Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRATIKUM

FARMASETIKA DASAR
SEDIAAN POTIO, EMULSI DAN SUSPENSI

Disusun oleh :

1. Najma Khalisah Zahra F1G021040 7. Sepyanda Futra P. F1G021042


2. Devia Riska Arindi F1G021034 8. Hairunnisa Nurjannah F1G021004
3. Annisa Nurjanah F1G021038 9. Cut Anissa F1G021002
4. Riskita Oktari F1G021080 10. Ranti Purnama Sari F1G021032
5. Anggun Rika Sari F1G021072 11. M.Ilham Alrajabi F1G021058
6. Monica Mauliana F1G021086

Kelompok : 1 (Satu)

Hari/tanggal : Minggu/18 Desember 2021

Dosen Pengampu : 1. Apt.Delia Komala Sari, S.Farm, M.Farm


2. Apt.Dwi Dominica, S.Farm, M.Farm
3. Apt.Reza Rahmawati, S.Farm., M.Clin.Pharmn

PRODI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
I. Tujuan
1. Untuk memahami dan dapat membaca resep obat
2. Mengetahui perhitungan dosis obat sediaan patio
3. Untuk dapat meracik sediaan patio

II. Tinjauan Pustaka


Menurut farmakope Indonesia edisi III Larutan adalah sediaan cair yang mengandung
bahan kimia terlarut. Kecualidinyatakan lain sebagai pelarut digunakan air suling. Larutan
steril yang digunakan sebagaiobat luar harus memenuhi syarat yang tertera pada
Injectiones. Wadah harus dapatdikosongkan dengan cepat. Kemasan boleh lebih dari 1 liter.
Menurut Buku Ilmu Meracik Obat Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan
kimia yang terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Larutan
terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat padat tadi
terbagi secara molecular dalamcairan tersebut.
Keuntungan dan Kerugian Bentuk Larutan
Keuntungan
 Merupakan campuran homogen·
 Dosis dapat di ubah-ubah dalam pembuatan.
 Dapat di berikan dalam larutan encer,sedangkan kapsul dan tablet sulit di
encerkan.
 Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat di absorpsi.
 Mudah di beri pemanis,bau-bauan,dan warna dan hal ini cocok untuk
pemberian obat pada anak-anak.
Kerugian·
 Volume bentuk larutan lebih besar.
 Ada obat yang tidak stabil dalam larutan.
 Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan :

1. Sifat dari solute atau solvent. 7. Pembentukan kompleks


2. Cosolvensi. 8. Common ion effect ( efek ion
besama)
3. Kelarutan
9. Hidrotropi
4. Temperatur
10. Ukuran partikel
5. Salting Out.
11. Struktur air
6. Salting In.

Terdapat banyak Macam Sediaan Larutan Obat seperti larutan untuk telinga, larutan
untuk hidung, larutan untuk mulut, dan larutan oral. Pada praktikum ini akan dibahas
mengenai salah satu dari larutan oral, yaitu potio.
Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian
dalam(per oral). Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau suspense.
Misalnya potio alba contra tussim (obat batuk putih/OBP) dan potio nigra contra tussim
(obat batuk hitam/OBH).
Perlu diperhatikan, meskipun potio bisa berbentuk larutan emulsi maupun suspense,tapi
tidak semua dari ketiganya bisa menjadi potio. Larutan, emulsi dan supensimasih memiliki
bentuk-bentuk pemakian topical., yang tentunya sudah tidak bisadikategorikan kedalam
potio karena sudah bukanlah merupakan sediaan oral. Jadiperbedaannya adalaj potio
adalah sediaan oral semantara larutan, emulsi dansuspense bukian hanya sediaan oral, tapi
juga bisa sediaan topical, ptik dan optalmik.
Menurut fornas II, potio adalah sediaan berupa cairan yang dimaksudkan untuk
dimunum,diramu dan diracik sedemikian rupa hingga memungkinkan untuk bahan dalam
volume dosis tunggal dalam jumlah banyak umumnya 50ml (fornas II).
Potiones (potio) adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut dimaksudkan untuk pemakaian dalam ( peroral). (Ilmu Resep,2006).
Secara umum, potio dibentuk berdasarkan berupa komponen, diantaranya :
a. Zat aktif
Bahan berkhasiat merupakan bahan yang mampu memberikan efek terapi,
padasuspense disebut fase terdispersi, bahan ini mempunyai kelarutan yang tidak
larut didalam pendispersi.
b. Pelarut
Umumnya digunakan air suling atau air demineral/aquadest, bila obat dalambntuk
garamnya maka akan mudah larut dalam air suling, kelarutan zat aktifbergantung
juga pada kesesuaian tetapan disosiasi dan PH larutannya. Zat yangsukar larut
ditambahkan pelarut pembantu (kosolven) seperti etil alcohol,propilenglikol, gliserin,
atau campuran dari pelarut-pelarut lain.
c. Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa disediaan. Dilihat dari hasil kalori
yangdihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi dan berkalori rendah.
Adapunpemanis tinggi misalnya sakarin, sukrosa. Sedangkan pemanis kalori rendah
misalnyalaktosa. Zat pemanis yang dapat meningkatkan gula darah atau memiliki
nilai kaloryang tinggi dan dapat digunakan dalam formulasi untuk pengobatan
diabetes padasediaan suspense ibuprofen sebagai pemanis menggunakan sirup
simplex.
d. Pengawet
Pengawet berfungsi untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba
sediaansehingga dapat menstabilkan sediaan dalam masa penyimpanan yang
lama.Beberapa contoh pengawet antara lain, Metil nparaben, Asam benzoate,
Chlorbutanol, dan Chlorida kwartener.
e. Pengaroma dan pewarna
Bahan pewarna dan pewangi harus sesuai dengan rasa sediaan, contoh pewarna
adalah charmin dan caramel, dan contoh pengaroma adalah Oleum menthae,
Oleumcitrii.
f. Pembantu kestabilan
Zat ini digunakan untuk membantu kestabilan pada sediaan,
diantaranya:antioksidan untuk mencegah terurainya sedian oleh reaksi oksidasi;
chelating agentuntuk mengikat logam-logam berat yang berfungsi mengkatalis reaksi
kompleks.
III. Pembuatan Sediaan
a.Resep Standar

dr.Sani M
Jl.Jakarta No.73 Bandung
SIP No.23/KW/2005

No.4 Bandung,13 Feb 2017

R/ Efedrin HCL 0,25


Parasetamol 1,5
CTM 0,05
Sir.simplex 15

m.f.potio 60 ml
S.3-4 dd 5 ml

Pro : Karunia, 7 th
Daftaar TM Pemerian Kelarutan Khasiat Dapu
s
b.Resep Standar G 50mg Hablur putih Larut dalam Simpatom- FI Ed
/150 atau serbuk kurang lebih 4 imetikum III
- Efedrin HCL 0,25 mg serbuk putih bagian air ,
halus ; tidak dalam lebih
berbau rasa kurang 14
pahit bagian etanol
(95%) P, praktis
tidak larut
dalam air P
W _ Hablur atau Larut dalam 70 Analetik, FI Ed
- Parasetamol 1,5 serbuk bagian air , Antipiretiku III
hablur putih; dalam 7 bagian m
tidak berbau etanol (95%) P
rasa pahit

G 1/40 Serbuk Larut dalam 4 Antihistami- FI Ed


mg hablur; bagian air, nikum III
- CTM 0,05 putih : tidak dalam 10 bagian
berbau :rasa etanol (95%) P
pahit . dan dalam 10
bagian
kloroform P;
sukar larut
dalam eter P
W _ Cairan _ Zat FI Ed
- Syrup simplex 15 jernih tidak tambahan III
berwarna

KR : Alamat pasien, ed,


OB : -
OK : -
OTT : -
USUL : - Aquades
c.Perhitungan Bahan

1. Efedrin HCl = 0,25 g = 250 mg


2. Parasetamol = 1,5 g = 1500 mg
3. CTM = 0,05 g = 50 mg
4. Syrup simplex = 15 g
5. Aquades = 60 – ( 0,25 + 1,5 + 0,05 + 15 )
= 43,2ml

d.Perhitungan Dosis Maksimum

 Dosis Maksimal Efedrin HCL (50mg/150mg)

Kadar 1 cth ( 5 ml) Efedrin HCL

250 mg
× 5 ml = 20,83 mg
60 ml

7
1 x = 7+12 × 50 mg = 18,42 mg

20,83 mg
%x = × 100% = 113,08% (Over Dosis)
18,42 mg

7
1 h = 7+12 × 150 mg = 55,26 mg
20,83 mg
%h = × 3 × 100% = 113,08% (���� �����)
55,26 mg
20,83 mg
%h = × 4 × 100% = 150,7% (���� �����)
55,26 mg

 Dosis maksimal CTM (-/40 mg)

50
Kadar 1 cth (5 ml) CTM = 60 × 5 ml = 4,16 mg

7
1 h = 7+12 × 40 mg = 14, 73 mg

4,16 mg
%h = × 3 × 100% = 84,72%
14, 73 mg
4,16 mg
%h = × 4 × 100% = 112,96% (���� �����)
14, 73 mg

 Perhitungan dosis maksimal


a. Khasiat
Obat ini berkhasiat untuk meredakan flu yang disertai demam.
b. CPR
1. Timbang dan ukur semua bahan di R/
2. Kalibrasi botol 60 ml
3. Larutkan Efedrin HCl kedalam botol erlenmeyer dengan
air (m1)
4. Larutkan Parasetamol kedalam erlenmeyer dengan air (m2)
5. Larutkan CTM kedalam erlenmeyer dengan air (m3)
6. Masukkan m1 kedalam erlenmeyer (+) m2 kocok (+)m3
kocok (+) syrup simplex kocok (+) sisa bagian air kocok ad
homogen
7. Keluarkan dari erlenmeyer masukkan kedalam botol tutup
dengan sumbat gabus beri etiket putih tandai “ tiga kali
sampai 4 kali sendok teh”
8. Obat siap diserahkan

APOTEK UNIB
Jl. Kandang Limun No. 80. Telp: 535425
SIA : 77/SIA/DPMPTSPVII/2021
APA : Najma Khalishah Zahra ,S.Farm.Apt
SIPA : 123/SIPA/IX/2021

No : 4 18 Desember 2021
Nama : Karunia
Umur : 7 th

3 – 4 x Sehari 1 Sendok Makan / Teh


Sebelum / Sesudah Makan

KOCOK DAHULU
IV. Pembahasan

Menurut fornas II, potio adalah sediaan berupa cairan yang dimaksudkan untuk
dimunum,diramu dan diracik sedemikian rupa hingga memungkinkan untuk bahan dalam
volume dosis tunggal dalam jumlah banyak umumnya 50ml (fornas II).

Pada resep ini digunakan Efedrin HCL 0,25 gram, Parasetamol 1,5 gram, CTM 0,05
gram, dan Syrup simplex 15 gram.Resep ini dibuat dengan mengikuti tahapan- tahapan
yang dimulai dari menimbang dan mengukur semua bahan yang ada di R/ kemuadian
dilanjutkan dengan mengkalibrasi botol sebanyak 60 ml kemudian dilarutkan Efedrin HCl
(m1) , Parasetamol (m2) , dan juga CTM (m3) masing – masing kedalam air,lalu
dimaasukkan m1 kedalam erlenmeyer (+) m2 kocok (+)m3 kocok (+) syrup simplex kocok
(+) sisa bagian air kocok ad homogen .Selanjutnya dikeluarkan dari erlenmeyer dan
dimasukkan kedalam botol tutup dengan sumbat gabus.Setelahnya diberi etiket putih yang
ditandai “ tiga kali sampai 4 kali sendok teh” .Pada resep ini memiliki khasiat sebagai
pereda flu yang disertai dengan demam.

Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan
sebagai analgesik dan antipiretik. Selain itu, zat aktif ini biasadigunakan sebagai alternatif
pengganti aspirin yang dapat diperoleh tanpa adanya resep dari dokter sekalipun (Anonim,
2009).

Parasetamol termasuk obat bebas yang banyak digunakan masyarakat sebagai analgetik
dan antipiretik, karena relatif mudah didapatkan di apotek (Prescott, 1996) Penggunaan
parasetamol cenderung aman ketika sesuai dengan takarannya dan dapat menimbulkan
hepatotoksik pada pemakaian lebih dari 4 gram (Larson, dkk., 2005).

Penggunaan parasetamol yang salah, dalam dosis tinggi dan waktu yang lama dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, di antaranya adalah efek
hepatotoksisitas yang merusak selsel hati (Sheen, et al. 2002).

Paracetamol merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati demam dan nyeri
ringan seperti sakit kepala dan nyeri otot. Pada dosis ini paracetamol berkhasiat untuk
meredakan demam yang terjadi pada pasien.
Obat CTM merupakan salah satu golongan obat bebas terbatas yang bisa diperoleh
tanpa menggunakan resep dokter.Sistem distribusi obat bebas dan obat bebas terbatas yang
ideal didistribusikan kesarana pelayanan seperti apotek, puskesmas, instalasi farmasi, dan
toko obat.

Obat antihistamine H1 sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk mencegah
atau mengobati gejala reaksi alergi. Pada rhinitis alergi dan urtikaria dengan histamin
sebagai mediator utama, antagonis H1 adalah obat pilihan (drug of choice) dan sering
sangat efektif. Namun pada asma bronchial yang melibatkan beberapa antagonis H1 sangat
tidak efektif (Katsung, 1997)

Pada dasarnya efek samping yang besar pada CTM yang sering masyarakat rasakan
adalah efek ngantuk karena dosis terapi umumnya menyebabkan penghambatan sistem
saraf pusat dengan gejala seperti kantuk.Sedangkan efek samping lain yang dirasakan
adalah mulut dan sekitar kerongkongan terasa kering (Eka, 2002)

Pada resep ini juga digunakan Efedrin HCl yang merupakan simpatomimetik ,bekerja
secara langsung dan tidak langsung terhadap reseptor adrenergik, bersifat bronkodilatasi,
menurunkan irama dan pergerakan usus, menurunkan aktivitas uterus serta menstimulasi
pusat pernapasan (Sweetman, 2009). Pemberian efedrin dapat menimbulkan gejala seperti
perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah,
pusing, pucat, sukar bernafas dan palpitasi (BPOM, 2008).

Efedrin HCl dapat digunakan sebagai agen adrenergik agonis, antiasma, dan
bronkodilator. Efedrin tidak diperuntukkan bagi anak yang memiliki usia dibawah 2
tahun.Efek samping dari efedrin antara lain kecemasan, takikardia, tremor, mulut kering,
hipertensi, aritmia jantung, gugup, insomnia, dan jantung berdebar. Karena sifat
vasokonstriksinya, efedrin digunakan untuk bronkodilator, dekongestan hidung dan
dekongestan mata.

V. Kesimpulan

Potiones (potio) adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut dimaksudkan untuk pemakaian dalam ( peroral). (Ilmu Resep,2006). Pada
praktikum ini digunakan sediaan dalam bentuk potio dimana digunakan Efedrin HCL 0,25
gram, Parasetamol 1,5 gram, CTM 0,05 gram, dan Syrup simplex 15 gram.
Resep ini berkhasiat sebagai pereda flu yang disertai dengan demam, resep ini
dikonsumsi sebanyak 3-4 x sehari 1 sendok teh, sesuai dengan resep yang telah diberikan
dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Prescott, L. F. (1996). Paracetamol (Acetaminophen): A Critical Bibliographic Review (1st


Ed.). London: Taylor & Francis.

Larson, A. M., Polson, J., Fontana, R. J., Davern, T. J., Lalani, E., Hynan, L. S., Reisch, J. S.,
Schiødt, F. V., Ostapowicz, G., Shakil, A. O. & Lee, W. M. (2005). Acetaminophen-
Induced Acute Liver Failure: Result of a United States Multicenter, Prospective Study.
Hepatology; 42; 1364-1372.

Sheen, C.L., Dillon, J.F., Bateman, D.N., Simpson, K.J., Macdonald, T.M. (2002). Paracetamol
toxicity: epidemiology, prevention and costs to the health care system. Q. J. Med., 95: 609-
619.

Pratiwi, A. A., Khairinnisa, M. A., Alfian, S. D., Priyadi, A., Pradipta, I. S., & Abdulah, R.
(2013). Peresepan Obat-obat Off-Label pada Pasien Anak Usia 0 Hingga 2 Tahun di
Apotek Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2(2), 39-50.

NADIA ULFA, D. E. A. (2019). PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR


TEOFILIN DAN EFEDRIN HIDROKLORIDA PADA TABLET KOMBINASI SECARA
SIMULTAN DENGAN METODE KCKT.

Kementrian Depertamen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia. Edisi III.


Jakarta

Fajar Kena. 2002. Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ke 3. 125-127 : Jakarta.

Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik : Prinsip Kerja Obat Antimikroba.
Suena, N. M. D. S. (2015). Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan Kombinasi Suspending
Agent Pga (Pulvis Gummi Arabici) Dan Cmc-na (Carboxymethylcellulosum
Natrium). Jurnal Ilmiah Medicamento, 1(1), 33-38.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anief, Moh, 2002,Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 53.
Nadia Rahma.2019.POTIO ; https://www.scribd.com/document/428527376/potio diakses
pada 18 desmber 2021 pukul 20:58.
SUSPENSI
I. Tujuan

1. Untuk memahami dan dapat membaca resep obat

2. Mengetahui perhitungan dosis obat sediaan suspensi

3. Untuk dapat meracik sediaan suspensi

II. Landasan teori


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk sangat halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang di tetapkan (Fornas, 333).

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi kedalam fase cair (Ires. 135).

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dengan cairan pembawa (FI III, 32).

Suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang ditahan dalam
suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai (Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, 97).

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair (FI IV, 17).

Keuntungan Bentuk Sediaan Suspensi

-Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan


terapi dengan cairan.

-Suspensi untuk banyak pasien, bentuk cair lebih disukai ketimbang bentuk padat
(tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan
keluwesan dalam pemberian dosis.

-Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah untuk memberikan dosis
yang relatif sangat besar.
- Suspensi merupakan sediaan yang lebih aman, mudah diberikan untuk anak-anak,
juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 335).

Kerugian Bentuk Sediaan Suspensi

-Suspensi memiliki kestabilan yang rendah (pertumbuhan Kristal jika jenuh,


degradasi, dll) Jika membentuk caking akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya akan turun Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar
Dituang

-Ketepatan dosis lebih rendah dari pada bentuk sediaan larutan

-Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,


flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/ perubahan suhu

-Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan (Ansel. 356; Syamsuni. 136).

Macam-macam Suspensi

a. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang
diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa
campuran padat dalam bentuk halus yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai, segera sebelum digunakan. Sediaan
ini di sebut “Untuk suspensi oral”.
b. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Losion eksternal harus mudah menyebar didaerah
pemakaian, tidak mudah mengalir dari daerah pemakaian, dan cepat kering
membentuk lapisan film pelindung. Beberapa suspensi yang diberi etiket
sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
c. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel partikel
halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
d. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan jika terdapat massa yang
mengeras atau terjadi penggumpalan.
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum
suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau
kedalam larutan spinal.
f. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sodiaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai.

Syarat-syarat Suspensi

Menurut FI edisi III adalah:

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap


2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi 4.
Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
Sedia dituang
4. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.

Menurut Fl edisi IV adalah:

1. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal 2.


Suspense yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
2. Suspense harus dikocok sebalum digunakan.
III. Pembuatan Sediaan
a.Resep Standar

Klinik UHAMKA
Jl.Delima II No. 1 Jakarta 02188
dr. Putri SP. 933.02/16

Jakarta,12 Feb 19
200mg/do
R/ Al(OH)3 sis
200mg
Mg(OH)3 /dosis
PGS qs
Syr.simplex 20

m.f.susp. 60 ml
S.t dd Cth. I

Pro : Wanda (20 th)


Daftaar TM Pemerian Kelarutan Khasiat Dapus

w - Serbuk armorf, Mudah larut dalam Antasida FI Ed


b.Resep Standar Putih, tidak Pelarut asam, asam III
berbau, tidak Klorida, asam sulfat,
berasa Tidak larut dalam air
Dingin dan alkohol.
- Al(OH)3 200mg/dosis W - Serbuk ; putih; Praktis tidak larut Antasida FI Ed
ruah Dalam air dan dalam III
atanol; larut dalam
asam encer
W - Hampir tidak
Berbau, rasa
Seperti lendir
W - Cairan jernih Larut dalam air dan Pemanis
- Mg(OH)3 200mg/dosis Tidak berwarna air panas
W _ Cairan jernih Larut dalam etanol Pelarut FI Ed
Tidak berwarna, glisier III
Tidak berbau

- PGS qs
KR : Alamat pasien, ed,
OB : -
OK : -
OTT :-
USUL : -
- Syrup simplex 20
c.Perhitungan Bahan

1. Al(OH)3 : 200/5 x 60 ml = 2400 mg = 2,4 g


2. Mg(OH)3 : 200/5 x 60 ml = 2400 mg = 2,4 g
3. Pgs : 1/100 x 60 ml = 0,6 g
4 Air Pgs : 7 x 0,6 = 4,2 ml
5. Syrup simplex = 20 g
6. Aquades = 60–(2,4+2,4+0,6+20)
= 30,4 ml

a. Khasiat
Obat ini berkhasiat untuk meredakan flu yang disertai
demam.
b. CPR
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang dan ukur semua bahan di R/
3. Kalibrasi 60 ml
4. Masukkan Pgs ke dalam lumpang tambahkan air Pgs
gerus ad homogen
5. Tambahkan Al (OH)3 gerus (+) Mg (OH)3 gerus ad
homogen lalu masukkan ke dalam botol
6. Tambahkan syrup simpleks
7. Tambahkan aquadest hingga mencapai batas 60 ml
pada botol yang telah dikalibrasi
8. Obat siap digunakan
APOTEK UNIB
Jl. Kandang Limun No.80. Telp: 535425
SIA : 77/SIA/DPMPTSVII/2021
APA : Riskita Oktari M.Farm.,Apt
SIPA : 123/SIPA/IX2021
No. 1 Tgl : 18-12-21
Nama : Wanda (20th)

Tablet 3 X Sehari 1 Sendok Teh


Sebelum/Saat/Sesudah makan

KOCOK DAHULU

Semoga Lekas Sembuh


IV. PEMBAHASAN

Pembentukan suspensi terdiri dari dua system yaitu Sistem Flokulasi dan
Sistem deflokulasi. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat
lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan dan mudah tersuspensi
kembali. Sedangkan dalam system deflokulasi partikel deflokulasi
mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen yang keras dan sukar
tersuspensi kembali. Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikel
benar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat
terdispersi kembali. beberapa suspending agent yang biasa digunakan dalam
pembuatan sediaan suspensi adalah Pulvis Gummi Arabici. CMC Na
(Carboxymethylcellulose Natrium) dan PGS (pulvis gummosus). Beberapa
Alasan pemilihan suspending agent karena mudah larut dalam air,
menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya, tidak merubah struktur
kimia, bersifat alami, dan dapat menghindari pengendapan. Suspensi dengan
system deflokulasi terlihat pada sediaan suspensi antasida yang mengandung
AlOH dan MgOH. Pemilihan system deflokulasi pada sediaan ini
dikarenakan komponen lebih stabil dalam kondisi terdispersi dan ukuran
partikelnya lebih kecil sehingga system deflokulasi lebih cocok dalam
pembuatan sediaan ini dengan penambahan suspending agent yang sesuai.
Sehingga pengendapan tejadi lambat. Jika terjadi pengendapan supernatant
masih berwarna keruh. Jika supernatant sampai berwarna benih
dikhawatirkan sediaan sudah membentuk caking sehingga sukar terdispersi
kembali. Tujuan pembuatan sediaan suspensi dikarenakan mudah saat
meminumnya, lebih mudah untuk memberikan dosis yang relatif besar dan
mudah diberikan untuk anak-anak.

V. Kesimpulan
1. Sistem suspense terdiri dari system flokulasi dan system deflokulasi.
2. Suspending agent yang biasa digunakan yaitu CMC Na dan PGS.
3. Jika terjadi pengedapan supensi masih berwarna keruh.
4. Tujuan pembuatan suspensi yaitu mudah saat meminumnya dan mudah
diberikan kepada anak anak.

Daftar Pustaka
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta
Ditjen POM. 1978. Formularium Nasional, edisi kedua. Departemen Kesehatan
RI: Jakarta
Husnuh, miftha aulia. 2019. Laporan Praktikum "Teknologi Sediaan Liquid Dan
Semi Solid". Stikes Pelamonia : Makasar
Anief, M, 2000, Farmasetika , Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Anjani, M.R., et al., 2011. Formulasi Suspensi Siprofloksasin Menggunakan
Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik Dan
Daya Antibakterinya. Pharmacon, Vol.12; No.1 (Hal.26-32). :
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ansel, H.C., 1995, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press; Jakarta.
Chasanaha N., Ika Trisharyanti DK, Peni Indrayudhaa., 2015. Formulasi
Suspensi Doksisiklin menggunakan Suspending Agent Pulvis
gummi arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri. Fakultas
Farmasi : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fitriani Y.N., Cikra INHS., Ninis Yuliati., dan Dyah., 2015. Formulasi and
Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas
L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai
Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, Vol.2
No.1: Hal.22‐26. Departemen Farmasi Industri, Fakultas Farmasi,
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri : Indonesia.
Kelly. 2008. Accelerated Stability During Formulation Development of Early
Stage Protein Therapeutics.
Lachman, L., & Lieberman, H.A., and Kanig L.J., 1996, Teori dan Praktek
Farmasi Industri, diterjemahkan oleh Suyatmi S., Edisi Ketiga,
399-401, 405-412, UI Press : Jakarta.
Nash, A. R., 1996, Pharmaceutical Suspensions, in Herbert A. Lieberman, Martin
M. Rieger, Gilberts, Banker, Pharmeceutical Dosage Forms :
Disperse Systems, Vol. 2, New York.
Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama :
Yogyakarta.
Zaini, A.N., Dolih Gozali., 2017. Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat
Sediaan Suspensi. Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 2.
Fakultas Farmasi : Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai