I. PENDAHULUAN
Nyeri dapat didefinisikan sebagai “pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau
dilukiskan dalam istilah kerusakan” (The International Association for the Study of Pain, 1979).
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling sering di temukan atau dapatkan oleh staf medis
ketika sedang melakukan tugasnya sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di pelayanan
rawat jalan maupun rawat inap. Oleh karena seringnya keluhan ini disampaikan oleh pasien ataupun
keluarga pasien membuat staf medis kadang kala mengganggap keluhan ini sebagai hal yang biasa
sehingga perhatian yang diberikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan juga
dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam
penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam
pelayanan kesehatan, khususnya staf medis sehingga manajemen nyeri yang diberikan lebih adekuat
sesuai dengan kategori atau derajat intensitas nyeri pada metode penilaian yang ada, baik untuk anak
ataupun dewasa. Untuk itu diperlukan kemampuan staf medis yang terampil dalam melakukan
assesmen Nyeri sehingga manajemen nyeri yang diberikan baik.
Selain manajemen nyeri, hal yang paling sering ditemukan oleh staf medis adalah kondisi
kegawatan. Staf Medis yang tidak bertugas di daerah pelayanan intensif ataupun kegawatatdaruratan
seperti ICU mungkin tidak mempunyai pengetahuan dan pelatihan yang cukup dalam melakukan
assesmen untuk mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal, banyak pasien di
luar daerah pelayanan intensif ataupun kegawatdaruratan yang mengalami keadaan kritis selama
dirawat inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini (contoh, tanda-tanda vital yang
memburuk dan perubahan kecil status neurologisnya) sebelum mengalami penurunan kondisi klinis
yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali tanda bahaya dini pada pasien
yang kondisinya memburuk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung atau gagal paru
sebelumnya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran normal yang merupakan indikasi
keadaan pasien memburuk. Hal ini dapat diketahui dengan Early Warning System (EWS). Penerapan
Early Warning System (EWS) membuat staf medis mampu mengidentifikasi keadaan pasien yang
memburuk sedini mungkin dan bila perlu mencari bantuan staf medis yang lebih kompeten. Dengan
demikian, hasil asuhan akan lebih baik.
Pelaksanaan Early Warning System (EWS) dapat dilakukan menggunakan sistem skor yang
dikenal sebagai Early Warning Scoring System (EWSS). Dengan penerapan EWSS diharapkan dapat
membantu mendeteksi sebelum kegawatan pada pasien terjadi. Sehingga diharapkan dengan
tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau bahkan
dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan lebih baik.
Dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan memberikan pelayanan
kesehatan bermutu tinggi kepada pasien dan keluarganya, maka diperlukan pelatihan Manajemen
Nyeri dan EWS dengan menggunakan EWSS sebagai alat bantu sehingga staf medis dapat
mewujudkan Visi Rumah Sakit St.Theresia yaitu : “Menjadi rumah sakit terbaik dalam pelayanan,
citra, hasil, serta berusaha mewujudkannya dengan semangat cinta kasih terhadap sesame melalui
Sumber Daya Manusia yang berkualitas.” Dan Misi Rumah Sakit “Mengaktualisasikan kasih Allah
dalam pelayanan kesehatan dengan memberikan pelayanan bermutu tinggi yang mengutamakan
keselamatan pasien kepada setiap pasien dan keluarganya.”
II. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum
Meningkatkan keterampilan dan mengembangkan ilmu pengetahuan semua staf medis
Rumah Sakit St.Theresia dalam pelaksanaan Manajemen nyeri dan Early Warning System.
2.2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kemampuan seluruh staf medis RS St. Theresia dalam hal penilaian
intensitas nyeri dan bagaimana cara memanajemen nyeri tersebut.
b. Meningkatkan pelaksaan dokumentasi Manajemen nyeri pada pasien
c. Meningkatkan kemampuan seluruh staf medis RS St. Theresia dalam pelaksanaan
Early Warning System (EWS) di Rumah Sakit.
d. Meningkatkan pelaksanaan proses Early Warning System (EWS).
e. Meningkatkan pelaksanaan dokumentasi atau pencatatan Early Warning System
(EWS).
III. Kepanitiaan
Susunan acara pelaksana kegiatan Pelatihan Manajemen Nyeri dan Early Warning System di
RS.St.Theresia Jambi adalah sebagai berikut :
Pelindung : Dr. IrwanAdji, M.Kes
Pengarah : 1. Sr. Elisabet Indah K, FMM
2. Dr. Sriyani, SpGK
Ketua : Dr. Yulita Delfia Sari S
Narasumber : 1. Dr. Fery Chandrawira
2. Ns. S. Turnaningsih, S.Kep
Bendahara : Ines
Sekretaris :
Seksi – Seksi :
1. Seksi Acara
Wiwin
2. Seksi Dokumentasi
Eka P
3. Seksi Konsumsi
V Endang Wahyu TH
4. Seksi Perlengkapan
Ns. Osmin H, S.Kep
Paulus Daryanto, Amd.Kep
Petrus Tri Priyo A
X. Narasumber
Tim Peningkatan Mutu Rumah Sakit bekerja sama dengan Tim Diklat dan Dokter dan Perawat
yang berkompeten yaitu :
Dr. Freddy Hasudungan, SpS
Ns. S. Turnaningsih, S.Kep
XII. Penutup
Kegiatan Pelatihan Manajemen Nyeri dan Early Warning System bagi staf medis Rumah Sakit
akan dilaporkan kepada Direktur melaui tim Peningkatan Mutu Rumah Sakit setelah Pelatihan
terlaksana. Evaluasi pelaksanaan kegiatan Pelatihan Manajemen Nyeri dan Early Warning System ini
di nilai dari keterampilan staf medis dalam melakukan Manajemen Nyeri dan EWS kepada pasien
yang membutuhkan. Untuk berjalannya kegiatan ini diperlukan adanya dukungan manajemen Rumah
Sakit dan finansial yang memadai, atas dukungan terlaksananya kegiatan pelatihan ini kami ucapkan
terimakasih.