2. Ikhtisar :
Jembatan Keledai
Esok shubuhnya Delisa bangun tepat saat muadzin di meunasah baru
membaca ”Allahu-akbar!” pertama kali. Senin pagi. Itu berarti jadwal Abi
menelpon setiap minggu langsung dari tanker minyak. Mereka biasa duduk
diruang tamu dan menunggu Abi menelpon.
Kemudian Delisa mengaduk- aduk lemari pakaiannya. “ UMMI! BAJU
NGAJI DELISA KOK NGGAK ADA!” Delisa berteriak sambil mengaduk-aduk.
“Kan Ummi sudah taruh di atas meja!” Ummi balas teriak. ”Udah ketemu mi!
Oh iya nanti sesudah pulang ngaji Delisa langsung main ya mi!” Delisa berteriak
didepan pintu. Ummi hanya mengangguk. Delisa pikir kalau ummi tidak
menjawab berarti itu OKE.
Kemudian Delisa berlari-lari kecil di sepanjang gang. Delisa sudah telat.
Sekarang sudah jam 10 lewat 5. Buru-buru Delisa ke meunasah untuk mengaji.
Kata ustadz Rahman “Muslim yang baik selalu bisa menghargai waktu”. Dia
selalu berusaha datang tidak telat dalam segala urusan. Delisa masih kelas 1 SD
jadi pulangnya jam setengah sepuluh. Sekolah seperempat hari.
Sesampai di meunasah Ustadz Rahman menatapnya. Delisa menjelaskan dia
piket terlebih dahulu. Delisa Bilang “ Nanti kalau Abi pulang Delisa nggak akan
telat lagi. Karena Abi janji beliin Delisa sepeda! Hadiah hafalan shalat Delisa!”.
“Memangnya Delisa sudah hafal ?” Tanya Ustadz. “Belum” jawab Delisa sambil
tersenyum kecil.
“ Ustadz, kenapa ya Delisa sering kebolak-balik bacaan shalatnya ?” Delisa
bertanya. “Biar nggak kebolak-balik kamu harus baca berkali-kali! Kalau beda
sedikit bisa jadi bid’ah ” jawab Ustadz. Selesai ngaji Delisa pulang kerumah
“Loh kamu nggak jadi main?” Tanya Ummi. “Tadi Delisa mau main, tapi Tiur
mengajak Delisa pulang kerumah naik sepedanya” jawab Delisa. Delisa langsung
kekamar mandi mengambil wudhu dan mendekati Ummi yang sudah menunggu.
Ummi membaca bacaan shalat keras-keras hingga terdengar oleh Delisa yang
berdiri disamping kirinya.
Malam datang menjelang. Mereka kembali shalat magrib berjamaah. Kak
Aisyah membaca bacaan shalat keras-keras sama seperti ummi tadi.
Berita Ditelevisi
“Gempa berkekuatan 8,6 skala richter menghantam bagian utara pulau
Sumatera, Banda Aceh, Indonesia. Konfirmasi terakhir mengatakan sekitar 3000
orang meninggal....” Suara sebuah saluran berita di televisi, yang dibawakan oleh
gadis berambut pirang dengan intonasi amat terkendali.
Musnah! Semuanya musnah. Benar-benar tidak ada sisa.
Sore hari. Dunia masih menyerangai! Kabar gempa itu seperti tak ada bedanya
dengan bencana dunia lainnya. Belakangan ini banyak bencana alam yang terjadi
seperti Topan di Amerika, Bahkan perang di Afganistan dan Irak mereka santai-
santai.
LAGI PULA INDONESIA BUKAN NEGARA PENTING!
Tetapi pulahan wartawan masih saja menuju ke lokasi. Skala gempa itu sangat
tinggi! Ada yang tidak beres. Yang banyak disini hanyalah kesedihan, muka-muka
kehilangan, kerusakan, dan tumpukan sampah.
Malam hari. Berita itu melesat. Gampa itu diikuti gelombang tsunami. Dunia
mulai tersentak. Makan malam mulai tidak menyenangkan. Banyak orang yang
ingin pergi ke indonesia. Bandara dipenuhi oleh orang-orang yang ingin mencari
tahu.
Senin siang! Bencana itu semakin jelas. Dunia sudah mendapatkan gambar-
gambar. Koran –koran nasional bergegas menayangkan foto satelit itu beberapa
minggu kemudian. Televisi-televisi mulai menayangkan DOA.
Panglima perang Indonesia mengontak negara-negara sahabat. Disana-sini
masih dapat keraguan. Helikopter tempur berbagai negara, bantuan obat-obatan
militer negara-negara melesat menuju ujung pulau Sumatera.
Delisa bermimpi bahwa Ummi dan kakak-kakaknya pergi meninggalkannya,
tidak membolehkannya ikut bersama mereka.
Abi Usman yang sedang bertugas di ruang mesin sepanjang dua hari dua
malamdahampiri oleh temannya. Dia diberitahu temannya bahawa di Aceh
mengalami tsunami dan gempa bumi. Abi langsung melihat televisi dan ternyata
benar apa yang dikatakan temannya itu. Abi sudah tidak bisa berpikir lagi. Dia
langsung belari kencang ke ruangan kepala maintenance. Dia Harus Pulang!
Pertemuan
Siangnya Shopi memberikan data kertas tadi pada Sersan Ahmed untuk
dimasukkan kedalam daftar orang-orang yang selamat. Salah satu kertas itu
dikirim kebarak marinir di Lhok Nga. Kemudian Abi datang ke Tenda Marinir Di
Lhok Nga dan melihat daftar orang hidup. Tak disangka Abi melihat nama putri
bungsunya di dalam daftar itu.
Abi menumpang helikopter untuk ke rumah sakit itu. Delisa saat itu sedang
bermain bersama Shopi, duduk bersandar di ranjangnya. Tak lama dari itu Abi
diantar Sersan Ahmed ke kamar Delisa. Betapa senangnya Delisa bertemu dengan
Abi . Abi langsung memeluk Delisa. Ada tiga orang disana mengusap mata
mereka.
Delisa bertanya tentang kakak-kakaknya dan Ummi “Dimana mereka Bi?”.
Dengan kepala tertunduk Abi menjawab “Kakakmu sudah pergi, meninggal
sayang, Ummi tidak tahu dimana!”.
Pulang Ke Lhok Nga
Enam minggu sesudah tsunami menghantam dan tiga minggu setelah Dekisa
dirawat di rumah sakit Kapal Induk. Delisa diijinkan pulang. Dengan di gandeng
oleh Abi mereka ikut dengan helikopter pergi ke Lhok Nga. Delisa senang sekali
sepanjang pagi. Ia tau bahwa Lhok Nga telah hancur. Saat dia melihat sekolahnya
hancur dia terdiam. Meusanah juga hancur. Dan rumahnya benar-benar tidak ada
lagi.
Siang itu mereka mendatangi tenda darurat. Mereka mendapat selimut, alat-
alat mandi, pakaian, dan masih banyak lagi. Disana Delisa bertemu dengan teman-
temannya. Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Esoknya adalah shubuh
pertamanya ia kembali ke Lhok Nga.
Negeri-Negeri Jauh
Tahajud Abi malam itu membuat Delisa mengerti suatu hal. Delisa harus
memakan habis semua yang Abi buat. Beberapa hari kemudian saat Delisa sedang
asik kejar-kejaran di depan sekolah tenda daruratya. Ibu Guru Ani sambil
memegang amplop cokelat besar memanggilnya. Disana ada Abi, Shopi, Sersan
Ahmed, prajurit Salam. Shopi memeluk Delisa sambil jongkok. Mereka bertiga
akan pulang ke negara mereka masing-masing. Delisa bertanya “mengapa mereka
harus pergi?” Abi menjawab “rumah mereka bukan disini sayang tapi di negara
lain jadi harus pergi”. Setelah itu Ibu Guru Ani menyuruh Delisa membalass surat
berwarna cokelat itu. Surat itu dari Michelle dan Margaretha
Ibu Kembali
Minggu pagi Delisa membuat balasan surat tersebut. Ibu Guru Ani tidak keliru
menunjuk Delisa membalas surat itu. Karena tulisan Delisa sangat bagus dan rapi.
Tulisan Delisa Juga di puji oleh Abi. Setelah selesai Delisa memberikan surat itu
ke Bu Guru Ani. Setelah memberikan surat itu Delisa menuju kepemakaman
massal sambil benyanyi lagu kesukaan kak Aisyah.
Delisa sangat rindu dengan Umminya. Sepulang dari pemakaman Delisa
bertemu Umam. Delisa mengajak Umam untuk makan cokelat. Tak lama dari itu
Ummi Umam ditemukan, sedangkan Ummi Delisa masih belum di temukan.
Menurutnya ini tidak adil. “Kenapa hanya Ummi Umam yang ditemukan? Delisa
benci ini semua” Kata dalam hatinya.