Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KELOR ( Moringa oleifera )

DI KELOMPOK TANI “PAH METO” DESA TUABATAN


KECAMATAN MIOMAFFO TENGAH
KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

OLEH
PETRUS JEMIRES BANA
12150069

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patutlah penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan penyertaan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal ini yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Kelor
(Moringa oleifera) Di KelompokTani “Pah Meto” Desa Tuabatan Kecamatan
Miomaffo Tengah Kabupaten Timor Tengah Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini bukanlah suatu pekerjaan yang
dilakukan secara pribadi melainkan berkat kerjasama dan bimbingan semua pihak
yang membantu penulis dalam menyelesaikan proposal ini. Penulis menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian proposal ini.
Akhirnya dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna meningkatkan mutu proposal ini, dan kepada pihak yang telah
membantu penulis, baik selama penulisan hingga penyusunan proposal ini, hanyalah
doa yang penulis dapat panjatkan kepada-Nya, kiranya amal dan budi baik
mendapatkan berkat-Nya.

Kefamenanu, 14 April 2019

Petrus Jemires Bana

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………... i
KATA PENGANTAR……………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………… iii
DAFTAR ISI………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….. 3
1.3 Tujuan………………………………………………………. 3
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………….. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 4
2.1 Rujukan Penelitian Terdahulu……………………………… 4
2.2 Kelor ( Moringa oleifera)…………………………………... 5
2.3 Syarat Tumbuh Kelor (Moringa oleifera)………………….. 6
2.4 Komposisi Zat Gisi Kelor………………………………….. 7
2.5 Manfaat Tanaman Kelor……………………………………. 7
2.6 Usahatani…………………………………………………… 12
2.7 Tahapan Usahatani Kelor………………………………….. 13
2.8 Biaya Usahatani…………………………………………….. 20
2.9 Pendapatan dan Penerimaan Usahatani……………………. 21
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………. 22
3.1 Kerangka Pemikiran………………………………………... 22
3.2 Waktu Pengambilan Data………………………………….. 23
3.3 Metode Pengumpulan Data………………………………… 23
3.4 Metode Pengambilan Populasi dan Sampel……………….. 24
3.5 Pengamatandan Konsep Pengukuran……………………... 24
3.6 Metode dan Analisis Data…………………………………. 25
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kelor(Moringa Oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman
tropis yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia.Tanaman kelor
merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur
mulai dari daratan renda 0 sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.
Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan
tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6
bulan (Thomas, 2007).
Kelor dikenal diseluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan World Health
Organization (WHO) telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan
alternatif untuk mengatasi masalah gizi (malnutrisi). Di Afrika dan Asia kelor
direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan
anak pada masa pertumbuhan (Masdiana 2015).
Kandungan nilai gizi yang tinggi pada kelor antara lain; energi sebesar 82
kilokalori, protein 6,7 gram, karbohidrat 14,3 gram, lemak 1,7 garam, kalsium
440 miligram, fosfor 70 miligram, dan zat besi 7 miligram. Selain itu di dalam
kelor juga terkandung vitamin A sebanyak 11300 IU, vitamin B1 0,21 miligram
dan vitamin C 220 miligram. Khasiat dan manfaatnya menyebabkan kelor
mendapat julukan sebagai Mother’s Best Friend dan Miracle Tree karena kelor
diyakini memiliki potensi untuk mengakhiri kekurangan gizi, kelaparan, serta
mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit di seluruh dunia. Namun di
Indonesia sendiri pemanfaatan kelor masih belum banyak diketahui, umumnya
hanya dikenal sebagai salah satu menu sayuran (Kurniasih 2013).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadikan kelor sebagai salah satu
komoditas yang memperoleh perioritas pengembangan dalam RPJMD provinsi
Nusa Tenggara Timur tahun (2019-2024) direncanakan penanaman 50 juta
pohon kelor. Masyarakat Nusa Tenggara Timur memanfaatkan kelor bukan
hanya sejenis sayuran saja tapi dapat bernilai ekonomis dan mempunyai banyak

1
manfaat gisi selain itu juga kelor memiliki fungsi mistik bahwa mampu mengusir
makluk gaib,roh halus, dan ampuh menangkal suanggi dalam mitor urban dunia
timor. RPJMD 2019
Kabupaten Timor Tengah Utara sesuai dengan kondisi alamnya merupakan
lahan kering, yang didalamnya sebagian besar merupakan tempat usahatani.
Kondisi luas lahan TTU yang terdiri dari lahan basah dan lahan kering yaitu luas
lahan kering 447.300 HA dan luas lahan basah 1.200 HA (BPS TTU,2016). Data
ini menunjukan bahwa lahan kering di Kabupaten Timor Tengah Utara lebih luas
dibanding dengan lahan basah. Walaupun demikian tetapi pengembangan kelor
di Kabupaten Timor Tengah Utara belum secara merata. BPS TTU 2016
Desa Tuabatan merupakan sentra produksi kelor di Kelompok Tani Pah
Meto yang mempunyai kontribusi terbesar dalam pembentukan usahatani kelor
(hasil survei awal). Berikut ini adalah produksi kelor di kelompok tani Pah Meto
Desa Tuabatan dari tahun 2016-2018. Produksi kelor pada tahun 2016 di Desa
Tuabatan sebanyak 36 kg, pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 47
kg, sedangkan pada tahun 2018 juga mengalami peningkatan menjadi 58 kg
dengan laus lahan 3 Ha.Capian ini merupakan produksi kelor pada tahun
2016- 2018 diketahui adanya peningkatan produksi. Sistem jual beli kelor yang
dilakukan di kelompok tani Pah Meto adalah dalam bentuk kilo gram dan
Petani yang bukan termasuk dalam anggota kelompok tani tersebut dapat
menjual daun mentah kelor ke kelompok tani Pah Meto dan proses selanjutnya
akan dilakukan oleh anggota kelompok tani Pah Meto. Pendapatan dari usahatani
kelor selama ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga dan
untuk biaya pendidikan anak mereka hingga jenjang pendidikan tinggi. Dari
hasil penjualan tersebut petani menyisihkan sebagian untuk modal dengan
maksud memperluas lahan dan menambah jumlah tanaman kelor. Kendala yang
di hadapi oleh petani selama ini yaitu belum menghitung besar pendapatan
yang di peroleh dari usahatani kelor tersebut secara keseluruhan.

2
Berdasarkan ulasan singkat pada latar belakang diatas, penenliti tertarik untuk
melakukan kajian tentang :
‘’ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KELOR DIKELOMPOK TANI
PAH METO DESA TUABATAN KECAMATAN MIOMAFFO TENGAH
KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem budidaya kelor di kelompok tani Pah Meto?
2. Bagaimana pemanfaatan kelor oleh masyarakat?
3. Berapa besar pendapatan kelompok tani Pah Meto di Desa Tuabatan
Kecamatan Miomaffo Tengah Kabupaten Timor Tengah Utara?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui bagaimana sistem budidaya yang baik
2. Untuk Mengetahui pemanfaatan kelor oleh masyarakat
3. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan kelompok tani Pah Meto di Desa
Tuabatan Kecamatan Miomaffo Tengah Kabupaten Timor Tengah Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi para petani untuk mengetahui bagaimana
sistem budidaya kelor yang baik
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3. Sebagai bahan referensi atau sumber informasi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rujukan Penelitian Terdahulu


Terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian ini
dilakukan. Penelitian pertama merupakan penelitian yang dilakukan oleh
Srikhant (2014) mengenai keefektifan serbuk daun kelor dalam mengurangi
kasus gizi buruk di india, berdasarkan penelitian tersebut didapat hasil bahwa
54% kelompok anak gizi buruk mengalami perbaikan nutrisi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa serbuk daun dapat meperbaiki kurang protein pada anak.
Penelitian selanjutnya yang relavan yaitu penelitian yang dikalukan oleh
Rakhmawati dan Adi (2016) mengenai daya terima dan zat gizi permen jelly
dengan penambahan bubuk daun kelor, penelitian tersebut selaras dengan
kebutuhan masyarakat saat ini yang mulai memodivikasi makanan modern
dengan bahan-bahan sehat yang dibutuhkan tubuh, namun karena daun kelor
memilki sifat langu maka dalam penelitian ini yang diterima konsumen hanya
penambahan 2% bubuk daun kelor saja, sehingga membutuhkan komponen
tambahan yang dapat menutupi rasa langu dari kelor.
Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, aktivitas antioksidan telah
dilakukan oleh Yuliana et al., (2015) dengan judul uji aktivitas antioksidan
infusa daun kelor (Moringa oleifera) dengan metode Diphenyl-2-Picrylhydrazyl
(DPPH) dengan pembanding vitamin c yang menyatakan bahwa infusa daun
kelor mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, Dimana nilai IC 50 yang diperoleh
yaitu 2.151,33 µg/ml.
Sehubung dengan minimnya referensi analisis pendapatan uasahatani kelor,
komoditi umur panjang yang sering diteliti adalah jambu mete. Penelitian tentang
rencana pengembangan agribisnis dan agroindustri jambu mente telah dilakukan
oleh Sukartawi pada tahun 1995 dengan mengambil lokasi penelitian di Jawa
Timur. Hasil analisis adalah agribisnis jambu mente ternyata mampu menyerap
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani,menumbuhkan agroindustri baru

4
dan meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan ekspor. Dari hasil
analisis pendapatan menunjukan bahwa penerimaan yang diperoleh petani pada
uashatani jambu mente per pohon/ha adalah pada umur 20 tahun.

2.2 Deskripsi Kelor (Moringa oleifera)


Kelor (Moringa oleifera) tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi
sampai di ketinggian ± 1000 dpl. Kelor banyak ditanam sebagai tapal batas atau
pagar di halaman rumah atau ladang. Daun kelor dapat dipanen setelah tanaman
tumbuh 1,5 hingga 2 meter yang biasanya memakan waktu 3 sampai 6 bulan.
Namun dalam budidaya intensif yang bertujuan untuk produksi daunnya, kelor
dipelihara dengan ketinggian tidak lebih dari 1 meter. Pemanenan dilakukan
dengan cara memetik batang daun dari cabang atau dengan memotong cabangnya
dengan jarak 20 sampai 40 cm di atas tanah (Kurniasih, 2014).
Daun kelor di Indonesia dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas,
yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena dapat
meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi
daun kelor juga dijadikan obat-obatan dan penjernih air..
Tanaman kelor berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 12 m dengan
diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dan memiliki kualitas
rendah. Daun tanaman kelor memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, kecil,
berbentuk telur, sebesar ujung jari. Helaian anak daun memiliki warna hijau
sampai hijau kecokelatan, bentuk bundar telur atau bundar telur terbalik, panjang
1-3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat,
tepi daun rata. Kulit akar berasa dan beraroma tajam dan pedas, bagian dalam
berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Akarnya
sendiri tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin,
permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem
berserabut, sebagian besar terpisah tanaman kelor dapat tumbuh baik sampai
dengan ketinggian 1.000 m dpl pada semua jenis tanah kecuali tanah berlempung
berat dengan pH tanah netral sampai sedikit asam (Kurniasih, 2013).

5
Menurut Widjiatmoko, (2012) tanaman kelor dalam taksonomi di Klasifikasi
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tanaman)
Divisi : Magnoliophyta (tanaman berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
Kelor merupakan tanaman yang berumur panjang dan berbunga sepanjang
tahun. Bunga kelor ada yang berwarna putih, putih kekuning kuningan (krem)
atau merah, tergantung jenis atau spesiesnya. Tudung pelepah bunganya
berwarna hijau dan mengeluarkan aroma bau semerbak (Palupi et al., 2007).
Umumnya di Indonesia bunga kelor berwarna putih kekuning-kuningan.

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kelor (Moringa oleifera)


Tanaman kelor merupakan jenis tanaman perdu yang memiliki umur hidup
panjang dan dapat tumbuh menjulang tinggi hingga 7-11 meter (Tilong, 2012).
Kelor dapat dijumpai diberbagai daerah seperti di daerah pesisir dan dapat
tumbuh melimpah di dataran rendah serta dapat hidup didataran tinggi. Menurut
Krisnadi (2015) kelor dapat tumbuh baik pada ketinggian antara 600 m sampai
1000 m diatas permukaan laut dengan kisaran suhu 25C0 sampai 48C0
Tanaman kelor merupakan tanaman yang mudah ditemukan hal tersebut
dikarenakan kelor mampu tumbuh pada semua jenis tanah. Menurut Tilong
(2012) Curah hujan pada daerah tropis dan subtropis rata-rata berkisar antara 250
mm sampai 3000 mm, sehingga pada daerah tersebut terdapat berbagai macam
tanaman yang tumbuh dengan subur termasuk tanaman kelor. Suhu dan curah
hujan di daerah tropis dan subtropis sangat mendukung pertumbuhan kelor,

6
namun kelor juga memiliki toleransi kekeringan yang dapat bertahan dalam
keadaan kering hingga 6 bulan (Krisnadi, 2015).
2.4 Komposisi zat gizi kelor
Menurut Simbolan et al., (2007), kandungan kimia yang dimiliki daun kelor
yakni asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin,
leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan
methionin. Daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium,
kalsium, magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan,
zinc, dan besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, Vitamin
C, mineral terutama zat besi. Menurut Fuglie (2001 ) menyebutkan kandungan
kimia daun kelor per 100 g.
Akar, batang dan kulit batang kelor mengandung saponin dan polifenol.
Selain itu kelor juga mengandung alkaloida, tannin, steroid, flavonoid, gula
tereduksi dan minyak atsiri. Akar dan daun kelor juga mengandung zat yang
berasa ahit dan getir. Sementara biji kelor mengandung minyak dan lemak
(Utami dan Puspaningtyas, 2013).
Menurut Krisnadi (2014) teh daun kelor kaya dengan kandungan polifenol
catechin, terutama epigallocatechin gallate (EGCG). EGCG berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker, membunuh sel kanker, efektif dalam
menurunkan kadar kolesterol LDL, dan menghambat pembentukan bekuan darah
abnormal yang menjadi penyebab utama serangan jantung dan stroke. Hasil studi
kandungan EGCG pada daun kelor menunjukkan bahwa kandungan EGCG dari
3 g teh daun kelor yang dilarutkan dengan 200 ml air dengan suhu 90C0 yaitu
114.37 mg (Putri, 2014).
Hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) menyebutkan bahwa daun
kelor mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols yang
juga dapat menghambat aktivitas bakteri. Komposisi dan konsentrasi senyawa
fitokimia mengalami perubahan selama pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih
muda mempunyai kandungan fitokimia paling tinggi (Nugraha, 2013)

7
2.5 Manfaat Tanaman Kelor
Tanaman kelor di daerah pedesaan biasanya digunakan sebagai tapal batas
rumah atau ladang. Akar kelor dapat dimanfaatkan sebagai antilithic (pencegah
terbentuknya batu urine), rubefacient (obat kulit merah), vesicant
(menghilangkan kutil), antifertilitas dan antiinflamasi (peradangan). Batang kelor
dimanfaatkan sebagai rubefacient, vesicant, menyembuhkan penyakit mata,
untuk pengobatan pasien mengigau, mencegah pembesaran limpa dan untuk
menyembuhkan bisul (Krisnadi, 2014).
Getah kelor dicampur dengan minyak wijen digunakan untuk meredakan
sakit kepala, demam, keluhan usus, disentri, dan asma. Bunga kelor dapat
digunakan untuk menyembuhkan radang, penyakit otot, histeria, tumor, dan
pembesaran limpa dan menurunkan kolesterol. Daun kelor secara tradisional
telah banyak dimanfaatkan untuk sayur hingga saat ini dikembangkan menjadi
produk pangan modern seperti tepung kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen
kelor dan 8 teh daun kelor. Selain itu ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai
antimikroba dan biji kelor digunakan untuk menjernihkan air (Krisnadi, 2014)
Saat ini tanaman kelor banyak diteliti mengenai komposisinya yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai bidang. Beberapa tulisan mengulas
terkait tanaman kelor sebagai jenis tumbuhan yang memiliki ragam manfaat pada
berbagai bidang antara lain;
1. Sebagai Bahan Pangan
Pada bidang pangan, tanaman kelor telah digunakan untuk mengatasi
malnutrisi terutama untuk balita dan ibu menyusui. Daun tanaman kelor
dapat dikonsumsi dalam kondisi segar, dimasak, atau disimpan dalam bentuk
tepung selama beberapa bulan tanpa pendinginan dan tanpa terjadi
kehilangan nilai gizi. Proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan
dapat meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, kalsium, zat besi dan
vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan daun
kelor menjadi tepung akan terjadi pengurangan kadar air yang terdapat
dalam daun kelor (Dewi et al., 2016).

8
Selain pemanfaatan secara tradisional, daun tanaman kelor hingga saat
ini dikembangkan menjadi produk pangan modern seperti tepung kelor,
kerupuk kelor, kue kelor, permen kelor dan teh daun kelor. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian Rudianto et al. (2014) bahwa produk biskuit Moringa
Oleifera memenuhi standar SNI pembuatan biskuit dan dapat dikonsumsi
untuk memenuhi kebutuhan gizi serta dapat dipertimbangkan sebagai
suplemen nutrisi untuk kasus malnutrisi (Susanto et al. 2010). Bahan dari
tanaman kelor juga dapat dicampur dengan bahan lain menjadi tepung
komposit yang terbuat dari kedelai, kacang hijau, bayam merah, dan daun
kelor yang memiliki kandungan protein dan energi yang memadai untuk
dijadikan bahan dasar produk diet tinggi kalori tinggi protein tinggi energi.
Sebagai salah satu bahan pangan, bahan dari tanaman kelor juga dapat
dicampur dengan bahan lain menjadi tepung komposit yang terbuat dari
kedelai, kacang hijau, bayam merah, dan daun kelor yang memiliki
kandungan protein dan energi yang memadai untuk dijadikan bahan dasar
produk diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) yaitu diet yang
mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal (Tanuwijaya et al.,
2016). Hampir semua bagian tanaman kelor dapat dimanfaatkan untuk bahan
pangan. Menurut bagian-bagian tanaman kelor yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan antara lain:
a. Batang
Batang tanaman kelor oleh masyarakat dijadikan sebagai pagar hidup
yang ditanam di belakang atau di samping rumah. Adapula yang
memanfaatkan sebagai tanaman pembatas lahan, serta mengoptimalkan
pemanfaatan lahan yang berbatu atau lahan marginal. Bagian yang
dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah kulit batang. Kulit batang dikerik
hingga bagian kayu kemudian ditabur di atas daging atau ikan yang sedang
direbus.

9
b. Daun
Daun tanaman kelor dimanfaatkan sebagai sayuran untuk menu sehari-
hari. Daun yang masih segar biasanya dipetik dan langsung di masak dengan
air dicampur terong dan daun kemangi. Namun, adapula yang mencampur
santan dengan daun kelor maupun daun kelor dicampur dengan kacang hijau
yang sudah dimasak sebelumnya lalu dijadikan sebagai menu sehari-hari
yang dihidangkan dengan nasi.
c. Buah
Sebagaimana pemanfaatan daun tanaman kelor, maka buah tanaman
kelor juga merupakan menu yang diolah sebagai sayuran sehari-hari dalam
bentuk sayur bening ataupun dicampur santan. Buah tanaman kelor yang
berbentuk memanjang terlebih dahulu dibersihkan kulitnya lalu dipotong-
potong dengan ukuran sekitar 5 cm, selanjutnya potongan buah tanaman
kelor diolah bersama bahan lain seperti terong atau kacang panjang
tergantung pada selera penikmatnya. Ada juga sebagian masyarakat yang
membelah buah tanaman kelor, lalu isinya diserut, selanjutnya diolah
bersama bahan lain seperti kacang hijau dan santan menjadi menu sayuran
sehari-hari.
2. Kesehatan
Beberapa komponen yang terkandung dalam bagian tanaman kelor dapat
memberikan efek kesehatan berupa:
a. Menurunkan berat badan: memberikan efek kepada tubuh agar
merangsang dan melancarkan metabolisme sehingga dapat membakar
kalori lebih cepat.
b. Anti diabetes: daun kelor memiliki sifat anti diabetes yang berasal dari
kandungan seng yang tinggi seperti mineral yang sangat di butuhkan
untuk memproduksi insulin, sehingga daun kelor dapat bermanfaat
sebagai anti diabetes yang signifikan.

10
c. Mencegah penyakit jantung: dapat menghasilkan lipid terosidari lebih
rendah serta memberikan perlindungan pada jaringan jantung dari
kerusakan struktural.
d. Menyehatkan rambut: dapat menyehatkan rambut, karena daun kelor
dapat membuat pertumbuhan rambut menjadi hidup dan mengkilap yang
dikarenakan asupan nutrisi yang lengkap dan tepat.
e. Menyehatkan mata: Daun kelor memiliki kandungan vitamin A yang
tinggi sehingga jika kita mengkonsumsinya secara rutin dapat membuat
penglihatan menjadi jernih dan menyehatkan mata. Sedangkan untuk
pengobatan luar dapat menggunakan rebusan dari daun kelor untuk
membasuh mata yang sedang sakit, atau juga dengan cara lain yaitu
siapkan 3 tangkai daun kelor kemudian tumbuklah dan masukan ke dalam
segelas air dan aduklah. Lalu diamkan agar mengendap, jika sudah
mengendap maka air tersebut dapat dijadikan obat tetes untuk mata.
f. Mengobati rematik: rematik terjadi dikarenakan tulang yang kekurangan
nutrisi. Daun kelor pemiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi
sehingga dapat memenuhi kebutuhan kalsium di dalam tulang. Daun kelor
juga bermanfaat untuk mengurangi rasa sakit pada persendian
dikarenakan oleh penumpukan asam urat.
g. Mengobati Herpes/Kurap: Herpes adalah salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh virus golongan famili hepertoviridae, yang akan
menimbulkan bintik- bintik merah dengan disertai nanah. Cara untuk
mengobatinya adalah dengan menyiapkan 3-7 tangkai daun kelor lalu
ditumbuk hingga halus dan tempelkan langsung pada kulit yang terkena.
h. Mengobati penyakit dalam seperti luka lambung, luka usus dan batu
ginjal: Batu ginjal merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena
terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Daun kelor dapat
memperlancar pencernaan sehingga dengan mengkonsumsi daun kelor
yang telah dijadikan masakan secara rutin akan meluruhkan batu ginjal.
Menurut Aritjahja (2011) kelor mengandung antioksidan yang sangat

11
tinggi dan sangat bagus untuk penyakit yang berhubungan dengan
masalah pencernaan. Selanjutnya beliau menganjurkan agar minum
rebusan daun kelor selagi air masih hangat sebab, efek antioksidan masih
kuat dalam keadaan hangat. Sedangkan Halim (2011) mengatakan bahwa
kelor memiliki energi dingin sehingga dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi penyakit dengan energi panas atau kelebihan energi seperti
radang atau kanker.
i. Mengobati Kanker: Kandungan antioksidan dan potasium yang tinggi
pada daun kelor bermanfaat untuk mengobati kanker. Antioksidan akan
bermanfaat dalam menghalangi perkembangan sel-sel kanker sedang
potasium berfungsi untuk menyingkirkan sel-sel kanker. Selain itu, asam
amino yang terkandung dalam daun kelor dapat meningkatkan sistem
imun (Hardiyanthi, 2015).

2.6 Usahatani
Usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seseorang
petani, sebuah keluarga tani atau badan usahatani lainnya bercocok tanam atau
memelihara ternak (Adiwilaga,1982). Kegiatan usahatani diperlukan faktor-
faktor produksi untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Hertanto (1989)
menyatakan bahwa faktor-faktor usahatani terdiri dari empat unsur pokok,
sebagai berikut;
a. Tanah
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil
pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi
dihasilkan (Mubyarto, 1991).
b. Tenaga Kerja
Faktor produksi selanjutnya adalah tenaga kerja. Dalam ilmu ekonomi tenaga
kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dijalankan
dalam upaya memproduksi benda-benda. Setiap usaha pertanian yang
dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja (Soekartawi, 1995).

12
c. Modal
Modal merupakan suatu barang-barang bernilai ekonomis yang digunakan
untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi
(Soeharjo dan Patong, 1973). Tanpa memiliki modal, suatu usahatani tidak
akan dapat berjalan walaupun syarat-syarat lain sudah dipenuhi. Pada
dasarnya, modal merupakan penyangga faktor-faktor alam dan tenaga kerja
dalam produksi. Jumlah modal kerja yang dimiliki sangat menentukan skala
usahatani yang akan dilaksanakan. Perlu disisihkan sebagian modal yang
tersedia untuk menjalakan usaha lain maupun digunakan sebagai dana tidak
terduga.
d. Pengelolaan
Faktor produksi terakhir adalah pengelolaan. Pengelolaan usahatani adalah
kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir dan
mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya agar mampu
memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran
keberhasilan dari pengelolaan usahatani adalah produktivitas dari setiap faktor
produksinya dan usahanya.

2.7. Tahapan Usahatani Kelor


Kelor dapat tumbuh pada iklim tropis atau sub-tropis, ketinggian 0-2,000 m
di atas permukaan laut, irigasi dibutuhkan untuk produksi daun jika curah hujan
kurang dari 800 mm (Sauveur et al., 2010). Kelor tumbuh baik pada ketinggian
tempat kurang dari 600 m di atas permukaan laut (Radovich, 2009). Kelor tidak
mentoleransi kondisi tanaman yang terendam air dan tumbuh buruk pada tanah
liat yang kering (Amaglo, 2006). Kelor idealnya tumbuh pada Suhu 20-350C,
curah hujan tahunan 250-1,500 mm, jenis tanah lempung atau lempung berpasir
dan pH tanah 5-9. Kelor masih dapat bertahan hidup hingga suhu 480C, namun
tidak mentoleransi banjir berkepanjangan dan tumbuh buruk pada tanah liat
(Palada dan Chang, 2003). Tahapan usahatani kelor sebagai berikut:

13
1. Persiapan Lahan
Kelor memiliki pertumbuhan optimal pada tanah liat berpasir. Areal yang
akan ditanami dibuat bersih dari gulma pengganggu. Lahan yang akan ditanami
kelor dibajak secara manual dengan cangkul untuk menjaga aerasi tanah tetap
baik. Pada saat pengolahan lahan diaplikasikan pupuk organik sebagai pupuk
dasar lahan. Pupuk dasar yang digunakan yaitu 10-15 ton/ha pupuk kandang
sapi atau kambing. Lahan dipersiapkan dengan membuat guludan dengan
lubang tanam yang dibuat dengan diameter 30 cm dan kedalaman 20 cm. Jarak
tanam yang digunakan yaitu 1 m x 1 m, sehingga dalam 1 ha terdapat 10,000
tanaman. Jarak tanam yang renggang digunakan untuk memudahkan dalam
pemeliharaan dan pemanenan. Lubang tanam diisi pupuk bokashi sebanyak 1.5
kg per lubang. Lubang yang sudah diisi pupuk kemudian disiram air.
2. Penanaman
Penanaman kelor memiliki perlakuan berbeda sesuai dengan tujuan
produksinya, yaitu produksi daun atau produksi polong. Kondisi di lapangan
hanya terdapat pertanaman untuk produksi daun. Arah barisan tanaman yang
baik ke timur-barat agar tanaman menerima penyinaran dengan baik. Kelor
dapat ditanam dengan menggunakan biji dan stek batang. Perbanyakan dengan
stek cenderung memberikan produksi biomassa yang lebih banyak karena
tanaman cenderung menghasilkan banyak cabang yang rimbun, namun
pertumbuhannya lambat. Perbanyakan dengan biji menyebabkan tanaman
cenderung tumbuh keatas dengan batang utama dan percabangan yang sedikit.
Daerah yang memiliki curah hujan tinggi yaitu lebih dari 2,000 mm per tahun
lebih baik menggunakan bahan tanam biji untuk menghindari busuk pada bahan
tanam.
a) Perbanyakan dengan stek batang
Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan batang stek dengan tinggi
kurang lebih 0.5 m dan diameter 4-5 cm. Batang stek yang digunakan berasal
dari tanaman yang sehat dan berumur lebih dari enam bulan. Semakin besar
lingkaran batang stek maka semakin besar peluangnya untuk hidup. Penanaman
stek dilakukan dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm. Penanaman dengan

14
cara menancapkan langsung batang stek ke tanah kurang baik karena dapat
merusak bagian kulit ujung batang sehingga mengganggutempat pertumbuhan
akar. Pada bagian ujung stek dipotong diagonal untuk memperluas bidang
pertumbuhan akar sehingga tanaman dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki
perakaran yang kokoh. Batang stek yang telah dipotong tidak boleh dibiarkan
lebih dari tiga hari. Sepertiga dari batang terkubur dalam tanah ketika ditanam.
Waktu penanaman stek batang terbaik adalah pada akhir musim kemarau
sampai awal musim hujan. Penanaman dengan stek di lapangan menggunakan
bahan tanam dari hasil pemangkasan kelor yang sudah tidak produktif. Stek
batang umumnya digunakan untuk penyulaman pertanaman kelor yang mati.
b) Perbanyakan dengan biji
Kelor yang ditanam dengan biji perlu disiang dengan teratur karena
pertumbuhannya sangat lambat dan sangat rentan terhadap persaingan dengan
gulma pada awal pertumbuhan. Biji yang akan ditanam berasal dari bijitanaman
sehat yang sudah diseleksi, dipanen pada waktu buah polong kelor sudah tua,
berasal dari tanaman kelor yang sudah berumur lebih dari lima tahun dan biji
telah dikeringkan dengan baik. Biji yang dipilih sebagai calon benih adalah biji
yang sehat, tidak keriput, tidak cacat atau rusak. Biji sedikit dipecahkan
sebelum ditanam untuk memudahkan proses imbibisi air agar biji cepat tumbuh
Biji kelor dapat disemaikan dalam polybag atau tray benih, di persemaian
atau ditanamlangsungdi kebun. Penyemaian secara langsung dilakukan apabila
lahan yang digunakan cukup luas dan yakin biji yang ditanam memiliki daya
berkecambah yang tinggi, sehingga tenaga kerja yang digunakan efisien.
Persemaian dengan polybag biasanya digunakan untuk menyulam tanaman
yang tidak tumbuh. Ukuran polybag yang digunakan yaitu 13x18 cm. Media
yang digunakan untuk persemaian dengan polybag yaitu pupuk bokashi yang
dicampur dengan tanah dengan perbandingan 1 kg bokashi dicampur dengan 3
kg tanah. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 2 cm agar biji dapat
berkecambah dalam waktu 5-12 hari setelah tanam. Polybag diletakkan pada
tempat yang sedikit ternaungi agar terlindung dari hujan lebat atau panas terik.

15
Penyiraman dilakukan secara rutin pagi dan sore hari hingga dapat dipindahkan
ke pot atau lahan. Pada tahap ini tanaman dijaga dengan baik dari belalang,
rayap dan hewan lain. Tanaman kelor muda dirawat dan ditopang dengan ajir
agar tidak rebah hingga dilakukan pindah tanam. Bibit kelor dapat dipindah
tanam setelah berumur 4-6 minggu atau ketika tinggi tanaman sudah sekitar 30
cm.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kelor meliputi: penyiraman pemupukan,
penyiangan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit.
a. Pemupukan
Pemupukan pertama dilakukan saat persiapan lahan dengan pupuk kandang
sapi atau kambing sebanyak 10-15 ton/ha. Pemupukan rutin dilakukan minimal
tiga bulan sekali menggunakan bokasi dengan jumlah 500 kg/ha atau 50
g/tanaman. Tanah dibuat alur pupuk dan disiram dengan asam humat dengan
dosis 200 ml/ha sebelum pengaplikasian bokasi. Asam humat digunakan
sebagai pembenah tanah. Bokasi terbuat dari campuran kotoran sapi, kotoran
walet, daun trembesi, air kelapa, bonggol pisang dan urine sapi.Bokasi
kemudian ditimbun dengan tanah hingga pada pertanaman terbentuk guludan.
Pemupukan biasanya dilakukan sebelum musim hujan, ketika tanaman akan
memulai suatu periode pertumbuhan yang intensif atau saat di lapangan terjadi
kerontokkan pada daun kelor. Pemupukan juga dilakukan setelah panen
dilakukan atau satu minggu sekali dengan menggunakan pupuk asam amino
dan pupuk daun. Asam amino terbuat dari daun kelor, glisina dan metionina
dari kedelai. Asam amino berfungsi untuk mempercepat waktu panen sehingga
dapat dipanen satu minggu sekali. Pupuk daun terbuat dari campuran pupuk
organik cair, bio urine dan unsur N, P dan K. Aplikasi asam amino dan pupuk
daun dengan dosis masing-masing 200 ml/ha. Pemupukan dilakukan diluar
jadwal panen, yaitu hari selasa, kamis dan sabtu. Pemupukan dilakukan oleh 3-
5 orang karyawan. Kegiatan

16
pemupukan dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma yang dapat
meminimalkan jumlah tenaga kerja.
b. Penyiraman
Pengairan diperlukan khususnya setelah penanaman, dimaksudkan untuk
mempercepat tumbuhnya akar. Pada saat musim kering atau di kawasan dengan
iklim kering, pengairan dilakukan pada dua bulan pertama penanaman. Setelah
tumbuh dengan sempurna, pohon kelor tidak banyak memerlukan pengairan
terkecuali pada musim kering yang ekstrem.
c. Pengendaliaan hama dan penyakit
Hama yang umum terdapat di lapangan adalah ulat Jumlah ulat pada
pertanaman sangat banyak sehingga daun habis dimakan ulat saat musim
kemarau. Larva dari ngengat juga banyak menyerang pertanaman pada malam
hari. Telur dari ngengat yang menempel pada daun juga menurunkan kualitas
daun kering karena telur menetas saat daun dikeringkan. Solusi untuk
mengatasi ngengat yaitu dengan memasang lampu ultra violet pada malam hari
yang di bawahnya ditaruh ember berisi air sebagai perangkap. Penyemprotan
daun dengan air sebelum panen juga dilakukan untuk mengurangi telur ngengat
atau hama yang menempel pada daun. Solusi terbaik untuk mengatasi serangan
hama dengan intensitas tinggi yaitu dengan memangkas seluruh pertanaman
kelor. Penanaman kenikir dan sereh juga dilakukan untuk meminimalkan
serangan hama sebagai pagar hidup.
Penyakit yang paling banyak menyerang tanaman kelor di lapangan adalah
ganoderma. Gejala tanaman kelor yang terserangganoderma yaitu daun akan
menguning, batang membusuk dan akhirnya tanaman mati. Ganoderma dapat
menyebar ke pertanaman lain.Pengendalian dilakukan dengan mencabut
tanaman kelor dan mencangkul bekas pertanaman yang terserang ganoderma,
tanah disemprot dengan tricoderma dengan dosis 200 ml/ha dan lubang
dibiarkan 2-3 hari terpapar sinar matahari. Pengendalian hama dan penyakit
biasanya dilakukan dengan penyemprotan pestisida nabati yang terbuat dari
daun mimba, sereh, daun sirsak dan empon-empon. Pestisida nabati

17
diaplikasikan setelah panen berlangsung atau satu minggu sekali pada daun
dengan dosis 200 ml/ha.
d. Penyiangan
Penyiangan untuk pertanaman kelor yang intensif dilakukan empat kali
dalam setahun dengan frekuensi yang lebih tinggi saat musim hujan.
Penyiangan biasanya dilakukan bersamaan dengan pemupukan karena gulma
akan tertimbun dengan pembuatan guludan, sehingga dapat meminimalkan
jumlah tenaga kerja. Gulma yang terdapat di kebun juga diatasi dengan
memanfaatkan masyarakat sekitar yang membutuhkan gulma untuk pakan
ternak.
e. Pemangkasan
Kelor cenderung tumbuh secara vertikal hingga ketinggian 3-4
m.Pemangkasan awal dilakukan ketika tanaman kelor berumur tiga bulan
setelah tanam dengan tinggi pangkasaan 75 cm dari permukaan tanah.
Pemangkasan awal ini akan memicu pertumbuhan cabang lateral sehingga
meningkatkan produksi. Batang utama dapat dipotong dengan golok gergaji
tepat di atas sebuah mata cabang. Pemotongan di ruas batang akan
menyebabkan batang busuk dan memicu pertumbuhan penyakit dan parasit.
Pemangkasan batang utama dilakukan saat tanaman sudah berumur dua tahun
dengan menebang batangnya hingga memiliki ketinggian 20 cm dari
permukaan tanah. Setelah pemangkasan awal untuk membentuk pohon, secara
rutin akan dilakukan pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan pemeliharaan
dilakukan ketika tanaman sudah memiliki tinggi lebih dari 150 cm atau saat
tanaman sudah sulit untuk dipanen dan memiliki produktivitas yang rendah
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan dengan memotong cabang kira-kira 10
cm dari pangkal cabang Pemangkasan pemeliharaan ratarata dilakukan setiap
dua bulan sekali

18
4. Panen
Kelor dipanen dengan cara memetik daun yang sudah berwarna hijau tua
dan tanpa cacat pada daunnya. Daun hijau tua dipilih karena memiliki biomassa
yang maksimal. Daun dikumpulkan pada bak penampung hingga penuh dan
dibawa untuk dirontokkan atau dipisahkan antara anak daun dari tangkainya.
Proses pemanenan yang baik dilakukan pagi atau sore hari. Panen di lapangan
dilakukan dari pagi hingga siang hari untuk memenuhi kebutuhan daun.
Kegiatan panen dilakukan 35 hari setelah pemangkasan cabang atau batang dan
dapat dipanen kembali setiap minggunya. Panen dilakukan pada hari senin,
rabu dan jumat setiap minggunya dengan rotasi pada setiap blok. Bobot daun
yang sudah dirontokkan adalah 200 kg setiap kali panen. Jumlah 200 kg yang
diambil mengikuti kapasitas ruang pengering. Panen dapat dilakukan satu
minggu lima kali, namun kondisi listrik yang kurang stabil membuat kedua
ruang pengering tidak dapat digunakan dengan optimal. Panen dilakukan oleh
4-6 orang tenaga pemanen. Daun dimasukan ke dalam ruang pengering sebelum
empat jam dari daun dipetik agar mutu daun tetap baik.

5. Pascapanen
Daun kelor dikirim ke unit pengering segera setelah dipetik dengan bak
penampung dan tidak dibiarkan menumpuk untuk menghindari kerusakan
karena panas. Daun kelor yang dibiarkan menumpuk tinggi dan lama, akan
menimbulkan panas yang dapat merusak fisik daun dan kandungan nutrisinya.
Daun segar yang sampai di unit pengering dimasukkan ke dalam bak pencucian
dengan ozonizer untuk menghilangkan kotoran, debu dan bagian tanaman
lainnya. Daun kelor yang sudah bersih kemudian disimpan dalam rak
penampungan agar air yang masih menempel pada daun dapat benar-benar
hilang, sehingga ketika masuk ruang pengering tidak ada air yang terbawa.
Daun kelor segar dan bersih, dipisahkan dari ranting dan tangkainya atau
dirontokkan. Daun kelor yang kuning, berbintik putih, masih muda atau rusak
dipisahkan dan dibuang. Rata-rata kadar air daun yang sudah dirontokkan atau
kadar air daun awal sebelum dikeringkan adalah 40.5% yang diperiksa dengan

19
moisture tester. Perontokkan daun biasanya dikerjakan oleh 8-20 orang tenaga
wanita.
Pengeringan dilakukan di dalam ruang pengering tertutup dengan suhu
rendah terkontrol antara 30-350C dan kelembapan dibuat hingga 46% RH
selama dua hari sampai benar-benar kering atau kadar air daun di bawah 5%.
Kelembapan rata-rata ruang pengering saat awal pengeringan adalah 84% RH.
Daun kelor dihamparkan dalam rak-rak khusus dengan ketebalan tidak lebih
dari 2 cm. Daun kelor dibolak-balik agar kering merata setiap tiga jam sekali
selama proses pengeringan. Sortasi masih dilakukan saat pengeringan untuk
memisahkan tangkai daun yang masih terbawa. Proses pengeringan ini
merupakan proses yang sangat vital dalam seluruh rangkaian proses pengolahan
daun kelor. Daun kelor akan menjadi kuning kecokelatan dan bahkan tumbuh
jamur, akibat dari pengeringan yang terlalu lama, kelembapan yang tinggi
karena aliran udara yang buruk atau suhu ruangan yang kurang tepat. Daun
kelor kering yang baik, yaitu berwarna hijau, benar-benar kering dan tanpa
tangkai daun. Kegiatan pengeringan diawasi oleh beberapa anggota kelompok
tani untuk memastikan ruang pengering tetap menyala dan membolak-balik
daun. Daun kelor kering kemudian disimpan dalam plastik foodgrade yang
tertutup rapat dan terjaga dari udara masuk. Stok daun kelor kering ini disimpan
untuk digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu pembuatan serbuk daun kasar.

2.8 Biaya Usahatani


Biaya adalah korbanan yang dinilai dengan dalam usahatani kelor dalam
penelitian ini, tidak seluruh korban dinyatakan sebagai biaya. Korban yang
diperhitungkan sebagai biaya adalah korban berupa uang tunai oleh petani
selama produksi usahatani kelor.Sarana yang digunakan dalam usahatani kelor
yaitu sarana produksi tetap dan sarana produksi tidak tetap meliputi;
a. Biaya Tetap (fixed cost) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak
tergantung dari besar kecilnya produksi misalnya;linggis,pacul,tajak,parang,
dan lain-lain.

20
b. Biaya Tidak Tetap(variable cost) adalah biaya yang dikelurkan tergantung
dari besarnya;biaya untuk tenaga kerja, benih, pestisida, dan lain-lain.
2.9 Pendapatan dan Penerimaan Usahatani
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani bersih (net farm income) pendapatan bersih
usahatani,mengukur pengambilan imbalan yang diperoleh keluarga petani.
Menurut Soekartawi(1995) mengatakan bahwa pendapatan usahatani
adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan
secara sistematis sebagai berikut;
Pd =Tr-Tc
Dimana;
Pd = Pendapatan usahatani kelor
TR = Total penerimaaan usahatani kelor
TC = Total biaya usahatani kelor
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
harga jual. Pernyataan ini secara sistematis dapat ditulis sesuai petunjuk
Soekartini(1993) sebagai berikut;
Tri= Yi.Pyi
Dimana:
Tri = Total penerimaan dalam suatu usahatani(i)
Yi = Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani (i)
Pyi = Harga (y) dalam suatu usahatani(i)

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan kerangka pemikiran dibawah ini dapat di jelaskan bahwa usahatani
kelor di Desa Tuabatan, Kecamatan Miomaffo Tengah, Kabupaten Timor
Tengah Utara merupakan salah satu usahatani yang dilakukan 3 (tiga ) tahun dan
memberikan kontribusi yang cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi
keluarga petani. Tanaman kelor mudah dibudidayakan dan tidak mudah diserang
oleh hama penyakit sehingga aman dari efek pestisida jika dibandingkan dengan
jenis sayuran lain.
Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman yang diusahakan oleh
hampir setiap rumah tangga terutama di pedesaan dan merupakan menu sehari-
hari yang lezat. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran setiap hari mereka
mengoptimalkan lahan pekarangan dengan menanam tanaman kelor. Selain daun
kelor yang sering digunakan sebagai sayuran, kelor juga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai:
a. Bahan pangan yaitu mengatasi malnutrisi terutama untuk balita dan ibu
menyusui
b. Kesehatan yaitu mengatasi penyakit jantung, dll.
Pendapatan usahatani kelor adalah diperolah dari hasil produksi dikalikan
dengan harga dan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani,
maka akan diperoleh pendapatan usahatani. Pendapatan ini diperoleh dari
penerimaan dikurangi biaya. Penerimaan adalah seluruh hasil produksi usahatani
baik dijual, dikonsumsi sendiri maupun diberikan kepada orang lain sebagai
upah, sedangkan pengeluaran usahatani merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi usahatani berlangsung.

22
Secara sistematik kerangka pemikiran dari penelitian dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Usahatani Kelor

Pemanfaatan kelor oleh masyarakat

Produksi

Biaya tetap dan biaya variabel Kelompok Tani Penerimaan Produksi X Harga

TrendPendapatan

Gambar 1. Bagan pemikiran penelitian

3.2 Waktu Pengambilan Data


Penelitian ini dilakukan di Desa Tuabatan, Kecamatan Miomaffo Tengah,
Kebupaten Timor Tengah Utara pada bulan April tahun 2019 sampai dengan
selesai.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Dimana data
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data-data
yang diperoleh melalui wawancara dengan responden berdasarkan daftar
pertanyaan dalam bentuk kuisioner (angket) yang disiapkan sebelumnya. Data
yang digunakan adalah data produksi biaya dan pendapatan pada tiga tahun
terakhir (2016-2018). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperolah dari
instansi-instansi.

23
3.4 Metode Pengambilan Sampel danPopulasi
Populasi adalah suatu kesatuan individu atau subjek pada wilayah dan waktu
dengan kualitas tertentu yang akan diamati/diteliti. Jumlah populasi yang diamati
pada penelitian ini sebanyak 20 orang.Sampel dalam penelitian ini dilakukan
secara sensus terhadap keseluruhan anggota kelompok tani Pah Meto di Desa
Tuabatan sebanyak 20 responden usahatani, dengan kriteria petani yang sudah
melakukan usahatani kelor dan telah berproduksi sejak tahun 2016.

3.5 Pengamatan dan konsep Pengukuran


1. Identitas responden meliputi: umur (tahun), pendidikan formal (tahun),
pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga (orang), pengalaman
berusahatani daun kelor (tahun).
2. Gambaran usahatani kelor: persiapan lahan, penyiangan, persiapan benih,
penanaman, pemiliharaan, panen dan pasca panen.
3. Biaya Usahatani yaitu: sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengelolah
usahatani kelor yang diukur dengan satuan rupiah selama 3 (tiga) tahun
terakhir. Biaya tersebut meliputi biaya tetap (peralatan dan pajak), biaya
variabel(bibit, pupuk,tenaga kerja dan transportasi).
4. Produksi Kelor 3 (tiga) tahun terakhir
5. Harga yaitu harga produksi kelor yang dijual oleh petani 3 (tiga) tahun
terakhir
6. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya produksi 3 (tiga)
tahun terakhir
7. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh harga jual3
(tiga) tahun terakhir
8. Manfaat kelor meliputi; bahan pangan dan kesehatan selama 3 (tiga) tahun
terakhir
3.6 Metode dan Analisi Data
Data yang diperoleh di tabulasi dan dianalisis sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tujuan pertama dan kedua menggunakan analisis deskriptif.

24
2. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani kelor menggunakan analisis
pendapatan. Dengan formulasi sebagai berikut:
Dimana : Pd = TR – TC.
Pd = Pendapatan bersih usahatani daun kelor 3 (tiga) tahun terakhir.
TR = Pendapatan kotor usahatani daun kelor 3 (tiga) tahun terakhir.
TC = Biaya usahatani daun kelor 3 (tiga) tahun terakhir.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usahatani. Penerbit Alumni. Bandung.


Aritjahja, S. 2011 Kelor sejuta khasiat
Amaglo, N.K., G.M. Timpo, W.O. Ellis, R.N. Bennett. 2006. Effect of spacing
and harvest frequency on the growth and leaf yield of moringa
Moringaoleifera Lam., a leafy vegetable crop. Moringa and other highly
nutritious plant resources: strategies, standards and markets for a better
impact on nutrition in Africa.
BPS Kabupaten Timor Tengah Utara 2016
Dewi, F.K., Suliasih, N. dan Gardina, Y. 2016. Pembuatan cookies dengan
penambahan tepung daun kelor Moringa oleifera pada berbagai suhu
pemanggangan.
Fuglie, Lowell J., ed. 2001. The Miracle Tree: The multiple attributes of
moringa. Dakar, Senegal: Church World Service
Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta.
Halim, P.W. 2011 Kelor sejuta khasiat
Krisnadi, A.D. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora : Kelorina.com.
Kurniasih.(2014). Khasiat dan Manfaat Daun Kelor.Yogyakarta; Pustaka Baru
Press.
________ . 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.
Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.
Nugraha, Aditya. 2013. “Bioaktivitas Ekstrak Daun Kelor Moringa oleifera
terhadap Eschericia coli penyebab Kolibasilosis pada Babi”. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Putri, Novi Luthfiana. 2014. Pengaruh pemberian teh daun kelor Moringa
oleifera setelah dan sebelum terhadap glukosa darah post-pandrial dewasa
sehat Bogor ID : Institut Pertanian Bogor.
Palupi, N.S., Zakaria, F.R. dan Prangdimurti, E. 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu
& Teknologi Pangan-Fateta-IPB.
Pemerintah Provinsi NTT. 2019, RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kupang : Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2019-2024
Rahmawati, P, S Adi, A. C. 2016 Daya Terima Dan Zat Gizi Permen Jeli Dengan
Penambahan Bubuk Daun Kelor Moringa oleifera. Media Gizi Indonesia.
Rudianto, A ,Syam dan Alharini,S. 2014 Studi Dan Analisis Zat gizi pada biskuit
moringa oleifera dengan subtitusi tepung daun kelor.
Radovich, T. 2009. Farm and Forestry Production and Marketing Profile for
Moringa Moringa oleifera. C.R. In Elevitch . Specialty Crops for Pacific
Isldan Agroforestry. Permanent Agriculture Resources PAR,Holualoa.
Sauveur, A.D.S., M. Broin, S. Noamesi, N. Amaglo, M. Adevu, M. Glover

26
Amengor, G. Dosu, P. Adjepong, S. Adam, P. Attipoe. 2010. Growing
and Processing Moringa Leaves. Moringa News and MAG, Ghana, GH.
Simbolan, J.M. dan Katharina, N. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Kanisius. Yogyakarta.
Sukartawi. 1996. Agribisnis Jambu Mente. Forum Komunikasi Ilmiah
Komoditas Jambu Mente. Tanggal 5-6 Maret 1996. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat.Bogor.
Susanto, H. dan Maslikah, S.I. 2010. Efek nutrisional tepung daun kelor moringa
oleifera varietas NTT terhadap kadar albumin tikus wistar kurang energi
protein. Prosiding Seminar Nasional MIPA 2010.
Srikhant. 2014. Efektivitas serbuk daun kelor dalam mengurangi kasus gizi.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tilong. 2012. Metode Peneliti Ekstrak Daun Kelor.Bina Aksara. Jakarta.
Tanuwijaya, L.K., Nawangsasi, A.P.G., Ummi, I.I., Kusuma, T.S. dan Ruhana,
A. 2016. Potensi “Khimelor” sebagai tepung komposit tinggi energi
tinggi protein berbasis pangan lokal. Indonesian Journal of Human
Nutrition 3
Thomas, 2007.Tanaman Obat Tradisional.Yogyakarta. Kanisius
Yuliani, Ni Nyoman., Diena, Desmira Primanty., 2015. Uji Aktivitas
Antioksidan Infusa Daun Kelor dengan Metode 1,1- diphenyl-2-
picrylhydrazyl DPPH. Jurnal Info Kesehatan

27

Anda mungkin juga menyukai