Anda di halaman 1dari 21

HAFALAN SHOLAT DELISA

Oleh:
1. Ayuk Rochimah (06)
2. Endah Wiji Hastuti (13)
3. Fahmi Setyoko (16)
4. Isnaini Nurul Faizah (18)
5. Windy Livia Azzahra (32)
Biografi Pengarang
“Tere Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis Indonesia yang
diambil dari bahasa India dengan arti : untukmu. Tere-Liye Lahir pada tanggal 21
Mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah novel. Nama asli dari pengarang ini
adalah Darwis. Lahir dan besar di pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga
petani, anak keenam dari tujuh bersaudara. Riwayat pendidikannya antara lain,
SDN 2 Kikim Timur Sumatera Selatan, SMPN 2 Kikim Timur Sumsel, SMUN 9
Bandar Lampung, Fakultas Ekonomi UI. Profesinya sekarang sebagai penulis dan
sebagai pemateri dalam forum diskusi. Berkat dari kerja kerasnya itu membuat
novel nya itu sampai ke pasaran Internasional, oleh sebab itu ia dijuluki sebagai
novelis terbaik Indonesia. Novelnya ada yang sampai ke mancanegara yang
diterjemahkan dalam bahasa inggris. Karya-karyanya yang telah dipublikasikan
antara lain berjudul Daun yg Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Pukat, Burlian,
Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Ayahku bukan Pembohong,
The Gogons Series: James & Incridible, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai,
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku Antara
Jakarta & Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie, dan ELIANA serial anak-anak
mamak.
Semua dari karya-karyanya itu mendapatkan tanggapan positif dari setiap
pembaca. Hampir semua dari novel-novelnya itu menjadi best seller.
Dibandingkan dengan novel sesudah maupun sebelumnya, novel Hafalan
Shalat Delisa ini lebih memberikan wawasan yang banyak terutama mengenai
ibadah seperti  menjaga kekhusyukan dalam shalat. Pada novel ini penulis
memakai bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca,
berbeda dengan novelnya yang berjudul Ayahku Bukan Pembohong, yang
banyak menggunakan majas-majas yang sulit dipahami bagi pembaca terutama
bagi  pembaca pemula. Novel Hafalan Shalat Delisa lebih banyak problema yang
terjadi tidak hanya terfokus pada satu permasalahan saja dan semua nya itu
dipecahkan atau diselesaikan dengan bijaksana, sedangkan pada novel Ayahku
Bukan Pembohong hanya terfokus pada satu permasalahan yaitu hanya
terfokus pada kebohongan ayahnya dan penyelesaian dari permasahannya itu
juga kurang memuaskan.
Novel Hafalan Delisa itu juga membuat pembaca sangat terharu olehnya,
karena semangat hidup dari Delisa, hal itu memotivasi para pembaca untuk
selalu semangat dalam melawan kehidupan dan tak mengenal putus asa. Novel
Hafalan Shalat Delisa ini mengangkat cerita mengenai anugerah dibalik
keikhlasan. Kita dapat melihat dari keikhlasan yang dimiliki Delisa ketika
menghafal hafalan shalat, ikhlas menerima keadaan nya setelah tsumani seperti
kaki yang teramputasi, dan ikhlas menerima kepergian Umi Salamah.
Novel ini sangat bagus bagi pembacanya, karena membuat emosi kita ikut
dalam setiap yang dirasakannya. Novel ini ditulis dengan bahasa yang sederhana
namun menyentuh hati pembaca. Bukti-bukti yang diberikan pada setiap
kejadian membuat kisah-kisah ini seperti nyata. Bagian yang berkesan yaitu
ketika pengambilan nilai praktek shalat Delisa sekaligus pada saat itu terjadinya
tsunami dan ketika penggambaran bagaimana Delisa terjepit oleh sela-sela
semak belukar karena pada bagian ini pembaca dapat menggambarkan seperti
apa kejadian ketika tsunami itu. Dan tokoh-tokoh pendukung dari bab itu
membuat suasana menjadi hidup.
Sinopsis
Delisa gadis kecil yang periang, tinggal di Lhok Nga, sebuah desa kecil yang
berada di tepi pantai Aceh, dan mempunyai hidup yang indah sebagai anak
bungsu dari keluarga Abi Usman ayahnya bertugas di sebuah kapal tanker
perusahaan minyak internasional. Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia
panggil Ummi , serta ketiga kakaknya yaitu Fatimah dan si kembar Aisyah dan
Zahra
Pada 26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju
ujian praktik shalat ketika tiba-tiba terjadi gempa. Gempa yang cukup membuat
ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan. Tiba-tiba tsunami menghantam,
menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung
tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok
pantai di Asia Tenggara.
Delisa berhasil diselamatkan Smith , seorang prajurit Angkatan Darat
AS, setelah berhari-hari pingsan di cadas bukit. Sayangnya luka parah
membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa
menarik iba banyak orang. Smith sempat ingin mengadopsi Delisa
bila dia sebatang kara, tetapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa.
Delisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih
mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga, dan Ummi
belum ketahuan ada di mana.
Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah
rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh
lainnya. Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa
di setiap kehadirannya. Walaupun terasa berat, Delisa telah
mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk
tetap bertahan. Walau air mata rasanya tak ingin berhenti mengalir,
tetapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan
sesuatu tanpa mengharap balasan.
 
Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema Novel Hafalan Sholat Delisa adalah perjuangan seorang anak kecil dalam
menghafalkan bacaan sholat.

2. Alur atau Plot


Alur dalam novel “Hafalan Sholat Delisa”, menggunakan alur konvensional atau
alur maju. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut.
• Pengenalan/ awal cerita
Awal cerita dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang
anak bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang
berusaha menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal
bacaan shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya
agar Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu
menjahili Delisa, Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa
pulang 1 bulan sekali.
• Timbulnya konflik / titik awal pertikaian
Awal pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai
hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda
dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat
Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada
Delisa
• Puncak konflik/titik puncak cerita
Titik puncak certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat
oleh Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat
kuat. Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar
seperti apa. Padahal semua murid yang sedang menunggu giliran sudah
berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru Nur tetap setia menemani Delisa.
Setelah gempa mereda, air laut seketika naik sangat tinggi, menyebabkan para
nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa itu disertai dengan tsunami. Air
dengan arus yang sangat dahsyat menerjang tubuh mungil Delisa yang sedang
menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat televisi, langsung meminta cuti ke
bosnya untuk kembali ke aceh dan segera mengetahui kondisi keluarganya. Namun
ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat berita yang menyedihkan. Abi di beritahu
oleh Koh Acan bahwa semua anggota keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal
Delisa sajalah yang sampai saat ini belum ditemukan juga.
• Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh
anggota keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi
didepan Abi. Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu
Delisa lupa akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha
untuk menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk
dihafal.
• Penyelesaian Masalah
Pada akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan
shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi
mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar
mendapat imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat
seluruh hafalan shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam
melakukan apapun dan jangan mengharapkan suatu imbalan.
3. Latar
• Latar tempat (lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan)
a) Lhok Nga (Menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap.)
b) Kamar Rawat (Shopi melangkah keluar kamar, entah mengambil apa .)
c) Hutan (Sersan Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut. )
d) Tenda darurat (Delisa menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut.)
• Latar waktu (kapan peristiwa yang diceritakan)
a. Pagi hari
Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu.
b. Siang hari
Sinar terik matahari mengembalikan panca-indranya.
c. Sore hari
Matahari bergerak menghujam bumi semakin rendah, Jingga memenuhi langit.
d. Dini Hari
Malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45.
• Latar suasana
a) Ramai
Pasar Lhok Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja
Senang
b) Sedih
Sungguh semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum
pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak
hanya meninggalkan berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini
tak berpenghuni lagi.

4. Tokoh dan Penokohan


• Delisa
1.Pantang Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar
dan tidaknya ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa
sekarang hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh)
2. Penyayang ("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena
Allah)
• Ummi Salamah
1. Rendah Hati ("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" )
2. Sabar ("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya
sebelum kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru
Nur)
3. Perhatian ("Kamu kenapa, sayang?"
• Kak Fatimah
1. Tegas (" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai teriak-
teriak apa?" )
2. Sabar (" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" )
• Kak Aisyah
1. Keras Kepala (" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang,
speaker meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga."
)
2. Egois ("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!" )
3. Iri ("Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih
bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra...
kalung Kak Fatimah.“)
• Kak Zahra
1. Sabar ("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti
merusak lipatan pakaian yang lainkan?")
• Ustadz Rahman
1. Pengetian ("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali...
Baca berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." )
• Abi Usman
1. Pengertian ("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh
lebih cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya )
 2. Perhatian ("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" )
• Umam
1. Nakal (“Maafin Umam, Umi. Umam ngaku, Umam yang ngambil uang belanja
Umi”)
• Tiur
1. Baik (“Ayo Delisa, aku ajarin naik sepedanya”)
• Pak Cik Acan
1. Baik (“Udahlah Umi Salamah, buat umi Salamah saya kasih setengah harga”)
• Smith Adam
1. Perhatian ( “Bagaimana Shopie? Apakah keadaan anak itu berubah?”)
• Shopie
1. Baik , Perhatian (“Delisa jangan menangis, saya janji akan sering kirim surat dan
hadiah untuk Delisa. Saya juga suatu saat nanti akan kembali ke sini untuk
menemui Delisa”)
5. Bahasa Daerah
•     Gaya Hiperbola
"Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika"
"Ya Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya. Berkemilauan-
menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu"
•  Gaya Personifikasi
"Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai"
"Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat"
• Gaya Metafora
"Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah
menunjang"

6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut
pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu
menyebut nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-
akan pengarang begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat
itu membuat hatinya meleleh seketika"
7. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui novel “ Hafalan Sholat Delisa” sebagai berikut.
a)Sebaiknya kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah
mengharapkan suatu imbalan apapun terhadap pekerjaan atau suatu harapan
yang kita inginkan.
b)Sebaiknya kita juga melakukan apapun dengan hati yang lapang dan ikhlas.
c)Teruslah Bersyukur dengan apa yang telah di berikan Oleh Allah SWT.
d)Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
e) Sayangilah Keluargamu seperti mereka menyayangimu.
f)Dalam mengalami pahitnya hidup, tetaplah menjalani hidupnya dengan
tabah dan sabar. Intinya, manusia hidup didunia harus tetap bersyukur
dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar menjalani
hidup walau banyak cobaan dari-NYA.
Unsur ekstrinsik
Nilai dalam Cerita
• Budaya
Budaya yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah
telah lulus dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi
membelikan sebuah kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam
percakapan berikut :
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak
Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!"
• Agama 
Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-
anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan
untuk shalat sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar
mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan
berikut :
" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" Moral Di gambarkan nilai-nilai moral yang
sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan
masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan
nilai-nilai agama dan budaya islam.
• Sosial
Banyak sekali nilai sosial yang tertoreh pada novel ini, sebagai contoh
kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 anaknya dengan sabar,
Walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah.
Resensi

Anda mungkin juga menyukai