Anda di halaman 1dari 109

SKRIPSI

“PENGARUH JARAK PEMUKIMAN TERHADAP TINGKAT


KEBISINGAN PADA JALUR KERETA API JENIS EKONOMI DI
WILAYAH KELURAHAN WINONGO KOTA MADIUN”

Oleh:

JELLYS SELA PUTRI FELANTIKA

201403019

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

i
SKRIPSI

“PENGARUH JARAK PEMUKIMAN TERHADAP TINGKAT


KEBISINGAN PADA JALUR KERETA API JENIS EKONOMI DI
WILAYAH KELURAHAN WINONGO KOTA MADIUN”

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh:

JELLYS SELA PUTRI FELANTIKA

201403019

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jellys Sela Putri Felantika

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 8 Januari 1996

Agama : Islam

Alamat : Gunungsari RT 6 RW 2 Kec. Madiun Kab. Madiun

Email : jellyssela@yahoo.com

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 03 Madiun Lor/ Sriwijaya (2002 – 2008)

2. SMPN 13 Kota Madiun (2008 – 2011)

3. SMAN 1 Nglames Kab. Madiun (2011 – 2014)

4. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun (2014 –


sekarang)

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada Jalur
Kereta Api Jenis Ekonomi Di Wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun”.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang
Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Bapak Sudrajat Sudiono, S.Sos, selaku Lurah Winongo Kota Madiun.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku
pembimbing 2 yang telah memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes, selaku Dewan Penguji yang telah
memberikan masukan dalam skripsi ini.
5. Bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis juga berharap semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan
dunia kesehatan masyarakat pada khususnya.
Madiun, 11 Agustus 2018

Penyusun

vii
Halaman Persembahan
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Berkat Rahmat Nya telah
memberikan kekuatan, membekaliku dengan ilmu dan pikiran sehingga mampu
menyelesaikan karya kecilku ini. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada
kemudahan. Seiring rasa syukurku dengan segala kerendahan hati dan
mengharapkan ridhoMu Ya Allah. Kupersembahkan karya kecil ini keharibaan
yang tercinta, terima kasih untuk :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat, Taufik serta


HidayahNya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ini
dengan Baik.
2. Untuk Ibu Kaprodi S1 Kesehatan Masyarakat serta jajaran dosen dan
karyawan Stikes BHM terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala
dukungan yang telah diberikan.
3. Untuk dosen pembimbing Bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si dan Ibu
Avicena Sakufa Marsanti S.KM., M.Kes dan penguji ku Bapak H. Edy
Bachrun S.KM., M.Kes terimakasih atas kesabarannya dalam bimbingan
dan ilmunya yang melahirkan coretan terindah sehingga saya mampu
menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.
4. Untuk seluruh Perangkat dan warga Kelurahan Winongo Kota Madiun
terimakasih atas bantuan dan antusiasnya dalam penelitian yang telah saya
lakukan.
5. Bapak Agung Sugijantoro ayah terhebat sekaligus motivator dalam
hidupku dan Ibunda Thresia kartini sebagai tanda bakti, hormat, serta rasa
terimakasih yang tiada terhingga apa yang Tama peroleh hari ini belum
mampu membayar setetes keringat dan air mata Bapak & Ibu. Serta
keluarga besarku yang telah memberi dukungan mental maupun material.
6. Untuk teman-teman Kesmas Stikes BHM angkatan 2014 terimakasih
banyak atas segala dukungan, motivasi, kritik dan saran sehingga
tersusunlah skripsi yang telah kita lalui bersama ini dengan lancar.
7. Untuk sahabat-sahabatku yang sama-sama berjuang dan selalu saling
memberi semangat satu sama lain: Veena, Dita, Dea, Ninis, Nurma, Nurul,
Nuke, Jiwani, Yudhistira, Arief, dan Tri.
8. Untuk teman-teman, pebina dan pembimbing paduan suara mahasiswa
Gandara Adhi Chandra Stikes BHM Madiun terimasih atas dukungan
semangatnya “dengan bernyanyi, akan semangat mengejar prestasi”
9. Semua pihak yang sudah membantu terselesaikannya karya kecilku ini
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya.

Oleh : Jellys Sela Putri Felantika

viii
ABSTRAK

Jellys Sela Putri Felantika

PENGARUH JARAK PEMUKIMAN TERHADAP TINGKAT


KEBISINGAN PADA JALUR KERETA API JENIS EKONOMI DI
WILAYAH KELURAHAN WINONGO KOTA MADIUN

69 halaman + 11 tabel + 5 gambar + 11 lampiran

Pemukiman di sepanjang rel kereta api syarat akan paparan bising tinggi
dari aktifitas kereta api. Prevalensi nasional penduduk Indonesia menderita
dampak kebisingan sebesar 8-12%. Di Jawa Timur hingga jarak ± 50 meter
tingkat kebisingan sebesar 70,01 dBA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada jalur
kereta api jenis ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun.
Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah masyarakat RT 20 dan RT 11 Kelurahan Winongo
Kota Madiun sebanyak 32 kepala keluarga. Teknik sampling yang digunakan
adalah total sampling. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan
bivariat menggunakan uji korelasi pearson product moment.
Nilai kekuatan hubungan pada penelitian ini yaitu r = -0,957. Dan p-value
sebesar < 0,000. Yang berarti ada pengaruh antara variabel terikat dan variabel
bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak terdekat 15,3 meter terjauh 62,4
meter, jarak rumah responden dengan rel kereta memenuhi standar PP RI N0. 56,
2009 = 6 meter, terdekat 15,3 meter terjauh 62,4 meter. Dan tingkat kebisingan di
rumah responden melebihi baku mutu KepMenLH No. 48, 1996 = 55 dBA,
tertinggi 86,2 dBA dan terendah 66,65 dBA. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa ada pengaruh antara jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada
jalur kereta api jenis ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun.
Masyarakat diharapkan dapat menanam tananman vegetasi di depan rumah,
contohnya pohon nangka, pucuk merah dan pohon jambu bol, karena tanaman
tersebut dapat menjadi peredam kebisingan.

Kata kunci : jarak pemukiman, tingkat kebisingan, jalur kereta api


Kepustakaan : 39 (1995 – 2017)

ix
First Degree of Public Health Study Program
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2018

ABSTRACT

Jellys Sela Putri Felantika

THE INFLUENCE BETWEEN DISTANCE OF SETTLEMENT TO LEVEL


OF NOISE ON RAILWAY OF ECONOMIC TRAIN TYPES IN THE
WINONGO VILLAGE REGENCY OF MADIUN
69 pages + 11 tables + 5 pictures+ 11 enclosures

Background: Settlement along the railway conditions will exposure to high noise
from rail activities. The national prevalence of Indonesia's population suffers
from noise impact of 8-12%. In East Java up to a distance of ± 50 meters noise
level of 70.01 dBA. The purpose of this research was to know the influence of
residential distance to the noise level in economic railway type in Winongo sub-
district of Madiun.
The methods of this research: The type of this research was correlation with
cross sectional approach. The population of this research is the community of RT
20 and RT 11 Winongo urban village of Madiun as much as 32 head of family.
The sampling technique was using total sampling. Data analysis was using
univariate and bivariate analysis using pearson product moment correlation test.
The result: The value of the relation in this study is r = -0,957 and p-value is <
0,000. That means is influence between the dependent variable and the
independent variable.
Analysis: Result of research indicated that distance nearest15,3 meter farway
62,4 meter, distance of respondent house with rail fulfilled standard of PP RI N0.
56, 2009 = 6 meter. And the noise level at respondent house exceed quality
standard. KepMenLH48, 1996 = 55 dBA, hinghest 86,2 dBA and lowlest 66,65
dBA. The result of statistical test showed that there was influence between
residential distance to the noise level in economic railway type in Winongo sub-
district of Madiun.
Discus and conclusion: Peoples expected to plant vegetation in front of the
house, for example jackfruit tree, pucuk merah tree and bamboo tree, because the
plant could be a noise damper.
Keywords : Residential distance, Noise level, Railway
Reference : 39 (1995 – 2017)

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


SAMPUL DALAM ............................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xvii
Bab 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................... 8
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebisingan .................................................................... 10
2.2 Jenis Kebisingan ............................................................................. 11
2.3 Sumber Kebisingan ......................................................................... 13
2.4 Tingkat Kebisingan ......................................................................... 16

xi
2.5 A- Weighted Decibels (dBA) ......................................................... 17
2.6 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan .................................... 19
2.7 Baku Mutu Kebisingan ................................................................... 22
2.8 Pemukiman ..................................................................................... 24
2.9 Pengukuran Kebisingan .................................................................. 26
2.10Tanaman Vegetasi Peredam Kebisingan ........................................ 29
Bab 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 31
3.2 Hipotesa Penelitian ......................................................................... 32
Bab 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ............................................................................ 33
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi .............................................................................. 33
4.2.2 Sampel ................................................................................. 34
4.2.3 Kriteria Sampel ................................................................... 35
4.3 Teknik Sampling ............................................................................. 36
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................. 36
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian .............................................................. 38
4.5.2 Definisi Operasional ........................................................... 38
4.6 Instrumen Penelitian ....................................................................... 39
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 41
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................41
4.9 Teknik Analisis Data ....................................................................... 43
4.10Analisis Data ................................................................................... 44
4.11Etika Penelitian ............................................................................... 46
Bab 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 48
5.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 49
5.3 Pembahasan .................................................................................... 54
5.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 63

xii
Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 64
6.1 Saran ................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................................. 8


Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan ........................................................................ 24
Tabel 4.1 Jumlah Rumah Dalam Masing-Masing Jarak ........................................34
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel .............................................................. 39
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di
Wilayah Kelurahan Winongo Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun
Bulan Juni 2018 .....................................................................................49
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Alamat di
Wilayah Kelurahan Winongo Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun
Bulan Juni 2018 .....................................................................................50
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak
Pemukiman di Wilayah Kelurahan Winongo Kecamatan Manghunarjo
Kota Madiun Bulan Juni 2018 ...............................................................51
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Kebisingan di Wilayah Kelurahan Winongo Kecamatan Manghunarjo
Kota Madiun Bulan Juni 2018 ...............................................................51
Tabel 5.5 Uji Normalitas Data Tingkat Kebisingan dan Jarak ............................. 52
Tabel 5.6 Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan ................ 53

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sound Level Meter ....................................................................... 28


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 31
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 37
Gambar 4.2 Sound Level Meter ....................................................................... 40
Gambar 5.1 Peta Kelurahan Winongo ............................................................. 48

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 3 Form Pengukuran Kebisingan
Lampiran 4 Rekomendasi Penelitian Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Lampiran 5 Rekomendasi Penelitian Kesbangpol Kota Madiun
Lampiran 6 Rekomendasi Penelitian Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kelurahan
Lampiran 8 Dokumentasi
Lampiran 9 Output SPSS
Lampiran 10 Jadwal Kegiatan Penyusunan Proposal Dan Skripsi
Lampiran 11 Lembar Bimbingan

xvi
DAFTAR SINGKATAN

Daop : Daerah Operasional

dBA : A-Weighted Decibels /Desibel

Ha : Hektar

Hz : Herz

JPL : Juru Penjaga Lintas

KA : Kereta Api

Km : Kilo Meter

M : Meter

MENLH : Menteri Lingkungan Hidup

NAB : Nilai Ambang Batas

NR : noise rating

RI : Republik Indonesia

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RT : Rukun Tetangga

SLM : Sound Level Meter

UU : Undang-Undang

WHO : World Health Organisation

xvii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan pada era globalisasi menuntut bahwa setiap kegiatan harus

memperhatikan aspek di bidang lingkungan hidup. Landasaan pembangunan

nasional yang berorientasi global ini menuntut para pemrakarsa maupun

pengelola industri, baik industri manufaktur maupun industri jasa untuk

mengubah pola pikir serta aspirasi kegiatan usahanya yang kontroversional

kearah bisnis modern yang memperhatikan lingkungan. Fasilitas pelayanan

publik seperti jalan raya, sekitar rel kereta api maupun bandara merupakan

jalur jalur yang digunakan alat transportasi untuk berlalu lalang setiap harinya

dimana dari kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif berupa

polusi udara (Sri L, 2012).

Salah satu jenis transportasi darat yang saat ini diminati masyarakat dan

namanya lagi naik daun adalah kereta api. Kereta api sering di jadikan

alternatif dalam perjalanan oleh masyarakat karena dengan menggunakan

kereta api dapat menghindari kemancetan, bisa lebih cepat mencapai tujuan,

tingkat keamanan dan kenyamanannya pun sudah tidak diragukan lagi.

Perkeretaapian tidak hanya memberikan dampak yang positif bagi masyarakat,

tetapi juga memungkinkan memberi dampak negatif kepada masyarakat yang

setiap hari terpapar suara kereta api yaitu berupa kebisingan pada masyarakat

yang di hasilkan oleh bunyi pada kereta api saat melintas (Mustar, 2009).

1
Bising dapat berasal dari alam misalnya suara gunung meletus dan juga

bisa berasal dari buatan manusia misalnya suara mesin pabrik, transportasi,

dan lain-lain. Semua bising dapat berdampak buruk pada kesehatan yaitu

dapat mengakibatkan gangguan pendengaran hingga menyebabkan ketulian

permanen (gangguan auditory) juga dapat menyebabkan gangguan lain selain

pendengaran (gangguan non-auditory) meliputi gangguan komunikasi,

gangguan psikologi, gangguan tidur, dan stress (ganggaun non-auditory)

(Maskur A, 2009).

Badan kesatuan dunia/ World Health Organisation (WHO) melaporkan,

tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia mengalami gangguan

pendengaran dari dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Di Amerika

Serikat terdapat sekisar 5-6 juta orang terancam menderita tuli akibat bising.

Sedangkan Belanda jumlahnya mencapai 200.000-300.000 orang, di Inggris

sekitar 0,2%, di Canada dan Swedia masing-masing sekitar 0,3% dari seluruh

populasi. Dan sekitar 75-140 juta (50%) di Asia Tenggara, dalam hal

Indonesia menempati urutan ke empat di Asia Tenggara yaitu 4,6% sesudah

Srilanka (8,8%), Mnyanmar (8,4%) dan India (6,3%) (WHO, 2012).

Pemerintah Indonesia dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 48 tahun 1996 menyebutkan kebisingan adalah bunyi yang tidak

diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang

dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan

lingkungan. Untuk perumahan dan pemukiman standar kebisingannya ialah 55

dBA (Keputusan MENLH, 1996).

2
Depkes RI (1995), menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk Indonesia

telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan

angka tersebut terus akan meningkat, dan pada tahun 2001 diperkirakan 120

juta penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran.

Penelitiaanya yang dilakukan di wilayah penduduk sepanjang rel kereta

api Ngagel Rejo Surabaya dengan tingkat kebisingan 65.89 dBA,

menyebutkan bahwa terdapat gangguan tidur sebesar 32%, gangguan

komunikasi sebesar 24%, dan gangguan psikologis 16% (Vina V, 2016).

Dampak terhadap kesehatan menurut penelitian di wilayah Bekanong

Sukoharjo Solo ada pengaruh tingkat kebisingan terhadap tekanan darah di

industri gamelan di wilayah Bekanong Sukoharjo dengan P-value 0,000

menggunakan uji chi-square (Rusmaira L, 2012).

Dampak terhadap gangguan auditory menyebutkan ada pengaruh

pengaruh intensitas kebisingan kereta api terhadap gangguan pendengaran

dengan P-value telingan kanan 0,029 dan telinga kiri 0.019 (Sri L, 2012).

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56 Tahun 2009 juga

menjelaskan bahwa batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang

terletak pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan

ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6 meter (PP RI,

2009 tentang Penyelengaraan Perkeretaapian). Adapun batas kriteria untuk

pembangunan rumah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian pasal 178, disebutkan bahwa setiap orang dilarang membangun

gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, atau menempatkan barang pada

3
jalur kereta api yang dapat menganggu pandangan bebas dan membahayakan

keselamatan pekerja kereta api (UU RI, 2007 tentang Perkeretaapian).

Dalam penelitian yang dilakukan di wilayah Surabaya menunjukkan

bahwa intensitas kebisingan masih di atas nilai ambang batas hingga jarak 50

meter yaitu 70,01 dBA. Tingkat kebisingan kereta api berpengaruh terhadap

tekanan darah ibu rumah tangga di pemukiman pinggiran rel kereta api Jalan

Ambengan Surabaya dengan (p value 0.25) (Novi I, 2015).

Dari hasil studi S2 mahasiswa Universitas Indonesia (UI) tahun 2004

(Rachmat Saherudin) menyebutkan bahwa kemungkinan stres dan munculnya

penyakit akibat kebisingan cukup banyak. Dia melakukan penelitian pada 100

orang yang tinggal di pinggir rel kereta api (jarak antara rumah dan rel rata-

rata 24 meter) menyebutkan bahwa 53% diantaranya mengalami gangguan

komunikasi, 40% mengalami darah tinggi, 51% mengalami gangguan

pencernaan, 59% mengalami gangguan psikologis dan hasil akhir adalah 79%

mengalami stres dan bermasalah dengan kesehatan karena kereta yang

mondarmandir (Elfri, 2009).

Kelurahan Winongo adalah wilayah yang dekat dengan Stasiun kereta api

Madiun dan sebagian rumah penduduk dekat dengan pinggiran rel kereta api.

Di prediksi setiap hari masyarakat tersebut terpapar kereta api sejumlah 44

jenis kereta api. Beberapa jenis kereta api tersebut adalah kereta api jenis

eksekutif, kereta bisnis, kereta ekonomi dan kereta barang. Serta sebanyak 18

kereta di antaranya adalah kereta jenis ekonomi. Sedangkan pemukiman

4
warga yang paling dekat dengan rel kereta api terletak pada RT 20 dan RT 11

Kelurahan Winongo Kota Madiun (JPL KA DAOP 7).

Survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 mei 2018 dengan

jumlah 12 respoden di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun

menunjukkan bahwa warga di pinggiran rel kereta sebelah jalur kiri

mengalami gangguan tidur sebanyak 80%, gangguan pendengaran 40%, stress

60%, gangguan konsentrasi 80%. Sedangkan pada jalur sebelah kanan

mengalami gangguan tidur sebnayak 75%, gangguan pendengaran 25%, stress

50%, gangguan konsentrasi 75%. Dan pada jalur sebelah kiri di gang ke 2

mengalami gangguan tidur sebanyak 34%, gangguan pendengaran 0%, stress

0%, gangguan konsentrasi 34% (Data primer, 2018).

Bahwasannya solusi yang dapat di ambil untuk mengurangi tingkat

kebisingan pada pemukiman misalnya di depan rumah ditanami jenis tananam

vegetasi, contohnya pohon nangka dan jambu bol karena tanaman tersebut

merupakan jenis vegetasi yang memiliki daun tebal dan kaku, serta kerapatan

daun yang tinggi, dapat mengurangi tingkat kebisingan atau menjadi peredam

kebisingan di lingkungan ( Febi dkk, 2009).

Menurut latar belakang masalah tersebut, maka perlu diteliti seberapa

besar Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada Jalur

Kereta Api Ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan masalah

penelitian ini adalah :

Apakah ada Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat

Kebisingan Pada Jalur Kereta Api Ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo

Kota Madiun.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan

Pada Jalur Kereta Api Ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo Kota

Madiun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengukur jarak rumah dengan rel kereta api di wilayah Kelurahan

Winongo Kota Madiun

2. Mengukur tingkat kebisingan pada kereta api jenis ekonomi di Wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun

3. Menganalisa pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan

pada jalur kereta api jenis ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo

Kota Madiun

6
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang penelitian yang

di wilayah jalur kereta api Kelurahan Winongo dan menambah wawasan,

pengetahuan, serta pengalaman mengenai kebisingan.

1.4.2 Manfaat bagi Stikes Bkahti Husada Mulia Madiun

Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan tentang Pengaruh

Tingkat Kebisingan Terhadap Jarak Pemukiman Pada Jalur Kereta Api

Pada Wilayah Kelurahan Winongo.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan memberi pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

7
1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Tempat Desin Variabel Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian

1. Sri Lujeng Pengaruh Intensitas Kelurahan Kuantitatif Variabel Bebas: Ada Pengaruh Pengaruh Intensitas
Agustini Kebisingan Kereta Tegalharjo, Observasional Intensitas Kebisingan Kereta Api Terhadap
(2012). Api Terhadap yang tinggal analitik Cross Kebisingan Gangguan Pendengaran pada
Gangguan di pinggiran Sectional. Variabel Masyarakat Tegalharjo yang Tinggal
Pendengaran pada rel kereta api Terikat: di Pinggiran Rel Kereta Api
Masyarakat RT 2, 4, 7, 8. Gangguan
Tegalharjo yang Pendengaran
Tinggal di Pinggiran
Rel Kereta Api.
2. Novi Dwi Analisis Pengaruh Pemukiman Obsevasional Variabel Bebas: 1. Tingkat kebisingan kereta api
Ira Suryani Tingkat Kebisingan Pinggiran Rel Komparatif Tingkat berpengaruh terhadap tekanan
(2015) dan Getaran Kereta Api Cross Sectional. Kebisingan dan darah ibu rumah tangga di
Terhadap Tekanan Jalan Getaran pemukiman pinggiran rel kereta
Darah Ibu Rumah Ambengan Terikat: api Jalan Ambengan Surabaya.
Tangga di Surabaya. Tekanan Darah 2. Tingkat getaran tidak berpengaruh
Pemukiman Ibu Rumah terhadap tekanan darah ibu rumah
Pinggiran Rel Kereta Tangga tangga di pemukiman pinggiran rel
Api Jalan Ambengan Variabel. kereta api Jalan Ambengan
Surabaya. Surabaya.

8
3. Fina Violita Gambaran Tingkat Pemukiman Deskriptif Variabel Bebas: Bising yang ada di pemukiman telah
Christi Bising dan Gangguan sepanjang rel Observasional Tingkat Bising melebihi baku mutu yang di tentukan
(2016). Non Auditori Ngagel Cross Sectional. Variabel serta gangguan non auditori yang
Penduduk Sepanjang Surabaya, Terikat: dialami responden hanya sebagian
Rel Kereta Api Jalan Mustika Gangguan Non kecil saja. Beberapa faktor yang
Ngagel Rejo RT 09 dan Audiotori. mempengaruhi adalah usia, lama
Surabaya. RT 10RW tinggal, kemampuan adaptasi, dan
01. persepsi.

Perbedaan dengan peneliti sebelumnya dengan peneliti yang telah dilakukan adalah :

1. Variabel Bebas : Jarak Pemukiman

2. Variabel Terikat : Tingkat Kebisingan

3. Subyek Penelitian : Pemukiman Kelurahan Winongo Kota Madiun RT 11, 20

4. Metode Penelitian : Menggunakan metode kuanitatif dengan menggunakan korelasi Product Moment.

9
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebisingan

Menurut KepMENLH No.48/MENLH/11/1996 tentang baku mutu

kebisingan, kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dari usaha atau

kegiatan dalam tingkat juga waktu tertentu yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmenlh

No.48/MENLH/11/1996).

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf

pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan

getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat

melalui media udara atau penghantar lainnya dan manakala bunyi atau

suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di

luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara

(Suma’mur,2009). Dari berbagai pengertian tersebut, maka dapat

ditafsirkan bahwa kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari

usaha atau kegiatan manusia yang menganggu kenyamanan dan kesehatan

manusia.

Kebisingan kereta api merupakan bunyi yang tidak diinginkan yang

bersumber dari kegiatan operasional kereta api yang dalam tingkat dan

waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan (Novi D, 2015).

10
Masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api memiliki

intensitas tertentu dalam mendengar lalu lintas kereta api. Setiap harinya

mereka mendengar kebisingan tersebut namun tidak mengindahkannya.

Hal tersebut terjadi karena sudah terbiasanya mereka dengan kebisingan

sehingga terjadi adaptasi akibat bising tersebut.

2.2 Jenis Kebisingan

Menurut Anizar, 2009 kebisingan dapat dikelaskan dalam beberapa

jenis, antara lain yaitu:

1. Bising intermiten

Kebisingan intermiten adalah kebisingan yang terjadi

sewaktu-waktu dan terputus. Misalnya, suara pesawat terbang dan

kereta api.

Diperkuat dengan penelitiaan sebelumnya terdapat hubungan

yang bermakna secara statistik antara intensitas kebisingan akibat

aktivitas penerbangan di Bandara Adi Sucipto dengan nilai ambang

pendengaran anak SDN. Kali Ajir Lor dan SDN. Perumnas Condong

Catur berdasarkan lama terpapar (lama tinggal di wilayah BKK II)

(Mieng dkk, 2007). Hal tersebut dapat membuktikan bahwa pesawat

terbang member dampak kebisingan yang sangat signifikan.

2. Bising terus menerus

Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai

perbedaan tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimum

11
yang kurang dari 3 dBA. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh

mesin penenun tekstil.

Diperkut dengan penelitian yang berjudul Hubungan

Kebisingan Dan Massa Kerja Terhadap Terjadinya Stres Kerja Pada

Pekerja Di Bagian Tenun ”Agung Saputra Tex” Piyungan Bantul

Yogyakarta yang menunjukan hasil ada hubungan yang bermakna

antara tingkat kebisingan terhadap terjadinya stres kerja dengan nilai p-

value sebesar 0,039 < α = 5% dan nilai RP = 1,857 kali (0,463-7,445).

Dan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja terhadap

terjadinya stres kerja dengan nilai p-value sebesar 0,019 < α = 5% dan

nilai RP = 1,459 kali (0,6543,259) (Tri B & Erza Y, 2010).

3. Bising Fluktuasi

Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan

tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3

dBA.

4. Bising Implus

Bising implus ialah bunyi bising yang mempunyai intensitas

yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata

api, lagan besi dan sebagainya.

5. Bising bersela

Bising bersela ialah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu

tertentu serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan

berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi

12
daripada jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan

bersela dapat terjadi serentak.

2.3 Sumber Kebisingan

Menurut Subaris dan Haryono, 2008 sumber bising dilihat

dari sifatnya dibagi menjadi dua yaitu:

1. Sumber kebisingan statis

Kebisingan statis yaitu kebisingan yang dihasilkan dari benda

tidak bergerak. Misalnya pabrik, mesin, tape dan lainnya.

Diperkuat oleh penelitian yang berjudul Analisis Hubungan

Kebisingan Mesin Dengan Stres Kerja (Studi Kasus : Mesin Two For

One Twister (Tfo) Pt. Xyz) menyebutkan bahwa berdasarkan Uji

korelasi Spearman dengan menggunakan software SPSS 16, diperoleh

hasil tingkat kebisingan mesin TFO dengan stres kerja operator mesin

TFO memiliki hubungan yang kuat dengan Correlation Coeficient

mendekati 1 yaitu 0,829 dan Significant 2-tailed (pvalue) <0.05, yaitu

0,042 (Wiwik B dkk, 2016).

2. Sumber kebisingan dinamis

Kebisingan dinamis yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh

sumber yag bergerak atau alat transportasi. Misalnya mobil, pesawat

terbang , kereta api, kapal laut, dan lainnya.

Diperkuat dengan penelitiaan sebelumnya terdapat hubungan

yang bermakna secara statistik antara intensitas kebisingan akibat

aktivitas penerbangan di Bandara Adi Sucipto dengan nilai ambang

13
pendengaran anak SDN. Kali Ajir Lor dan SDN. Perumnas Condong

Catur berdasarkan lama terpapar (lama tinggal di wilayah BKK II)

(Mieng dkk, 2007). Hal tersebut dapat membuktikan bahwa pesawat

terbang member dampak kebisingan yang sangat signifikan.

Menurut WHO (1999) sumber bising di komunitas dapat

dikelompokkan menjadi 4 sumber utama yaitu industri, transportasi,

kegiatan kontruksi dan pembangunan, dan bising akibat aktivitas

manusia dan domestik:

a. Industri (Industrial noise), bersumber dari mesin yang digunakan

dan dapat menjadi polusi bising pada lingkungan sekitar.

Diperkuat penelitian yang berjudul Hubungan Intensitas

Kebisingan Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai Di Pt

Kereta Api Indonesia ( Persero ) Daop IV Semarang

menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja dengan p value

(0,028) < α (0,05). Serta nilai korelasi antara intensitas kebisingan

dengan tingkat stres kerja, cc adalah 0,351 yang berarti ada

hubungan yang lemah (Ratna S, 2010).

b. Transportasi (transportation noise), meliputi jalan raya, jalur

kereta api, dan bandara penerbangan pesawat. Seiring dengan

kemajuan transportasi dan meningkatnya mobilitas masyarakat

membuat transportasi menjadi sumber utama polusi kebisingan.

14
Diperkuat penelitian yang berjudul Analisis Tingkat

Kebisingan Pada Kawasan Permukiman Sekitar Bandara Sultan

Hasanuddin Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan menyebutkan

bahawa nilai tingkat kebisingan terendah berada pada titik 45

dengan nilai tingkat kebisingan sebesar 47.16 dB sedangkan nilai

tingkat kebisingan tertinggi berada pada titik 42 dengan nilai

tingkat kebisingan sebesar 73.54 dB (Sumarni dkk, 2014).

c. Kegiatan kontruksi, bising bersumber dari mesin dan alat-alat

yang digunakan dalam pengerjaan kontruksi.

d. Aktivitas manusia dan domestik, berasal dari lingkungan itu

sendiri, dapat bersumber dari mesin atau peralatan yang

digunakan setiap harinya. Bising juga dapat berasal dari Piranti

dengar (PD) seperti headset karena melihat dari meningkatnya

pengguna PD. Menurut penelitian American Academy of

Pediatrics terjadi peningkatan yang signifikan pengguna PD pada

usia remaja. Jumlah remaja laki-laki yang menggunakan PD

sebesar 24% pada tahun 1988-1994 meningkat menjadi 39,5%

pada tahun 20052006. Sedangkan remaja perempuan meningkat

dari 15,6% menjadi 29,7%. Sebenarnya bising dari dometik dan

aktivitas intensitasnya tidak terlalu tinggi tetapi dapat

memberikan efek buruk apabila terus-menerus dan berlangsung

dalam waktu yang cukup lama (Muhammad I, 2016).

15
2.4 Tingkat Kebisingan

Terdapat dua karakterisitik utama yang menentukan kualitas

suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz),

yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya.

Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan

frekuensi tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya

suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang

sederhana dari aneka frekuensi. Nada suatu kebisingan ditentukan oleh

frekuensi getaran sumber bunyi (Suma’mur,2009).

Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan

dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan

memperbandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne) /cm2

yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh

telinga normal (Suma’mur,2009).

Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi- bunyi

yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah dibanding pada

frekuensi tinggi. Kisaran kurva-kurva pita oktaf dikenal sebagai kurva

tingkat kebisingan (NR = noise rating) pernah dibuat untuk menyatakan

analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising

yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR

kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005).

16
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp,

(Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan

dengan Kesehatan Tahun 1992, 1994/1995), tingkat kebisingan diuraikan

sebagai berikut :

a. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise

Level=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (steady noise)

dalam ukuran dB (A), berisi energi yang sama dengan energi

kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu

pengukuran.

b. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang

diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan

pada siang, petang dan malam hari.

c. Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar

belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam

keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran

dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95%

atau L-95.

2.5 A- Weighted Decibels (dBA)

A-Weighted Decibels atau satuan desibel, disingkat dBA adalah satuan

untuk mengukur tekanan suara, dan intensitas suara. Desibel hampir sama

dengan derajat kecil dari perbedaan kekerasan yang biasa dideteksi oleh

17
telinga manusia. Pada skala desibel, 1 mewakili suara lemah yang

terdengar 120 umumnya dianggap permulaan dari kesakitan.

Skala desibel adalah skala logaritmik. Maka dari itu, nilai ini tidak

dapat ditambah atau dikurangi perhitungannya. Dalam penggabungan

lebih dari dua tingkat desibel, dua tingkat yang paling tinggi harus

digabungkan dulu. Total hasil harus di gabungkan dengan sisa tingkat

yang paling tinggi dan cara dilanjutkan ke penyelesaian.

Penting untuk kita sadari bahwa suara-suara dari tekanan suara yang

sama mungkin bukan suara dengan kekerasan yang sama. Pada tekanan

mendekati 100 desibel, frekuensi antara 20 dan 1000 putaran per sekon

suara dengan kekerasan yang sama. Pada tingkat tekanan suara yang

paling rendah, frekuensi suara terendah tidak kelihatan sama kerasnya

dengan 1000 putaran per sekon nada.

18
2.6 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Dampak kebisingan menurut Heru Subaris dan Haryono, 2011 adalah:

1. Pendengaran berkurang atau perubahan ketajaman pendengaran.

Artinya berkurangnya kemampuan mendengar dibandingkan

dengan pendengaran manusia normal. Hal yang terjadi adalah adaptasi

psikologis. Perubahan pendengaran karena bising terdapat dua

tingkatan, yaitu pendengaran yang berkurang untuk sementara dan

pendengaran yang berkurang secara permanen atau kehilangan

pendengaran tetap.

Untuk keperluam fisiologis, telinga dibagi atas perangkat

penghantar dan perangkat sensorineural. Perangkat pengantar terdiri

atas telinga luar, membran timpani, rangkaian osikel dan cairan

labinin. Perangkat sensorineural terdiri atas organ korti didalam

koklea, bagian pendengaran nervus akustikus.

Suara dapat dihantarkan menuju telinga dalam melalui tiga cara.

Cara yang paling umum adalah bila energy suara dihantarkan ketingkat

oval melalui membrane timpani yang bergetar oleh rangkaian osikel.

Suara dapat dihantarkan langsung menuju telinga tengah bila

gelombang suara jatuh pada tingkap bundar bila terdapat perforasi

membrane timpani yang besar. Suara juga dapat dihantarkan melalui

kondisi tulang bila energy suara dihantarkan menuju telinga dalam

melalui tengkorak.

19
Pada rute yang paling umum, telinga tengah berperan sebagai alat

pengubah yang menyesuaikan tahanan akustik udara antara telinga luar

dengan tahanan yang ada di dalam cairan labirin. Di dalam koklea,

getaran dalam cairan koklea diproses sedemikian rupa sehingga

frekuensi, intensitas suara, dan hubungan suara dengan waktu dihantar

menuju saraf pendengaran.

Neulus koklea membawa informasi sensorik dari sel rambut

organ korti ke otak. Arah datangnya suara dikaji dengan

menghubungkan perbedaan pada dua sisi kepala (perbedaan suara dan

waktu penerima suara).

2. Gangguan komunikasi atau pembicaraan.

Kebisingan dapat menganggu percakapan sehingga dapat

menimbulkan salah pengertian dari penerimaan pembicaraan.

Pembicaraan harus dilakukan lebih kuat agar tidak salah menerima

pesan akibat kebisingan.

3. Gangguan pada konsentrasi

Yaitu seseorang sulit untuk fokus dalam suatu hal sehingga

sering merasa bingung atau bahkan cemas.

Diperkuat penelitian yang berjudul Pengaruh Bising Terhadap

Gangguan Non auditory Pada Siswa Slta Di Daerah Tangerang Selatan

Tahun 2016 menyebutkan bahwa keluhan yang banyak dirasakan oleh

responden pengguna PD tidak berisiko adalah sulit konsentrasi

mencapai 67 responden yang merasakan (Muhammad I, 2016).

20
4. Gangguan tidur (Sleep interference).

Seseorang akan terganggu tidur atau dapat terbangun dari

tidur karena kebisingan. Menurur EPA (1974), manusia dapat

terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan ini

akan semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas suara di ruang

tidur mencapai 48 dBA.

Diperkuat dengan penelitian yang berjudul Hubungan

Kebisingan Dengan Gejala Gangguan Tidur Pada Mayarakat di

Perlintasan Kereta Api Kelurahan Tegalharjo Jebres Kota Surakarta

diperoleh nilai p yaitu 0,000 yang berarti bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara kebisingan dengan gejala gangguan tidur (Ratna

F, 2012).

5. Stress

pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan

beberapa tahapan akibat stress kebisingan, yaitu: menurunya daya

konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan

fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/ penurunan daya dengar

yang menetap.

Menurut Sri I, dkk (2007) kebisingan antara 61-80 dB dapat

menyebabkan kerusakan alat pendengaran bila kontak terjadi dalam

waktu lama. Selain itu kebisingan juga dapat berdampak terhadap

kesehatan jiwa seseorang, seperti stress yang pada akhirnya dapat

menurunkan kesehatan fisik.

21
6. Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul

akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis

dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak

dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan

lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak

sehingga memerlukann tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan.

Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put”

dan tekanan darah.

Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan

bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti:

denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, dan penyempitan pembuluh

darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap

bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus

menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu

tidak tampak lagi.

2.7 Baku Mutu Kebisingan

Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan

merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup

lama/terus menerus, selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui

bahwa di dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas

tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada

22
level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan

pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing

individu (Keputusan MENLH, 1996).

Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam

Undang-Undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat,

Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90 dBA, Belgia

dan Brazilia 80 dBA, Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan

Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994) dalam (Nels dkk, 2013).

Di Indonesia baku tingkat kebisingan yang diperuntukan

kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:

23
Tabel 2.1: baku mutu tingkat kebisingan.

PERUNTUKAN KAWASAN/ TINGKAT KEBISINGAN (dBA)


LINGKUNGAN KEGIATAN
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdanganan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan Fasilitas 60
Umum
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
Bandar Udara
Stasiun Kereta Api
Pelabuhan Laut 70
Cagar Budaya 60
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
2. Sekolah atau Sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
Sumber: KepMENLH, 1996.

2.8 Pemukiman

1) Pemukiman Sehat

Pemukiman sehat merupakan suatu tempat tinggal secara

permanen, yang berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,

berekreasi dan berlindung dari pengaruh lingkungan. Salah satu

pengaruh lingkungan adalah adanya kebisingan yang dapat

mengakibatkan gangguan pendengaran, gangguan komunikasi,

gangguan tidur dan stres (Sri I dkk, 2007).

Saat ini pengaruh kebisingan mulai diperhatikan oleh setiap

orang. Hal ini dikarenakan kebisingan dapat menganggu konsentrasi

24
dan kenyamanan seseorang. Apalagi kalau datangnya tiba-tiba seperti

letusan hal tersebut sangat menganggu kehidupan. Orang yang memiliki

penyakit jantung dapat meninggal seketika karena adanya letusan

tersebut. Rumah sehat adalah sebuah rumah yang bisa terhindar dari

kebisingan atau letaknya jauh dari sumber kebisingan (Wahit I dkk,

2009).

2) Jarak Pemukiman dengan Jalur Kereta Api

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56

Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, sebagai berikut:

1. Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada

permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan

ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6

(enam) meter.

2. Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak di

bawah permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan

kanan serta bagian bawah dan atas ruang manfaat jalur kereta api,

yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter.

3. Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak di

atas permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan

kanan ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit

6 (enam) meter.

25
4. Dalam hal jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah berada di

atas atau berhimpit dengan jalan, batas ruang milik jalur kereta api

dapat berhimpit dengan batas ruang manfaat jalur kereta api.

Sedangakan Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2012

pasal 178 Tentang Perkeretaapian, menyebutkan bahwa setiap

orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar,

tanggul, bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau

menempatkan barang pada jalur kereta api yang dapat mengganggu

pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan

kereta api. Dan setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik

langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan

terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga

mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api.

Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan yang menunjukkan

bahwa intensitas kebisingan masih di atas nilai ambang batas

hingga jarak 50 meter yaitu 70,01 dBA (Novi D, 2015).

2.9 Pengukuran Kebisingan

1. Tujuan Pengukur Kebisingan

Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil

pengukuran pada suatu saat dengan standar atau Nilai Ambang Batas

(NAB) yang telah ditetapkan (Heru S, 2011).

Pengukuran yang ditujukan hanya sekedar untuk

membandingkan terhadap lingkungan masyarakat/ lingkungan kerja

26
dilaksanakan di tempat dimana masyarakat/ pekerja menghabiskan

waktu serta kegiatannya di tempat tersebut.

Pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan

terhadap pendengaran perlu dilaksanakan selama jam kerja/ selama

kegiatan masyarakat berlangsung (bila di lingkungan masyarakat).

2. Macam- macam Alat Pengukuran Kebisingan

Menurut Anizar, 2009 macam-macam alat kebisingan ada 2

yaitu Dosimeter dan Sound Level Meter. Dosimeter Kebisingan

adalah alat khusus untuk mengukur tingkat suara atau khusus untuk

mengukur kebisingan. Alat ini adalah sebuah perangkat yang

berbentuk kecil, terdapat cahaya dan klip untuk pada sabuk seseorang

dengan mikrofon kecil yang mengikatkan ke leher orang tersebut,

dekat dengan telinga. Alat ini untuk menyimpan informasi tingkat

kebisisngan dan melaksanakan proses rata-rata. Hal ini berguna dalam

indutri di mana kebisingan biasanya bervariasi pada durasi dan

intensitas, dan dimana perubahan lokasi .

Sedangkan alat yang sering digunakan oleh beberapa pemeriksa

kebisingan ialah Sound Level Meter (SLM). Sound Level Meter

(SLM) merupakan alat yang digunakan untuk pengukuran intensitas

kebisingan, biasanya alat ini digunakan untuk mengidentifikasi

tempat-tempat yang tingkat kebisingannya lebih tinggi dari aturan

batas maksimum (Anizar, 2009).

27
Sound Level Meter ini terdiri dari mikrofon, sirkuit elektronika

dan sebuah tampilan pembacaan. Mikrofon tersebut untuk mendeteksi

variasi tekanan udara kecil yang berhubungan dengan suara dan

perubahan menjadi sinyal listrik.

Gambar 2.1: Sound Level Meter (Anizar, 2009)

Berikut adalah cara pengoperasian Sound Level Meter:

1) Tekan power untuk menghidupkan alat

2) Untuk daerah pemukiman gunakan weighting A

3) Untuk daerah industri gunakan C

4) Geser tombol slow pada respons bila ingin mengukur metode 100

kali

5) Geser tombol fast jika sumber suara stabil

6) Max Hold untuk sumber suara yang terputus-putus

7) Pasang alat penangkap suara

8) Geser range dB pada 30-80 untuk suara rendah 50-100 suara

stabil, 80-130 suara tinggi

9) Tekan/ geser power DC bila menguakkan baterai, AC bila

menggunakan listrik

28
10) Waktu pengukuran “Sound Lever Meter” di pasang pada

ketinggian ± (140-150 m) atau setinggi telinga

11) Setiap area pengukuran dilakukan kurang lebih 6 kali pembacaan

pada layar monitor, lalu hitung rata-rata dari hasil pembacaan

(Anizar,2009).

2.10 Tanaman Vegetasi Peredam Kebisingan

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di

Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa kriteria vegetasi yang berfungsi

sebagai peredam kebisingan adalah terdiri dari pohon, perdu/semak,

membentuk massa, bermassa daun rapat kaku, dan terdiri dari berbagai

bentuk tajuk. Pohon adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal

berkayu keras. Perdu/Semak adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan

mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.

Contoh jenis tanaman peredam kebisingan adalah pohon nangka dan jambu

bol (Liesa, 2015).

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang

suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif

untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang

rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan. Dengan menanam

berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi

akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang

sumbernya berasal dari bawah.

29
Pengendalian pada media kebisingan dapat dilakukan dengan cara

memperbesar jarak sumber kebisingan dengan pemukiman atau pekerjaan,

memasang peredam suara pada dinding dan langi-langit, dan membuat

ruang kontrol untuk mengontrol pekerjaan di ruang terpisah. Bila sumber

kebisingan adalah lalu lintas/ sumber dari kereta api maka rumah/gedung

dapat dibatasi dengan penanaman pohon, pembuatan gundukan tanah,

pembuatan pagar atau tembok, pembuatan jalur hijau, dan lain sebagainya

(Liesa A, 2001).

30
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar

pemikiran pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi,

dan tinjauan pustaka (Muchson, 2017). Kerangka Konseptual dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Jarak pemukiman Tingkat kebisingan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Berhubungan

31
3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah pebelitian telah dinyatakan dalam

bentuk pertanyaan. Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori (Sugiyono, 2014).

Ha : Ada pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada

jalur kereta api jenis ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota

Madiun.

32
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan untuk mengarahkan

penelitian yang pengontrol faktor yang mungkin akan mempengaruhi

validitas penemuan (Notoadmojo, 2010). Jenis penelitian ini

merupakan penelitian korelasi yang bersifat menjelaskan hubugan

antar variabel. Sedangkan desain penelitiannya menggunakan cross

sectional, yaitu penelitian yang menekankan waktu pengukuran/

observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada

satu saat (Nursalam, 2013). Pengukuran data penelitian (variabel bebas

dan terikat) dilakukan satu kali dan secara bersamaan. Penelitian ini

menganalisis tentang Pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat

kebisingan pada jalur kereta api di wilayah Kelurahan Winongo Kota

Madiun. Peneliti melakukan pengukuran kebisingan pada pemukiman

sisi kanan dan sisi kiri jalur kereta api untuk jenis kereta ekonomi.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, apabila ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010).

33
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang

berada di pinggiran rel kereta di wilayah Kelurahan Winongo Kota

Madiun yaitu sebanyak 32 rumah.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan

menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili kriteria

populasi (Nursalam, 2008). Kriteria yang digunakan untuk

menentukan sampel dari penelitian ini meliputi:

a. Rumah yang dekat dengan rel kereta

b. Rumah yang menghadap ke rel kereta

c. Bangunan rumah permanen (tidak terbuat dari kayu/ bambu)

d. Berdomisili di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun.

Berikut adalah jumlah rumah dalam masing-masing jarak

yang memenuhi kriteria berada di RT 20 dan RT 11 Wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun yang akan digunakan sebagai

sampel di penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel 4.1: jumlah rumah dalam masing-masing jarak

Letak Jumlah rumah

Jalur kiri rel 13 rumah

Jalur kanan rel 11 rumah

Jalur kiri gang ke 2 8 rumah

Total 32 rumah

Sumber : Data Primer

34
4.2.3 Kriteria Sampel

Sampel didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

satu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,

2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari

subyek penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian

(Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi dari penelitian ini meliputi:

a. Rumah yang menghadap ke rel kereta

b. Bangunan rumah permanen (tidak terbuat dari kayu/

bambu)

c. Diperbolehkan untuk mengukur kebisingan di rumah

responden

d. Berdomisili di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah sumber penelitian yang tidak

dapat mewakili sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi dari

penelitian ini meliputi :

a. Jika 3 kali berturut-turut rumah responden tidak dapat

ditemui dapat pindah ke rumah responden lain

35
b. Tidak bersedia menjadi responden

4.3 Teknik Sampling

Sampling yaitu proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013).

Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah total

sampling, yaitu bahwa semua jumlah populasi digunakan sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini peneliti akan memilih sampel yang

telah ditetapkan oleh peneliti yaitu sesuai dengan tabel 4.1.

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti (subjek

penelitian), variabel yang akan diteliti, dan variabel yang mempengaruhi

dalam penelitian (Hidayat, 2008).

36
Jenis Penelitian / Desain Penelitian
Korelasi/ Cross Sectional

Populasi
Seluruh rumah yang berada di pinggiran rel kereta sebanyak 32 rumah

Sampel
Jumlah semua rumah sebanyak 32 rumah

Sampling
Total Sampling

Pengumpulan Data

Variabel bebas Variabel terikat


Jarak pemukiman Tingkat kebisingan

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa Data

Analisa Spearmen rank/ alternatif


menggunakan pearson

Hasil dan kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

37
4.5 Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri, sifat,

atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoadmojo, 2012).

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah: Jarak Pemukiman

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang diamati dan diukur

untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari

variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah: Tingkat Kebisingan.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,

komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).

38
Tabel 4.2: Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Skala Alat Skor Satuan


Operasional ukur

Independen: Jarak: PP RI No. 56 Rasio Meteran ±10m – Meter


Jarak Ukuran Tahun 2009 ±60 m
Pemukiman panjang antara tentang
perumahan Penyelenggaraan
dengan rel Perkeretaapian.
kereta api/ Jarak antar rel dan
dengan pemukiman 6
sumber bunyi meter
Dependen: Kebisingan: KepMENLH, Rasio Sound 55 dBA DbA
Tingkat Ukuran 1996. Level – 130
Kebisingan energy bunyi Untuk kawasan Meter dBA
yang perumahan
dinyatakan pemukiman tingkat
dalam satuan kebisingannya
desibel (dBA) adalah 55 DbA

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan

metode (Arikunto, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini berupa alat untuk mengukur kebisingan yaitu:

1. Sound Level Meter untuk mengukur kebisingan.

Berikut adalah cara penggunaan Sound Level Meter:

1) Tekan power untuk menghidupkan alat

2) Untuk daerah pemukiman gunakan weighting A

39
3) Max Hold untuk sumber suara yang terputus-putus

4) Pasang alat penangkap suara

5) Geser range dB pada 30-80 untuk suara rendah 50-100 suara

stabil, 80-130 suara tinggi

6) Tekan/ geser power DC dengan menguakkan baterai (70 volt)

7) Waktu pengukuran “Sound Lever Meter” di pasang pada

ketinggian ± (140-150 m) atau setinggi telinga

8) Setiap area pengukuran dilakukan kurang lebih 6 kali pembacaan

pada layar monitor, lalu hitung rata-rata dari hasil pembacaan

(Anizar,2009).

Gambar 4.2: Sound Level Meter (Anizar, 2009)

2. Cara pengambilan titik lokasi

1) Diambil pemukiman yang dekat/ yang terpapar kebisingan dari

rel kereta api di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun

2) Rumah yang menghadap ke arah rel kereta dan bangunan rumah

permanen.

3) Pengukuran jarak tersebut menggunakan alat yaitu meteran.

40
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Winongo Kota

Madiun (RT 11 dan RT 20).

4.7.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 11 Juni sampai 14 Juni

2018.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013). Proses-proses dalam pengumpulan data pada

penelitian ini melalui bebrapa tahap yaitu:

1. Meminta data sekunder jadwal kereta api saat melintas di Wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun di unit JPL KA Daerah

Operasional 7 Madiun.

2. Melakukan study pendahuluan untuk mendapatkan data awal

seberapa besar tingkat kebisingan yang berada di Wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun.

3. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Bhakti

Husada Mulia Madiun kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kota Madiun.

4. Mengurus ijin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kepada

Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun.

41
5. Memberikan surat ijin dari Kecamatan Manghunarjo ke Kelurahan

Winongo Kota Madiun.

6. Mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian

7. Melakukan observasi lapangan (pendekatan tokoh masyarakat,

Kepala Desa, Ketua RT, dan sebagainya di lokasi penelitian).

8. Menentukan lokasi dan rumah yang akan diukur kebisingannya.

9. Melakukan pengukuran jarak rumah dengan rel kereta.

10. Melakukan pengukuran tingkat kebisingan.

11. Pengumpulan data:

a. Mengukur jarak pemukiman dengan rel kereta dengan alat

bernama meteran

b. Mengukur kebisingan dengan alat bernama Sound Level Merer:

a) Tekan power untuk menghidupkan alat

b) Untuk daerah pemukiman gunakan weighting A

c) Tekan tombol Max Hold untuk sumber suara yang terputus-

putus

d) Pasang alat penangkap suara

e) Geser range dB pada 30-80 untuk suara rendah 50-100 suara

stabil, 80-130 suara tinggi

f) Tekan/ geser power DC dengan menguakkan baterai (70 volt),

g) Waktu pengukuran “Sound Lever Meter” di pasang pada

ketinggian ± (140-150 m) atau setinggi telinga

42
h) Setiap area pengukuran dilakukan kurang lebih 6 kali

pembacaan pada layar monitor, lalu hitung rata-rata dari hasil

pembacaan (Anizar,2009).

12. Penelitian dilakukan pada bulan Mei minggu ke empat.

13. Mengolah data hasil-hasil penelitian.

14. Menganalisa hasil penelitian dan kesimpulan.

4.9 Teknik Analisis Data

Menurut Setiadi (2009), dalam proses pengolahan data penelitian

mengguakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi

dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menguji

hipotesis atau menjawab tujuan penelitian.

2. Entry Data

Entry Data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,

kemudia membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan

membuat tabel kontigensi.

3. Cleaning

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang

sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin

terjadi pada saat meng-entri data ke komputer.

43
4. Tabulating

Proses pengelompokan jawaban-jawaban yang serupa dan

menjumlahkan dengan teliti dan teratur. Setelah jawaban

terkumpul kita kelompokkan jawaban yang sama dengan

menjumlahkannya. Pada tahapan ini data diperoleh untuk setiap

variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dalam bentuk

tabel.

4.10 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis bivariat tergantung datanya (Notoadmodjo, 2013). Analisa

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengambarkan masing-

masing variabel bebas berupa jarak pemukiman, sedangkan

variabel terikat berupa tingkat kebisingan.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berkorelasi atau berhubungan

(Notoadmodjo, 2013). Uji statistik yang digunakan adalah korelasi

product moment/ altenatif menggunakan spearmen rank. Penguji

statistik dalam penelitian ini dilakukan menggunakan SPSS 16.0

For Windows. Tujuan analisa korelasi product moment adalah

untuk melihat tingkat kekuatan (keeratan) hubungan 2 variabel dan

44
melihat apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak. Dengan

tingkat kemaknaan ɑ = 0,05. Uji yang digunakan dalam penelitian

ini Korelasi Pearson (data normal) dan Spearmen Rank (data tidak

normal) (Sopiyudin, 2017).

Untuk mengetahui apakah data mempunyai distribusi normal

atau tidak secara analitis, pada penelitian ini menggunakan statistik

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel < 50 (Sopiyudin, 2017).

Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Shapiro-Wilk,

yaitu:

1. Jika nilai sig ≥ 0,05 maka data berdistribusi normal

2. Jika nilai sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal

Kriteria signifikan dalam analisa korelasi product moment:

a) Jika nilai P ≤ 0,05 berarti ada pengaruh jarak pemukiman

dengan tingkat kebisingan.

b) Jika nilai P > 0,05 berarti tidak ada pengaruh jarak

pemukiman dengan tingkat kebisingan.

1. Korelasi Product moment

Syarat uji Korelasi Pearson, yaitu sebagai berikut:

1) Kedua data, baik variabel bebas maupun variabel

terikat berupa data intervasl/ rasio

2) Normalitas: data pada kedua variabel berdistribusi

normal

2. Spearmen Rank

45
Spearmen Rank, yaitu sebagai berikut:

1) Kedua data, baik variabel bebas maupun variabel

terikat berupa data intervasl/ rasio

2) Normalitas: data pada kedua variabel berdistribusi

tidak normal

Menurut Notoadmojo (2011) pedoman untuk memberikan

interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

1) 0,00 - < 0,20 : sangat lemah

2) 0,20 - < 0,40 : lemah

3) 0,40 - < 0,60 : sedang

4) 0,60 - < 0,80 : kuat

5) 0,80 – 1,00 : sangat kuat (Notoadmodjo, 2011).

Menurut Sopiyudin (2017) arah korelasi dibagi menjadi dua,

yaitu sebagai berikut :

1) Positif : semakin tinggi variabel A semakin tinggi

variabel B

2) Negatif : semakin tinggi variabel A semakin rendah

variabel B

4.11 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2007), etika dalam pelaksanaan penelitian meliputi:

1. Prinsip Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian khususnya menggunakan subjek

penelitian adalah manusia, maka prinsip yang harus dipahami adalah:

46
1) Prinsip manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat

untuk kepentingan manusia. Prinsip ini bisa ditegakkan dengan

membebaskan, tidak menimbulkan kekerasan, dan tidak

menjadikan manusia untuk dieksploitasi.

2) Prinsip menghormati manusia

Berdasarkan prinsip ini manusia berhak untuk menentukan

penelitian antara mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi

objek penelitian.

3) Prinsip keadilan

Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia

dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara

adil, hak menjaga privasi manusia, dan tidak berpihak dalam

perlakuan terhadap manusia.

2. Masalah Etika Penelitian

1) Informed consent

Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informed consent ini merupakan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Pemberian Informed consent ini bertujuan

agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya.

47
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Winongo adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Manguharjo,

Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. Kata Winongo berasal dari bahasa

sansekerta MINANGHA yang berarti tempat para pencari ikan, karena

Kelurahan Winongo memang berada di pinggir bengawan Madiun yang pada

waktu itu sebagai pelabuhan ikan yang besar. Kelurahan Winongo terdiri dari

beberapa lingkungan padukuhan seperti wilayah Krajan, Tambak Boyo,

Boboran, Brengosan.

Kelurahan Winongo dibentuk sejak tahun 1982, Dasar Hukum

Pembentukan Peraturan Pemerintah RI No. 49 Tahun 1982 tentang Perubahan

Batas Wilayah Kota Madya Daerah tingkat II Madiun. Kelurahan Winongo

terletak di Wilayah Kecamatan Manguharjo dan berbatasan dengan :

Gambar 5.1: Peta Kelurahan Winongo (monongrafi, 2017)

48
1. Sebelah Utara : Kelurahan Sogaten/Kelurahan Ngegong

2. Sebelah Selatan : Kelurahan Manguharjo

3. Sebelah Barat : Desa Grobogan

4. Sebelah Timur : Kelurahan Madiun Lor

Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota 1 km dan Jarak dari Pemerintahan

Kecamatan 0,50 km. Jumlah Penduduk warga Kelurahan Winongo

Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun sampai dengan bulan Februari 2017

yaitu sebesar 7.590 jiwa terdiri dari laki-laki 3.670 jiwa dan perempuan

3.920 jiwa. Moto dari Kelurahan Winongo Kota Madiun yaitu “kami siap

melayani anda dengan CERDAS (Cepat, Efisien, Responsif, Disiplin,

Akuntabel, Sopan) (Data Monografi Kelurahan Winongo, 2017).

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1 Data Umum
Data umum akan menyajikan karakteristik responden penelitian

berdasarkan umur dan alamat responden.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Umur di Wilayah Kelurahan Winongo Kecamatan
Manghunarjo Kota Madiun Bulan Juni 2018
No Umur Jumlah Persentase (%)
1 25 – 35 tahun 3 9,8
2 36 – 45 tahun 7 21,7
3 46 – 55 tahun 9 27,9
4 56 – 65 tahun 12 37,2
5 >65 tahun 1 3,1
Total 32 100,0
Sumber: data primer penelitian bulan Juni 2018

49
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden paling bayak mendominasi termasuk

golongan umur 56-65 tahun yaitu sebanyak 12 orang (37,2%).

Sedangkan responden yang paling sedikit termasuk golongan umur

>56 tahun sebanyak 1 orang (3,1%).

2. Karakteristik responden berdasarkan Alamat

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Alamat di Wilayah Kelurahan Winongo
Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun Bulan Juni 2018
No Alamat Jumlah Persentase (%)
1 RT 11 11 34,4
2 RT 21 21 65,6
Total 32 100,0
Sumber: data primer penelitian bulan Juni 2018

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden terdapat pada RT 20 yaitu sebanyak 21 kepala keluarga

(65,6%). Sedangakan yang paling pada RT 11 yaitu 11 kepala keluarga

(34,4%).

50
5.2.2 Data Khusus
Data khusus akan menyajikan data karakteristik responden yang

terkait dengan variabel bebas (jarak pemukiman) dan variabel terikat

(tingkat kebisingan).

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Pemukiman

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Jarak Pemukiman di Wilayah Kelurahan Winongo
Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun Bulan Juni 2018
No Jarak Jumlah Persentase (%)
1 Sesuai PP RI (6 meter) 32 100,0
2 Tidak sesuai PP RI 0 0,0
Total 32 100,0
Sumber: data primer penelitian bulan Juni 2018

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa seuruh

responden yaitu berjumlah 32 kepala keluarga (100,0%) sudah

sesuai dengan PP RI Np. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Perkeretaapian yaitu batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang

manfaat jalur kereta api lebarnya paling sedikit 6 meter.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kebisingan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Tingkat Kebisingan di Wilayah Kelurahan Winongo
Kecamatan Manghunarjo Kota Madiun Bulan Juni 2018
No Tingkat kebisingan Jumlah Persentase (%)
1 Sesuai baku mutu 55 Dba 0 0,0
2 Tidak sesuai baku mutu 32 100,0
Total 32 100,0
Sumber: data primer penelitian bulan Juni 2018

Berdasarkan tabel 5.4 di atas, dapat diketahui bahwa

sebagian seluruh rumah responden yaitu 32 kepala keluarga

51
(100,0%) mengalami tingkat kebisingan melebihi Nilai Ambang

Batas (NAB) untuk wilayah perumahan/pemukiman yaitu 55 dBA.

5.2.3 Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh antara

jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada jalur kereta api jenis

ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun. Penelitian ini

menggunakan uji statistik korelasi product moment atau uji alternatif

untuk spearmen rank. Berikut adalah hasil analisa bivariat penelitian

menggunakan aplikasi pengolah data statistik SPSS 16.0:

5.2.3.1 Uji Normalitas

Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan, maka

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Data menggunakan uji

Shapiro- Wilk. Hasil uji normalitas sebagai berikut:

Tabel 5.5 Uji Normalitas Data Tingkat Kebisingan dan Jarak


Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig
Tingkat kebisingan .936 32 .056
Jarak .803 32 .000

Berdasarkan tabel 5.5 di atas, dapat dilihat pada tabel Shapiro-

Wilk karena jumlah sampel < 50 didapatkan hasil bahwa variabel

terikat yaitu tingkat kebisingan didapatkan sig 0.056 yang berarti

berdistribusi normal, sedangkan pada variabel bebas yaitu jarak

didapatkan sig 0.000 yang berarti berdistribusi tidak normal. Menurut

Sopiyudin, 2017 menyebutkan bahwa bila paling tidak salah satu

52
variabel normal, digunakan uji korelasi pearson. Maka dilihat dari

hasil tersebut peneliti menggunakan uji korelasi pearson product

moment.

5.2.3.2 Pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada

jalur kereta api jenis ekonomi

Uji statistik bertujuan untuk menguji pengaruh jarak

pemukiman terhadap tingkat kebisingan pada jalur kereta api jenis

ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun. Analisa

dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi pearson product

moment dan diolah menggunakan program statistic computer SPSS

version 16.0.

Tabel 5.6 Pengaruh jarak pemukiman terhadap tingkat kebisingan


No Tingkat Kebisingan
1. Jarak r = - 0,957
p < 0,000
n = 32
Uji korelasi Pearson product moment

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, diperoleh nilai p-value < 0,05

yaitu nilai p-value dalam penelitian ini sebesar 0,000 yang

menunjukkan korelasi antara skor jarak dan tingkat kebisingan

bermakna yang berarti ada pengaruh jarak pemukiman terhadap

tingkat kebisingan pada jalur kereta api jenis ekonomi di wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun. Nilai korelasi Pearson sebesar -

0,957 menunjukkan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi

yang sangat kuat. Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik

53
bahwa semakin pendek jarak pemukiman maka semakin tinggi

tingkat kebisingan, atau sebaliknya.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Jarak Pemukiman

Jarak Pemukiman yang dimaksud yaitu ukuran panjang antara

perumahan dengan rel kereta api/ dengan sumber bunyi. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan pada 32 respoden, diperoleh bahwa 32

rumah (100%) atau seluruh rumah responden diperoleh pada jarak

rumah responden yang paling dekat dengan rel kereta dalam penelitian

ini yaitu 15,3 m dan yang paling jauh yaitu 62,4 m.

Dalam penelitiaan ini rumah responden yang tinggal pada jarak

15,3 m – 20,1 m sebanyak 13 rumah (40,3%), sedangakan responden

yang tinggal pada jarak 30,1 m – 32, 5 m sebanyak 11 rumah (34,1%),

dan pada jarak 60,3 m – 62,4 m sebanyak 8 rumah (24,8%).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56 Tahun

2009 tentang Penyelenggaraan Perekeretaapian menyebutkan bahwa

batas ruang milik kereta api untuk jalan rel diukur dari batas paling luar

sisi kiri dan kanan lebarnya paling sedikit 6 meter. Jadi jarak rumah

responden dalam penelitian ini sudah sesuai yang dianjurkan oleh PP RI

No. 56 Tahun 2009.

Adapun batas kriteria untuk pembangunan rumah menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal

178, disebutkan bahwa setiap orang dilarang membangun gedung,

54
membuat tembok, pagar, tanggul, atau menempatkan barang pada jalur

kereta api yang dapat menganggu pandangan bebas dan membahayakan

keselamatan pekerja kereta api (UU RI, 2007 tentang Perkeretaapian).

Dilihat dari segi Peraturan Pemerintah jarak rumah/pemukiman

masyarakat dengan rel kereta api memang sudah sesuai, namun disisi

lain masih banyak masyarakat mengeluhkan akan dampak kebisingan

yang di akibatkan oleh kereta api dalam setiap harinya. Perlu dilakukan

sosialisasi dan penerapan peraturan perundangan tentang jarak rumah

terhadap kebisingan dan dampaknya secara tegas dan konsisten. Serta

perlu pembaruan perundang-undangan jarak rel kereta dengan

pemukiman masyarakat, karena pemerintah juga perlu memikirkan

dampak kesehatan bagi masyarakat akibat paparan kebisingan yang di

akibatkan oleh kereta api.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tirta Djusma Arief (2015)

dengan judul Analisa Tingkat Kebisingan Pada Jalan Tol Ruas Waru-

Sidoarjo menyebutkan bahwa tingkat kebisingan akibat lalu lintas pada

jalan tol ruas Waru-Sidoarjo pada tahun 2015 berkisar antara 63 – 80

dBA untuk jarak 50 – 20 m. Namun perbedaan dengan penelitian ini

yaitu terletak pada sumber bising. Pada Tirta Djusman Arief (2015)

sumber bising pada jalan tol sedangan dalam penelitian ini sumber

bising terletak pada kereta api jenis ekonomi.

55
5.3.2 Tingkat Kebisingan

Tingkat kebisingan yaitu ukuran energi bunyi yang dinyatakan

dalam satuan desibel (dBA). Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan pada 32 responden, didapatkan hasil seluruh responden yaitu

32 rumah (100%) tingkat kebisingannya di atas baku mutu, diperoleh

bahwa jarak rumah yang paling dekat dengan rel kereta (15,3 m) tingkat

kebisingannya yaitu 86,3 dBA dan jarak rumah yang paling jauh

dengan rel kereta (62,4m) tingkat kebisingannya yaitu 66,65 dBA.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP-

48/MENLH/11/1996 dijelaskan bahwa untuk kawasan perumahan dan

pemukiman baku mutu tingkat kebisinggannya yaitu 55 dBA.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan di wilayah Kelurahan

Winongo Kota Madiun hingga jarak paling jauh 62,4 m tingkat

kebisingannya diatas baku mutu yang dianjurkan KepMENLH No. 48

Tahun 1996.

Kebisingan kereta api merupakan bunyi yang tidak diinginkan

yang bersumber dari kegiatan operasional kereta api dalam tingkat dan

waktu tetentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan.

Menurut Subaris dan haryono (2011) menjelaskan kebisingan

dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan pada manusia yaitu

berupa pendengaran berkurang atau perubahan ketajaman pendengaran,

56
gangguan komunikasi atau pembicaraan, gangguan konsentrasi,

gangguan tidur (sleep interference), stress, dan gangguan fisiologis.

Masyarakat yang tinggal dengan rel kereta api setiap harinya

mendengar kebisingan yang sudah melampaui batas namun masyarakat

tidak mengindahkannya. Hal tersebut dikarenakan sudah terbiasa

dengan kebisingan kereta api. Sedangkan untuk pihak instansi

kesehatan terkait yang berada di wilayah kerja Kelurahan Winongo

belum pernah ada penyuluhan/ promosi kesehatan tentang dampak

kebisingan bagi kesehatan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat

masih belum paham akibat apa saja yang ditimbulkan akibat dari

paparan kebisingan.

Rumah- rumah seluruh responden juga tidak ada tanaman vegetasi

yang memiliki ciri-ciri daun yang kaku dan tebal serta kerapatan daun

yang tinggi contohnya pohon nangka, pucuk merah dan jambu bol

karena menurut penelitian Febi Resianan, dkk (2009) pohon tersebut

dapat menjadi peredam kebisingan.

5.3.3 Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada

Jalur Kereta Api Jenis Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh rumah responden

yaitu sebanyak 32 rumah (100%) tingkat kebisingannya di atas baku

mutu KepMENLH No. 48 Tahun 1996 bahwa kawasan perumahan dan

pemukiman tingkat kebisingannya 55 dBA. Hal tersebut didukung

dengan hasil uji korelasi pearson product moment diperoleh nilai p-

57
value < 0,05 yaitu nilai p-value pada penelitian ini sebesar < 0,000.

Hasil tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh antara jarak

pemukiman dengan tingkat kebisingan pada jalur kereta api jenis

ekonomi. Serta nilai korelasi Pearson sebesar -0,957 menunjukkan arah

korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat. Maka dapat

diambil kesimpulan secara statistik bahwa semakin pendek jarak

pemukiman dengan rel kereta api maka semakin tinggi tingkat

kebisingan, atau sebaliknya.

Dalam penelitian ini di dapatkan hasil jarak paling dekat dengan rel

kereta yaitu 15,3 m tingkat kebisingannya 86,2 dBA sedangkan hingga

jarak paling jauh yaitu 62,4 m tingkat kebisingannya 66,65 dBA. Hal

tersebut menunjukkan tingkat kebisingan yang dihasilkan kereta api

jenis ekonomi di wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun di atas

baku mutu KepMENLH No. 48 Tahun 1996.

Gangguan kesehatan pada manusia yang dapat di sebabkan oleh

kebisingan yaitu berupa pendengaran berkurang atau perubahan

ketajaman pendengaran, gangguan komunikasi atau pembicaraan,

gangguan konsentrasi, gangguan tidur (sleep interference), stress, dan

gangguan fisiologis (Heru S dan Haryono, 2011).

Sumber kebisingan yang dihasilkan oleh kereta api merupakan

sumber kebisingan yang dihasilkan oleh transportasi. Seiring dengan

kemajuan transpotasi dan meningkatnya mobilitas masyarakat membuat

transpotasi menjadi sumber utama polusi udara/ kebisingan.

58
Sedangakan rel kereta api sendiri sudah ada sejak jaman Belanda, jadi

buka rel kereta yang mendekat ke pemukiman masyarakat namun

pemukiman masyarakatlah yang mendekat pada rel kereta api.

Sebenarnya masyarakat memahami bahwa rumah dekat dengan rel

kereta akan terkena dampak berupa kebisingan, namun masyarakat

tidak mengindahkannya dengan alasan sejak lahir sudah ada di rumah

tersebut atau ikut dengan keluarga suami/ istrinya. Serta masyarakat

juga beranggapan lama kelamaan jika tinggal di pemukiman tersebut

akan terbiasa dengan kebisingan yang di hasilkan oleh kereta api.

Dari hasil tersebut menunjukkan intensitas kebisingan yang

melebihi NAB dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Adapun

gangguan atau keluhan yang dirasakan adalah sulit untuk mendengar

dan melakukan komunikasi dengan masyarakat lain, bahkan jika berada

diluar tempat bising beberapa dari mereka masih merasa sulit

mendengar, bahkan berbicara dengan nada yang agak keras

dibandingkan dengan masyarakat lain yang tidak tinggal di wilayah

bising tersebut.

Suara dapat dihantarkan menuju telinga dalam melalui tiga cara.

Cara yang paling umum adalah bila energi suara dihantarkan ketingkat

oval melalui membrane timpani yang bergetar oleh rangkaian osikel.

Suara dapat dihantarkan langsung menuju telinga tengah bila

gelombang suara jatuh pada tingkap bundar bila terdapat perforasi

membrane timpani yang besar. Suara juga dapat dihantarkan melalui

59
kondisi tulang bila energy suara dihantarkan menuju telinga dalam

melalui tengkorak.

Masyarakat sekitar rel kereta api Kelurahan Winongo yang

mendapatkan gangguan pendengaran disebabkan oleh kereta api karena

selain jarak rumah yang terlalu dekat dengan rel kereta juga disebabkan

kurangnya tindakan pencegahan mengenai keterpaparan bising yang

melebihi nilai ambang batas ini, seperti rumah tanpa adanya peredam

suara, serta tidak pernah memeriksakan diri ke tenaga medis. Gangguan

pendengaran terutama merupakan kehilangan kemampuan mendengar

suara sampai pada tingkat tertentu. Dengan berjalannya waktu, tanpa

adanya tindakan pencegahan kehilangan kemampuan mendengar akan

berlanjut pada tingkat yang lebih parah lagi, dan kejadian ini akan

mempunyai efek menghilangkan konsonan berdesis sehingga akan

menurunkan daya tangkap pendengaran.

Sedangkan perundang-undangannya jarak pemukiman dengan rel

kereta yang saat ini berlaku semata-mata bukan untuk menghindari

dampak kebisingan atau memperhatikan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan akan tetapi lebih kepada keselamatan kereta

api saat melintas jika terjadi kendala.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Novi D (2015), yang meneliti pengaruh kebisingan dan getaran kereta

api terhadap tekanan darah ibu rumah tangga di pemukiman piggiran rel

60
kereta api, yaitu menyebutkan hingga jarak ± 50 m tingkat

kebisingannya sebesar 70, 01 dBA.

Dalam penelitian yang di lakukan di pemukiman pinggiran rel

kereta api jalan Ambengan Surabaya, respondennya antara lain adalah

ibu-ibu, menyebutkan hingga jarak ±50 meter tingkat kebisingannya

70,1 dBA dengan sampel 53 responden didapatkan hasil 28 responden

memiliki tekanan darah tinggi dengan p-value < 0,05 (Novi D, 2015).

Sehingga dapat diprediksi dalam penelitian yang dilakukan di

Kelurahan Winongo Kota Madiun hingga jarak 62,4 meter tingkat

kebisingannya mencapai 66,65 dBA, ibu-ibu yang ada dalam penelitian

ini sebagian juga menderita hipetensi akibat paparan kebisingan kereta.

Menurut penelitian Sri Lujeng (2012) dalam penelitian yang

berjudul Pengaruh Intensitas Kebisingan Kereta Api Terhadap

Gangguan Pendengaran Pada Masyarakat Tegalharjo Yang Tinggal Di

Pinggiran Rel Kereta Api menyebutkan hingga jarak 15 meter rumah

dengan rel kereta api kibisingan di atas baku mutu KepMenLH tahun

1996 yaitu 55 dBA, dalam penelitian tersebut terdapat terdapat 6

responden mengalami kondisi normal dan 8 responden mengalami

gangguan pendengaran ringan. Sehingga dapat di prediksi dalam

penelitian yang dilakukan di Kelurahan Winongo yang rumahnya dalam

jangkauan jarak 15 meter responden juga menderita gangguan

pendengaran ringan.

61
Menurut Wahit I (2009) rumah sehat adalah sebuah rumah yang

bisa terhindar dari kebisingan atau letaknya jauh dari sumber

kebisingan. Jadi rumah responden yang ada di dalam penelitian ini

termasuk golongan salah satu kriteria rumah tidak sehat karena

kebisingannya melebihi baku mutu (55 dBA). Sehingga dapat

menyebabkan beberapa gangguan kesehatan yang di timbulkan oleh

paparan kebisingan kereta api jenis ekonomi dalam setiap harinya

sejumlah 21 kereta api.

Menurut Liesa (2015) menyebutkan Pedoman Penyediaan dan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan

bahwa kriteria vegetasi yang berfungsi sebagai peredam kebisingan

adalah terdiri dari pohon, perdu/semak, membentuk massa, bermassa

daun rapat kaku, dan terdiri dari berbagai bentuk tajuk.

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang

suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling

efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal

dengan daun yang rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap

kebisingan. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai

strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan,

khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah.

Jarak rel kereta dengan rumah dekat dan di depan rumah

masyarakat jarang sekali dijumpai tanaman vegetasi, menurut observasi

saat penelitian kebanyakan masyarakat lebih gemar menanam tanaman

62
hias daripada tanaman vegetasi untuk peredam kebisingan. Menurut

penelitian Febi Resiana, dkk (2009) menyebutkan bahwa dengan

menanam tanaman vegetasi yang memiliki ciri-ciri daun yang tebal dan

kaku, serta kerapatan daun yang tinggi dapat menggurangi tingkat

kebisingan hingga 65% di lingkungan, contohnya pohon nangka, pucuk

merah dan jambu bol.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain, adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kebisingan dilakukan oleh peneliti.

2. Responden yang tidak ada di rumah saat peneliti datang ke rumah

responden.

63
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan,

maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Jarak rumah dengan rel kereta api di Wilayah Kelurahan Winongo Kota

Madiun yaitu dengan perolehan sebagian besar responden bertempat

tinggal pada jarak rel dengan rumah 15,3 m – 20,1 m (40,3 %) responden

sedangkan yang paling sedikit pada jarak 60,2 m – 62,4 m (24,8%).

2. Tingkat kebisingan kereta api jenis ekonomi di Wilayah Kelurahan

Winongo Kota Madiun yaitu dengan perolehan sebagian besar responden

terpapar kebisingan antara 78 – 86,2 dBA (40,3 %), responden yang

terpapar kebisingan 75, 85 – 77 DBA (34,1%), responden sedangkan yang

terpapar kebisingan antara 66,65 – 69,45 dBA (24,8%).

3. Diperoleh nilai p-value < 0,05 yaitu nilai p-value pada penelitian ini

sebesari 0,000 yang menunjukkan korelasi antara skor jarak dan tingkat

kebisingan bermakna yang berarti ada pengaruh jarak pemukiman

terhadap tingkat kebisingan pada jalur kereta api jenis ekonomi di wilayah

Kelurahan Winongo Kota Madiun. Nilai korelasi Pearson sebesar -0,957

menunjukkan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat

kuat. Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik bahwa semakin

pendek jarak pemukiman maka semakin tinggi tingkat kebisingan, atau

sebaliknya.

64
6.2 Saran

1. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat menanam tanaman vegetasi di depan rumah, contohnya

pohon nangka, pucuk merah dan jambu bol karena tanaman tersebut

merupakan jenis vegetasi yang memiliki daun tebal dan kaku, serta kerapat

daun yang tinggi, dapat mengurangi tingkat kebisingan atau menjadi

peredam kebisingan di lingkungan.

2. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Informasi dari penelitian ini diharapkan mendorong pihak institusi untuk

dapat berperan dalam masyarakat yang mendapatkan paparan kebisingan

di daerah rel kereta api dengan melakukan edukasi atau penyuluhan

tentang kebisingan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat melakukan penelitian dengan variabel yang lebih

bervariatif, misalnya penyakit apa yang paling kompleks diderita oleh

masyarakat sekitar rel kereta api akibat dari paparan kebisingan yang

dihasilkan oleh kereta api dalam setiap harinya. Atau dapat dilakukan

penelitian mengenai jarak yang memenuhi syarat tingkat kebisingan sesuai

NAB.

4. Bagi Pemerintah

Perlu ditinjau kembali peraturan perundang-undangan mengenai jarak

rumah dari rel kereta api dengan dampak kebisingan yang di hasilkan oleh

kereta.

65
DAFTAR PUSTAKA

Addina, Shita dan Soedjajadi Keman. (2015). Hubungan Kebisingan Lalu Lintas
Dengan Peningkatan Tekanan Darah Pada Tukang Becak Di Sekitar
Terminal Purabaya Surabaya. Surabaya: Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Di
akses pada https://e-journal.unair.ac.id pada tanggal 13 Februari 2018,
pukul 10:13 WIB.

Anizar. (2009).Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Budiawan, Wiwik, Ema Amalia Ulfa&Pertiwi Andriani. (2016). Analisis
Hubungan Kebisingan Mesin Dengan Stres Kerja (Studi Kasus : Mesin
Two For One Twister (Tfo) Pt. Xyz). Semarang: Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Di akses pada https://ejournal.undip.ac.id pada
tanggal 21 Maret 2018, pukul 06:41 WIB
Capa, Nels, Waromi, dkk. (2013). Hubungan Antara Intensitas Kebisingan Di
Jalan Raya Dengan Nilai Ambang Dengar Pada Masyarakat Pemukiman
Di Kelurahan Titiwungen Selatan Kota Manado.Manado: Fakultas Ilmu
Matemati dan Pengetahuan Alam Sam Ratulangi. Di akses pada
https://fkm.unsrat.ac.id pada tanggal 13 Februari 2018, pukul 10:24 WIB
Dahlan, Sopiyudin. (2017). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (1995). Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan
Kebisingan.Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Fajariani, Ratna. (2012). Hubungan Kebisingan Dengan Gejala Gangguan Tidur
Pada Mayarakat Di Perlintasan Kereta Api, Kelurahan Tegalharjo,
Jebres, Kota Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Di akses pada https://digilib.uns.ac.id pada tanggal 4 Maret
2018, pukul 20:06 WIB
Febi, Resiana, dkk. (2009). Efektivitas Penghalang Vegetasi Sebagai Peredam
Kebisingan Lalu Lintas Di Kawasan Pendidikan Jalan Ahmad Yani
Pontianak. Pontianak: Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Di akses pada
https://jurnal.untan.ac.id pada tanggal 13 Februari 2018, pukul 11:12 WIB
Harrianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC
Harrington, J.M. dan F.S. Gill. (2005). Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC

66
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Indah, Sri, Kusumaningrum, dkk. (2007). Hubungan Antara Tingkat Kebisingan
Dengan Gangguan Stres Masyarakat Di Pemukiman Sekitar Rel Kereta
Api Srago. Klaten: Stikes Muhammadiyah Klaten. Di akses pada
https://ejournal.stikesmukla.ac.id pada tanggal 14 Februari 2018, pukul
08:07 WIB
Iqbal, Mubarak, Wahit & Nurul Cahyati. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Iqbal, Khusni, Muhammad. (2016). Pengaruh Bising Terhadap Gangguan
Nonauditory Pada Siswa Slta Di Daerah Tangerang Selatan Tahun 2016.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di akses pada
https://ejournal.uinjk.ac.id pada tanggal 2 Maret 2018, pukul 17:53 WIB
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan: Menteri Negara Lingkungan Hidup
Liesa A. (2015). Peranan Vegetasi Dalam Mereduksi Kebisingan Jalan Raya.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor. Di akses pada https://e-journal.ipb.ac.id pada tanggal 17 Februari
2018, pukul 13:32 WIB
Lita, Dewi, Rusmaira. (2012). Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah
Tinggi (Hipertensi) Pada Pekerja Pembuat Gamelan Daerah Bekanong
Sukoharjo. Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret. Di akses pada
https://digilib.uns.ac.id pada tanggal 14 Februari, pukul 14:27 WIB
Maskur, A. (2012). Persepsi Masyarakat Mengenai Gangguan Non-Auditory
Terhadap Tingkat Kebisingan di Kawasan Pemukiman di Sekitar Bandara
Internasional Soekarno-Hatta Pada Tahun 2012. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Di akses pada
https://lib.ui.ac.id pada tanggal 4 Maret, pukul 10:48 WIB
Mieng, Nova, Sutopo, dkk. (2007). Hubungan Antara Intensitas Kebisingan
Aktivitas Penerbangan Di Bandara Adi Sucipto Dengan Nilai Ambang
Pendengaran Pada Anak. Yogyakarta: Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat
UGM. Di akses pada https://journal.ugm.ac.id pada tanggal 17 Februari
2018, pukul 13:22 WIB
Muchson. (2017). Metode Riset Akuntansi. Jakarta: ECG
Nursalam. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis,
Jakarta: Rineka Cipta

67
Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoadmodjo, Soekidjo. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta
Novi, D. I. S. (2016). Analisis Pengaruh Tingkat Kebisingan dan Getaran Kereta
Api Terhadap Tekanan Darah Ibu Rumah Tangga di Pemukiman
Pinggiran Rel Kereta Api Jalan Ambengan Surabaya. Surabaya:
Universitas Airlangga. Di akses pada https://e-journal.unair.ac.id pada
tanggal 15 Februari, pukul 12:03 WIB
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56 Tahun 2009 Tentang
Penyelengaraan Perkeretaapian: Presiden Republik Indonesia
Putri, O. S. D. (2013). Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Penurunan
Daya Dengar Pada Pekerja Di Pg. Poerwodadie Magetan. Surakarta:
Fakultas Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta. Di akses pada
https://eprins.ums.ac.id pada tanggal 14 Februari, pukul 13:24 WIB
Ratna, Sari. (2011). Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Tingkat Stres Kerja
Pada Pegawai Di Pt Kereta Api Indonesia ( Persero ) Daop Iv Semarang
Tahun 2010. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Di akses pada
https://lib.unnes.ac.id pada tanggal 3 Maret 2018, pukul 07:41 WIB
Rusli, Mustar. (2009). Tesis. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap
Perubahan Tekanan Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel
Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan
Denai Tahun 2008. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Medan. Di akses pada https://ejournal.unsum.go.id pada tanggal 13
Februari 2018, pukul 11:38 WIB
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Sri, Lujeng, Agustiani. (2012). Pengaruh Intensitas Kebisingan Kereta Api
Terhadap Gangguan Pendengaran Pada Masyarakat Tegalharjo yang
tinggal di Pinggiran Rel Kereta Api. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Di akses pada https://digilib.uns.ac.id pada tanggal 15 Februari 2018,
pukul 10:23 WIB
Subaris, Heru, &Haryono. (2011). Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra
Cendekia Press
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Suma'mur. (2009). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto

68
Sumarni, dkk. (2014). Analisis Tingkat Kebisingan Pada Kawasan Permukiman
Sekitar Bandara Sultan Hasanuddin Dan Dampaknya Terhadap
Lingkungan. Makasar: Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Di akses pada
https://repository.unhas.ac.id pada tanggal 10 Maret 2018, pukul 06:24
WIB
Tambunan, Sihar Tigor Benjamin. (2005). Kebisingan Tempat Kerja (Occupatioal
Noise). Yogyakarta: ANDI
Tirta, Djusman, Arief. (2015). Analisa Kebisingan Lalu Lintas Pada Jalan Tol
Ruas Waru- Sidoarjo. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga. Di akses pada https://e-journal.unair.ac.id pada
tanggal 13 Februari 2018, pukul 16:34 WIB
Tri Budiyono & Erza Yanti Pratiwi. (2010). Hubungan Kebisingan Dan Massa
Kerja Terhadap Terjadinya Stres Kerja Pada Pekerja Di Bagian Tenun
”Agung Saputra Tex” Piyungan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan. Di akses pada
https://journal.uad.ac.id pada tanggal 13 Februari, pukul 13:06 WIB
Violita, Vina, Christi. (2016). Gambaran Tingkat Bising Dan Gangguan Non
Auditori Penduduk Sepanjang Rel Kereta Api Ngagel Rejo Surabaya.
Surabaya: FKM Universitas Airlangga. diakses pada
https://jurnalpesawat.unair.go.id pada tanggal 4 April 2018, pukul 09:32
WIB
WHO. (2016). Guidelines for Community Noise. Geneva: World Health
Organisation. Di akses pada https://www.who.int pada tanggal 16 Februari
2018, pukul 08:22 WIB
Wiwik Budiawan, Ema Amalia Ulfa & Pertiwi Andarani. (2016). Analisis
Hubungan Kebisingan Mesin Dengan Stres Kerja (Studi Kasus : Mesin
Two For One Twister (Tfo) Pt. Xyz). Semarang: Program Studi Teknik
Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Di akses pada
https://ejornal.undip.ac.id pada tanggal 16 Februari, pukul 11:21 WIB

69
LAMPIRAN

70
Lampiran 1

INFORMED CONSENT

Setelah mendapat penjelasan serta mengetahui manfaat penelitian dengan

judul “Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada Jalur

Kereta Api Jenis Ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun” saya

telah diberitahukan bahwa partisipasi atau penolakan ini tidak merugikan saya dan

tujuan penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi saya maupun bagi dunia

kesehatan.

Demikian saya secara sukarela dan tidak ada unsur paksa dari siapapun,

saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini dan dijamin kerahasiaannya.

Madiun, Juni 2018

Responden

71
Lampiran 2

PERNYATAAN KESEDIAAN

MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Usia :

Alamat :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang


berjudul “Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada Jalur
Kereta Api Jenis Ekonomi di Wilayah Kelurahan Winongo Kota Madiun” yang
akan dilaksanakan oleh Jellys Sela Putri Felantika mahasiswi program studi
Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun.

Saya telah dijelaskan bahwa hasil tersebut akan dijamin kerahasiaannya


dan saya sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Madiun, Juni 2018

Responden

72
Lampiran 3
Form Pengukuran Kebisingan
“Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada
Jalur Kereta Api Jenis Ekonomi Di Wilayah Kelurahan Winongo
Kota Madiun”

Berdasarkan Keputusan MENLH, 1996 nilai ambang batas kebisingan peruntukan


kawasan perumahan dan pemukiman adalah 55 dBA.

No. Nama KK Alamat Jarak Rumah Tingkat Keterangan


Responden Dengan Rel Kebisingan
Kereta
(dba)
(m)

73
Form Pengukuran Kebisingan
“Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada
Jalur Kereta Api Jenis Ekonomi Di Wilayah Kelurahan Winongo
Kota Madiun”

Berdasarkan Keputusan MENLH, 1996 nilai ambang batas kebisingan peruntukan


kawasan perumahan dan pemukiman adalah 55 dBA.

No. Nama KK Alamat Jarak Rumah Tingkat Keterangan


Responden Dengan Rel Kebisingan
Kereta
(dba)
(m)

74
Form Pengukuran Kebisingan
“Pengaruh Jarak Pemukiman Terhadap Tingkat Kebisingan Pada
Jalur Kereta Api Jenis Ekonomi Di Wilayah Kelurahan Winongo
Kota Madiun”

Berdasarkan Keputusan MENLH, 1996 nilai ambang batas kebisingan peruntukan


kawasan perumahan dan pemukiman adalah 55 dBA.

No. Nama KK Alamat Jarak Rumah Tingkat Keterangan


Responden Dengan Rel Kebisingan
Kereta
(dba)
(m)

75
Lampiran 4. Rekomendasi Penelitian Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

76
Lampiran 5. Rekomendasi Penelitian Kesbangpol Kota Madiun

77
Lampiran 6. Rekomendasi Penelitian Kecamatan Manghunarjo Kota
Madiun

78
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Kelurahan

79
Lampiran 8. Dokumentasi

Gambar 11.1 : Permintaan izin kepada Kelurahan Winongo Kota Madiun

Gambar 11.2 : Pengukuran jarak rumah dengan rel kereta api

Gambar 11.3 : Pengukuran jarak rumah dengan rel kereta api

80
Gambar 11.4 : Pengukuran jarak rumah dengan rel kereta api

Gambar 11.5 : Pengukuran kebisingan di rumah responden

Gambar 11.6 : Pengukuran kebisingan di rumah responden

81
Gambar 11.7 : Pemberian souvenir kepada responden

Gambar 11.8 : Pemberian souvenir kepada responden

Gambar 11.9 : Pengisian lembar informend consen oleh responden

82
Gambar 11.10 : Pengisian lembar informend consen oleh responden

Gambar 11.11 : Pengisian lembar informend consen oleh responden

Lampiran 9. Output SPSS

1. Univariat

Jarak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

83
Valid 15.3 1 3.1 3.1 3.1

15.4 1 3.1 3.1 6.2

15.8 1 3.1 3.1 9.4

16.7 1 3.1 3.1 12.5

16.8 1 3.1 3.1 15.6

17.4 1 3.1 3.1 18.8

17.5 1 3.1 3.1 21.9

17.9 1 3.1 3.1 25.0

18.1 1 3.1 3.1 28.1

19.2 1 3.1 3.1 31.2

19.7 1 3.1 3.1 34.4

20.1 1 3.1 3.1 37.5

21 1 3.1 3.1 40.6

30.1 1 3.1 3.1 43.8

30.4 1 3.1 3.1 46.9

30.5 1 3.1 3.1 50.0

30.8 1 3.1 3.1 53.1

31 1 3.1 3.1 56.2

31.2 1 3.1 3.1 59.4

31.3 1 3.1 3.1 62.5

31.5 1 3.1 3.1 65.6

31.8 1 3.1 3.1 68.8

32.1 1 3.1 3.1 71.9

32.5 1 3.1 3.1 75.0

60.2 1 3.1 3.1 78.1

60.3 2 6.2 6.2 84.4

60.7 1 3.1 3.1 87.5

61.3 1 3.1 3.1 90.6

61.4 1 3.1 3.1 93.8

61.7 1 3.1 3.1 96.9

84
62.4 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

tingkat_kebisingan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 66.65 1 3.1 3.1 3.1

67.25 1 3.1 3.1 6.2

67.7 1 3.1 3.1 9.4

68.1 1 3.1 3.1 12.5

68.3 1 3.1 3.1 15.6

69.25 2 6.2 6.2 21.9

69.45 1 3.1 3.1 25.0

74.55 1 3.1 3.1 28.1

75.55 1 3.1 3.1 31.2

75.65 1 3.1 3.1 34.4

75.85 1 3.1 3.1 37.5

76.15 1 3.1 3.1 40.6

76.35 1 3.1 3.1 43.8

76.4 1 3.1 3.1 46.9

76.45 1 3.1 3.1 50.0

76.7 1 3.1 3.1 53.1

76.75 1 3.1 3.1 56.2

77 1 3.1 3.1 59.4

77.9 1 3.1 3.1 62.5

78 1 3.1 3.1 65.6

78.4 1 3.1 3.1 68.8

78.55 1 3.1 3.1 71.9

78.75 1 3.1 3.1 75.0

80.4 1 3.1 3.1 78.1

85
80.65 1 3.1 3.1 81.2

80.8 1 3.1 3.1 84.4

82.75 1 3.1 3.1 87.5

83 1 3.1 3.1 90.6

84.1 1 3.1 3.1 93.8

84.6 1 3.1 3.1 96.9

86.2 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 27 1 3.1 3.1 3.1

30 1 3.1 3.1 6.2

32 1 3.1 3.1 9.4

36 1 3.1 3.1 12.5

38 1 3.1 3.1 15.6

40 1 3.1 3.1 18.8

41 2 6.2 6.2 25.0

44 1 3.1 3.1 28.1

45 1 3.1 3.1 31.2

46 1 3.1 3.1 34.4

48 1 3.1 3.1 37.5

49 1 3.1 3.1 40.6

50 1 3.1 3.1 43.8

52 2 6.2 6.2 50.0

53 1 3.1 3.1 53.1

55 2 6.2 6.2 59.4

56 1 3.1 3.1 62.5

57 3 9.4 9.4 71.9

86
58 1 3.1 3.1 75.0

59 1 3.1 3.1 78.1

60 2 6.2 6.2 84.4

61 2 6.2 6.2 90.6

62 1 3.1 3.1 93.8

65 1 3.1 3.1 96.9

72 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Alamat

valid Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

rt 11 11 34.4 34.4 37.5

rt 20 20 65.6 65.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

2. Normalitas

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

tingkat_kebisingan .173 32 .015 .936 32 .056

Jarak .252 32 .000 .803 32 .000

a. Lilliefors Significance Correction

3. Bivariat

Correlations

tingkat_kebising
jarak an
**
Jarak Pearson Correlation 1 -.957

87
Sig. (2-tailed) .000

N 32 32
**
tingkat_kebisingan Pearson Correlation -.957 1

Sig. (2-tailed) .000

N 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 10 Jadwal Penyusunan Proposal dan Skripsi

88
Lampiran 11. Lembar Bimbingan

89
90
91
92

Anda mungkin juga menyukai