Anda di halaman 1dari 11

Hafalan Shalat Delisa

1.a. Nama penulis : Mahfud ikhwan


b. ISBN : 978979321060-5
c. Tahun terbit : 2008
d. Penerbit : Republika Penerbit

2. Ikhtisar :

 Shalat Lebih Baik Dari Tidur


Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu. Remaja tanggung sambil
menguap menahan kantuk mengambil wudhu. Orang-orang berpergian ke
meunasah untuk shalat berjamaah. Delisa menggeliat. Geli. Cut Aisyah nakal
menusuk hidungnya dengan bulu ayam penunjuk tadarus.
“Bangun! Bangun pemalas!” Aisyah semakin jahil demi melihat wajah polos
Delisa. “UM-MI DELISA NGGAK MAU BANGUN!” Aisyah berteriak
sekencang-kencangnya. Mengalahkan suara adzan meunasah. Kemudian Kak
Fatimah menggelitiki perut Delisa. “Ampun! Ampun!” teriak Delisa. Badannya
bergerak bangun dan mengambil wudhu.
Keesokan harinya adalah hari Ahad. Dimana Delisa dan kakak-kakaknya libur
sekolah. Keluarga Abi Usman memang bahagia. Tidak ada kekurangan.
Memiliki empat putri salehah.
Ummi sehari-hari bekerja menjahit dan membordir pakaian pesanan
tetangga. Fatimah tipikal anak sulung yang bisa diandalkan. Cut Aisyah dan Cut
Zahra meski kembar mereka benar-benar bertabiat bagi bumi-langit. Delisa
sibungsu, berwajah paling menggemaskan diantara kakak-kakaknya. Delisa
sendiri memiliki hobi yang berbeda dengan kakak-kakaknya, yaitu bermai sepak
bola.
Hari itu ummi membrikan tantangan kepada delisa bahwa kalau dia dapat
mengahafal bacaan shalatnya dia akan mendapatkan hadiah dari Ummi. Delisa
pun dengan cepat melancarkan bacaan shalatnya itu. Kemudian Ummi mengajak
Delisa pergi kepasar. Ummi ingin membelikan kalung sebagai sebuah hadiah atas
tantangan tadi. Ummi berharap agar Delisa dengan semangat menghafalkan
bacaan shalatnya.
 Kalung Separuh Harga

“HAIYA, kalau begitu kalungnya setangah harga saja Ummi Salamah!”


Kokoh Acan tersenyum Riang.
“Ah, nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh!” Ummi menggeleng
pelan.Tersenyum Menolak.
“ Tidaklah... Kalau untuk hadiah hafalan shalat ini, Ummi Salamah bayar
separuh saja, Haiya!”.
Ummi memberikan uang penuh, tetapi Koh Acan mengembalikan separuh
uangnya . Delisa melihat separuh uang tersebut dan mengambil uang tersebut.
Kemudian Delisa membujuk Umminya agar dapat memegannya. “ Biar Ummi
saja! Kan kita sudah janji kamu nggak akan pegang kalung sebelum kamu hafal
bacaan shalat.” Ummi berkata tugas. Delisa merasa kecewa dan cemburu karena
bujukannya tidak dibolehkan Ummi. Kecemburuan itu bagai api yang membakar
semak kering.
Delisa dengan bangga memamerkan kalung itu. Kalung itu mempunyai tanda
huruf D ( Delisa ). Aisyah menatap sirik. Dia benar-benar cemburu. Kalung milik
Aisyah tidak ada tanda A ( Aisyah ).

 Jembatan Keledai
Esok shubuhnya Delisa bangun tepat saat muadzin di meunasah baru
membaca ”Allahu-akbar!” pertama kali. Senin pagi. Itu berarti jadwal Abi
menelpon setiap minggu langsung dari tanker minyak. Mereka biasa duduk
diruang tamu dan menunggu Abi menelpon.
Kemudian Delisa mengaduk- aduk lemari pakaiannya. “ UMMI! BAJU
NGAJI DELISA KOK NGGAK ADA!” Delisa berteriak sambil mengaduk-aduk.
“Kan Ummi sudah taruh di atas meja!” Ummi balas teriak. ”Udah ketemu mi!
Oh iya nanti sesudah pulang ngaji Delisa langsung main ya mi!” Delisa berteriak
didepan pintu. Ummi hanya mengangguk. Delisa pikir kalau ummi tidak
menjawab berarti itu OKE.
Kemudian Delisa berlari-lari kecil di sepanjang gang. Delisa sudah telat.
Sekarang sudah jam 10 lewat 5. Buru-buru Delisa ke meunasah untuk mengaji.
Kata ustadz Rahman “Muslim yang baik selalu bisa menghargai waktu”. Dia
selalu berusaha datang tidak telat dalam segala urusan. Delisa masih kelas 1 SD
jadi pulangnya jam setengah sepuluh. Sekolah seperempat hari.
Sesampai di meunasah Ustadz Rahman menatapnya. Delisa menjelaskan dia
piket terlebih dahulu. Delisa Bilang “ Nanti kalau Abi pulang Delisa nggak akan
telat lagi. Karena Abi janji beliin Delisa sepeda! Hadiah hafalan shalat Delisa!”.
“Memangnya Delisa sudah hafal ?” Tanya Ustadz. “Belum” jawab Delisa sambil
tersenyum kecil.
“ Ustadz, kenapa ya Delisa sering kebolak-balik bacaan shalatnya ?” Delisa
bertanya. “Biar nggak kebolak-balik kamu harus baca berkali-kali! Kalau beda
sedikit bisa jadi bid’ah ” jawab Ustadz. Selesai ngaji Delisa pulang kerumah
“Loh kamu nggak jadi main?” Tanya Ummi. “Tadi Delisa mau main, tapi Tiur
mengajak Delisa pulang kerumah naik sepedanya” jawab Delisa. Delisa langsung
kekamar mandi mengambil wudhu dan mendekati Ummi yang sudah menunggu.
Ummi membaca bacaan shalat keras-keras hingga terdengar oleh Delisa yang
berdiri disamping kirinya.
Malam datang menjelang. Mereka kembali shalat magrib berjamaah. Kak
Aisyah membaca bacaan shalat keras-keras sama seperti ummi tadi.

 Delisa Cinta Ummi Karena Allah


Bagi Delisa waktu berjalan cepat. Tidak terasa sudah hari sabtu saja. Hafalan
shalatnya juga sudah 95% hafal walau masih ada yang bolong-bolong. Mereka
shubuh itu kembali shalat berjamaah.
Sabtu pagi 25 Desember 2004, Delisa duduk bertelekan dibelakang ummi
yang sedang membaca zikir.
“Ada apa sayang?” tanya Ummi
“Delisa cinta ummi karena Allah!” jawab Delisa dengan nada pelan lembut.
Ummi Salamah terpanah. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. “Ummi cinta
delisa karena Allah!”. Ummi Salamah terisak memeluk bungsunya. Aisyah,
Zahra, Dan Fatimah juga ikut memeluk Ummi.

 26 Desember 2004 Itu!


Delisa bangun dengan semangat dan bergegas shalat shubuh.
Tadi bacaannya nyaris sempurna, kecuali sujud. Tetapi Delisa mengabaikan
fakta itu. Nanti pas disekolah masih banyak waktu untuk mengingatnya.
Delisa semangat sekolah. Janji kalung itu membuatnya sumringah. Ibu Guru
Nur sengaja membuat praktek anak-anak kelas 1 ke hari ahad. Agar anak-anak
lebih rileks. Anak-anak juga senang datang dihari Minggu itu.
Jam tujuh, TENG...TENG
Anak-anak berebut masuk kelas. Satu anak maju. Bacaannya patah-patah. Bu
Guru Nur membantunya. Hati Delisa jadi lega saat melihat hal itu. Kmudian
Delisa maju dan pelan pelan menyebut taawudz. Mengangkat tangannya
“Allahuakbar”.
Persis ketika Delisa usai ber-takbiratul-ihram. Lantai laut retak seketika. Air
lait tersedot kedalam tanah. Saat Delisa membaca iftitah dia terpatah patah. Dan
gempa menjalar dengan berkekuatan dahsyat. Delisa gemetar. Delisa takut. Ketika
delisa tiba di penghujung kalimat iftitah, air yang tersedot kedalam tanah kembali
mendesak keluar. Air yg keluar itu menjadi gelombang ombak yang besar.
Seluruh isi perahu nelayan berseru panik. Saat delisa membaca bacaan surat
pendek, gelombang itu sudah menyapu kota Banda Aceh. Gelombang besar itu
menghantam bibir pantai Lhok Nga saat delisa membaca bacaan ruku’.
“sa-mi-’al-laa-hu-li-man-ha-mi-dah”. Gelombang itu menyentuh tembok
sekolah. Tubuh Delisa terlempar kesana-kemari. Ibu Guru Nur yang saat
terlempar dari ruang kelas sempat berpegangan pada sebilah papan.

 Berita Ditelevisi
“Gempa berkekuatan 8,6 skala richter menghantam bagian utara pulau
Sumatera, Banda Aceh, Indonesia. Konfirmasi terakhir mengatakan sekitar 3000
orang meninggal....” Suara sebuah saluran berita di televisi, yang dibawakan oleh
gadis berambut pirang dengan intonasi amat terkendali.
Musnah! Semuanya musnah. Benar-benar tidak ada sisa.
Sore hari. Dunia masih menyerangai! Kabar gempa itu seperti tak ada bedanya
dengan bencana dunia lainnya. Belakangan ini banyak bencana alam yang terjadi
seperti Topan di Amerika, Bahkan perang di Afganistan dan Irak mereka santai-
santai.
LAGI PULA INDONESIA BUKAN NEGARA PENTING!

Tetapi pulahan wartawan masih saja menuju ke lokasi. Skala gempa itu sangat
tinggi! Ada yang tidak beres. Yang banyak disini hanyalah kesedihan, muka-muka
kehilangan, kerusakan, dan tumpukan sampah.
Malam hari. Berita itu melesat. Gampa itu diikuti gelombang tsunami. Dunia
mulai tersentak. Makan malam mulai tidak menyenangkan. Banyak orang yang
ingin pergi ke indonesia. Bandara dipenuhi oleh orang-orang yang ingin mencari
tahu.
Senin siang! Bencana itu semakin jelas. Dunia sudah mendapatkan gambar-
gambar. Koran –koran nasional bergegas menayangkan foto satelit itu beberapa
minggu kemudian. Televisi-televisi mulai menayangkan DOA.
Panglima perang Indonesia mengontak negara-negara sahabat. Disana-sini
masih dapat keraguan. Helikopter tempur berbagai negara, bantuan obat-obatan
militer negara-negara melesat menuju ujung pulau Sumatera.
Delisa bermimpi bahwa Ummi dan kakak-kakaknya pergi meninggalkannya,
tidak membolehkannya ikut bersama mereka.
Abi Usman yang sedang bertugas di ruang mesin sepanjang dua hari dua
malamdahampiri oleh temannya. Dia diberitahu temannya bahawa di Aceh
mengalami tsunami dan gempa bumi. Abi langsung melihat televisi dan ternyata
benar apa yang dikatakan temannya itu. Abi sudah tidak bisa berpikir lagi. Dia
langsung belari kencang ke ruangan kepala maintenance. Dia Harus Pulang!

 Burung-Burung Pembawa Buah


Delisa tak bisa bergerak. Kaki kanannya hingga kebetis terjepit di sela-sela
dahan semak. Muka Delisa bitu lebam. Darah membeku menggumpal. Delisa
nyaris telanjang. Kerudung birunya hampir terbelah dua. Menyangkut dilehernya.
Delisa masih hidup. Terseret empat kilometer dari kaki bukit Lhok Nga. Siku
kanan Delisa juga patah.
Saat Delisa sadar, dia langsung teringat kepada Ummi dan kakak-kakaknya.
Pelan kenangan itu kembali. Delisa mengingat kejadian enam hari yang lalu. Lima
langkah didepan Delisa ada Tiur. Delisa gemetar menahan tangisannya. Ia takut
sekali menatap mayat Tiur. Melihat itu Delisa tak lama kemudian pingsan
kembali.
Malam lama turun dan hujan deras. Delisa kembali siuman. Tubuhnya pucat
kedinginan.
Malam sempurna gelap. Hanya ada halilintar yang kadang menerangi langit
Lhok Nga. Delisa meringis. Ia lapar. Sudah enam hari ia belum makan. Delisa
juga merasa haus. Dan lima buah apel tergeletak begitu saja. Rapi tersusun
membentuk formasi bintang. Sungguh terasa lezat saat dia mengunyahnya.
Keesokan harinya Sersan Ahmed bersama dua belas perajuritnya bergegas
naik ke atas helikopter super puma. Langit Aceh bagai penuh oleh ribuan
helikopter. Satu setengah jam kemudian, pesawat itu menyentuh salah satu
lapangan di Lhok Nga. Tak banyak yang menyambut helikopter mendarat, karena
sisa penduduk Lhok Nga hanya segelintir.
Sore itu mereka mengumpulkan ratusan tubuh. Sayanganya tak ada satupun
yang masih bernafas. Hari itu, penyisiran mereka masih satukilometer dari tempat
tubuh Delisa yang terpanggang.
Malam datang. Turun hujan deras lagi. Pelan-pelan hari ini delisa ingat apa
yang terjadi padanya. Dia ingat sedang menghafal bacaan shalat saat semuanya
terjadi.

 Akhirnya Hidayah Itu Datang Juga


Jam tujuh pagi. Super Puma melesat lagi dari kapal induk.
Semua kota yang luluh lantah itu sepuluh kali lebih menekan dibandingkan
pertempuran mereka selama ini. Mayat–mayat itu jauh lebih menakutkan daripada
mayat-mayat pada saat perang. Memandang wajah-wajah orang yang selamat
membuat menekan mental para perajurit
Kemudian perajurit Sersan Ahmed yang bernama Smith menemukan tubuh
Delisa yang tersangkut di semak belukar. Smith lansung memberitahu Sersan
Ahmed bahwa masih ada yang hidup. Super Puma Langsung mendarat di
sekitaran lapangan rumah sakit.
Tubuh Delisa terbaring lemas diatas ranjang bedah. Abi Usman berlari kesana-
kemari cemas. Mulutnya tak henti bertanya sampai tidak melihat televisi yang
sedang menyiarkan tentang putri bungsunya.
Delisa dioprasi, betisnya di amputasi. Siku tangan kanannya di gips. Rambut
ikal delisa dipangkas. Malam ketiga Delisa terbaring tak berdaya. Perajurit Smith
ingin masuk ke dalam kamar Delisa, tetapi para suster yang masih terjaga di
depan menolak.

 Mereka Semua Telah Pergi


Hari keempat Delisa masih belum siuman. Abi Usman juga pergi ke rumah
lama yang telah hancur itu. Hanya ada marmer putih dan sepondasi semata kaki
tersisa. Abi bertemu Koh Acan dan berbincang-bincang sejenak. Seketika Abi
ingat tentang kalung yang dibicarakan oleh Delisa.
 Kalung Yang Indah Itu
Ibu –ibu disebelah Delisa mengucapkan salam setelah shalat malam selesai. Ia
menoleh ke arah Delisa. Mata Delisa berkejap-kejap dan ibu itu langsung
memencet tombol bantuan. Suster Shopi yang kebetulan menjaga waktu itu
mengantuk langsung bergegas keruangan Delisa. Suster Shopi memanggil Dokter
Eliza.
Suster Shopi membiarkan Dokter Eliza memeriksa Delisa dan mengambil
sesuatu di luar ruangan. Setelah selesai memeriksa Suster Shopi kembali dengan
membawa selembar kertas isian formulir rumah sakit dan membisikan delisa
untuk mengisi kertas tersebut. Delisa ingat tentang kalung yang dijanjikan Ummi
dan membicarakannya kepada Suster Shopi.

 Pertemuan
Siangnya Shopi memberikan data kertas tadi pada Sersan Ahmed untuk
dimasukkan kedalam daftar orang-orang yang selamat. Salah satu kertas itu
dikirim kebarak marinir di Lhok Nga. Kemudian Abi datang ke Tenda Marinir Di
Lhok Nga dan melihat daftar orang hidup. Tak disangka Abi melihat nama putri
bungsunya di dalam daftar itu.
Abi menumpang helikopter untuk ke rumah sakit itu. Delisa saat itu sedang
bermain bersama Shopi, duduk bersandar di ranjangnya. Tak lama dari itu Abi
diantar Sersan Ahmed ke kamar Delisa. Betapa senangnya Delisa bertemu dengan
Abi . Abi langsung memeluk Delisa. Ada tiga orang disana mengusap mata
mereka.
Delisa bertanya tentang kakak-kakaknya dan Ummi “Dimana mereka Bi?”.
Dengan kepala tertunduk Abi menjawab “Kakakmu sudah pergi, meninggal
sayang, Ummi tidak tahu dimana!”.
 Pulang Ke Lhok Nga
Enam minggu sesudah tsunami menghantam dan tiga minggu setelah Dekisa
dirawat di rumah sakit Kapal Induk. Delisa diijinkan pulang. Dengan di gandeng
oleh Abi mereka ikut dengan helikopter pergi ke Lhok Nga. Delisa senang sekali
sepanjang pagi. Ia tau bahwa Lhok Nga telah hancur. Saat dia melihat sekolahnya
hancur dia terdiam. Meusanah juga hancur. Dan rumahnya benar-benar tidak ada
lagi.
Siang itu mereka mendatangi tenda darurat. Mereka mendapat selimut, alat-
alat mandi, pakaian, dan masih banyak lagi. Disana Delisa bertemu dengan teman-
temannya. Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Esoknya adalah shubuh
pertamanya ia kembali ke Lhok Nga.

 Delisa Cinta Abi Karena Allah


Enam minggu kemudian Abi memutuskan untuk membangun rumahnya
kembali. Sorenya pantai Lhok Nga terlihat ramai. Delisa bermain sepak bola
dengan teman-temannya dipinggir pantai. Delisa menjadi kiper. Malamnya Delisa
dan Abi makan bersama. Masakan Abi masih belum ada kemajuan. Masih
hambar. Saat Abi selesai shalat tahajud, Abi menangis dan delisa terbangn dari
tidurnya. Delisa ikut menangis sambil mengatakan “Delisa Sayang Abi Karena
Allah!”.

 Negeri-Negeri Jauh
Tahajud Abi malam itu membuat Delisa mengerti suatu hal. Delisa harus
memakan habis semua yang Abi buat. Beberapa hari kemudian saat Delisa sedang
asik kejar-kejaran di depan sekolah tenda daruratya. Ibu Guru Ani sambil
memegang amplop cokelat besar memanggilnya. Disana ada Abi, Shopi, Sersan
Ahmed, prajurit Salam. Shopi memeluk Delisa sambil jongkok. Mereka bertiga
akan pulang ke negara mereka masing-masing. Delisa bertanya “mengapa mereka
harus pergi?” Abi menjawab “rumah mereka bukan disini sayang tapi di negara
lain jadi harus pergi”. Setelah itu Ibu Guru Ani menyuruh Delisa membalass surat
berwarna cokelat itu. Surat itu dari Michelle dan Margaretha
 Ibu Kembali
Minggu pagi Delisa membuat balasan surat tersebut. Ibu Guru Ani tidak keliru
menunjuk Delisa membalas surat itu. Karena tulisan Delisa sangat bagus dan rapi.
Tulisan Delisa Juga di puji oleh Abi. Setelah selesai Delisa memberikan surat itu
ke Bu Guru Ani. Setelah memberikan surat itu Delisa menuju kepemakaman
massal sambil benyanyi lagu kesukaan kak Aisyah.
Delisa sangat rindu dengan Umminya. Sepulang dari pemakaman Delisa
bertemu Umam. Delisa mengajak Umam untuk makan cokelat. Tak lama dari itu
Ummi Umam ditemukan, sedangkan Ummi Delisa masih belum di temukan.
Menurutnya ini tidak adil. “Kenapa hanya Ummi Umam yang ditemukan? Delisa
benci ini semua” Kata dalam hatinya.

 Ajarkan Kami Arti Ikhlas


Diluar kendali siapapun. Kebencian itu langsung mendapat jawabannya.
Setelah Delisa pulang bertemu Umam, Delisa langsung jatuh sakit. Demam dan
juga bengkak di bagian kepalanya. Delisa langsung tak berdaya terkapar diatas
ranjang.
Abi panik dan nafas Delisa mulai tersengal. Lima menit kemudian, Abi
menuju tenda sukarelawan PMI. Stengahjam kemudian, Dokter Peter bersama
Ubai datang. Delisa terbaring kaku diatas ranjang. Setelah memeriksa Delisa,
Dokter Peter membawa Delisa kerumah sakit segera. Delisa langsung dibawa ke
ruangan UGD. Satujam kemudian Dokter Peter keluar dari ruangan UGD. Dokter
Peter memberi tahukan ke pada Abi dan Ubai yang sedang terduduk bahwa
panasnya sudah mereda, tetapi Delisa masih belum sdarkan diri. Siangnya Delisa
mulai siuman dan juga Ibu Guru Ani dan anak-anak sekolah tenda darurat datang
menjenguk Delisa.
Koh Acan datng saat sore menjelang malam. Beberapa kakak-kakak
sukarelawan juga datang ke kamar Delisa. Delisa memang ngetop di Lhok Nga.
Menjelang isya Delisa semakin membaik. Abi pulang sebentar untuk mengambil
baju ganti. Selepas itu Delisa dapat surat berbentuk email. Surat itu dari Shopi
yang dikirimkan ke Kak Ubai. Mukanya lansung memerah saat menerima surat
itu. Shopi titip salam dari mam & dad Shopi. Ubai membacakan surat itu untuk
Delisa.

 Hafalan Shalat Delisa


Esok harinya, Dokter Peter mengijinkan Delisa pulang. Delisa baru tahu
setelah tiba. Ternyata Abi menyiapkan kejutan dirumah. Semua orang yang dekat
dengan Delisa datang. Dan Dokter Eliza memberikan Delisa kaki palsu.
Esoknya Delisa sibuk kembali kesekolah. Membiasakan diri dengan kaki
palsunya. Delisa juga sibuk belajar internet di posko PMI Kak Ubai. Setelah
pulang dari rumah ssakit tersebut, Delisa mulai membuka buku hafalnnya
kembali. Delisa menghafal dengan cepat sekali. Lepas dari satu minggu, Delisa
sudah nyaris hafal semuanya. Shalatnya jauh lebih khusuk.
Sabtu sore. Kak Ubai mengajak kelas mengaji TPA-nya belajar di luar. Kak
Ubai mengajak mereka ke salah satu bukit yang banyak terdapat di Lhok Nga.
Kak Ubai meminta agar mengumpulkan pasir sebanyak-banyaknya karena mereka
akan membuat kaligrafi. Satu jam setelah itu banyak hapus-menghapus diatas
pasir itu. Adzan ashar juga sudah mengumandang. Mereka menghentikan
pekerjaan mereka dan bergegas shalat. Ini pertama kalinya lagi Delisa shalat
dengan sempurna.
 Epilog
Sore itu, Sabtu 21 Mei 2005
Selepas shalat ashar yang penuh makna, Delisa melanjutkan membuat
kaligrafi lagi. Sore datang menjelang. Saat Delisa ingin pulang, Delisa mencuci
kedua tangannya di sungai. Kemudian Delisa melihat ada cahaya berkilauan di
seberang sungai yang lebarnya hanya berbilang 2-3 meter itu.
Kemilau kuning. Indah menakjubkan memantulkan cahaya matahari senja.
Demi melihat itu Delisa menyeberang sungai. Celananya basah hingga sepaha.
Ternyata cahaya itu ialah seuntai kalung yang ada huruf D
D untuk Delisa
Delisa mengira kalung itu tersangkut di dahan. Ternyata itu bukan dahan,
melainkan kerangka tangan. Putih. Tulang belulang dan utuh. Sempurna kerangka
manusia. Delisa berteriak “UMMI!” sambil terduduk didepan kerangka tersebut.
Tugas Bahasa Indonesia
Ikhtisar Buku Fiksi

Disusun Oleh : Muhammad Labib Alfaris


Kelas : X MIPA 1
No Absen : 17

Tahun Pelajaran 2018/2019


SMA Muhammadiyah 1 Palembang

Anda mungkin juga menyukai