Anda di halaman 1dari 7

DAFTAR ISI

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

DETEKSI ABERASI KROMOSOM PADA PEMBELAHAN


PERTAMA (M1) DAN KEDUA (M2) PADA SEL LIMFOSIT
PERIFER PASCA IRRADIASI SINAR X

Yanti Lusiyanti dan Masnelly Lubis

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi


Batan Tenaga Nuklir Nasional
k_lusiyanti@batan.go.id

ABSTRAK

DETEKSI ABERASI KROMOSOM PADA PEMBELAHAN PERTAMA (M1) DAN KEDUA


(M2) SEL LIMFOSIT PERIFER PASCA IRRADIASI SINAR X. Efek radiasi pengion pada sel
limfosit dapat diketahui melalui pengamatan aberasi kromosom yang diperoleh dengan membiakkan sel
limfosit perifer selama 48 jam dan diamati pada tahap metafase sel. Penerapan deteksi aberasi
kromosom disentrik sebagai biodosimetri yang direkomendasikan berdasarkan pada sel metafase
pembelahan pertama (M1). Telah dilakukan iradiasi secara in vitro pada sel limfosit darah perifer
menggunakan Pesawat Sinar X 250 kV pada laju dosis 0,167 Gy/menit dengan kisaran dosis 0
(kontrol); 1,0; 2,0 dan 3,0 Gy. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi sel tahap
metafase dan frequensi aberasi kromosom pada status pembelahan pertama (M1) dan kedua (M2)
pada sel darah yang diiradiasi sinar X 250 kV. Sampel darah selanjutnya dibiakkan selama 48 jam
dengan metode pembiakkan standar laboratorium Sitogenetik PTKMR, kemudian dilakukan proses
panen dan preparasi preparat dengan teknik pewarnaan Fluorescence Plus Giemsa (FPG).
Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi metaphase dan aberasi kromosom pada M1 dan M2. Hasil
menunjukkan bahwa presentase proporsi sel metafase pada pembelahan sel M1 menunjukkan hasil
yang optimum untuk ketiga dosis sedangkan frekuensi kromosom disentrik pada sel metafase
pembelahan M2 mengalami penurunan yang terjadi karena seleksi proliferasi sel

Kata kunci: Radiasi, Aberasi kromosom, biodosimetri Fluorescent plus Giemsa

ABSTRACT

DETECTION OF CHROMOSOME ABERRATION ON THE FIRST DIVISION CELL OF M1


AND M2 ON PHERIPHERAL LYMPHOCYTES CELL POST X-RAYS IRRADIATION. Effects of
ionizing radiation on cell lymphocyte, can be known through observations obtained with the
chromosome aberration peripheral lymphocytes after culture of 48 hours and observed in phase
Metaphase cells. The application of chromosome aberration detection dicentric as recommended as a
biodosymetri based on metaphase cells at first division (M1). Irradiation has been carried out in vitro
on cells of peripheral blood lymphocytes using X-rays with a range of doses of 0 (control)1.0,2.0 and
3.0 Gy. The purpose of this study was to determine the proportion of the M1 and M2 metaphase an
chromosome aberrations from blood cells induced by X-rays 250 kV. Further blood samples were
proceed by standard methods PTKMR Cytogenetics laboratory, and then do the harvesting,
preparations by staining with Fluorescence Plus Giemsa technique (FPG). Scoring the frequency of
metaphase and chromosome aberration in MI to M2 cell division were done. The results for the all
range of doses showed that the percentage proportion of metaphase cells in MI was shown optimum
results compared with M2, whereas the dicentric chromosome aberration frequencies of the M2 showed
decrease number regarding to selection of proliferation cells.

Key word: Radiation, Chromosome aberration, biodosimetry Fluorescence Plus Giemsa

366
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN dari 46 hingga 52 jam. Setiap laboratorium


harus menetapkan waktu optimum untuk
Dalam tahapan pembelahan sel, mitosis mendapatkan hasil laju indek mitosis yang
adalah proses pembelahan sel berupa duplikasi optimum dan memenuhi standar mutu hasil
akurat sejumlah besar asam deoksi ribonukleat khususnya untuk prosentase Indek Mitosis [5].
(DNA) di dalam kromosom, dan kemudian hasil Hasil dari penelitian yang telah dilakukan di
duplikasi tersebut dipisah hingga terjadi dua sel laboratorium Sitogenetik PTKMR,
baru yang identik. Beberapa tahapan dalam fase menunjukkan bahwa masa inkubasi untuk sel
mitosis adalah tahap profase, metafase, anafase limfosit 48 jam telah memperoleh presentasi
dan telofase. Tahap profase, adalah tahap Indek Mitosis pada M1 dengan nilai yang
visualisasi selubung inti atau dinding sel inti optimum sesuai standar IAEA [6]. Dari hasil
sudah mulai menghilang dan tampak benang- penelitian Masnely dkk [7], diperoleh hasil
benang kromatin yang bergerombol padat. bahwa prosentase frekuensi sel tahap metafase
Tahap metafase yaitu tahapan kromosom dalam pada M1 terhadap M2 yang terjadi pasca
keadaan tersebar dalam sel berukuran panjang irradiasi 1 dan 3 Gy yang diberi perlakuaan
dan pendek tanpa disertai dinding nukleus. masa inkubasi berbeda antara 48, 52 dan 72 jam
Tahap anafase adalah tahapan saat kromosom memperlihatkan dosis radiasi 0, 1 dan 3 Gy
tersebar dengan masing-masing membelah pada masa inkubasi 48 jam menunjukkan hasil
menjadi dua. Tahap telofase adalah tahapan saat yang optimum untuk sel tahap metafase pada
inti sel membelah menjadi dua sel anak dan pembelahan M1. Aberasi kromosom yang
masing-masing mempunyai pasangan identik diinduksi oleh radiasi pada limfosit manusia
sebagai kromosom diploid [1,2]. pada tahap G0 pada umumnya secara kuantitatif
dianalisis pada tahap metaphase setelah
diinkubasi selama 40-50 jam, dan pada kisaran
waktu tersebut hampir semua sel diperkirakan
berada pada tahap M1 setelah distimulasi oleh
mitogen [8].
Apabila waktu inkubasi melebihi standar
acuan untuk pembiakan maka pada umumnya
.sel yang diamati adalah sel yang mengalami
metafase pertama (M1) yang dapat
diidentifikasi dengan melakukan penanda pada
Gambar 1: Skematik proses siklus pembelahan sel kromatid untuk menghindari confounding yaitu
(Mitosis) [2] adanya aberasi kromosom yang hilang pada saat
pembelahan sel. Buckton, 1983 menyatakan
Efek radiasi pengion pada manusia dapat bahwa aberasi kromosom yang diinduksi
dipelajari melalui deteksi aberasi kromosom dengan radiasi pada sel limfosit manusia tahap
pada sel limfosit perifer yang telah dibiakkan G0 pada umumnya dapat dianalisis secara
dan diamati pada tahap metafase dari tahapan kuantitatif pada tahap metafase setelah
mitosis sel. Dari hasil penelitian Kolin [3] dibiakkan selama 40-50 jam. Pada saat tersebut
diketahui bahwa radiasi yang menginduksi hampir semua sel berada pada pembelahan
terbentuknya aberasi kromosom pada limfosit pertama [9].
manusia sangat bergantung pada frekuensi Metode yang digunakan untuk
aberasi kromosom pada waktu pembiakkan dan membedakan status sel dengan siklus M1 dan
telah menjadi patokan bahwa harus dihitung M2 adalah metode pewarnaan dengan
pada tahap metafase yang terbentuk pada Fluorescence Plus Giemsa (FPG). Teknik ini
pembelahan pertama (M1) dari siklus sel. dilakukan dengan menambahkan
Metode pewarnaan Harlequin memungkinkan Bromodeoxyuridine (BrdU) pada media biakan
untuk mengidentifikasi status dari siklus sel yang berfungsi sebagai penanda segmen DNA
pada tahap metafase dan dari hasil penelitian pada saat pembelahan. Pewarnaan ini akan
Kolin diketahui bahwa frekuensi disentrik menyebabkan sel limfosit berpendar sehingga
secara optimal ditemukan pada saat biakan sel memudahkan untuk diamati. Dalam makalah ini
dengan status M1 [3,4]. akan diuraikan mengenai proporsi sel metafase
Masa inkubasi untuk sel limfosit secara dan frekuensi aberasi kromosom khususnya
konvensional memerlukan waktu sekitar 48 disentrik pada status siklus sel pembelahan
jam, namun demikian perolehan waktu tersebut pertama (M1) dan kedua (M2) pasca irradiasi
antar laboratorium sangat bervariasi, dimulai sinar-X.

367
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

2. TATA KERJA dibuang dan endapan darah diaduk dengan pipet


Pasteur lalu disimpan di waterbath selama 25
2.1. Pengambilan sampel darah dan iradiasi menit. Pada biakan ditambahkan 8 tetes larutan
sampel darah. Carnoy, dikocok dan didiamkan selama 10
menit. Selanjutnya biakan tersebut di
Dari sebanyak 20 ml sampel darah tepi dari sentrifugasi kembali dengan kecepatan yang
3 donor sehat dan tidak merokok diambil sama, supernatan dibuang dan pada endapan
masing-masing 5 ml untuk setiap dosis iradiasi ditambahkan kembali larutan carnoy. Tahapan
ke dalam tabung BD Vacutainer. Kemudian ini diulang beberapa kali sampai diperoleh
masing-masing tabung tersebut diiradiasi limfosit yang berwarna putih.
dengan berkas sinar–X dengan dosis yang
bervariasi yaitu 1,0; 2,0; dan 3,0 Gy. Sebagai 2.3. Pembuatan dan pewarnaan preparat
kontrol digunakan sampel yang tidak diiradiasi. dengan teknik FPG.
(0 Gy). Proses iradiasi dilakukan di
Laboratorium Metrologi Radiasi Nasional- Sebanyak 35 µl endapan limfosit diteteskan
PTKMR dengan menggunakan berkas radiasi di atas gelas objek dan dibiarkan kering dalam
Sinar-X pada tegangan 240kV, dengan filter suhu ruang, kemudian preparat disimpan selama
tambahan 1 mm Al + 1,597 mm Cu pada 5-7 hari pada suhu ruang. Selanjutnya preparat
kualitas radiasi (HvL) 2,52 mm Cu dari pesawat direndam dalam larutan bisbenzemid Hoeschst
Sinar X-YXLON MG 320. 33258 selama 30 menit dalam ruangan gelap.
Preparat kemudian dicelupkan ke dalam larutan
buffer Posfat 0,1 M segar pada suhu 50-540C
2.2. Kalibrasi fasilitas iradiasi. dengan pH 7,5 selama 15 menit serta disinari
dengan lampu UV pada ruang gelap dengan
Sebelum pesawat digunakan untuk
jarak antara lampu UV dengan preparat adalah
menyinari sampel darah, terlebih dahulu
15 cm. Preparat kemudian dicelupkan kedalam
dilakukan pengukuran kerma (Kinetik Energy
buffer posfat 0,1 M pH 6,8 lalu dikeringkan
Release in Material) udara dari radiasi sinar X
pada suhu ruang selama 12 jam untuk kemudian
menggunakan Dosimeter Farmer tipe
diwarnai dengan Giemsa 5% selama 8 menit
2570/IB/1319 detektor NE 2571/2693.
dan dicelupkan kembali ke dalam buffer Pospat
Pengukuran Kerma udara (K udara) dilakukan
0,1 M pH 6,8, kemudian preparat dikeringkan
di udara pada jarak sumber ke pusat sampel
dan ditutup dengan cover glass dan perekat
adalah 100 cm, luas lapangan radiasi diameter
cover galss (entellen).
10 cm. Kerma udara dari berkas sinar X
dihitung dengan menggunakan persamaan yang
terdapat dalam Technical Reports Series No
2.4. Pengamatan preparat terhadap sel M1
277. K udara = Mu x NK x ku. Dengan K udara
dan M2.
adalah kerma udara, Mu adalah bacaan alat, ku
adalah faktor koreksi kualitas radiasi dan Nk
Pengamatan pada preparat untuk
faktor kalibrasi kerma udara [10].
mengetahui frekuensi sel pada pembelahan
pertama (M1) dan kedua (M2) dilakukan
dengan perbesaran 40X. Sel kromosom pada
2.2. Pembiakan dan pemanenan sel darah.
status M1 dalam preparat akan kelihatan dengan
Darah yang telah diirradiasi dibiakkan warna yang homogeny pada kedua lengan
dalam media pertumbuhan di dalam botol kromosom, sedangkan pada sel kromosom M2,
tertutup rapat yang diperkaya dengan RPMI- ditandai dengan warna kromosom yang berbeda
1640, Fetal Bovine Serum, PHA (gelap dan transparan) pada masing-masing
(Phitohemaglutinin) dan penisilin streptomycin. lengan kromosomnya. Sedangkan untuk
Botol biakan disimpan dalam inkubator 37ºC pengamatan aberasi kromosom dilakukan
selama 48 jam. Pada 3 jam sebelum panen, menggunakan mikroskop dengan perbesaran
ditambahkan kolhisin untuk menghentikan 1000 X untuk setiap dosis. Pengamatan
proses pembelahan agar sel berada pada tahap terhadap sebaran kromosom tahap metafase
metafase. Setelah masa pembiakkan telah dilakukan apabila kromosom berjumlah 46 buah
mencapai 48 jam, darah yang telah dibiakkan, dan dilakukan penghitungan terhadap frekuensi
dilakukan pemisahan supernatant dan endapan aberasi kromosom disentrik. Sesuai dengan
dengan menggunakan alat sentrifugasi dengan standar Protocol IAEA Technical Report Series
kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan 405, untuk setiap dosis dilakukan penghitungan

368
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

terhadap 500 sel kromosom pada tahap berbeda-beda antar laboratorium.


metafase [14].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi tehadap keberhasilan suatu


biakkan sel dapat dilihat dari frekuensi mitosis
khususnya persentase indeks mitosis yang dapat
digunakan untuk menguji kemampuan mitogen
dalam memicu pembelahan sel. Semakin
banyak sel yang mengalami metafase semakin
mudah dalam melakukan deteksi jumlah Gambar 3. Persentase frequensi sel tahap
metafase pada pembelahan M1 and M2 pasca
maupun perubahan yang terjadi pada
irradiasi sinar X 1-3 Gy yang diinkubasi pada 48
kromosom. [11]. Pengamatan kromosom dapat Jam.
dilihat dengan mudah pada saat sel berada pada
fase metafase, karena pada fase ini kromatin
mengalami proses kondensasi dan pemendekan Oleh sebab itu untuk setiap laboratorium
[4]. Pendeteksian sel tahap metafase pada disarankan untuk menetapkan prosedur standar
pembelahan M1 dan M2 dilakukan pada sel yang efektif dan sesuai standar acuan yang
yang telah berikatan dengan zat BrdU terlebih disyaratkan IAEA untuk menghasilkan hasil
dahulu, kemudian dilakukan pewarnaan dengan biakan dengan prosentase metafase optimal
FPG dan giemsa yang akan menghasilkan efek pada pembelahan M1 [14].
quenching pada salah satu kromatid [4,12]. Menurut Scot dan Lyon dalam (IAEA
Visualisasi kromosom pada sel tahap metafase Technical Report Series 405 2001), paparan
pembelahan M1 dan M2 ditampilkan dalam radiasi yang menginduksi aberasi kromosom
Gambar 2, sedangkan data frekuensi sel tahap pada sel limfosit manusia sangat bergantung
metafase pada pembelahan M1 dan M2 dengan pada lamanya waktu biakan dan telah menjadi
waktu kultur 48 jam ditampilkan dalam acuan bahwa sebaiknya dihitung pada
Gambar 3. pembelahan pertama (M1) pada tahap metafase.
Pengamatan terhadap frekuensi kromosom
disentrik kususnya digunakan pada individu
yang terpapar secara akut akibat kerja atau
kecelakaan radiasi yang harus dilakukan
secepatnya pasca paparan radiasi, karena jumlah
sel yang mengandung kromosom ini akan terus
menurun seiring dengan bertambahnya waktu
paparan radiasi sebagai akibat dari proses
seleksi yang terjadi selama proliferasi. Dengan
adanya proses seleksi tersebut, sel yang
Gambar 2. Visualisasi kromosom pada sel tahap mengalami aberasi akan mati sehingga tidak
metafase pembelahan M1 (A), dan kedua M2 (B) terjadi pembelahan kedua dan seterusnya [4].
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan
terhadap frekuensi aberasi kromosom yang
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terbentuk pada sel tahap metafase pada siklus
persentase sel tahap metafase pada pembelahan pembelahan M1 dan M2, untuk mengevaluasi
M1 pada ketiga dosis adalah > 70% lebih tinggi respon kuantitas dari kerusakan yang
dibanding M2 yaitu < 50%. Penelitian Hoffman diakibatkan oleh paparan radiasi. Data
[8] menyatakan hasil prosentase metafase pengamatan frekuensi aberasi kromosom
hampir 100% , sementara penelitian Croosen disentrik, ring dan asentrik fragmen
dan Morgan menunjukkan bahwa waktu kultur ditampilkan dalam Tabel 1.
42 jam menghasilkan hasil metafase yang Pengamatan aberasi kromosom pada sampel
optimum pada pembelahan M1 [13]. darah limfosit yang ditunjukkan oleh Tabel 1
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan Secara umum data aberasi kromosom pada sel
perbedaan adalah waktu pembiakkan dan waktu metafase yang mengalami M1 menunjukkan
pemberian bahan penghambat mitosis yang jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan

369
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

M2 untuk kromosom disentrik, cincin dan frekuensi disentrik setelah melalui siklus
fragmen. pembelahan sel. Aberasi krosmosom disentrik
dapat menginduksi proses apoptosis pada sel
dan protein p53 terlibat dalam proses inisiasi
Tabel 1. Data pengamatan frekuensi aberasi apoptosis. Pada penelitian Hoffman dkk. 2002
kromosom disentrik sel metafase memperlihatkan bahwa jumlah kromosom
pembelahan M1 dan M2 pasca iradiasi disentrik menurun seiring dengan semakin
sinar X dosis 1-3Gy. lamanya masa inkubasi yang menghasilkan
bahwa jumlah disentrik pada masa inkubasi 94
Dosis Disentrik/sel ± Ring/sel ± SE Fragmen/sel ±
jam berbeda secara nyata dibandingkan dengan
(Gy) SE SE
jumlah disentrik pada masa inkubasi 48 jam.
K* M1 0 0 0
Sementara dari penelitian Hone, 2005
M2 0 0 0 menyatakan bahwa masa kultur sel antara 48 –
1 M1 0,026 ± 0,007 0,002 ± 0,002 0,018 ± 0,006 55 jam menghasilkan hanya sedikit
M2 0,002 ± 0,002 0 0 penyimpangan [8,17,18]. Dari hasil penelitian
ini membuktikan bahwa metoda standar
2 M1 0,072 ± 0,012 0,002 ± 0,002 0,036 ± 0,008
laboratorium sitogenetik PTKMR dapat
M2 0,002 ± 0,002 0 0 diimplementasikan sebagai metode standar
3 M1 0,184 ± 0,019 0,004 ± 0,003 0,112 ± 0,015 pemeriksaan untuk keperluan biodosimetri.
M2 0,006 ± 0,003 0,002 ± 0,002 0
*=kontrol .

Sedangkan untuk frequensi kromosom


disentrik kromosom cincin dan fragmen asentrik
untuk ketiga dosis pada status metafase
pembelahan M1, frequensinya menurun sesuai
dengan penelitian Pala, 2001 yang menyatakan
bahwa ketiga tipe kerusakan kromosom Gb. 4. Grafik frekuensi kromosom disentrik yang
tersebut dikategorikan sebagai aberasi diamati pada sel tahap metafase
kromosom tak stabil dan frekuensinya akan pembelahan M1 dan M2 pasca irradiasi
Sinar X- dosis 1-3 Gy.
menurun setelah melalui proses pembelahan sel
[15].
Khusus untuk frekuensi kromosom
disentrik sebagai aberasi kromosom spesifik
akibat radiasi, secara keseluruhan mengalami
penurunan > 50%. Dalam penelitian ini
pengamatan kromosom disentrik dilakukan
dengan sistem scoring bahwa disentrik yang
dihitung adalah yang tidak disertai fragmen atau
tidak sesuai yang diacu oleh Carano dan
Heddle,1973 [16]. Terjadinya penurunan
frekuensi disentrik setelah melalui satu siklus Gb.5. Visualisasi kromosom disentrik yang
pembelahan sel dapat terjadi karena paparan diamati pada sel tahap metafase pada
radiasi pada sel limfosit menyebabkan sel pembelahan.
tertahan (Arrest) pada fase G2 atau G1 dan
mengalami kematian sel (apoptosis) [17].Grafik
4. KESIMPULAN
frekuensi penurunan disentrik ditampilkan
dalam Gambar 4.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sedangkan Visualisasi kromosom disentrik
proporsi sel tahap metafase pada pembelahan
pada sel tahap metafase pada siklus pembelahan
M1 menunjukkan nilai yang optimum dibanding
M1 (A), dan M2 ditampilkan dalam Gambar 5.
M2, baik untuk sel yang diiradiasi maupun
M1(A) dan M2(B). Belloni dkk, 2008
kontrol yang diinkubasi selama 48 jam.
menyatakan bahwa proses apoptosis pada sel
Frequensi kromosom disentrik pada sel tahap
yang memiliki disentrik merupakan faktor
metafase pembelahan M1 pada sel yang
utama penyebab penurunan jumlah atau

370
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

diiradiasi menunjukkan hasil lebih banyak Journal Biologi], Vol 78 No 9, (2002) 765-
dibanding M2. Terjadi penurunan frequensi 772.
disentrik pada M2 disebabkan karena adanya 9. BUCKTON, K.E, Chromosome aberrations
seleksi dari proses proliferasi sel. Dengan in patiens treated with X-irradiation for
demikian hasil penelitian ini merupakan anakylosing spondylitis, Radiation Induced
pemantapan dari metode standar pembiakkan Chromosome Damage in Man, Alan R.Liss
yang akan diimplementasikan untuk New York, (1983) 491-511.
biodosimetri radiasi. 10. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY. Technical Reports Series
No.277., Absorbed Dose Determination in
5. DAFTAR PUSTAKA External Beam Radiotherapy Vienna (2000).
11. MUEHLBAUER, P.A., and SCHULER,
1. FRESHNEY,I.R., Culture Of Animal M.J. Measuring the Mitotic Index in
Cells”A Manual of Basic Tehnique” Second Chemically Treated Human Lymphocytes
Edition, (1991), Willey-Liss,New York P. Cultures by Flow Cytometry Archives of
24. Orafacial Sciences (2003)
2. BRUCE ALBERTS, ALEXANDER 12. GOTTOH, E., and TANNO, Y. simple
JOHNSON, JULIAN LEWIS, MARTIN Biodosimetry Method for Case of High Dose
RAFF, KEITH ROBERTS, AND PETER Radiation Exposure using The Ratio of The
WALTER. Molecular Biology of the Cell - Longest/Shortest Length of Giemsa Stained
An Overview of the Cell Cycle 4ed. Garland Drug Induced Prematurely Condensed
Science (2002). Chromosomes (PCC) Int. J Radia Biol
3. KOLIN GERRESHEIM, J., 81(2005) 379-385.
BAUCHINGER., M Dependence of the 13. CROOSEN, P.E; MORGAN, W.F.
frequency of harlequin stained cells on BrdU Occurrence of 1St Division Metaphase In
concentration in human lymphocytes Human Lymphocyte Cultures, Human
cultures, Mutar Res 91, (1981) 251-254. Genetic 41 (1978) 97-100
4. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY 14. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY. Cytogenetic Analysis for AGENCY. Cytogenetic Dosimetry:
Radiation Dose Assessment. Technical Applications In Preparedness for Radiation
Reports Series No. 405. IAEA, Vienna Emergencies.Dose Assessment IAEA,
(2001) Vienna. 2011.
5. GUDOWSKAP,N.A.,KLECZKOWSKI,A. 15. PALA, F.S., MOQUET, J.E., Edwards,
,NASONOVA,E.,SCHOLZ,M. and A.A dan LLYOD, D.C. In Vitro
RITTER, S. Correlation Between Mitotic Transmission of Chromosomal Aberration
Delay and Aberration Burden, and Thei Role Through Mitosis in Human Lymphocytes.
for The Analysis of Chromosome Damage Mutation Research, (2001) 474:139-146.
International Journal Biologi Vol 81 No 1, 16. CARRANO,A., And HEDDLE,J. The Fate
(2005) 23-32. of Chromosome Aberrations. J. Theoritical
6. LUSIYANTI.Y,LUBIS. M., PURNAMI. S biology, (1973) 38 : 289-304;
and SUFIVAN. V. Pengaruh Konsentrasi 17. HONE, P.A., EDWARD,A.A, LIOYD,
Mitogen PHA Terhadap Indeks Mitosis D.D, and MOQUET, J.E. 2005. The Yield
Biakkan Sel Limfosit. Prosiding Seminar of Radiation Induced Chromosomal
Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Aberration in First Division Human
Lampung (2008). Lymphocytes Depends on Culture Time.
7. LUBIS. M., Viria. A.S., Frekuensi International Journal Biologi [2005] Vol 81
Metafase1 dan II pada biakan sel limfosit No 97, 523-529.
pasca irradiasi gamma C0-60 Dokumen 18. BELLONI, P., MESCHINI,R.,
teknis PTKMR 2011. LEWINSKA, D and PALITTI. F.
8. HOFFMANN, G.R., SAYER, A.M., and Apoptosis Preferentlly Eliminates Irradiated
LITTELFIELD, L.G., Higher Frequency of G0 human Lymphocytes Bearing Dicentric
Chromosome Aberration in Late Arisin First Chromosome, Radiat Res. 169 [2], (2008),
Division Metafase After Exposure of Human 181-187
Lymphocytes to X-Rays in G0. International

371
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta
PTNBR – BATAN Bandung, 04 Juli 2013 Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

DISKUSI

Taufiqurahman
M1 dan M2 pembelahan miosis, untuk mitosis bagaimana?

Yanti lusiyanti
Sel yang diperiksa kaitannya dengan kerusakan yang akan diamati. Ada pembelahan ke-1 dan ke-2,
kalau ke-2 maka pembelahan atau kerusakan akan dieliminasi. Kalau di tubuh miosis, maka untuk in
vitro atau diamati pada skala preparat maka mitosis yang digunakan.

372

Anda mungkin juga menyukai