Anda di halaman 1dari 14

Agama dan Kepercayaan Mesir Kuno

Sejarah dan Teori Arsitektur -1

Nama/NIM
Rahmat Hidayatullah/170406121
KELAS C
Dosen Pembimbing : Prof.Ir.M.Nawawiy Loebis,M.Phil, Ph.d

Departemen Arsitektur
Fakultas Teknik
Univesitas Sumatera Utara
2018
Agama dan Sistem Kepercayaan Mesir Kuno
Sejarah dan Teori Arsitektur-1

Agama Mesir Kuno adalah bentuk kepercayaan dan ritual politeisme nan kompleks
yang melekat pada masyarakat Mesir Kuno. Agama ini berpusat pada interaksi orang-
orang Mesir dengan dewa-dewi yang mereka yakini muncul dan mengendalikan kekuatan
alam. Ritual-ritual seperti doa dan pemberian persembahan merupakan upaya agar mendapat
pertolongan dari para dewa. Praktik keagamaan formal tertumpu pada firaun, sang penguasa
Mesir yang dipercaya memiliki kekuatan suci karena kedudukannya. Para firaun berperan
sebagai perantara antara rakyatnya dengan para dewa serta berkewajiban untuk menjunjung
mereka melalui ritual-ritual dan persembahan agar keseimbangan di alam semesta tetap terjaga.
Negeri tersebut juga mendedikasikan sumber daya yang sangat besar terutama untuk kegiatan-
kegiatan ritual dan pembangunan kuil-kuil.
Seseorang dapat berinteraksi dengan para dewa demi kepentingan pribadi, meminta
pertolongan melalui doa atau meminta mereka untuk bertindak melalui ritual sihir. Praktik-
praktik ini meski ada bedanya, tetapi tetap berkaitan dengan ritual dan adat-adat formal. Tradisi
keagamaan populer kemudian berkembang pesat dalam perjalanan sejarah Mesir seiring
memudarnya status Firaun. Aspek penting lainnya adalah kepercayaan yang terkait alam
baka dan upacara pemakaman. Bangsa Mesir melakukan upaya khusus untuk memastikan
kekekalan jiwa mereka setelah kematian, mereka mempersiapkan makam-makam, perkakas
pemakaman, dan persembahan-persembahan dalam rangka melestarikan tubuh dan jiwa orang
yang telah meninggal.
Agama ini bermula sejak zaman prasejarah Mesir dan berlangsung selama lebih dari 3.000 tahun.
Seluk beluk keyakinan agama ini telah berubah seiring waktu sejalan dengan ketidaktetapan sifat
keluhuran para dewa, serta pergeseran hubungan rumit mereka. Di antara para dewa yang
terkenal di Mesir Kuno adalah Dewa Ra atau Dewa Re sebagai dewa yang menguasai matahari
dan sebagai kepala dewa. Rakyat Mesir Kuno juga sering menyebutnya sebagai Dewa
Amon.Untuk menghormatinya raktyat Mesir Kuno membuatkan bangunan tugu dari
batu(obelisk) untuk menyembahnya.

Selain itu, bangsa Mesir Kuno juga percaya bahwa roh seseorang yang meninggalakan tetap
hidup selama jasmaninya masih utuh. Oleh karena itu, rakyat Mesir Kunoberusaha mengawetkan
jasad orang yang telah meninggal dengan cara membalsem sehingga dapat bertahan sampai
ratusan bahkan ribuan tahun. Masyarakat Mesir Kuno selain menyembah banyak dewa juga
menyembah beberapa binatang yang dianggap keramat, seperti burung bangau (ibis), lembu
jantan (apis), buaya, dan kucing.

Kepercayaan dan ritual yang sekarang disebut sebagai "Agama Mesir Kuno" adalah bagian
tak terpisahkan dalam setiap aspek kebudayaan Mesir. Bahasa mereka tidak memiliki satu pun
istilah yang sepadan dengan konsep agama Eropa modern. Agama Mesir Kuno bukanlah tradisi
monolitik, tetapi terdiri dari serangkaian keyakinan dan praktik yang luas dan beragam,
terhubung oleh fokus bersama mereka pada interaksi dunia manusia dan dunia dewa.
Karakteristik para dewa yang menghuni alam suci melekat pada pemahaman orang-orang Mesir
mengenai sifat-sifat dunia tempat mereka tinggal.

Bangsa Mesir kuno sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan alam dimana mereka hidup.
Keadaan alam Mesir menjaga negara tersebut terhadap serangan dari luar secara sempurna.
Mesir dikelilingi oleh gurun pasir, pegunungan dan lautan disemua sisi. Serangan mungkin
dilakukan terhadap negara tersebut hanya dengan kemungkinan dua jalan, namun mereka dapat
dengan mudah mempertahankan diri. Bangsa Mesir menjadi terisolasi dari dunia luar berkat
faktor-faktor alam ini. Namun dengan sifat fanatik yang berlebihan sehingga bangsa Mesir
memperoeh cara berpikir yang membelenggu mereka terhdap perkembangan dan hal-hal yang
baru dan mereka sangatlah kolot terhadap agama mereka. Agama nenek moyang mereka yang
disebutkan berkali-kali dalam Al Qur'an menjadi nilai yang paling penting bagi mereka.
Pemujaan-pemujaan yang begitu banyak di Mesir dapat disimpulkan kepada

1. Pemujaan Hewan

Pemujaan hewan-hewan di Mesir pada zaman dahulu, berasal dari adat memberi makan
kepada hewan-hewan di samping mereka memuja manusia. Hewan-hewan itu ada yang
diberi makan untuk menghindari bahayanya seperti singa, abulhaul (Sphinx – singa berkepala
manusia) dan ada pula yang diberi makan karena banyak faedah dan gunanya seperti
kambing, lembu dan sebagainya.

Lama kelamaan keyakinan kepada manusia itu berubah dan terbitlah keyakinan baru
yaitu bahwa hewan-hewan itu dianggap penjelmaan dari dewa-dewa kalau mereka turun ke
bumi ini. Mereka mengatakan bahwa burung rajawali adalah penjelmaan dari Dewa Horus,
dan lembu dari Dewa Ptah.

Mula-mula mereka berkeyakinan bahwa hewan yang dijelmakan dewa atau Tuhan hanya
terbatas pada suatu hewan tertentu, tetapi kemudian meluas kepada jenis-jenis hewan
tersebut. Segala lembu jadinya dianggap suci, segala buaya dihormati, begitu juga segala
kucing. Para pendeta mereka berkeyakinan pula bahwa binatang-binatang itu mengetahui
rahasia-rahasia gaib, yang telah dan akan terjadi.

Negeri-negeri diperintah oleh beberapa raja. Mereka satu sama lain sering berperang.
Yang menang lalu mengambil sebagai lambangnya binatang yang ganas-ganas dan garang
seperti singa dan sebaginya. Yang kalah dipaksa supaya mengambil lambangnya hewan-
hewan yang patuh sperti lembu, kambing dan sebagainya. Lama-lama pokok pangkal ini
dilupakan saja, sehingga kedua macam lambang ini dipuja bersama, sebab dianggap
mempunyai kekuatan gaib.

2. Pemujaan Tenaga Alam

Orang Mesir kuno memandang matahari dan sungai Nil sebagai Tuhan mereka. Matahari
dipandang sebagai Tuhan bangsa Mesir yang pertama, sebelum adanya Tuhan yang lain.
Kemudian datanglah Tuhan lainnya dan disembah bersama-sama dengan Tuhan Matahari
dan Nil seperti penyembahan terhadap bumi, langit, bulan, bintang dan sebagainya. Tapi
Matahari adalah Tuhan mereka yang terbesar dan dibei nama dewa “Ra”.

Pengabdian kepada Nil, dasar pokonya adalah manfaat lahir yang dirasakan oleh
manusia, atau kerusakan-kerusakan yang ditakuti akan timbul daripadanya, kemudian Nil
dipujanya pula dengan dewanya Osiris.

3. Pemujaan Terhadap Manusia dan Arwah

Semenjak ± 3400 SM seluruh Mesir telah dikuasai oleh seorang Fir’aun atau Pharao. Ia
adalah raja yang terbesar dan dipuja sebagai dewa. Rakyatnya harus taat sepenuhnya
kepadanya dan diwajibkan membayar pajak yang seberat-beratnya serta menjalankan
kewajiban bagi dia. Di beberapa daerah diangkatnya pegawai-pegawai tinggi untuk
mewakilinya. Mereka merupakan kaum ningrat yang besar pengaruhnya.

Semenjak dia mendakwakan dirinya sebagai Tuhan, istrinya merasa senang karena
menganggap dirinya dapat bergaul dengan dewa. Para pendeta mendapat jabatan sebagai
perantara antara dewa dengan rakyat. Demikianlah penyembahan terhadap manusia
berlangsung.

Setelah Fir’aun meninggal, timbullah pertanyaan dalam hati mereka, mengapa Tuhan
Fir’aun mati juga seperti manusia biasa, padahal sebenarnya ia itu Tuhan. Dalam hal ini para
pendetalah yang menjadi sasaran. Pendeta-pendeta itu lalu memberi jawaban untuk
menenangkan mereka, bahwa Fir’aun itu sebenarnya bukan mati, hanya rohnya saja yang
berpindah tempat. Rohnya akan pindah ke tubuh anaknya dengan daya dan kekuatan yang
lebih dari pada sebelumnya. Jadi Horus tetapa ada dan tetap berkuasa.

Keterangan yang diberikan pendeta itu tidak dapat menenangkan orang, rakyat belum
puas dan masih ragu-ragu. Keraguan mereka itu membuat pendeta memberikan keterangan
lain, yaitu fir’aun itu sebenarnya mempunyai tiga roh, yakni:

1. Rohnya menjelma menjadi Menes di dunia ini dan seterusnya akan pindah menjelma
kepada keturunannya.
2. Rohnya lebih tinggi yang naik ke alam. Osiris sesudah matinya yaitu ke alam akhirat.
3. Rohnya tetap bersama jasadnya sesudah ia meninggal.

Karena itulah sebenarnya Fir’aun tidak mati, dia selalu dapat membantu anaknya dengan
sesuatu yang tinggal padanya. Selama tubuh Fir’aun belum hancur, dia tetap bersama
anaknya. Untuk itu maka mayat Fir’aun diberi obat-obatan supaya jangan rusak hingga
menjadi mummi kemudian kuburan Fir’aun itu diberi lubang untuk tempat lalu lintas
rohnya, kuburan Fir’aun itulah yang berbentuk pyramide.

Kemudian mereka tahu juga bahwa mummi itu tidak akan tahan selama-lamanya, lalu
mereka buatlah patung Fir’aun yang sama betul dengan orangnya. Dan anggapan mereka
bahwa rohnya akan tetap menempati patung itu. Patung ini pun mereka sembah, seperti
menyembah Fir’aun waktu hidupnya. Dan karenanya maka timbullah penyembahan yang
lain, yaitu penyembahan berhala.

4. Pemujaan Terhadap Berhala.

Karena masih ragu-ragu, bahwa patung yang sudah dibuat itu tidak serupa betul dengan
Fir’aun, maka mereka membuat beberapa patung lagi, karena beranggapan bila tidak sama
betul dengan Fir’aun, maka rohnya tidak akan menempati patung itu. Kemudian mereka
melakukan ibadahnya terhadap patung-patung semuanya. Lama-lama timbul pula
kepercayaan bahwa Tuhan mereka selainnya Fir’aun, tentu bisa pula bertempat atau
menjelma pada patung-patung yang berbagai macam, ada yang berbentuk manusia dan ada
yang berbentuk binatang berkepala manusia seperti abulhaul dan sebagainya.

Macam-macam bentuk itu menurut khayalan mereka masing-masing, dan di antara


patung itu ada yang dipuja bersama dan ada yang dipuja khusus untuk masing-masing
kampung atau keluarga.

5. Dewa-dewa dalam Agama Mesir Kuno

Menurut mereka alam ini diperintah oleh beberapa dewa yang tergabung dalam satu
Pantheon Tanries (majlis dewa-dewa) yang terdiri dari sembilan dewa dan diketuai oleh
dewa Ra.

Dewa sembilan itu ialah:


a. Ra: dewa matahari f. Osiris: dewa Nil
b. Su: dewa angin g. Isis: dewa kesuburan
c. Tifnit: dewa udara h. Sit: dewa kemarau
d. Jib: dewa bumi i. Niftis: dewa tanah tandus
e. Nut: dewa langit

Yang sembilan ini menurut mereka lahir-melahirkan, jadi tidak timbul sekaligus. Unsur
yang mula-mula ada dari azal ialah air. Dari air ini timbullah pertama-tama Ra dan
daripadanya terbit matahari. Dari matahari timbul Su dan Tifnit menimbulkan Jib dan Nut.
Dari keduanya lahirlah dua pasangan yang bertentangan yaitu Osiris dan Isis disatu pihak
serta Sit dan Niftis di lain pihak. Masing-masing dewa yang sembilan ini mengandung jiwa
yang disebut Mat yaitu putra Ra. Mat itu adalah dewa hakikat, dewa kebenaran dan
keadilan.

Selain dari dewa-dewa pokok tersebut diatas, mereka juga menuju dewa-dewa kecil yang
bersifat individual atau bersifat lokal (setempat). Dewa-dewa kecil dipuja oleh kelompok
suku-suku, dinasti dari raja-raja tertentu pada masa tertentu, masyarakat Mesir tertentu dan
sebagainya. Dengan kepercayaan terhadap adanya dewa-dewa kecil itu maka muncullah 42
orang dewa-dewa yang terdiri dari 9 dewa besar dan 33 dewa kecil lainnya yang
mendapatkan pemujaan sepanjang masa.

Dewa-dewa kecil ini merupakan lambang kekuatan alam dan juga terdiri dari binatang-
binatang yang dipandang suci dan dipuja oleh mereka, seperti:
a. Dewa Aton : dewa matahari di ufuk timur ( pada waktu pagi hari)
b. Dewa horus : dewa di musim semi
c. Dewa Funix : dewa burung bangau
d. Dewa Ibis : dewa ranggung (burung air)
e. Dewa Hator : dewa sapi
f. Dewa Apis : dewa lembu jantan yang sangat disucikan oleh pendeta-pendeta
Amon di kuil memphis
g. Anubis : dewa untuk melindungi dari kematian dan membawa mereka ke
alam baka.
h. Sobek :digambarkan sebagai buaya lengkap, atau sebagai manusia
berkepala buaya bersama salibnya yang menggambarkan kemampuannya untuk
membatalkan kejahatan dan menyembuhkan penyakit
i. Thoth :digambarkan dengan kepala dari suatu Iblis dimana dia memimpin
masyarakat setempat.
j. Sekhmet :Sekhmet digambarkan sebagai singa betina, pemburu paling sengit
yang diidentifikasi sebagai pelindung dari Fir’aun dan memimpin mereka dalam
peperangan.
k. Khnum :dianggap sebagai pencipta tubuh anak-anak manusia, yang
dilakukan di roda tembikar, dari tanah liat, dan ditempatkan pada ibu mereka
(rahim)
Binatang-binatang lain yang dipandang suci adalah kucing, anjing, buaya dan sebagainya.
Dalam hubungan inilah ada benarnya teori totemisme yang dikemukakan oleh Sigmund

freud dalam bukunya “The Future of An Illusion” p.41 bahwa totemisme mempunyai
hubungan yang erat dengan agama di kemudian hari. Totem merupakan jenis binatang suci
dari dewa-dewa. Pembatasan moral yang dalam, larangan membunuh, serta menyakiti rang
lain adalah berasal dari paham totemisme ini.

Jika bangsa Mesir memuja binatang-binatang baik secara simbolis maupun secara
langsung, maka hal tersebut disebabkan oleh karena watak dan jalan pikirannya terpengaruh
oleh kesederhanaannya dalam memahami gejala alam sekitarnya. Watak primitif tersebut
berada dalam arti bahwa mereka banyak terpengaruh alam sekitar serta masih dalam taraf
berpikir pralogis (tingkat permulaan) dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana halnya
dengan suku-suku terasing di negara kita.

1. Bertuhan Satu

Pada abad 16 SM, telah mulai ada gerakan untuk menghapuskan penyembahan terhadap
beberapa Tuhan atau dewa di Mesir. Pada pertengahan abad ini di waktu kebesaran Kota
Thebe, seorang raja bernama Amenhotep IV dari dinasti XVIII, mengadakan perubahan
dalam lapangan agama.
Pertama-tama tindakannya sebagai raja yang berkuasa ialah menentang pengaruh para
pendeta. Dia ingin mengadakan pembaharuan dalam segala lapangan, termasuk lapangan
ketuhanan. Amon yang sekarang ini disembah oleh raja-raja dan rakyat sebelumnya,
digantinya dengan Aton (dewa matahari), kemudian nama raja itu sendiri digantinya pula
dengan nama Ekhnaton untuk menyesuaikan dirinya dengan dewa Aton.

Dihapuskannya segala Tuhan banyak, dan segala Tuhan binatang, kemudian


diharuskannya rakyat menyembah Aton, Tuhan alam semesta yang menjadikan alam ini
seluruhnya. Untuk mengagungkan kebesaran Aton, Ekhnaton mendirikan sebuah kota yang
dinamainya Arkhot Aton, khusus untuk menyembah dan memuja dewa Aton.

Sepeninggal Ekhnaton orang kembali bertumbuhan dewa-dewa lainnya lagi, seperti


Amon dan sebagainya. Ajaran-ajarannya tidak mendarah daging bagi rakyatnya. Hal ini
mungkin sekali disebabkan oleh:

a. Paksaan yang dilakukan Ekhnaton untuk mengikuti pahamnya, bukan karena


kesadaran mereka.
b. Maksud atau niat yang tidak bersih dari Ekhnaton sendiri, yaitu sekedar untuk
mendapatkan kebesaran duniawi saja. Ada di antar para ahli yang mengatakan,
bahwa tujuan Ekhnaton menyatukan agama dan kepercayaan rakyat Mesir, hanya
untuk kepentingan siasat negara dan kedudukan saja.

Agar mereka tidak terlarut-larut dalam jurang kesesatan, tahayul-tahayul serta hufarat-hufarat,
maka Allah Swt. segera mengutus Nabi Musa pada masa Pharao Ramses II pada abad ke 13 S.M.
untuk meluruskan sistem kepercayaan mereka yang tidak benar itu.

Walaupun Pharao Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa, namun akhirnya
ajaran Nabi Musa yang berdasarkan monotheisme mutlak dapat mendobrak polytheisme bangsa
tersebut termasuk tradisi-tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan) mereka. Akhirnya riwayat
paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran totalbersama dengan runtuhnya
kerajaan Pharao pada abad ke 6 S.M
A. PENDAPAT TENTANG JIWA

Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal, tidak mati.
Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di situlah ia dihadapkan di muka
pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang,
dan sudah selesai ditimbang lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan
ke surga. Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan ruh jahat
pun menjauhkan diri.

Kekuatan dan pengetahuan selalu bertambah, akhirnya sampai pada lapangan


kebahagiaan, dimana dewa Ra bertahta. Jiwanya makin bersifat dewa, oleh karenanya dapatlah ia
berhadapan muka dengan dewa, dan akhirnya ia pun menjadi dewa juga.Jika timbangan hatinya
ringan, maka ia harus kembali ke dunia dengan jalan menjelma, masuk ke dalam badan orang
gila atau masuk neraka, dimana ia disiksa oleh setan-setan.

Orang mesir kuno, mempunyai kepercayaan, bahwa orang mati itu hanya sebagai orang
tidur, ia tetap hidup di alam yang dikuasai oleh dewa kematian. Mereka mempunyai kepercayaan
bahwa manusia itu terdiri dari ruh (badan halus) dan jasmani (tubuh besar). Jika manusia mati
maka ruhnys masih ada hubungan nya dengan tubuh kasar yang ia pakai waktu hidup. Jika tubuh
kasarnya rusak, maka mau tidak mau ruhnya menjelma kembali ke dunia ini. Itulah sebabnya
orang mesir kuno menjaga baik-baik tubuh orang mati, yakni di jadikan mummi, agar tidak
rusak. Karena itu mereka mempunyai cara istimewa dalam mengubur mayat mereka. Mayat
orang bisa di kubur dalam batu di pegunungan, mayat raja-raja dikubur dalam pyramide dan
disediakan perkakas rumah tangga dan lain sebagainya.

Kepercayaan tentang kekalnya ruh manusia itu timbul dari filsafat yang mengandung
teori spekulatif yang didasarkan atas perhitungan yang rasional tentang kenyataan-kenyataan
hidup alam ini yaitu dihubungkan dengan adanya kekuatan yang berlawanan satu sama lain,
seperti adanya sakit disamping adanya sehat dan seterusnya. Oleh karena hidup adalah
perpaduan antara rohani dan jasmani, maka bila kedua unsur tersebut berpisah satu sama lain,
timbullah keadaan yang kontradiktif yaitu jasmani terdiri dari susunan zat-zat yang mudah
hancur, sedang rohani merupakan anasir yang bersifat kekal abadi.
Oleh karena itu, kita yakin bahwa segala macam teori tentang jiwa baikyang pernah atau
yang akan dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan tidak lain hanyalah spekulatif belaka,
sedang hakikat kebenarannya belum dapat kita yakini; karena masing-masing teori hanyalah
meninjau dari satu aspek di antara beberapa aspek yang ada pada objek kebenaran itu sendiri.
Oleh karena itu hasilnya pun paling tinggi adalah hanya merupakan satu dari segi kebenaran
yang ada.
KESIMPULAN

Kebudayaan mesir adalah kebudayaan yang tertua di dunia dan sudah berkembang
semenjak ± 4000 tahun SM. Pemikiran ketuhanan beraneka macam dan sangat berbelit-belit.
Tuhan mereka dapat timbul tenggelam dengan berubah dan berganti menurut situasi dalam
negeri. Bangsa Mesir lama menyembah beberapa Tuhan. Pemujaan yang mereka lakukan dapat
disimpulkan menjadi:

1. Pemujaan Hewan.
2. Pemujaan Pemujaan tenaga Alam
3. Pemujaan terhadap manusia dan arwah
4. Pemujaan terhadap berhala
5. Pemujaan kepada dewa-dewi yang banyak
6. Bertuhan satu

Kitab Kematian biasanya berisi berbagai mantra dalam naskah hieroglif. Beberapa
mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah kematian. Orang Mesir kuno
percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen berbeda yaitu tubuh, roh, nama, hati, semua itu
perwujudan seseorang, dan mereka takut bahwa elemen-elemen tersebut akan menghilang
setelah kematian. Ada banyak mantra untuk memastikan mereka agar tidak kehilangan kepala
atau hati dan tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup dengan menghirup udara,
memiliki air minum dan makanan.

Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal, tidak mati.
Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di situlah ia dihadapkan di muka
pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang,
dan sudah selesai ditimbang lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan
ke surga. Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan ruh jahat
pun menjauhkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Farecha,Ameela.2015.Agama Mesir Kuno.2015

Web Source :

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Mesir_Kuno

https://www.kembangpete.com/2014/03/22/mengenal-seluk-beluk-obelisk-mesir-kuno/

https://www.merdeka.com/pendidikan/belajar-tentang-sejarah-kepercayaan-dan-agama-di-mesir-
kuno-yuk.html

Anda mungkin juga menyukai