhu)
5. Anjurkan untuk menghindari
makanan sebelum tidur dan
minuman yang dapat mengganggu
tidur
6. Ajarkan pasien menggunakan
teknik-teknik non-farmakologis
seperti (relaksasi, terapi pijat).
40

IMPLEMENTASI
5 Maret 2020
Implementasi S: pasien meminta
Jam 08.00
dilakukan HD
Diagnosis 1,2 Melakukan observasi
penusukan pada akses HD selama 5 jam
O:
- Perawat tampak
mencuci tangan
- Perawat melakukan
pembersihan di area
penusukan
menggunakan
alcohol swab
- Perawat melakukan
penusukan
- Perawat melakukan
penyambungan
blood line
- Catatanhemodialisis:
QB: 200 mL/menit
UF Rate: 580 mL
UF Goal: 3.9 L
UF Removed: 0
mL

Jam 08.15 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran
TTV O:
- Hasil TTV
TD: 152/90 mmHg
HR: 96x/menit
41

Suhu:36.1oC
RR: 18x/menit
QB: 300 mL/menit
UF Removed: 0.935
mL

Jam 09.00 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran
TTV O:
- Hasil TTV
TD: 132/83 mmHg
HR: 97x/menit
Suhu: 36.1oC
RR: 18x/menit
QB: 300 mL/menit
UFRemoved: 1.750
mL

Jam 09.30 Implementasi S:


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengkajian pada
- Pasien mengatakan
pasien
memiliki penyakit
diabetes
- Pasien mengatakan
merasa mengatuk
karena tidur kurang
cukup
- Pasien mengatakan
baru mulai tidur
pukul 02.00
- Pasien mengatakan
susah tidur karena
cemas, dan
menyelesaikan
42

pekerjaanya
- Pasien mengatakan
sudah mulai HD
sejak 2015
- Pasien mengatakan
kadang kram pada
beberapa kali HD
- Pasien mengatakan
belum menikah
O:
- Pasien tampak
sedang
mendengarkan lagu
- Pasien tampak
sendiri dan tidak
ditemani keluarga

Jam 10.00 Implementasi


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran S: -
TTV
O:
- Hasil TTV
TD: 113/75 mmHg
HR: 96x/menit
Suhu:36oC
RR: 18x/menit
QB: 300 mL/menit
UFRemoved: 2.553
mL

Jam 11.00 Implementasi


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran S:-
TTV
O:
- Hasil TTV
43

TD: 114/73 mmHg


HR: 96x/menit
Suhu: 36oC
RR: 19x/menit
QB: 300 mL/menit
UFRemoved:
3.251mL

Jam 12.45 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2 Melakukan pengukuran
O:
TTV dan Terminasi HD
- Hasil TTV
TD: 120/57 mmHg
HR: 97x/menit
Suhu: 36,1oC
RR: 20x/menit
QB: 300 mL/menit
UFRemoved: 3.900
mL

Jam 13.30 Implementasi


Diagnosis 1,2 Melakukan pengukuran BB S:
post HD, dan observasi
balutan akses vaskuler - Pasien mengatakan
saat dilakukan
terminasi tidak
terjadi kebocoran
O:
- BB Post HD: 93,5
kg

TERMINASI HEMODIALISIS
HD MULAI JAM 08.00
44

HD SELESAI JAM 13.00


INTAKE CAIRAN SELAMA HD 600 ml
OUTPUT CAIRAN SELAMA HD 3.900 ml

BALANCE CAIRAN - 3.300 ml

BB POST HEMODIALISIS 93,5 kg

UFG POST HEMODIALISIS -

KELUHAN PASCAHEMODIALISIS Pasien mengatakan tidak ada keluhan

EVALUASI
Diagnosis S:
Kelebihan volume cairan
- px mengatakan lebih ringan
berhubungan dengan intake cairan
yang berlebih ditandai dengan - px meminta untuk dilakukan
oliguria, peningkatan berat badan
hemodialisis 5 jam
dalam waktu singkat
- pasien mengatakan mulai HD
sejak 2015
Jam: 13.40
O:
- BB post HD: 93,5 kg
A: Masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk pembatasan
cairan dirumah dan melakukan HD
sesuai jadwal
Diagnosis S:
Resiko infeksi
O:
Jam: 08.00 – 13.00 - tidak ada tanda infeksi selama HD
- perawat melakukan teknik aseptic
selama proses HD
A: masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk selalu
menjaga kebersihan akses
45

- mengedukasi pasien terkait tanda


gejala infeksi
Diagnosis S:
Gangguan pola tidur
- pasien mengatakan mengalami
Jam 09.30-12.45
gangguan tidur sejak mulai HD
- pasien mengatakan mulai tidur
pukul 02.00
- pasien mengatakan susah tidur
karena menyelesaikan
pekerjaanya, dan sedikit cemas
O:
- Pasien tampak menguap
- Pasien tampak lesu, dan
terdapat kantong mata sedikit
berawarna gelap
A: Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengedukasi pasien terkait
pengaturan waktu tidur
- Mengedukasi pasien terkait
terapi non farmakologi yang
bisa dilakukan

CATATAN HEMODIALISIS
9 Maret 2020
Berat badan yang diinginkan 93,5
Dialiser
 Jenis Fx 80
 Singleuse atau reuse Single Use
Heparinisasi 7000 UI/jam
Dialisat Bikarbonat dan acid
Koefisien ultrafiltrasi Luas membrane 1.8 m2, volume priming:
95 mL, jenis membrane: high flux
46

INSTRUKSI DOKTER
Durasi HD 5 jam
Qb 300 mL/menit
Qd 500 mL/menit
UFG 2,8 L
Pemberian obat
 Heparin Dosis awal 200 IU/jam dan dosis
pemeliharaan 100 IU/jam
 Vit B kompleks 1 ampul IV Tidak

 Vit C 200 mg IV Tidak

 ESA/ ironsucrose IV Tidak


Transfusi PRC Tidak ada
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Tanggal 9 Maret 2020
DS:
- Pasien mengatakan berat Kelebihan volume cairan
badanya bertambah
- Pasien mengatakan
mengkonsumsi air ±600 ml
- Pasien mengatakan masih
mampu kencing namun
sedikit ± 10 ml
DO:
- BB pre: 95,7 kg
- BB post: 93,5 kg
- BBK: 93,5 kg
- IDWG 2,2
Tanggal 9 Maret 2020
DS:
DO:
- Terdapat luka pada tangan
Resiko infeksi berhubungan dengan
pasien akibat prosedur perubahan integritas kulit
invasive pemasangan akses
vaskuler untuk proses
hemodialisis
47

DS:
- Pasien mengeluh sedikit lelah
Keletihan
- Pasien mengatakan kemarin
kurang tidur
DO:
- Pasien tampak letih setelah
proses HD, pasien tampak
istirahat sejenak di tempat
duduk.
PERENCANAAN
DIAGNOSIS: Tujuan dan kriteriahasil dan intervensi
Mengacu pada perencanaan dan intervensi
1. Kelebihan volume cairan
berhubungan intake cairan di tanggal 5 Maret 2020
berlebih, ditandai dengan
oliguria, peningkatan berat
badan dalam waktu singkat

DIAGNOSIS: Tujuan dan kriteriahasil dan intervensi


Mengacu pada perencanaan dan intervensi
2. Resiko infeksi berhubungan
dengan perubahan integritas di tanggal 5 Maret 2020
kulit

DIAGNOSIS:
Tujuan dan Kriteria Hasil
3. Keletihan berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan
berhubungan dengan kurang
selama 1x 1 jam diharapkan keletihan
tidur ditandai dengan energy
yang kurang cukup kelelahan pada pasien dapat menurun dengan
kriteria hasil :
NOC Label: Energi conversation
1. Pasien mampu mengatakan adanya
peningkatan energi dan merasa
lebih baik
48

2. Pasien mampu menjelaskan


penggunaan energi untuk
mengatasi kelelahan
3. Tidak ada kecemasan
4. Glukosa darah dalam batas normal
5. Pasien mampu untuk
berkonsentrasi
Intervensi Nic : Energy management
1. Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
2. Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
3. Dukung pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan,berhubungan dengan
perubahan hidup yang sebabkan
keletihan
4. Berikan edukasi kepada keluarga
untuk membantu aktivitas sehari
hari sesuai dengan kebutuhan
5. Berikan edukasi untuk
meningkatkan tirah baring dan
pembatasan aktivitas(tingkatkan
periode istirahat )
6. Monitor kadar gula pasien
49

IMPLEMENTASI
Jam 07.30 Implementasi S: -
Diagnosis 1,2 Melakukan pencatatan O:
hasil pengukuran berat - BB pre HD 95,7 kg
badan dan mengukur - Hasil TTV:
TD: 140/80
tanda-tanda vital pasien
HR: 97 x/menit
Suhu: 36,4oc
RR: 20 x/menit
Jam 07.50 Implementasi S:
Diagnosis 1,2 Melakukan observasi - Pasien meminta dilakukan
penusukan HD 5 jam
Pada askses HD O:
- Perawat tampak meraba
akses
- Perawat tampak melakukan
swab pada area penusukan
- Perawat tampak mencuci
tangan dan menggunakan
sarung tangan
- Perawat mulai melakukan
penusukan
- Perawat menyambungkan
bloodline
Catatan Hemodialisis:
QB: 200 mL/menit
UF Rate: 560 mL
UF Goal: 2.8 L
UF Removed: 0 mL
50

Jam 08.50 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran O:
TTV - Hasil TTV:
TD:140/90 mmHg
HR: 97 x/menit
Suhu: 36,2oc
RR: 18 x/menit
UF removed: 0,565mL

Jam 09.50 Implementasi S:


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengkajian
- Pasien mengatakan sempat
dan melakukan
pengukuran TTV kram pada beberapakali
HD
- Pasien mengatakan mulai
rutin menjaga pola makan
O:
- Pasien tampak
mendengarkan music
- Hasil TTV:
TD: 140/93 mmHg
HR: 80 x/menit
Suhu: 36oc
RR: 18 x/menit
UF Removed: 1.125 mL
51

Jam 10.50 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran O:
TTV - Hasil TTV:
TD: 130/80 mmHg
HR: 84 x/menit
Suhu: 36,2oc
RR: 18 x/menit
UF Removed: 1.680 mL

Jam 11.50 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran O:
TTV - Hasil TTV
TD: 120/83 mmHg
HR: 89 x/menit
Suhu: 36,4oc
RR: 18 x/menit
UF Removed: 2,245 mL
Jam 12.50 Implementasi S:
Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran - Pasien mengatakan
TTV dan observasi smerasa letih
terminasi HD O:
- Pasien tampak letih
- Perawat mencuci tangan
dan menggunakan sarung
tangan
- Perawat melakukan
terminasi
- Perawat membersihkan
mesin HD
- Hasil TTV
TD: 120/80 mmHg
HR: 84 x/menit
Suhu: 36,4oc
RR: 18 x/menit
UF Removed: 2,800 mL
52

Jam 13.00
Diagnosa 1,2,3 Implementasi
Melakukan pengukuran
BB post S:
mengobservasi balutan - Pasien mengatakan
akses, dan
merasa sedikit letih
Mengedukasi pasien
melakukan tirah baring - Pasien mengatakan
dan pembatasan aktivitas
saat dilakukan
terminasi tidak ada
kebocoran
O:
- BB post HD 93,3 kg
- Pasien tampak duduk
sejenak

TERMINASI HEMODIALISIS
HD MULAI JAM 07.50
HD SELESAI JAM
12.50
INTAKE CAIRAN SELAMA HD 700 ml
OUTPUT CAIRAN SELAMA HD 2,800 ml

BALANCE CAIRAN - 2,100 ml

BB POST HEMODIALISIS 93,3 kg

UFG POST HEMODIALISIS -

KELUHAN Pasien mengatakan sedikit letih


PASCAHEMODIALISIS

EVALUASI
Diagnosis S:
Resiko ketidakseimbangan volume
- pasien mengatakan lebih ringan
cairan lebih dari kebutuhan tubuh
- pasien meminta dilakukan HD
selama 5 jam
Jam: 13.00
O:
53

- BB post HD: 93,3 kg

A: Masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk pembatasan
cairan dirumah dan melakukan HD
sesuai jadwal
Diagnosis S: -
Resiko infeksi
O:
Jam: 07.50 – 12.50 - Tidak ada peningkatan suhu tubuh,
tidak ada tanda-tanda infeksi.
A: Masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk selalu
menjaga kebersihan akses, dan
mengedukasi mengenai tanda gejala
infeksi.
Diagnosis S:
Keletihan
- pasien mengeluh sedikit letih
Jam: 13.00 O:
- pasien tampak letih, pasien
beristirahat sebentar setelah HD
A: masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk beristirahat
sejenak, dan pembatasan aktivitas.

CATATAN HEMODIALISIS
12 Maret 2020
Berat badan yang diinginkan 93,5
54

Dialiser
 Jenis Fx 80
 Singleuse atau reuse Single Use
Heparinisasi 7000 UI/jam
Dialisat Bikarbonat dan acid
Koefisien ultrafiltrasi Luas membrane 1.8 m2, volume priming:
95 mL, jenis membrane: high flux
INSTRUKSI DOKTER
Durasi HD 5 jam
Qb 300 mL/menit
Qd 500 mL/menit
UFG 3,2 L
Pemberian obat
 Heparin Dosis awal 200 IU/jam dan dosis
pemeliharaan 100 IU/jam
 Vit B kompleks 1 ampul IV Tidak

 Vit C 200 mg IV Tidak

 ESA/ ironsucrose IV Tidak


Transfusi PRC Tidak ada
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Tanggal 12 Maret 2020
DS:
- Pasien mengatakan berat
Kelebihan volume cairan
badanya bertambah
DO:
- BB pre: 96,2 kg
- BB post: 93,5 kg
- BBK: 93,5 kg
- IDWG 2,7
Tanggal 12 Maret 2020
DS:
DO:
- Terdapat luka pada tangan
Resiko infeksi
pasien akibat prosedur
invasive pemasangan akses
vaskuler untuk proses
hemodialisis
Tanggal 12 Maret 2020
55

DS:
- Pasien mengatakan baru
tertidur pikul 01.00 karena Gangguan Pola Tidur
menyelesaikan pekerjaan
DO:
- Pasien tampak mengantuk

PERENCANAAN
DIAGNOSIS: Mengacu pada perencanaan dan
intervensi di tanggal 5 Maret 2020
1. Kelebihan volume cairan
berhubungan intake cairan
berlebih, ditandai dengan
oliguria, peningkatan berat
badan dalam waktu singkat

DIAGNOSIS: Mengacu pada perencanaan dan


intervensi di tanggal 5 Maret 2020
2. Resiko infeksi berhubungan
dengan perubahan integritas
kulit

DIAGNOSIS: Mengacu pada perencanaan dan


intervensi di tanggal 5 Maret 2020
3. Gangguan Pola Tidur
berhubungan dengan pola tidur
kurang baik ditandai dengan
kesulitan memulai tidur

IMPLEMENTASI
Jam 07.40 Implementasi S:
Diagnosis 1,2 Melakukan pencatatan O:
hasil pengukuran berat - BB pre HD 96,2 kg
badan dan mengukur - Hasil TTV
tanda-tanda vital pasien TD: 150/90 mmHg
HR: 90 x/menit
Suhu: 360oc
RR: 18 x/menit
56

Jam 08.00 Implementasi S:


Diagnosis 1,2 Menyiapkan mesin HD - Pasien meminta dilakukan
Dan melakukan observasi HD selama 5 jam
penusukan O:
- Perawat tampak mencuci
tangan
- Perawat melakukan
pembersihan di area
penusukan menggunakan
alcohol swab
- Perawat melakukan
penusukan
- Perawat melakukan
penyambungan blood line
- Catatanhemodialisis:
QB: 200 mL/menit
UF Rate: 570 mL
UF Goal: 3.2 L

UF Removed: 0 mL

Jam 09.00 Implementasi S:


Diagnosis 1,2 Melakukan pengukuran O:
TTV - Hasil TTV
TD: 150/90 mmHg
HR: 90 x/menit
Suhu:36,3oc
RR: 20 x/menit
QB: 200 ml /menit
UF Removed: 0.650 ml
57

Jam 10.00 Implementasi S:


Diagnosis 1,2,3 Melakukan pengukuran - Pasien mengatakan sedikit
TTV dan pengkajian
mengantuk
- Pasien mengatakan
kemarin tidur pukul 12.30
- Pasien mengatakan tidak
bisa tidur karena
menyelesaikan pekerjaan
O:
- Pasien tampak menguap
- Hasil TTV
TD: 140/80 mmHg
HR:86 x/menit
Suhu: 36oc
RR:18 x/menit
QB:300 ml
UF Removed: 1.235 ml
58

Jam 10.00 Implementasi S:


Diagnosis 3 Mengedukasi pasien - Pasien mengatakan akan
mengenai pengaturan jam coba mengatur waktu
kerja dengan waktu tidur, kerja
- Pasien mengatakan ingin
dan menganjurkan pasien
mencoba terapi non
melakukan terapi non farmakologi
farmakologi seperti (terapi O:
pijat, terapi relaksasi) - Pasien tampak ingin tahu
mengenai terapi non
farmakologi

Jam 11.00 Implementasi S:-


Diagnosis 1,2 Melakukan pengukuran O:
TTV - Hasil TTV
TD: 130/70 mmHg
HR: 84 x/menit
Suhu: 36, 2oc
RR: 18 x/menit
QB:300 ml
UF Removed: 2.100 ml

Jam 11.50
S:
Diagnosis 1,2,3 Implementasi
O:
Melakukan pengukuran
- Hasil TTV
TTV
TD: 120/70 mmHg
HR: 80 x/menit
Suhu: 36oc
RR:18 x/menit
QB:300 ml
UF Removed:2.950 ml
59

Jam 12.00 Implementasi S:


Diagnosis 1,2 Melakukan pengukuran O:
TTV - Perawat mempersiapkan
Dan observasi terminasi
alat
HD
- Perawat tampak
menggunakan teknik
aseptik

- Hasil TTV
TD: 110/70 mmHg
HR: 80 x/menit
Suhu: 36oc
RR: 18 x/menit
QB: 300 ml
UF Removed: 3.200 ml

Jam Implementasi
S:
Diagnosis Melakukan pengukuran
BB post HD O:
Mengedukasi pembatasan
- BB post HD: 93,5 kg
cairan dan HD sesuai
jadwal
TERMINASI HEMODIALISIS
HD MULAI JAM 08.00
HD SELESAI JAM
12.20
INTAKE CAIRAN SELAMA HD 600 ml
OUTPUT CAIRAN SELAMA HD 3,200 ml

BALANCE CAIRAN - 2,500 ml

BB POST HEMODIALISIS 93,3 kg


UFG POST HEMODIALISIS -

KELUHAN Pasien mengatakan sedikit lemas


60

PASCAHEMODIALISIS

EVALUASI
Diagnosis S:
Resiko ketidakseimbangan volume
- pasien mengatakan lebih ringan
cairan lebih dari kebutuhan tubuh
O:
- BB post HD: 93,3 kg
Jam: 12.20
A: masalah teratasi

P:
- anjurkan pasien untuk
pembatasan cairan dirumah dan
melakukan HD sesuai jadwal
Diagnosis S: -
Resiko infeksi
O:
Jam: 07.50 – 12.20 - pasien tidak ada peningkatan suhu
tubuh, tidak ada tanda-tanda
infeksi.
A: masalah teratasi
P:
- anjurkan pasien untuk selalu
menjaga kebersihan akses, dan
mengedukasi mengenai tanda
gejala infeksi.
Diagnosis S:
Gangguan pola tidur
- Pasien mengatakan susah
Jam: 10.30 mengatur pekerjaan dan waktu
tidur
O:
- Pasien tampak mengantuk
A: masalah teratasi sebagian
P:
61

- Mengedukasi pasien terkait


pengaturan waktu tidur
- Mengedukasi terapi yang dapat
digunakan untuk mengatasi
masalah tidur
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Masalah Keperawatan


Kasus kelolaan pada karya tulis ini adalah pada Tn.P dengan diagnose medis
CKD Stage V ec DKD. Tn.P sudah melakukan HD selama ± 5 tahun dengan
frekuensi HD 2 kali seminggu yaitu dihari senin dan kamis pagi. Saat
pengkajian Tn. P mengatakan pasien memiliki riwayat diabetes sejak 2011,
pasien sempat di rawat akibat penurunan kesadaran, dan akhirnya pasien di
diagnose CKD, dan harus melakukan cuci darah. Pasien terpasang akses
vaskuler fistula sinistra, Tn. P juga mengatakan mengalami gangguan tidur,
dan selalu tidur diatas jam 01.00 klien mengatakan susah tidur karena
mengerjakan pekerjaanya, dan kadang juga pasien memikirkan keadaanya saat
ini dan cemas karena sudah tidak bisa beraktivitas seperti dulu. Tn. P
mengatakan mulai mengatur pola makan, dan rutin melakukan aktivitas fisik
ringan. Klien mengatakan mengkonsumsi air ± 600 ml dalam satu hari, dan
masih buang air kecil namun sedikit±10 ml.
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan beberapa masalah keperawatan yang
muncul yaitu Kelebihan volume cairan, Resiko infeksi, Gangguan pola tidur,
dan keletihan
1. Kelebihan volume cairan
Klien masih BAK namun sedikit, klien menjalani HD 2 kali seminggu yaitu
senin dan kamis pagi, dan mengkonsumsi ± 600 ml perhari. Pada HD
pertama didapatkan berat badan pre HD 96,9 kg ultrafiltrasi goal (UFG) 3.9
L dan berat badan post HD 93,5 kg IDWG 3.6 pada hari kedua didapatkan
berat badan pre HD 95,7 kg UFG 2.8 L dan berat badan post HD 93,5 kg
IDWG 2,2. pada hari ketiga berat badan pre HD 96,2 kg UFG 3.2 berat
badan post HD 93,5 kg IDWG 2,7. Hal tersebut menunjukan adanya
peningkatan berat badan setiap saat akan melakukan HD.
Indikator keberhasilan pasien HD mengelola cairan adalah dengan
mengontrol kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan dalam waktu
singkat dapat berarti peningkatan jumlah cairan dalam tubuh. Peningkatan
berat badan yang mengindikasikan kelebihan cairan dikenal dengan

63
64

Interdialytic Weight Gain (IDWG). IDWG merupakan peningkatan volume


cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai
dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode
interdialitik (Istanti, 2014). Menurut Neuman (2013), IDWG yang dapat
ditoleransi oleh tubuh tidak lebih dari 3% berat badan kering. Berat badan
kering ialah berat badan dimana tidak ada tanda-tanda klinis retensi cairan
(Linberg, 2010). Semakin tinggi IDWG maka semakin besar jumlah
kelebihan cairan dalam tubuh pasien dan semakin tinggi risiko komplikasi.
IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan pasien setelah (post)
HD pada periode hemodialisis pertama (pengukuran I). Periode
hemodialisis kedua, berat badan pasien ditimbang lagi sebelum (pre) HD
(pengukuran II), selanjutnya menghitung selisih antara pengukuran II
dikurangi pengukuran I dibagi pengukuran II dikalikan 100%. Pada pasien
kelolaan IDWG berada pada rentang normal dimana tidak melebihi 3%.
Pada kasus gagal ginjal pasien dimana fungsi ginjal sudah tidak maksimal
dan bahkan tidak berfungsi sebagai pengekresi. Pada pasien CKD
keseimbangan cairan dan elektronik terganggu sehingga pasien dianjurkan
untuk melakukan pembatasan asupan cairan dan makanan hal ini penting di
lakukan pasien CKD untuk tetap menjaga kondisi tubuhnya. Jadi pada
pasien CKD umumnya mengalami peningkatan berat badan akibat
ketidakmapuan pasien dalam melakukan pembatasan cairan. Tanpa adanya
pembatasan asupan cairan, maka akan mengakibatkan cairan menumpuk
dan akan menimbulkan edema yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi peningkatan berat badan (Budiyanto, 2001 dalam Savitri,
Linggarjati dan Parmitasari, 2015)
2. Resiko infeksi
Klien memiliki akses vaskuler fistula sinistra, klien sudah melakukan HD
selama 5 tahun. Penurunan fungsi ginjal pada uremia meningkatkan risiko
terjadinya infeksi dan beberapa abnormalitas pada sistem imun. Terapi
dialisis yang berulang juga menyebabkan aktivasi leukosit dan produksi
sitokin (Tbahriti, 2013). Limfosit yang terdiri dari limfosit B dan T
merupakan sel yang memiliki peran utama dalam sistem imun spesifik. Sel
65

T berperan dalam imunitas selular dan sel B berperan dalam imunitas


humoral. Apabila terjadi defisiensi ataupun disfungsi limfosit, maka
kekebalan tubuh seseorang akan terganggu. Jika kekebalan tubuh terganggu
akan dapat menimbulkan infeksi pada akses. Menurut CDC (2013) dalam
melakukan tindakan HD harus memperhatikan kebersihan akses, dan
menggunakan teknik aseptic selama proses HD dari mulai penusukan
hingga terminasi HD.
3. Gangguan pola tidur
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sering mengalami masalah
tidur, klien biasanya tidur diatas jam 01.00, dan kadang lebih, klien
mengatakan susah tidur karena menyelesaikan pekerjaanya, dan kadang
sedikit merasa cemas. Klien mengatakan tidak ada penggunaan obat-obatan
untuk mengatasi masalah tidur, klien mengatakan gangguan tidur sudah
dialami sejak mulai HD, selama mengalami gangguan tidur klien
mengatakan sedikit terganggu karena merasa lelah dan sedikit menganggu
aktivitasnya, pasien sudah berusaha mengatur waktu tidur agar tidak tidur
terlalu larut malam, namun tidak bisa. Gangguan tidur pada pasien
hemodialisis merupakan masalah yang sering terjadi, pada penelitian Jodi,
S.L (2015) mengenai kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis di
RSUP Sanglah denpasar, dengan sampel sebanyak 50 pasien. Hasil
menunjukan bahwa 60% pasien yang menjalani hemodialisis memiliki
kualitas tidur yang buruk. Tidur merupakan hal yang penting bagi tubuh,
kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan perubahan pada
metabolisme, sistem endokrin, fungsi fisik, mental, kesehatan dan
kesejahteraan, dan juga dapat menurunkan kualitas hidup (Hasbi dkk
2020).
4. Keletihan
Pada hari kedua HD klien mengeluh letih, dan sedikit lemas saat selesai
HD, sehingga harus istirahat sejenak. Keletihan yang dialami pasien
disebabkan karena kurang istirahat, saat dikaji pasien mengatakan sehari
sebelum HD susah tidur, karena mengerjakan web.Proses terapi
hemodialisis yang membutuhkan waktu selama 5 jam menyebabkan stress
66

fisik sehubungan dengan efek hemodialisis yang lama. Status nutrisi yang
buruk, dan berbagai keadaan lain seperti anemia, akan menyebabkan tubuh
mengalami kelelahan yang ekstrim (Black, 2005). Kelelahan
mempengaruhi keadaan fisik, mental, dan emosional individu yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kewaspadaan, disertai dengan penilaian yang
buruk, reaksi lambat terhadap peristiwa dan penurunan fungsi motorik
(Fatayi, 2008). Kondisi fatigue pada klien yang menjalani hemodialisis
dapat menyebabkan konsentrasi menurun, malaise, gangguan tidur ganguan
emosional, dan penurunan kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
sehari – hari, sehingga pada akhirnya bisa saja dapat menurunkan kualitas
hidup klien yang menjalani hemodialisis

4.2Analisis Intervensi Keperawatan

Gangguan tidur merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisis, yang berkontribusi menyebabkan turunya kualitas
hidup pasien yang menjalani hemodialisis. Menurut penelitian Sabry et al
(2010) menyebutkan bahwa penyebab gangguan tidur pada pasien yang
menjalani hemodialisis adalah faktor psikologis seperti depresi, cemas, dan ke
khawatiran sosial. Pada pasien kelolaan mengatakan merasakan cemas dan
kekhawatiran untuk jangka panjang jika terlalu sering mengalami gangguan
tidur. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rai et al
(2011) menyatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sangat rentan
terhadap masalah emosional yang berhubungan dengan beban penyakit,
pembatasan diet, keterbatasan fungsional, efek samping obat, perubahan
persepsi diri, dan ketakutan akan kematian. Dalam penelitian ini disebutkan
juga bahwa masalah psikologis yang ditemui pada pasien dengan gagal ginjal
stadium akhir yaitu terjadinya kesedihan, tidak berdaya, beban keuangan,
serta merasa bersalah, yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukan bahwa dari 69 sampel penelitian 48,8%
mengalami depresi, dan 60,9 % mengalami insomnia. Hal serupa juga dialami
oleh pasien kelolaan mengatakan selama menjalani HD, pasien sangat sulit
melakukan diet, serta aktivitas pasien sedikit terganggu, karena tidak dapat
melakukan aktivitas seperti saat masih sehat, dan terkadang menimbulkan
67

cemas, dan ketakutan bagi dirinya serta mengatakan sampai kapan akan
seperti ini. Menurut Han (2002) meneliti mengenai insomnia pada pasien
hemodialisis yang memiliki diabetes dengan sampel sebanyak 82 pasien,
menunjukan hasil bahwa 68,2% faktor resiko insomnia pada pasien dengan
diabetes disebabkan oleh status gizi, usia, dan depresi adalah faktor utama
penyebab gangguan tidur pada pasien dengan diabetes. Penelitian yang
dilakukan oleh Lufiyani dkk (2019) dengan sampel sebanyak 125 pasien yang
menjalani hemodialisis 2 kali seminggu, menunjukan bahwa lebih dari
setengah 56% sampel mengalami insomnia. Menurunya kualitas tidur pasien
tentunya dapat menyebabkan menurunya kualitas hidup dari pasien itu
sendiri. Menurut Putri (2018) Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan 2
dampak yaitu fisik dan psikologis. Pada dampak fisik Ekspresi wajah (area
gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan, dan
mata terlihat cekung), kantuk yang berlebih, tidak mampu berkonsentrasi,
tampak tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, muntah, serta tanda –
tanda peningkatan tekanan darah, pusing dan kaku pada tengkuk, dan pada
dampak psikologis seseorang akan Menarik diri, apatis dan respon menurun,
merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung,
timbul halusinasi pendengaran atau penglihatan, serta kemampuan
memberikan pertimbangan dan keputusan menurun.
Pijat kaki merupakan sebuah metode non farmakologi yang dapat mengatasi
gangguan tidur juga melancarkan sirkulasi darah menghilangkan stress,
membantu sistem pencernaan, merangsang sistem limfatik, meningkatkan
fungsi otonom sitem saraf, menurunkan denyut jantung dan menurunkan
tekanan darah, serta mensekresi hormone endhorpin Stuart dan Cherry
(2016). Menurut Corbin (2005) pijat juga efektif dalam menyeimbangkan
sistem saraf, dan memberikan keseimbangan fisik, otot dan kulit memiliki
koneksi saraf yang besar sehingga dengan melakukan pemijatan lembut pada
sistem saraf dapat memberikan efek relaksasi, serta pemulihan kondisi. Kaki
memiliki ribuan ujung saraf yang memberikan koneksi ke bagian tubuh yang
lain, saat diberikan pijatan pada kaki maka seluruh bagian tubuh akan
terpengaruh Azami et al (2015). Menurut Addina (2019) Pijat kaki
68

mengaktifkan aktifitas sinyal neurotransmiter ke otak, organ dalam tubuh, dan


bioelektrik keseluruh tubuh. Sinyal yang dikirim ke otak akan mengalirkan
gelombang alfa yang ada didalam otak. Implus saraf yang dihasilkan dari foot
massage diteruskan menuju hipotalamus untuk menghasilkan CRF
(Corticotropin Releasing Factor). CRF merangsang kelenjar pituitary untuk
meningkatkan produksi Proopioidemelanocortin (POMC) sehingga medulla
adrenal memproduksi endorfin.Endorfin yang disekresikan ke dalam
peredaran darah dapat mempengaruhi suasana hati menjadi rileks. Perasaan
tenang dan rileks akan menimbulkan rasa ingin tidur, sehingga dengan rasa
ingin tidur ini pasien mendapatkan sensasi tidur yang lebih nyaman dan rileks
dan dapat meningkatkan kualitas tidur pada pasien. Aramanesh F, Malekshahi
F, dan Safari m (2015) pada 80 pasien hemodialisis yang dilakukan 3 kali
seminggu selama 4 minggu, hasil menunjukan bahwa menggunakan pijat kaki
dapat secara signifikan dapat meningkatkan kualitas tidur pasien hemodialisis
(p<0,001) pijat kaki dapat diterapkan dan dilatih sebagai metoda yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien hemodialsis. Field
(2007) mengatakan bahwa terapi pijat dapat mengurangi rasa sakit, dan
mengurangi gangguan kecemasan.Penelitian Menurut Unal dan Akpinar
(2016) terapi pijat termasuk salah satu intervensi keperawatan dan merupakan
metode sederhana dan non invasif yang melibatkan palpasi jaringan lunak dan
otot, pijatan adalah sentuhan terapi yang memberikan efek relaksasi fisik dan
mental dan mampu menghasilkan transmisi energy antara terapis dan pasien.
Mekanisme pijat kaki yang dilakukan pada kaki bagian bawah selama 10
menit, 5 menit untuk setiap kaki dimulai dari pemijatan pada kaki yang
diakhiri pada telapak kaki, diawali dengan menggosokan minyak ke tangan
pemijat agar memberi efek hangat kemudian gosokan pada permukaan
punggung kaki dimana gosokan yang berulang-ulang menimbulkan
peningkatan suhu diarea gosokan, dan dilakukan hal sama pada kaki
selanjutnya dan pijat kaki ini baik dilakukan selama proses HD berlangsung
(Aditya, 2013). Pada pasien kelolaan intervensi pijat kaki belum diberikan,
namun sudah mengontrak waktu untuk pemberiaan intervensi. Rencana
intervensi diberikan pada minggu ketiga, namun karena terjadinya wabah
69

Covid-19 mahasiswa tidak dapat menjalankan praktek seperti biasanya,


sehingga intervensi tidak dapat diberikan.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa:

a. Tn.P dengan diagnose medis CKD Stage V ec DKD. Tn.P sudah melakukan
HD selama ± 5 tahun dengan frekuensi HD 2 kali seminggu yaitu dihari senin
dan kamis pagi. Saat pengkajian Tn. P mengatakan pasien memiliki riwayat
diabetes sejak 2011, pasien sempat di rawat akibat penurunan kesadaran, dan
akhirnya pasien di diagnose CKD, dan harus melakukan cuci darah. Pasien
terpasang akses vaskuler fistula sinistra, Tn. P juga mengatakan mengalami
gangguan tidur, dan selalu tidur diatas jam 01.00 klien mengatakan susah tidur
karena mengerjakan pekerjaanya, dan kadang sedikit merasa cemas terhadap
keadaanya. Hasil pengukuran kualitas tidur menggunakan PSQI (pittsburgh
sleep quality index) didapatkan skor 11 (PSQI>5) berarti kualitas tidur buruk.
Tn. P mengatakan mulai mengatur pola makan, dan rutin melakukan aktivitas
fisik ringan. Klien mengatakan mengkonsumsi air ± 600 ml dalam satu hari,
dan masih buang air kecil namun sedikit. Berdasarkan hasil pengkajian
didapatkan beberapa masalah keperawatan yang munul yaitu Resiko
ketidakseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh,Resiko infeksi,
Gangguan pola tidur, dan keletihan.
b. Terapi pijat merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi
masalah gangguan tidur, berdasarkan analisis jurnal didapatkan bahwa terapi
pijat efektif untuk mengatasi masalah gangguan tidur, dan meningkatkan
kualitas tidur.
5.2 Saran
a. Perawat
Diharapkan perawat dapat memberikan terapi pijat pada pasien yang menjalani
hemodialisis sebagai salah satu terapi non invasive untuk meningkatkan
kualitas tidur pasien.

70
71

b. Mahasiswa
mahasiswa dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait efek samping, dan
mengembangkan penelitian terkait terapi non farmakologi untuk mengatasi
gangguan tidur pasien yang menjalani hemodialisis
c. Pasien
Pasien dapat melakukan pengaturan terkait jam tidur, dan bekerja, serta dapat
menggunakan terapi pijat sebagai salah satu terapi yang dapat digunakan untuk
mengatasi meningkatkan kualitas tidur
DAFTAR PUSTAKA
Abassi, M. R., Safavi, A., Haghverdi, M., & Saedi, B. (2016). Sleep disorders in
ESRD patients undergoing hemodialysis. Acta Medica Iranica, 176-184.
Addina Mulia, A. M. (2019). Pengaruh foot massage terhadap kualitas tidur
pada pasien CHF (Congestive Heart Failure) di ruang HCU cempaka 2
RSUD Adnan WD Payakumbuh tahun 2019 (Doctoral dissertation, stikes
perintis padang).
Aditya, Sukarendra, & Putu.(2013). Pengaruh pijat refleksi terhadap insomnia
pada lansia di Desa Leyengan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang. Jurnal Keperawatan.
Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017).Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas
Tidur Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).
Agustin, D. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada
Pekerja Shift Di Pt Krakatau Tirta Industri Cilegon.Skripsi), Ui, Depok.
American Sleep Association.https://www.sleepassociation.org/sleep-
disorders/more-sleep-disorders/. Diakses 2 April 2020.
Ariamanesh, F., Malekshahi, F., & Safari, M. (2015). The effect of foot massage
on night sleep quality in hemodialysis patients.
Azami, H., Paveh, B. K., Rezaei, M., & Samadzadeh, S. (2015). The impacts of
short-term foot massage on mean arterial pressure of neurosurgical patients
hospitalized in intensive care units. Iranian Journal of Critical Care Nursing,
8, 133-142.
Cengic, B., Resic, H., Spasovski, G., Avdic, E., & Alajbegovic, A. (2012).
Quality Of Sleep in Patients Undergoing Hemodialysis. International
Urology and Nephrology, 44(2), 557-67.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2013). Preventing
Bloodstream Infections in Outpatient Hemodialysis Patients.
[Youtube].https://www.youtube.com/watch?v=_0zhY0JMGCA
Centers for Disease Control and Prevention.(2019). Chronic kidney disease in the
United States, 2019. US Department of Health and Human Services,
Centers for Disease Control and Prevention.
Chu, G., Szymanski, K., Tomlins, M., Yates, N., & McDonald, V. M.
(2018).Nursing care considerations for dialysis patients with a sleep
disorder. Renal Society of Australasia Journal, 14(2).
Corbin, L. (2005). Safety and efficacy of massage therapy for patients with
cancer. Cancer Control, 12, 158.
Dewi, T. S. (2019). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Gagal Ginjal
Kronik Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta (Doctoral
dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).
Fatayi, Dian. (2008). Kualitas Hidup Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani
Terapi CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis) di wilayah Balik
Papan Kalimantan Timur
Fonseca, N. T., Urbano, J. J., Nacif, S. R., Silva, A. S., Peixoto, R. A. O., Urbano,
G. J., ... & Oliveira, L. V. F. (2016). A systematic review of sleep disorders
in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. Journal of
physical therapy science, 28(7), 2164-2170.
Hasbi, H. A., & Sutanta, S. (2020). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation
Terhadap Kualitas Tidur Pasien Hemodialisis. JURNAL KESEHATAN
SAMODRA ILMU, 11(1), 29-37.
Hill, N. R., Fatoba, S. T., Oke, J. L., Hirst, J. A., O’Callaghan, C. A., Lasserson,
D. S., & Hobbs, F. R. (2016). Global prevalence of chronic kidney disease–
a systematic review and meta-analysis. PloS one, 11(7).
Istanti, Y.P. (2104). Hubungan antara masukan cairan dengan interdialytic weight
gains (IDWG) pada pasien chronic kidney diseases di Unit Hemodialisis RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Knutson, K.L., Phelan, K., Paskow, M.J., Roach, A., Whiton, K., Langer, G.,
Hillygus, D.S., Mokrzycki, M., Broughton, W.A., Chorkroverty, S.,
Lichstein, K.L., Weaver, T.E., Hirshkowitz, M. (2017). The National Sleep
Foundation’s Health Index. Sleep Health. 3, 234-240.
Linberg, M. (2010). Excessive fluid overload among hemodialysis patients:
Prevalence, individual characteristic and self regulation of fluid intake.
Faculty of Medicine Uppsala Universitet.
Lufiyani, I., Zahra, A. N., & Yona, S. (2019). Factors related to insomnia among
end-stage renal disease patients on hemodialysis in Jakarta,
Indonesia. Enfermeria clinica, 29, 331-335.
Luyckx, V. A., Tonelli, M., & Stanifer, J. W. (2018).The global burden of kidney
disease and the sustainable development goals. Bulletin of the World Health
Organization, 96(6), 414.
Neuman, C. (2013). Body weight telemetri is useful to reduce interdialytic weight
gain in patients with end-stage renal failure on hemodialysis. Journal of the
American telemedicine, 1. www.ncbi.nlm.nih.gov/.
Parvan, K., Lakdizaji, S., Roshangar, F., & Mostofi, M. (2013). Quality Of Sleep
and Its Relationship to Quality of Life in Hemodyalisis Patients. Journal Of
Caring Sciences, 2(4), 295-304.
Pius, E. S., & Herlina, S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas
tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rumah
sakit Tarakan Jakarta.Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 3(1).
Rai, M., Rustagi, T., Rustagi, S., & Kohli, R. (2011).Depression, insomnia and
sleep apnea in patients on maintenance hemodialysis. Indian journal of
nephrology, 21(4), 223.
Rios, P., Cardoso, R., Morra, D., Nincic, V., Goodarzi, Z., Farah, B., ... & Tricco,
A. C. (2019). Comparative effectiveness and safety of pharmacological and
non-pharmacological interventions for insomnia: an overview of
reviews. Systematic reviews, 8(1), 281.
Sabry, A. A., Abo-Zenah, H., Wafa, E., Mahmoud, K., El-Dahshan, K., Hassan,
A., ...& Okasha, K. (2010). Sleep disorders in hemodialysis patients. Saudi
journal of kidney diseases and transplantation, 21(2), 300.
Stuart, C., & Cherry, B. (2016). Certified Nurse-Midwives’ Experiences with
Gestational Weight Management.Nursing of Women's health, 20, 38-50.
Saraswati, A. W., & Paskarini, I. (2018). Hubungan Gangguan Tidur Pada
Pekerja Shift Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Di Terminal
Petikemas. The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, 7(1), 72-80.
Tbahriti, H. F., Meknassi, D., Moussaoui, R., Messaoudi, A., Zemour, L.,
Kaddous, A., ...& Mekki, K. (2013). Inflammatory status in chronic renal
failure: The role of homocysteinemia and pro-inflammatory
cytokines. World journal of nephrology, 2(2), 31.
Tentero, I. N., Pangemanan, D. H., & Polii, H. (2016). Hubungan diabetes melitus
dengan kualitas tidur. eBiomedik, 4(2).
Unal, K. S., & Akpinar, R. B. (2016). The effect of foot reflexology and back
massage on hemodialysis patients' fatigue and sleep
quality. Complementary therapies in clinical practice, 24, 139-144.
Wahyuni, A. S. (2018). Hubungan Konsumsi Kafein dan Makanan dengan
Kualitas Tidur pada Siswa SMA Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2018.
Wicaksono, D. W. (2012). Analisis Faktor Dominan Yang Berhubungan Dengan
Kualitas Tidur Pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.Scholarly Article, 4-6
Lampiran 2
BIODATA PENELITI

Nama : Sang Putu Angga Winata

Nim : 1502105064

Program Studi : PSSKPN

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Udayana

Temat Tgl Lahir : Bangli, 22 Juli 1997

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Alamat : Br. Petak Bebalang, Bangli

No. Telepon : 087760353084

E-mail : anggawinata093@gmail.com

Nama Ayah : Sang Ketut Putrawan

Nama Ibu : Desak Putu Wijawati

Riwayat Pendidikan:

1. TK Kartini (2000-2003)
2. SD N 4 Melinggih (2003-2009)

3. SMP Negri 1 Payangan (2009-2012)

4. SMK Kesehatan Sanjiwani Gianyar (2012-2015)


5. Universitas Udayana (2015-sekarang)
Kuesioner PSQI

a. Data Umum Responden


1. Nama Inisial :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?

2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?

3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?

4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?

5 Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x ≥3x


dibawah ini mengganggu tidur anda? pernah seminggu seminggu seminggu
a) Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau terlalu dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi
d) Tidak mampu bernafas dengan leluasa
e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam hari
g) Kepanasan dimalam hari
h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri
j) Alasan lain ………
6 Seberapa sering anda menggunakan obat
Tidur
7 Seberapa sering anda mengantuk ketika
melakukan aktifitas disiang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8 Seberapa besar antusias anda ingin
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Sangat Baik kurang Sangat
baik kurang

9 Pertanyaan pre intervensi : Bagaimana


kualitas tidur anda selama sebulan yang
Lalu
Pertanyaan post intervensi : Bagaimana
kualitas tidur
anda selama sebulan yang lalu

Keterangan cara skoring

Komponen:

1. Kualitas tidur subyektif = dilihat dari pertanyaan nomor


9 0 = sangat baik
1 = baik
2 = kurang
3 = sangat kurang
2. Latensi Tidur = total skor dari pertanyaan nomor 2 dan
5a Pertanyaan no 2:
≤ 15 menit =0
16-30 menit =1
31-60 menit =2
≥60 menit =3
Pertanyaan no 5a:
Tidak pernah =0
Sekali seminggu =1
2 kali seminggu =2
>3 kali seminggu = 3
Jumlahkan skor pertanyaan no 2 dan 5a. Dengan skor dibawah
ini: Skor 0 =0
Skor 1-2 = 1
Skor 3-4 = 2
Skor 5-6 = 3
3. Lama tidur malam= dilihat dari pertanyaan no 4
>7 jam = 0
6-7 jam = 1
5-6 jam = 2
<5 jam = 3
4. Efisiensi tidur = pertanyaan no 1, 2, 3.
Efisensi tidur = (#lama tidur / #lama ditempat tidur) x 100%
#lama tidur pertanyaan no 4
#lama ditempat tidur, kalkulasi dari pertanyaan no 1 dan 3
Jika didapatkan hasil berikut maka skornya adalah
>85% =0
75-84% = 1
65- 74% = 2
<65% =3
5. Gangguan ketika tidur malam = pertanyaan no 5b sampai
5j Nomer 5b sampai 5j dinilai dengan skor dibawah ini
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu = 1
2 kali seminggu = 2
>3 kali seminggu = 3
Jumlahkan skor pertanyaan nomer 5b sampai 5j. Dengan skor dibawah
ini Skor 0 = 0
Skor 1-9 =1
Skor 10-18 = 2
Skor 19-27 = 3
6. Menggunakan obat-obat tidur = pertanyaan no 6
tidak pernah =0
sekali seminggu = 1
2 kali seminggu = 2
>3 kali seminggu = 3
7. terganggunya aktivitas disiang hari = pertanyaan no 7 dan 8
Pertanyaan no 7
Tidak pernah =0
Sekali seminggu = 1
1 kali seminggu = 2
>3 kali seminggu = 3
Pertanyaan no 8 Tidak antusias = 0 Kecil =1
Sedang = 2
Besar = 3
Jumlahkan skor pertanyaan 7 dan 8 dengan skor dibawah
ini: Skor 0 = 0
Skor 1-2 = 1
Skor 3-4 = 2
Skor 5-6 = 3
Skor akhir jumlahkan mulai dari komponen 1 sampai 7
STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP)
PROSEDUR PIJAT REFELEKSI KAKI
Pengertian Pijat dengan melakukan penekanan pada titik titik syaraf. Titik titik syaraf tersebut berada pada kaki,
kebanyakan titik titik syaraf tersebut berada di telapak kaki
Tujuan 1. Melancarakan peredaran darah
2. Menjaga meningkatkan daya tahan tubuh
3. Memebantu mengatasi stres
4. Memberikan efek rileks
Persiapan Pasien Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
Persiapan Alat 1. Minyak telon
2. Lotion/handbody
Persiapan 1. Memberikan lingkungan yang aman dan nyaman
Lingkungan 2. Tutup sketsel
Prosedur 1. Waktu pijat refleksi dapat dilakukan selama 10-20 menit. Tetapi bagi penderita penyakit kronis,
lanjut usia waktunya lebih pendek
2. Setiap titik refleksi hanya dipijat 5 sampai 9 menit dalam sekali pemijatan
3. Bisa menggunakan minyak agar kulit tidak lecet tatkala dipijat
4. Gerakan pertama disebut dengan eflurage yaitu memijat dari pergelangan kaki ditarik sampai ke
jari-jari. Gerakan dapat dilakukan sekitar 3 – 4 kali.

5. Gerakan kedua ini sama dengan gerakan pertama yaitu menarik dari pergelangan kaki hingga
sampai ujung jari melewati perselangan jari diakhiri dengan tarikan kecil pada jari. Gerakan ini
dilakukan pada semua jari kaki, dari kelingking hingga jempol.

6. Setelah itu, dilakukan seperti gerakan pertama tetapi dengan menungkupkan semua telapak
tangan pada atas dan bawah telapak kaki, ditarik lembut dari pergelangan kaki hingga ke jari
kaki. Gerakan ini dilakukan 3 – 4 kali.
7. Pegang kaki seperti gambar di atas, lakukan pemijatan pada daerah tumit dengan gerakan
melingkar. Penekanan pemijatan dipuasatkan pada jempol tangan yang dilakukan seperti
gerakan-gerakan memutar kecil searah jarum jam. Gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 3 – 4
kali.

8. Lakukan pemijatan dengan memfokuskan penekanan pada jempol, jari telunjuk, dan jari tengah
dengan membuat gerakan tarikan dari mata kaki kearah tumit. Gerakan ini dilakukan sebanyak
3 – 4 kali.

9. Lakukan pemijatan penekanan yang berfokus pada jempol, mengusap dari telapak kaki bagian
atas hingga ke bawah. Gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali.

10. Gerakan ke tujuh hampir sama dengan gerakan ke-6, tetapi gerakan ini dilakukan dengan posisi
agak ke tengah dari telapak kaki. Gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali.

11. Gerakan selanjutnya yaitu dengan membuat gerakan kecil memutar dengan memberikan sedikit
penekanan yang berfokus pada jempol,gerakan ini dilakukan dari bagian atas telapak kaki
(bawah jempol) hingga di bagian tumit tetapi telapak bagian tepi. Gerakan ini tidak dilakukan
perulangan, cukup satu kali saja.

12. Gerakan selanjutnya hampir sama dengan gerakan ke-8, hanya bedanya gerakan ke-9 ini lebih
di area telapak kaki bagian tengah. Gerakan ini juga tidak dilakukan perulangan, cukup satu kali
saja.

13. Gerakan ke-10 adalah dengan melakukan penekanan pada bawah jari, seperti yang dilakukan
gambar di atas. Gerakan ini dilakukan pada semua jari kaki. Gerakan ini dilakukan dengan
menekan dan memberikan putaran-putaran kecil searah jarum jam. Setiap jari kaki diberikan
pijatan 3 – 4 kali.
14. Gerakan selanjutnya yaitu memberikan penekanan dan gerakan memutar kecil pada area
tersebut (seperti pada gambar). Gerakan yang dilakukan dapat sebanyak 4 – 5 kali pada titik ini
saja.

15. Gerakan selanjutnya dapat dilakukan dengan memutar pergelangan kaki, posisi tangan dapat
dilakukan seperti pada gambar. Pemutaran pergelangan kaki dapat dilakukan sebanyak 4 – 5
kali.

16. Setelah itu regangkan kaki, yaitu dengan memegang daerah pergelangan kaki dan memberikan
sedikit dorongan ke luar pada telapak kaki bagian atas. Gerakan ini dapat dilakukan 3 – 4 kali.

17. Gerakan terakhir yaitu memberi usapan lembut dengan sedikit diberikan penekanan dari
pergelangan kaki hingga semua ujung kaki. Gerakan ini dilakukan 3 -4 kali, dan ditutup dengan
mengusap satu kali dengan lembut dari atas pergelangan kaki hingga ujung kaki tanpa diberikan
penekanan.

18. Melakukan komunikasi selama pemijatan, jangan membicarakan segala sesuatu yang dapat
memberatkan mental pasien khusunya mengenai pasien
19. Melakukan cuci tangan sehabis memijat
Terminasi 1. Menanyakan perasaan pasien
2. Memberikan umpan balik positif
3. Kontrak waktu untuk pemijatan selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai