Anda di halaman 1dari 4

1.

Latar belakang sikap beberapa pihak dalam masyarakat yang menolak Pancasila sebagai

dasar negara

Jawaban :

Latar belakang sikap beberapa pihak dalam masyarakat yang menolak Pancasila sebagai
dasar negara disebabkan sistem hukum yang termuat dalam Badan Pancasila bisa dibilang tidak
sempurna, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya badan kepemerintahan yang berlaku
tidak adil kepada masyarakat. Terlihat bahwa orang yang kaya semakin kaya dan orang yang
miskin semakin miskin akibat sistem kapitalis yang diterapkan oleh Indonesia.

Secara gamblang saya sebutkan bahwa sikap beberapa pihak yang dimaksud merupakan
sikap merubah sistem yang sudah ada di Indonesia menjadi sitem berbasis syariat agama islam
atau Khilafah, dimana dalam sistem ini unsur kapitalis dan ketidak adilan dapat ditekan
seminimum mungkin.

Latar belakang lainnya sebab Pancasila sendiri merupakan Dasar Negara bangsa
Indonesia yang diambil dari dalam Al – Quran, sehingga beberapa pihak dalam masyarakat
beranggapan mengubah bangsa Indonesia menjadi negara Khilafah akan membawa kebaikan
yang lebih karena menerapkan aturan yang termuat dalam Al – Quran secara keseluruhan, tidak
hanya setengah – setengah seperti yang termuat dalam Pancasila.

Apabila dianalisis pun, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuaan, nilai
kerakyatan, serta nilai keadilan secara keseluruhan telah termuat di dalam Al – Quran, maka dari
itu inilah alasan utama mengapa beberapa pihak dalam masyarakat menolak Pancasila sebagai
dasar negara dan ingin mengubahnya / memperbaikinnya menjadi lebih sempurna.
Ada fakta menarik menurut saya yang berkaitan dengan keprihatinan terhadap generasi
muda, mulai dari pelajar sampai dengan mahasiswa diperguruan tinggi, tidak menerima
pancasila sebagai dasar Negara.

Prihatin karena pancasila sebagai ideologi bangsa akhir-kahir ini dikesampingkan.


Keprihatinan ini berdasarkan adanya data dari, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
yang mengatakan sebanyak 86 persen mahasiswa di lima perguruan tinggi terkemuka di pulau
Jawa menolak pancasila. Ini menandakan kepunahan nilai-nilai pancasila kalangan generasi
muda

Lalu pertanyaan adalah, mengapa orang muda kita mulai banyak yang meninggalkan
pancasila?. Pertanyaan ini perlu dijawab oleh segenap bangsa. Sebab, melimpahkan kesalahan
pada generasi muda saat ini, kuranglah terlalu tepat kalau tidak didasari oleh persoalan-persoalan
lain yang sedang menimpah negeri ini.

Pertama, lunturnya kepercayaan generasi muda terhadap pancasila sebagai dasar Negara,
tidak terlepas dari kiprah elit di negeri ini baik di lembaga Eksekutif, Legislatif, maupun
Yudikatif serta elit yang berkiprah dalam bidang lainnya. Watak oportunis elit kita yang ada di
lembaga Negara menjadi salah satu faktor hilangnya legitimasi generasi muda terhadap
pancasila. Adanya praktek materialism state, aparatus Negara, yang tidak peka terhadap
penderitaan rakyat. Aparatus Negara berfoya-foya dengan gaya hidup "high class", menimbulkan
rasa iri bagi masyarakat khususnya bagi generasi muda saat ini.

Kedua, adanya prilaku koruptif dikalangan elit bangsa. Setiap hari media massa
menyajikan berita tentang korupsi elit yang memwabah hampir diseluruh instansi Negara mulai
dari pusat hingga ke daerah. Mentalitas elit yang bobrok tersebut menjadikan generasi kita
banyak yang tidak menaruh harapan dengan pancasila. Karena pancasila tidak bisa lagi dijadikan
pijakan moral, penuntun jalan bagi kehidupan elit di negeri ini.

Ketiga, Negara gagal dalam menyikapi berbagai kekerasan yang terjadi beberapa tahun
terakhir. Kekerasan yang ada menjadi indikasi bahwa Negara gagal menciptakan kenyamanan
bagi masyarakat. Kekerasan-kekerasan menjadi pertanda bahwa nilai-nilai toleransi yang
diajarkan oleh pancasila lambat laun mulai pudar.
Keempat, jebakan pragmatisme. Tidak bisa dipungkiri bahwa, dewasa ini generasi muda
kita terjebak dalam gaya hidup pragmatisme. Memilih jalan pintas untuk mencapai tujuan. Anak
muda terjebak dalam lingkaran kapitalisme global yang merasuki segala sendi kehidupan. Anak
muda (pelajar dan mahasisa) sekarang ini, banyak yang tidak memiliki sikap kritis, banyak
memilih hidup hura-hura. George Ritzer dalam The McDonalization of Society (1993)
mengatakan bahwa paradigma hidup dalam alam modern saat ini adalah rasionalitas formal.
Sebuah kondisi yang menginginkan segala sesuatunya lebih cepat, efisien dan rasional. Dalam
tahapan tersebut, kultur eksploitasi dari sistem kapitalisme tidak bisa dihindarkan. Kondisi
semacam ini menumpulkan kritisisme. Generasi muda, menjadi budak kapitalisme yang terus
menggerogoti nilai lokal. Pemuda kita lebih banyak mengkonsumsi nilai-nilai asing
dibandingkan menjaga dan melestarikan budaya lokal. Pemuda kita terjebak dalam kehidupan
egoistik. Peduli hanya terhadap kepentingannya sendiri, tanpa lagi mempedulikan kepentingan
orang lain bahkan kepentingan bangsa dan Negara sekalipun.

Untuk menjawab kegelisahan yang ada, sekaligus mencoba menjawab pertanyaan diatas,
maka perlu kiranya dicarikan solusi bersama dari segenap elemen bangsa agar nilai-nilai
pancasila tetap menjadi panutan bagi kalangan generasi muda kita saat ini.

Pertama, merubah prilaku para elit. Elit bangsa ini perlu merubah diri. Mulai dari melepaskan
watak oportunis, serta merubah watak rakus akan uang, kedudukan dan jabatan. Sikap
mementingkan kesejahteraan rakyat harus ditonjolkan, dibandingkan sikap memperkaya diri
sendiri, keluargan dan kroni-kroninya.

Kedua, optimalisasi peran lembaga-lembaga keagamaan. Lewat lembaga keagamaan,


diharapkan mampu menciptakan generasi muda yang toleran, menghargai setiap perbedaan
(kebhinekaan). Maka, generasi muda lintas Suku, Agama, Ras dan Golongan (SARA), menjadi
teladan dalam memperjuangkan serta mempraktekan nilai-nilai toleransi sebagai mana tercantum
dalam nilai sila-sila pancasila. Peran tokoh agama pun menjadi penting untuk memberikan syiar
tentang nilai-nilai pancasila bukan sebaliknya mengeluarkan kata-kata yang berbau SARA.

Ketiga, pembentukan karakter (character building), dikalangan generasi muda kita.


Pembentukan karakter harus dimulai sejak dini mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat,
sekolah sampai perguruan tinggi. Pembentukan karakter tersebut harus bisa menjawab kebutuhan
generasi muda. Termasuk menangkal watak pragmatisme yang sudah menjalar dikalangan
generasi muda saat ini. Untuk itu kedepannya, pendidikan pancasila harus menjadi pendidikan
wajib mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Lewat pendidikan pancasila
tersebut, diharapkan mampu membentuk karater generasi muda kita bisa menjadi generasi yang
mandiri secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian secara kebudayaan.

Apa yang ada dalam tulisan ini, bukanlah kata kunci guna menjawab keprihatinan akan pudarnya
nilai pancasila dikalangan generasi muda kita dewasa ini. Saya yakin dan percaya bahwa masih
begitu banyak akar persoalan akan apa yang dialami oleh generasi muda saat ini. Termasuk juga
ada begitu banyak solusi yang bisa ditawarkan agar pancasila digandrungi dan dijadikan
pedoman hidup generasi muda. Untuk itu, kerjasama semua pihak baik dari elit, aparatus Negara,
lembaga keagamaan, lembaga pendidikan serta elemen masyarakat harus bahu membahu agar
nilai-nilai pancasila tidak tergerus oleh waktu, apalagi digantikan dengan ideologi lain.

Anda mungkin juga menyukai