Prolog:
Disebuah Desa Maju Mapan, bertepatan pada hari Rabu diumumkan kepada
seluruh warga akan dilakukan penyuluhan dengan tema “ Definisi Dini Masalah
Psikososial dan 63 Jiwa” saat kegiatan rutin arisan yang akan di lakukan tepat
keesokan harinya oleh Pak RT.
Frida : “Ya pak, saya juga repot kalau di undur agak siang bagaimana?”
Junaidi : “Ya diusahakan untuk datang semua tepat waktu, karena sosialisasi
ini penting untuk semua”
Galih : “Kalau saya sih setuju saja pak, karena ini penting untuk mengetahui
siapa yang gila. Hahahahaha”
Galih : “Sabar aja jeng. Toh kan ini gak setiap hari ada”
Prolog:
Galih : “Kok sampai jam segini belum datang sih petugasnya? Niat
penyuluhan gak sih?”
Frida : ”Iya lo, ini kan udah lama banget (kesal). Padahal udah dibela-belain
datang tepat waktu lo, eh malah petugas kesehatnyanya yang telat”
Fauziah : “Sabar aja lah buk, mungkin memang petugasnya sedang ngejar
orang gila di jalan. Hahaha(Galih, Frida dan Fauziah tertawa)”
Prolog:
Herlina : “Iya pak, terima kash atas sambutanya. Assalamualaikum para waga
desa Maju Mapan. Bagaimana kabarnya hari ini?”
[presentasi]
Prolog:
Eka : “Jadi bagaimana teman-teman, langkah apa yang kita ambil selanjutnya?”
Endah : “Menurut saya kita lakukan dulu pendekatan kepada pasien dan
keluarganya, baru kita lakukan tindakan selanjutnya”
Fitria : “Iya saya setuju, bagaimana kalau besok kita datang ke rumahnya”
Prolog:
Keluarga : “ Waalaikumsalam”
Prolog:
Junaidi : “Lho, mbak-mbak perawat. Ada perlu apa kok datang kemari?”
Eka : ”Maaf mengganggu waktunya, saya dan beberapa rekan saya mau
menyampaikan beberapa hal kepada bapak sekeluarga, apa bapak
berkenan?”
Semua perawat pun masuk kerumah px, dan duduk di ruang tamu
Junaidi : “Ini bu, mbak-mbak perawat yang kemarin penyuluhan di balai desa
bertamu”
Prolog:
Ika pun menyuguhi para perawat dan ikut duduk di ruang tamu
Endah : “jadi begini pak bu, maksud dari kehadiran kami kemari hari ini masih
setopik dengan penyuluhan yang tempo hari yang kami sampaikan
pada seluruh warga di balai desa”
Fitria : ”Bapak dan ibu ingat kan dengan kuisioner yang kemarin kami berikan
untuk diisi? (Junaidi dan Ika mengangguk) jadi dari kuisioner
tersebut kami mendapatkan hasil bahwa mbak Ila, anak bapak dan
ibu mengalami depresi yang sedang..” (kata-kata Fitria dipotong
oleh Ika)
Ika : “Apa maksud anda mengatakan itu? Maksutnya anak saya gila gitu?”
Eka : “Bukan begitu buk, namun anak ibu sekarang sedang mengalami kesulitan
psikososial yang harus secepatnya mendapat perhatian dari
keluarga selaku pensuport mbak Ila dan kami selaku tenaga
kesehatan. Kami di sini hanya sebagai fasilitator untuk membantu
anak ibu dan bapak agar kesehatan psikososial mbak Ila tidak
bertambah buruk dan bisa sembuh”
Herlin : “Ya, sama aja mbak bilang kalo adik saya itu gila dong mbak.” (kata
herlin ketus, yang sedari tadi menguping pembicaraan)
Junaidi : “Sudah-sudah jangan ribut (tegas). Buk, sebaiknya kita dengarkan saja
dulu apa yang mbak-mbak perawat ini katakan. Toh mereka kan
tidak ada niatan buruk, jadi kita coba dengarkan dulu apa maksud
dari mbak-mbak perawat”
Fitria : “Maaf sebelumya boleh saya minta izin untuk bertemu anak ibu?” (Junaidi
mengangguk)
Prolog:
Fitria : “Selamat pagi Mbak Ila. Boleh ya saya temani sebentar (Ila Mengangguk).
Mbak ila masih ingat dengan saya?”
Fitria : “Mbak Ila ini kan umurnya 20 tahun ya? (Ila mengangguk) karena kita
seumuran, bolehkan saya jadi teman mbak Ila? (Ila mengangguk).
Boleh saya bertanya?”
Ila : “Boleh”
Fitria : “Kenapa mbak Ila ini kok gak mau keluar rumah lagi? Bukanya waktu masih
bersekolah mbak Ila suka pergi melancong bersama teman-teman
mbak?”
Fitria : “Maaf kalau saya lancaang, tapi saya tauitu dari tetangga-tetangga di sekitar
rumah mbak. Merekaikut prihatin dengan perubahan prilaku mbak
yang berubah jadi pemurung gini lo mbak”
Ila : “(smirk) halah bohong.. prihatin apanya? Emang mereka perduli kalo saya
hidup atau mati? Apa peduli mereka saya berubah apa nggak? Saya
masih kayak dulu di bicarakan sana sini, saya udah kayak gini
masih aja dibicarakan sana sini!! Mau mereka itu apa?!! Apa kalau
saya mati mereka akan puas dan berhenti ganggu hidup saya?!!!”
(mulai terbawa suasana)
Fitria : “Jadi selama ini mbak Ila jadi seperti ini karena tetangga-tetangga mbak?
(Ila hanya diam) tai walau tetangga-tetangga mbak begitukan
masih ada keluarga mbak yang sayang sama mbak? Masa mbak
tega meninggal ninggalin mereka?”
Fitria : “Apa saya salah bicara? Saya dengar keluarga mbak ini adalah keluarga
yang harmonis dan bahagia kan?”
Ila : “Bahagia? Harmonis? Mungkin... jika aku menghilang dan tak pernah ada di
keluarga ini mungkin, ah tidak-tidak, maksutku pasti, pasti ini
adalah keluarga yang harmonis dan bahagia”
Fitria : “Apa maksud mbak? Apa mbak tidak bahagia di keluarga ini?”
Fitria : “Maaf menanyakan ini, tapi apakah mbak merasa tertekan di keluarga mbak
sendiri? (ila hanya diam) Jika iya, mengapa tidak membicarakanya
dengan keluarga mbak? Atau jika mbak belum siap berbicara pada
orang tua mbak, mbak Ila kan bisa bicara pada kakak mbak.
Sesama saudara perempuan akan lebih mudah curhat kan?”
Ila : “Orang itu..” (terpotong karena kakak px yang tiba-tiba masuk kamar karena
sedari tadi telah menguping pembicaraan)
Herlin : “apa? Kamu mau ngomong apa? Mau jelek-jelekin aku ya?”
Fitria : “Maaf mbak Herlin, ini bukan seperti apa yang mbak pikirkan”
Herlin : “alah alasan. Dari dulu dia itu gak pernah suka sama saya. Pasti dia mau
menjelek-jelekkan saya”
Fitria : “Tidak mbak, ini sungguh tidak sepert itu. Baiklah begini saja, saya akhiri
pertemuan di hari ini. Tapi sebelumnya boleh saya bicara berdua dengan mbak Ila
untuk berpamitan?”
Herlin : ”Awas kamu kalau bicara yang nggak-nggak ya” (menunjuk ke Ila)
Fitria : “Mbak ila besok ke puskesma ya, kita lanjutkan pembicaraan kita hari ini di
sana agar lebih leluasa dan mbak bisa lebih tenang. Jadi gimana mbak? Mbak mau??
(Ila mengangguk) atau mungkin jika besok saya tidak ada mbak bisa sharing-
sharing dengan teman-teman saya yang lain tepatnya jam 10.00 pagi ya mbak. Kami
janji tidak akan ada informasi apapun temtang mbak yang akan bocor ke orang lain.
Mbak bisa percaya saya dan rekan-rekan perawat saya. Karena kami perduli dengan
mbak” (tersenyum)
Keesokan harinya, Ila telah tiba di Puskesmas dan sedang melanjutkan pembicaraan
yang kemarin belum selesai dengan perawat Ika dan Endah
Ika : “Jadi selama ini mbak merasa tertekan dengan keluarga mbak sendiri?
Terutama pada kakak mbak yang selalu berselisih dengan mbak dan juga Ibu mbak
yang selalu marah pada mbak?”
Ila mengangguk
Endah : “Terima kasih sudah mau sharing dengan kami selaku perawat ini ya mbak.
Mbak Ila harus sabar. Apapun yang terjadi kami akan berusaha agar mbak bisa
merasa aman dan nyaman di dalam keluarga dan masyarakan di sekitar mbak kok”
Ila : “Terima kasih sudah mau menolong saya. Saya gak tau harus minta bantuan
siapa lagi. Saya bingung dan stress sendiri selalu diperlakukan seperti ituoleh orang
yang selalu berada di sekitar saya. Tapi saya tidak bisa apa-apa” (terharu)
Ika : “iya mbak, sama-sama. Sudah menjadi sebuah kewajiban untuk menolong
sesama manusia bukan? Jadi tidak usah sungkan”
Setelah mengetahui penyebab depresi daripasien Ila, perawat Eka, Endah dan Fitria
pun memberikan konseling pada keluarga mbak Ila agar tercipta hubungan
kekeluargaan yang sehat dan harmonis. Akhirnya setelah menerapkan konseling
dari para perawat, keluarga Ila pun menjadi saling memahami satu sama lain dan
Ila pun mulai sembuh dari depresi yang di deritanya.