Anda di halaman 1dari 3

HAFALAN SHALAT DELISA

Judul : Hafalan Shalat Delisa

Pengarang : Tere Liye

Tebal Buku : 248 halaman

Penerbit : Republika

Cetakan : VI, Januari 2008

Novel best seller yang dibuat oleh Tere Liye berjudul "Hafalan Shalat Delisa". Novel ini
berlatar belakang tragedi tsunami yang melanda Indonesia tujuh tahun lalu. Latar belakang
"Hafalan Shalat Delisa" tetap memberi kita tentang tsunami di Aceh. Betapa dahsyatnya bencana
yang melanda Aceh dan penderitaan rakyat melalui tokoh-tokoh Delisa, Abu Usman, Umi
Salamah, Ustadz Rahman, dan Smith.

Novel ini menceritakan tentang cerita yang menyentuh hati, seorang anak berusia 6 tahun.
Namanya Delisa, yang tinggal bersama Ummi Salamah dan saudara-saudaranya. Yakni, Cut
Fatima, Cut Aisyah dan Cut Zahra. Sementara Abi-nya, Usman bekerja di perusahaan kapal tanker
minyak internasional, yang kembali setiap tiga bulan untuk menemui keluarganya. Mereka tinggal
bersama di sebuah kompleks perumahan sederhana di sepanjang pantai Lhok Nga, Aceh. Abi
Usman adalah keluarga yang bahagia, memiliki empat anak yang saleh dengan karakter yang
berbeda. Delisa tidak mau menyerah dan berbelas kasih, Aisha keras kepala, iri dan egois, Fatimah
berani dan tidak sabar, dan Zahra sabar dan pendiam, menciptakan suasana keributan kecil dalam
keluarga. Hidup mereka cukup. Rumah tangga yang baik dan bersahaja.

Suatu hari Ummi dan Delisa pergi ke pasar Lhok Nga untuk membeli kalung emas 2 gram
di toko Koh Acan sebagai hadiah ujian praktek sholat yang akan dilakukan pada Delisa yang
disetor untuk Guru Nur. Abi juga akan memberikan hadiah sepeda untuk Delisa, itu membuat
Delisa semakin bersemangat untuk menghafal doa membaca.
Pagi, 26 Desember 2004 itu akan melaksanakan ujian praktek doa delisa hafalan. Dengan
wajah tegang, pucat, Delisa mengangkat tangannya gemetar, tetapi hati yang mantap berkata:
Delisa akan rendah hati. Dasar laut 'Allahu-akbar' langsung retak. Gempa menyebar dengan
kekuatan yang menghancurkan. Vas pecah menggores lengan Delisa. Ombak menyapu Banda
Aceh. Namun detik berikutnya sejuta air menggelegak keluar, bisikan ombak yang menggulung
kompleks pesisir Lhok Nga, anehnya Delisa tetap rendah hati membaca doa. Ombak membentur
tubuh Delisa dengan keras, memantul ke dinding. Di suatu tempat Delisa membawa raungan
ombak.

Beruntung, Delisa selamat dari tsunami setelah selama 6 hari tidak sadarkan diri, Dia
ditemukan oleh seorang tentara sukarelawan Amerika, Smith dan dirawat oleh seorang perawat
yang juga sukarelawan dari Amerika Serikat, Sofie (Loide Christina Teixeira). Delisa sekarang
dirawat di rumah sakit, tidak lagi berbaring di semak belukar, tidak lagi minum air hujan, panas
tidak lagi terpapar matahari. Delisa dirawat dengan banyak selang pada tubuhnya, kepalanya
dipangkas dengan banyak jahitan, lebih dari dua puluh jahitan ditemukan di seluruh tubuhnya, dan
kaki membusuk yang telah memaksa pada amputansi, tangannya diberi gips, itu adalah nasib sial
gadis kecil itu, meski begitu dia tidak pernah mengeluh. Delisa perlahan-lahan mulai pulih dan
mendapatkan kembali sukacita hidup. Kegembiraan terutama meningkat setelah ayahnya, Usman,
yang bekerja jauh di luar kota, datang menjemputnya berkat data yang diberikan saudari-saudari
Sophi, Delisa dapat bertemu dengan Abi-nya. Ia menceritakan semua kondisinya tanpa ada wajah
sedih, Abi-nya tidak berharap kuat Delisa menerima semuanya, menerima nasib yang telah
diberikan oleh Allah SWT . Delisa dan Abi mulai dari awal lagi bersama, mulai menerima keadaan
pahit yang telah menerimanya, sejak itu Delisa mulai memahami kata tulus, hafalan doa yang hafal
hanya hafalan karena Allah SWT.Sekarang, Delisa dan Usman telah kembali ke dunia nyata, di
mana mereka harus menghadapi tantangan kehidupan baru setelah bencana menghabiskan semua
harta benda dan membawa orang-orang yang mereka sayangi. ia ditemukan dengan keadaan yang
sangat menyedihkan, seperti mayat

.Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa
menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak
pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang
senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang
terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka
oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak
lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan
kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin
menghafal bacaan sholatnya.

Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam
itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan
untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada
kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk
pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena
sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Sore itu, Sabtu, 21 Mei 2005, Delisa sedang
mencuci tangannya di sungai. Dia tertegun ketika melihat kilauan semak belukar. Luminositas
berwarna kuning, seperti kalung. Hati Delisa bergetar, bukan karena dia melihat kalung dengan
inisial 'D', tetapi tergetar ketika dia melihat kerangka manusia yang mengandalkan semak yang
menggenggam kalung emas. Itu Ummi-nya, Ummi Salamah.

Novel ini memiliki kisah yang menyentuh dan penuh pelajaran, untuk pembaca yang
membaca dan meresapi alur ceritanya menjadi banyak menangis. Cerita novel ini memiliki pesan
moral untuk pembaca diantaranya, Teruslah bersyukur dengan apa yang telah di berikan Oleh
Allah SWT, Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini, Sayangilah
Keluargamu seperti mereka menyayangimu.

Anda mungkin juga menyukai