Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan sindroma yang terdiri dari banyak gangguan. Penyakit

sistemik ini sampai sekarang menjadi masalah kesehatan seluruh dunia. Diabetes Mellitus atau

penyakit gula atau penyakit kencing manis diketahui sebagai penyakit yang disebabkan oleh

adanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan protein di

dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurang produksi hormon insulin yang

diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesa lemak. Bila terjadi

gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas, keseimbangan tersebut akan

terganggu, dan kadar glukosa darah akan cenderung naik Karena kadar glukosa darah

meningkat, kelebihan glukosa tersebut akan dikeluarkan melalui urin, sehingga terjadilah

glukosuria. (Pusdiknakes, 1985)

Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang sering diminati dalam membantu

menegakkan diagnosa berbagai macam penyakit. Adanya gula dalam urin menyebabkan berat jenis

urin menjadi lebih besar dan akan menambah tekanan osmotik dalam urin tersebut.

(Pusdiknakes, 1985).

Pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan

untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin

dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.

Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin
2

dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis

glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan

protein ada banyak sekali metode yang ditawarkan, mulai dari metode uji millon

sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara

mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga

akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya

kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri.

Disamping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan

dengan cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, specifik dan sensitif

yaitu memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak

beredar di Indonsia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan

pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah,urobilinogen dan nitrit. Untuk

mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimum, aktivitas reagens harus

dipertahankan, penggunaan haruslah mengikuti petunjuk dengan tepat; baik

mengenai cara penyimpanan, pemakaian reagnes pita dan bahan pemeriksaan.

Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens

pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri

menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada

urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa,

laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,

salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara

reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl,

sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.


3

Juga cara ini lebih spesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti

galaktosa, laktosa, fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan cara enzimatik

mungkin didapatkan hasil negatip palsu pada urin yang mengandung kadar

vitamin C melebihi 75 mg/dl atau benda keton melebihi 40 mg/dl.

Pada orang normal tidak didapati glukosa dalam urin. Glukosuria dapat

terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitas

maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa seperti pada diabetes mellitus,

tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan

intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal

glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi.

1.2.Perumusan masalah

Berdasarkan latar belang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan “

Apakah terdapat perbedaan akurasi antara metode carik celup dengan metode

benedict pada pemeriksaan glukosa urin penderita diabetes melitus di BP RSUD

dr. Slamet Garut”.

1.3.Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Membandingkan keakuratan metode carik celup dengan metode benedict

pada pemeriksaan glukosa urin penderita diabetes melitus di BP RSUD dr.

Slamet Garut
4

1.3.2. Tujuan khusus

1.3.2.1.Memeriksa glukosa urin dengan metoda carik celup pada penderita

diabetes di BP RSUD dr. Slamet Garut.

1.3.2.2.Memeriksa glukosa urin dengan metode Benedict pada penderita diabetes

di BP RSUD dr. Slamet Garut.

1.3.2.3.Untuk mengetahui akurasi metode carik celup dengan metode Benedict

pada pemeriksaan glukosa urin penderita diabetes di BP RSUD dr.Slamet

Garut.

1.4.Manfaat penelitian

1.4.1. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang pemeriksaan laboratorium

yang berhubungan dengan diabetes mellitus.

1.4.2. Meningkatkan keterampilan penulis dalam melaksanakan Urinalisa khususnya

pemeriksaan glukosa urin dengan metoda carik celup dan benedict pada

penderita diabetes melitus.

1.4.3. Untuk menambah pengetahuan penulis dan dapat dimanfaatkan

sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya tentang

metode pemeriksaan glukosa urin pada penderita diabetes melitus

1.4.4. Sebagai masukan pada petugas laboratorium dalam memilih metode yang

lebih baik untuk pemeriksaan urin terutama pemeriksaan glukosa urin.

1.4.5. Bagi peneliti lain sebagai bahan perbandingan dalam melakukan

penelitian yang terkait dengan metode pemeriksaan glukosa urin.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Batasan Penyakit Diabetes Mellitus

2.1.1.1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah istilah kedokteran untuk sebutan penyakit yang di Indonesia

kita kenal dengan nama penyakit gula atau kencing manis. Istilah diabetes mellitus berasal dari

bahasa Yunani. Diabetes yang berarti "sypon " menunjukan pembentukan urin yang

berlebihan, yang menjadi ciri penyakit ini. Mellitus berasal dan kata "meli" yang berarti

madu. Kedua istilah tersebut menunjukan keadaan tubuh penderita yang sering kencing dan urin

penderita tadi mengandung gula (Horton°, A, 1995).

Diabetes Mellitus adalah penyakit yang dalam tingkat nyata memperlihatkan

gangguan metabolisme karbohidrat, sehingga didapat hiperglikemia dan glukosuria.

2.1.1.2.Etiologi Diabetes Mellitus

Penyebeb penyakit Diabetes Mellitus tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan

saja, tetapi juga dipengaruhi faktor lain yang disebut faktor resiko, misalnya kegemukan, pola

makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa menaikan kadar darah, proses menua, stress,

kehamilan dll.
6

2.1.1.3. Gejala-gejala Diabetes Mellitus

Gejala khas Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah 3P yaitu Poliuria (banyak

kencing), Polidipsia (banyak minum) dan polipagia (banyak makan).

a. Poliuria (Banyak kencing)

Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus, banyaknya kencing

disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk berusaha

mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing

b. Polidipsia

Merupakan akibat dari banyaknya kencing tersebut, untuk menghindari tubuh kekurangan

cairan, maka secara otomatis akan timbul rasa haus, sehingga timbul keinginan untuk minum.

c. Polipagia

Merupakan gejala yang tidak menonjol kejadian ini disebabkan karena habisnya

cadangan glukosa di dalam tubuh meskipun kadar glukosa tinggi.

Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata

kabur, luka yang tidak sembuh-sembuh dan badan lemas.

2.1.1.4. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi penyakit Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan

secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah

mengidap Diabetes Mellitus.


7

2.1.2. Komplikasi akut Diabetes Mellitus

2.1.2.1. Ketosis diabetik

Kadar insulin yang sangat menurun menyebabkan penderita diabetes

mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, disertai pembentukan keton

(ketogenesis). Keton merupakan asam organik yang tertimbun dalam

sirkulasi (ketosis) karena kecepatan produksinya melebihi penggunaannya,

maka benda keton tersebut tertimbun.

2.1.2.2. Asidosis dan koma diabetik

Penimbunan keton dapat mengakibatkan ketosis, peningkatan beban ion

hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga

dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan

kehilangan elektrolid.

2.1.2.3. Koma non ketotik hiperosmoler

Komplikasi diabetes mellitus ini dapat dihindari dan dapat diobati,

namun dapat pula mematikan. Ditandai oleh hiperglikemia berat,

hiperosmolaritas dan dehidrasi berat tanpa adanya ketoasidosis.

2.1.2.4. Asidosis laktat

Terjadi pada penderita diabetes dan juga bukan pada penderita diabetes.

Asidosis ini disertai oleh suatu kesenjangan anion dan peningkatan kadar asam laktat.
8

2.1.3. Komplikasi kronik Diabetes Mellitus

2.1.3.1. Komplikasi mata

Katarak lebih sering ditemukan pada penderita diabetes dalam usia muda dari pada

bukan penderita diabetes dan terjadinya dapat diperlambat atau dicegah dengan memperbaiki

pengontrolan kadar gula darah.

2.1.3.2. Nefropati diabetik

Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal

menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan.

2.1.3.3. Neuropati diabetik

Neuropati perifer dan otonom sering menjadi komplikasi diabetes dan sangat

mengganggu pasien. Keluhan yang sering ditemukan pada neuropati perifer adalah berupa

kesemutan dan rasa lemah. Pada pasien dengan neuropati otonom dapat dijumpai gejala yang

umumnya berupa mual, rasa kembung, muntah dan diare terutama pada malam hari. (Watts,

David. H, 1984)

2.1.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut WHO tahun 1985

 Tipe I " Insulin Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM)

Pengobatannya tergantung pada insulin. Penderita tipe ini biasanya tidak

gemuk dan mudah menjadi koma yang umumnya ditemukan pada dewasa

muda dan anak-anak.


9

 Tipe II " Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM)

Pengobatannya tidak tergantung Insulin. Umumnya penderita pada tipe ini

gemuk dan mudah menjadi koma.

 Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM)

Diabetes yang berkaitan dengan kekurangan makanan

 Diabetes Mellitus kehamilan

Diketahui pada waktu kehamilan

 Tipe lain, termasuk diabetes dengan sindrom tertentu (Diabetes

sekunder) misalnya penyakit pancreas, penyakit hormonal, karena obat

atau zat kimia tertentu serta sindrom genetic yang tidak menentu

(Tjokroprawiro, Askandar, 1992)

2.1.5. Patogenesis Diabetes Melitus

Diabetes Melitus dapat mengakibatkan hiperglikemia, yaitu suatu

keadaan dimana kadar glukosa dalam darah tinggi yang merupakan gambaran

biokimiawi sentral penyakit Diabetes Mellitus. Hiperglikemia terjadi akibat

biokimiawi sentral penyakit Diabetes Mellitus. Hiperglikemia terjadi akibat

gangguan pengangkutan glukosa kedalam sel dan akibat pengangkutan

glukosa oleh hepar kedalam sirkulasi darah. Bila kadar glukosa diatas 160

mg/dl, tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang

difiltrasi oleh glomerulus. Ambang ginjal terlewatkan dan timbul glukosuria.


10

Ekskresi glukosa lewat ginjal memerlukan ekskresi air secara bersamaan sehingga

menimbulkan diuresis osmotik. Kehilangan peningkatan menyebabkan peningkatan osmolaritas

serum yang merangsang pusat haus di hipotalamus. Tiga gejala "poli" yang klasik pada

Diabetes Mellitus (poliuria, polidipsia, dan polipagia) menjadi jelas dengan memperlihatkan

sejumlah besar air dan glukosa dari dalam tubuh yang membawa kompensasi

bertambahnya rasa lapar serta haus. (Sodeman, 1995)

2.1.6. Metabolisme Glukosa

2.1.6.1. Sumber glukosa

Glukosa didalam tubuh, mempunyai tiga sumber yaitu

a) Makanan

Pencenraan dari karbohirat sudah dimulai di mulut dengan pertolongan enzim ptyalin,

suatu amilase yang dibuat oleh glandula parotis. Didalam usus kecil hampir

semua karbohidrat dipecah dalam tiga heksosa-heksosa yaitu glukosa, fruktosa,

dan galatoksa. Glukosa terjadi sebagai berikut : (Karbohidrat di dalam usus kecil di

hidrolisir oleh amilase (dikeluarkan bagian eksokrin dari penkreas) menjadi maltosa

dengan pertolongan maltosa (suatu enzim dari usus kecil) menjadi glukosa. Ketiga

heksosa ini di dalam usus kecil di absorsbsi dan masuk ke peredaran darah.

Makanan adalah sumber yang terbesar untuk glukosa.

b) Glikogen dari hepar

Glikogen ini dapat menjadi glukosa dengan bantuan suatu enzim

"Phospatase spesifik" yakni glukosa fosfatase yang terdapat hanya di


11

dalam hepar. Otot-otot ini tidak mempunyai enzim fosfatase, oleh

karena itu glikogen otot tidak dapat berubah menjadi glukosa.

Meskipun glikogen hepar yang menjadi glukosa hanya 3-5% dari

metabolisme seluruhnya, yang sedikit ini bisa mempunyai arti yang

besar dalam keadaan, dimana tubuh membutuhkan glukosa secara

mendadak.

c) Glukoneogenesa

Terjadi terutama di dalam hepar. Glukosa ini di bentuk dari zat-zat

karbon yang terbuat dari metabolisme protein, lemak dan karbohidrat.

Banyaknya glukosa dari glukoneogenesa ini adalah ±10 x sebanyak

glukosa yang dibuat dari glikogen, sehingga glukoneogenesa ini

mempunyai arti yang penting dalammetabolisme glukosa. (M.W.Haznam,

1976)

Hormon yang berfungsi dalam pengaturan metabolisme glukosa,

lemak dan protein antara lain adalah

1. Insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang disekresi oleh sel-sel pulau

langerhans disintesa sebagai proinsulin yang mengandung dua

langerhans disintesa sebagai proinsulin yang mengandung dua rantai

insulin yang dihubungkan oleh peptida C. Kerja dan hormon insulin ini

adalah transport glukosa ke dalam sel-sel tubuh, penyimpanan


12

glukosa, sintesa asam lemak, pengambilan asam amino dan sintesa

protein.

2. Glukagon

Merupakan hormon yang berperan untuk memobilisasi glukosa dan asam

lemak dari tempat penyimpanannya (antara lain hati dan jaringan

lemak).

3. Somastotatin

Berperan untuk menghambat atau mengatur pengeluaran hormon insulin

dan glukagon (Lisyani suromo, 1987)

2.1.6.2. Metode pemeriksaan Glukosa Urin

Adanya glukosa dalam urin, dapat diperiksa dengan berbagai cara antara

lain :

a. Tes Reduksi Benedict

Prinsip dan pemeriksaaan ini adalah reaksi oksidasi cupro menjadi

cupri oleh glukosa, pemeriksaaan ini mudah dan murah serta dapat

secara luas dipakai screening penduduk dalam penyelidikan

epidemiologi. Pemeriksaaan ini tidal( khas untuk glukosa, Karena

dapat positif pada Diabetes Mellitus, glukosa renal (wanita hamil),

laktosuria (wanita hamil tri semester III atau laktasi), fruktosuria

(misalnya karena banyak minum madu), pentusoria dan karena obat-

obatan seperti vitamin C, salisilat.


13

b. Tes Enzimatis

Dasar tes ini adalah glukosa oksidasi suatu enzim pemecah gula, reaksi ini

akan memberikan perubahan warna seperti pada reaksi benedict.

Kelebihan tes ini hanya bereaksi dengan gula tunggalnya saja.

Sehingga kelemahan seperti reaksi benedict dapat dikurangi, dan tes ini

hanya memerlukan waktu singkat. Sedangkan kekurangan dari tes ini

bila berada di daerah tropik (lembab) sering terjadi gangguan dalam

perubahan warna. Juga didapatkan hasil negatif palsu bila urin

mengandung zat-zat produksi seperti vitamin C, keton, dan asam

homogentisat. Penilaian semikuantitatif hams benar-benar menuruti

petunjuk yang diberikan oleh pembuat carik celup mengenai saat

membandingkan wanra yang timbul dengan skala wanra yang

mendampingi carik celup. Dengan tes ini selain dapat diperkirakan

jumlah glukosa yang keluar bersama urin, dapat memperkirakan

kadar glukosa dalam darah. Ambang ginjal terhadap glukosa berkisar

antara 60-180 mg/dl, angka di atas nilai glukosa segera keluar bersama

urin,jadi bila

o Reduksi positif satu (+1) diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 160-180 mg/d1.

o Reduksi positif dua (+2) diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 180-250 mg/dl

o Reduksi positif tiga (+3) diperkirakan glukosa darah berkisar

antara 250-300 mg/d1.


14

o Reduksi positif empat (+4) diperkirakan glukosa darah berkisar

antara > 300 mg/d1.

Jadi hasil pemeriksaan mulai bermakna bila reduksi positif dua. Bila

hanya berpegang pada tes di atas, salah satu tafsir sering terjadi pada orang tua,

dimana ambang ginjal meninggi karena proses pengerasan pembuluh darah,

akibatnya reduksi masih negatif pada kadar glukosa yang tinggi. Untuk

mengurangi kesalahan tersebut maka pemeriksaan glukosa darah tetap hams

dilakukan.(Ranakusuma, 1987)

2.2.Kerangka Konsep

Pemeriksaan glukosa urin


pada penderita diabetes :
Akurasi hasil
1. Metode carik celup pemeriksaan
2. Metode Benedict

2.3.Kerangka Pemikiran

Diabetes Mellitus merupakan sindroma yang terdiri dari banyak gangguan. Penyakit

sistemik ini sampai sekarang menjadi masalah kesehatan seluruh dunia. Diabetes Mellitus atau

penyakit gula atau penyakit kencing manis diketahui sebagai penyakit yang disebabkan oleh

adanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan protein di

dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurang produksi hormon insulin yang
15

diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesa lemak. Bila terjadi

gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas, keseimbangan tersebut akan

terganggu, dan kadar glukosa darah akan cenderung naik Karena kadar glukosa darah

meningkat, kelebihan glukosa tersebut akan dikeluarkan melalui urin, sehingga terjadilah

glukosuria. (Pusdiknakes, 1985)

Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens

pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri

menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada

urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa,

laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,

salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara

reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl,

sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.

Juga cara ini lebih spesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti

galaktosa, laktosa, fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan cara enzimatik

mungkin didapatkan hasil negatip palsu pada urin yang mengandung kadar

vitamin C melebihi 75 mg/dl atau benda keton melebihi 40 mg/dl.

2.4.Hipotesis

2.3.1 Ho : tidak ada perbedaan yang signifikan antara akurasi metode carik

celup dengan metode Benedict pada pemeriksaan glukosa urin penderita

diabetes melitus di BP RSUD dr. Slamet Garut.


16

2.3.2 Ha : terdapat perbedaan yang signifikan antara akurasi metode carik celup

dengan metode benedict pada pemeriksaan glukosa urin penderita diabetes

melitus di BP RSUD dr. Slamet Garut.

2.5. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1. Metode Carik Metode Dilihat Dilihat 0 = negatif Ordinal
Celup pemeriksaan pada pada 1 = positif
glukosa urin urinometer urinometer
dengan cara
enzimatik
menggunakan
reagen pita yang
hasilnya dibaca
dengan
menggunakan
urinometer.

Metode
2. Metode Benedict pemeriksaan Dilihat Perubahan 0=negatif, Ordinal
glukosa urin perubahan warna jika
dengan cara warna yang tidak
mereduksi ion larutan terjadi ada
cupri menjadi perubah
cupro dengan an
penambahan warna
benedict dan
pemanasan 1=positif,
jika ada
perubah
an
warna
17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Jenis dan desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observational secara laboratorium yang

bersifat deskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian yang

variabel-variabelnya, diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Singarimbun Efendi,

1998:5).

3.2. Populasi dan sampel

3.2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah urin yang diterima dilaboratorium BP

RSUD dr. Slamet Garut.

3.2.2. Sampel

50 sampel urin penderita diabetes melitus dengan pertimbangan kriteria

inklusi dan eksklusi dipilih kemudian diperiksa dengan kedua metode.

3.3. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan ± 1 bulan di laboratorium BP RSUD dr. Slamet

Garut.
18

Sampel yang digunakan / diperiksa merupakan sampel dari

laboratorium BP RSUD dr. Slamet Garut.

3.4. Cara Pengumpulan data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data

diperoleh dengan cara melakukan pemeriksaan glukosa urin dari sampel urin

pasien diabetes melitus pasen rawan jalan di BP RSUD dr. Slamet Garut.

Pemeriksaan proteinuri ini menggunakan dua metode, yaitu tes strip urin dan

Beneict. Data hasil pemeriksaan glukosa urin dilakukan pengelompokkan

menjadi negatif (-) dan positif saja (+). Data yang sudah diperoleh kemudian

dilakukan perhitungan dengan Uji T berpasangan jika data berdistribusi normal.

Jika data tidak berdistribusi normal dilakukan uji Wilcoxon.

3.5. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1. Pengolahan Data

3.5.1.1.Editing (Memeriksa data)

Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan berupa hasil

pemeriksaan glukosa urin dari 50 sampel urin penderita diabetes melitus

rawat jalan di laboratorium BP RSUD dr. Slamet Garut.


19

3.5.1.2.Coding (memberi kode)

Data yang ada diberi kode untuk memudahkan pengolahan data.

3.5.1.3.Entry data

Data yang telah diberi kode selanjutnya dimasukkan ke program yang akan

digunakan dengan metode yang tepat.

3.5.1.4.Tabulating (menyusun data)

Tabulating yaitu proses penyusunan data ke dalam bentuk tabel.

3.5.1.5.Mendeskripsikan Data

Data yang telah diolah selanjutnya disajikan dengan menyusun data hasil

penelitian agar lebih mudah dipahami dan dimengerti yaitu dalam bentuk

tulisan dan tabel.

3.5.2. Analisis Data

3.5.2.1.Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi

untuk semua variabel.

3.5.2.2.Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis statistik yang dapat digunakan dalam

mencari hubungan antara metode carik celup dengan metode benedict pada

pemeriksaan glukosa urin pasein diabetes melitus di BP RSUD dr. Slamet


20

Garut . Analisa ini mempunyai tujuan untuk mencari hubungan antar

variabel. Untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan digunakan Uji

T berpasangan jika data berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi

normal dilakukan uji Wilcoxon.

3.6. Rencana Penelitian

NO Kegiatan Penelitian Bulan Juni Bulan Juli

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan Proposal X X

2 Penyusunan Instrumen X

3 Uji Pendahuluan X X

4 Pengumpulan Data X X X

5 Pengolahan Data X X

6 Analisis Data X X

7 Penyusunan Laporan X X
21

DAFTAR PUSTAKA

Arlinda (2004) Statistika Kesehatan. Medan : USU press.

Arikunto. (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta PT.

Rineka Cipta.

Arikunto, S, 2003, Manajemen Penelitian, Edisi Revisi , Jakarta , PT. Rineka

Departemen kesehatan RI., 2001, Paradigma Sehat. Jakarta : Depkes

__________ , 1994, Panduan laboratorium Puskesmas, Jakarta : P2M

Ali, I. 2008. http://iqbalali.com/2008/02/10/urinalisis-analisis-kemih/ (online: 13

Desember 2009).

Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC,

alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.

Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri.Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Lehninger, Albert L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga

Pratiwi,D.A. 2004. Modul dasar-dasar biokimia. Jakarta : Bina Aksara.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.


22

Sinosuke, N. 2009. http://bagiilmunohara,blogspot.com/2009/04/uji-urin.html.

(online: 13 Desember 2009).

Team Biokimia. 2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember: Jember University

Press.

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/laporan-praktikum-

urinalisa. (online: 13 Desember 2009).

dr. R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma Bagian Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai