Anda di halaman 1dari 11

LI.

1 Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kahamilan atau timbul dalam
kehamilan atau pada masa nifas. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hal ini disebabkan selain
oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan sistem
rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga
pengetahuan tentang pengeolaan hipertensi daam kehamilan harus benar-benar dipahami oeh semua tenaga medic
maupun di daerah.

LO.1.2 Etiologi
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan
dalam faktor resiko sebagai berikut:

1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi
besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

Hipertensi dalam kehamilan seringkali terjadi pada :


1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya (pada nulipara)
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah (pada kehamilan kembar atau mola)
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik hipertensi .

Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:


1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal, plasental, dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan
normal
4. Faktor-faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh epigenetik.

LO.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:

1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu persalinan.

2. Preeklamsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Secra teoritik, urutan-urutam
gejala pada preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga jika gejala ini timbul tidak
dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeklampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting.
Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya
gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
b. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia ringan dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam. Preeklampsia berat dibagi menjadi
preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
3. Eklamsia
Preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension)
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang setelah
3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

Penjelasan tambahan :
1. Hipertensi adalah : TD sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg
2. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick.
3. Perlu dipertimbangkan bila terdapat edema generalisata, atau kenaikan berat badan >0,57 kg/minggu.

LO.1.4 Epidemiologi
Dari tiga kausa klasik angka kematian ibu (AKI) maka saat ini hipertensi dalam kehamilan serta kausa non
obstetric telah melampaui penyebab infeksi dan perdarahan. Khusus hipertensi dalam kehamilan termasuk
preeclampsia ditemukan dalam jumlah yang menetap dan cenderung meningkat meliputi 5 – 7% dari kehamilan
dan merupakan komplikasi medis tersering dalam kehamilan. Kurang lebih 70% wanita yang didiagnosis
hipertensi dalam kehamilan merupakan preeclampsia.

LO.1.5 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dekemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina
dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri
radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada
kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan
merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
b. Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu
vasodilator kuat.

b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari
pada tromboksan. Sedangkan pada preeklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .

d. Peningkatan permeabilitas kapiler.

e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin
meningkat.

f. Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin


Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini
disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami preeklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan
mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation
pada preeklamsia.

4. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh
darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel.
Pada preeklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan
mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu
yang mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklamsia.

6. Teori Defisiensi Gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

7. Teori Stimulasi Inflamasi


Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama
terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia, dimana pada preeklamsia terjadi
peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan
ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala
preeklamsia pada ibu.

LO.1.6 Manifestasi Klinis


a. Hipertensi, gejala paling dulu timbul adalah hipertensi yang terjadi tiba-tiba. > 140 mg/dl sistol dan >90
diastol, tetapi juga kenaikan sistolik > 30 mmHg atau diastolik> 15 mmHg diatas tekanan biasanya.
b. Edema, penambahan berat badan ½ gram seminggu pada orang hamil dianggap normal. Jika > 1 kg atau 3
kg dalam sebulan dapat dicurigai adanya preeklampsi
c. Proteinuri, terjadi karena vasospasme pembuluh darah ginjal.
d. Gejala subjektif lainnya, seperti sakit kepala hebat, nyeri ulu hati, dan adanya gangguan penglihatan.

LO.1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Riwayat penyakit
Dilakukan anamesis pada pasien/ keluarganya
a. Adanya gejala-gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dyspneu, nyeri dada,
mual muntah, kejang.
b. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi
hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing.
c. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu dan
saudara perempuannya.
d. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah merokok dan minum alkohol.

2. Pemeriksaan fisik
a. Kardiovaskuler : evaluasi desakan darah, suara jantung, pulsasi perifer
b. Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru
c. Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar
d. Refleks : adanya klonus
e. Fundoskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade I-III

3. Pada pelayanan kesehatan primer


Dokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan diagnostik dasar;
a) Pengukuran desakan darah dengan cara yang standar
b) Mengukur proteinuria
c) Menentukan edema anasarka
d) Menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGR
e) Pemeriksaan funduskopi.

Diagnosis Berdasarkan Klasifikasi


Test diagnostik Penjelasan

1 Hemoglobin dan hematokrit Peningkatan hemoglobin dan hematokrit bererti :


1. Adanya homokonsntrasi, yang mendukung
diagnosis preeklamsi
2. Menggambarkan beratnya hipovolemia
3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

2 Morfologi sel darah merah Untuk menentukan :


pada apusan darah tepi a. Adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
b. Morfologi abnormal eritrosit :
schizocytosis dan spherocytosis

3 Trombosit Trombositopeni menggambarkan preeklamsi berat

Peningkatannya menggambarkan :
4 Kreatinin serum a. Beratnya hipovolemia
Asam urat serum b. Tanda menurunnya aliran
Nitrogen urea darah (BUN) darah ke ginjal
c. Oliguria
d. Tanda preeklamsi berat
5 Transaminase serum
Peningkatan transaminase serum menggambarkan
preeklamsi berat dengan gangguan fungsi hepar
6 Lactit acid dehydrogenase
Menggambarkan adanya hemolisis
7 Albumin serum, dan faktor
koagulasi Menggambarkan kebocoran endothel, dan
kemungkinan koagulopati

1. Hipertensi Kronik
a. Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan
sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic
gestasional, atau
b. Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pada
usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum
c. Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa
bulan setelah melahirkan.

2. Hipertensi Gestasional
a. Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg didapatkan
pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia
c. Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum
d. Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria
e. Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya
f. Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

3. Preeklampsia
Kriteria minimal
a. Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi usia
kehamilan 20 minggu
b. Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin dengan urin dipstick.
c. Edema:edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria peeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan
perut, edema genralisata.

Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis


a. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
b. Proteinuria 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan urin sesaat denganurin dipstik.
c. Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya
d. Trombosit < 100.000/μl
e. Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH
f. Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST
g. Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya
h. Nyeri epigastrium yang menetap

4. Eklampsia
a. Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia
Hipertensi kronis superimpose preeklampsia
a. Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan sebelum
usia kehamilan 20 minggu, atau
b. Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /μl pada wanita
dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

5.Hipertensi Kronik
Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul sebelum kehamilan, atau
timbul hipertensi < 20 minggu umur kehamilan. Ciri-ciri hipertensi kronik:
a. Umur ibu relatif tua di atas 35 tahun
b. Tekanan darah sangat tinggi
c. Umumnya multipara
d. Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus
e. Obesitas
f. Penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan
g. Hipertensi yang menetap pascapersalinan

Diagnosis Banding
1. Trombotik angiopati
2. Kelainan konsmtiv fibrinogen
Misalnya :
- acute fatty liver of pregnancy
- hipovolemia berat/perdarahan berat
- sepsis
3. kelainan jaringan ikat : SLE
4. Penyakit ginjal primer

LO.1.8 Tatalaksana
1. Preeklampsia ringan
Tujuan utama perawatan preeklampisa mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mecegah gangguan fungsi
organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
a. Rawat jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banayak
istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas
20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula pada meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi gromeruli dan
meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran
darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4 – 6 mg NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri
lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak
konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang
banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidat, lemak, garam
secukupnya. Tidak diberikan diuretik, antihipertensi, dan sedatif.

b. Rawat inap
Pada keaadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit. kriteria
preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit bila (1) tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu; (2) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah
sakit dilakuakn anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorik. Pemeriksaan janin berupa pemeriksaan USG
dan Doppler khususnya untuk evaluasi petumbuhan janin dan jumlah cairan amnon. Pemeriksaan nonstress
test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi pada bagian mata, jantung, dan lain-lain.
c. Perawatan obstetrik
Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan,
persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan
ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada
taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II.
2. Preeklampsia berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan
cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit rgan yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.

Pemberian terapi medikamentosa


a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
b. Ringer Dekstrose 5% jumlah tetesan <125 cc/jam atau infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infus Ringer laktat (60 – 125 cc/jam) 500 cc.
c. Dipasang fooley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi rin < 30 cc
/jam dalam 2 -3 jam atau 500cc/24 jam.
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
Loading dose (initial dose) : dosis awal
4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

Maintenance dose : dosis lanjutan


Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya
maintanance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
e. Pemberian antihipertensi
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan
darah diturunkan mencapai < 150/105 MAP <125.
 Antihipertensi lini pertama
Nifedipin
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
 Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 µg i.v/kg/menit, infus ditingkatkan 0,25 µg i.v/kg/5 menit,
Diazokside: 30-6- mg i.v/5menit; atau i.v infus 10mg/menit/dititrasi.

f. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :


1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka

g. Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih

Sikap terhadap kehamilannya


1. Perawatan Konservatif ; ekspektatif
Tujuan :
1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat
dilahirkan
2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

a. Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.

b. Terapi Medikamentosa :
1. Lihat terapi medikamentosa seperti di atas. : no. 2.a
2. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi,
baru diizinkan pulang.
3. Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti tersebut di atas nomor VI. 5.a
Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler
4. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.

c. Perawatan di Rumah Sakit


1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Penglihatan kabur
- Nyeri perut kuadran kanan atas
- Nyeri epigastrium
- Kenaikan berat badan dengan cepat
2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.
3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.
4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.
5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 2
6) Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :
a. Ukuran biometrik janin
b. Volume air ketuban

d. Penderita boleh dipulangkan


Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi
baru diizinkan pulang.

e. Cara persalinan :
1. Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm
2. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya (misalnya dengan
grafik Friedman)
3. Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi
untuk seksio sesaria.

2. Perawatan aktif ; agresif


a. Tujuan : Terminasi kehamilan
b. Indikasi :
1) Indikasi Ibu :
a. Kegagalan terapi medikamentosa :
1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang
persisten.
2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah
desakan darah yang persisten.
b. Tanda dan gejala impending eklamsi
c. Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Dicurigai terjadi solution placenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

2) Indikasi Janin :
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
3. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
4. Timbulnya oligohidramnion
3) Indikasi Laboratorium :
Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP
a. Terapi Medikamentosa :
Lihat terapi medikamentosa di atas : nomor 2.a.
b. Cara Persalinan :
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
c. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8
Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap
gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea
b. Indikasi seksio sesarea:
a. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
b. Induksi persalinan gagal
c. Terjadi gawat janin
d. Bila umur kehamilan < 33 minggu
d. Bila penderita sudah inpartu
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia umum.
3. Eklampsia
Dasar-dasar pengelolaan eklampsi
a. Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu
b. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation).
c. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d. Mengatasi dan mencegah kejang
e. Koreksi hipoksemia dan asidemia
f. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

1. Terapi Medikamentosa
Lihat terapi medikamentosa pada preeklamsi berat : nomor 2.a

2. Perawatan kejang
a) Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak
diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)
b) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi
kepala lebih tinggi
c) Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi
pneumonia
d) Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e) Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f) Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

3. Perawatan koma
i. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”
ii. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
iii. Hindari dekubitus
iv. Perhatikan nutrisi

4. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain


Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :
1. Edema paru
2. Oliguria renal
3. Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

5. Pengelolaan eklamsi
i. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap
kehamilannya adalah aktif.
ii. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu.
iii. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih
keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
1). Pemberian obat anti kejang terakhir
2). Kejang terakhir
3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

6. Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara
persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

7. Perawatan pasca persalinan


i. Tetap di monitor tanda vital
ii. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan
4. Hipertensi Kronik Dalam Kehamilan
1. Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan
Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah
a. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah
b. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :
- ECG
- Echocardiografi
- Ophtalmologi
- USG ginjal
b. Pemeriksaan (test) laboratorium
- Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam
- Fungsi hepar
- Hematologik : - Hb, hematokrit, trombosit

3. Pemeriksaan Kesejahteraan Janin


a. Ultrasonografi :
b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit ginjal perlu
mendapat perhatian khusus.

4. Pengobatan Medikamentosa
Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
i. Risiko rendah hipertensi :
ii. Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
iii. Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
Obat antihipertensi :
1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.
2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine harus
diberikan per oral)

5. Pengelolaan terhadap Kehamilannya


a. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu dilahirkan
sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
b. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri
(diterminasi)
c. Anestesi : regional anestesi.

LO.1.9 Komplikasi
Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklamsia dan eklampsia:
4. Solusio plasenta
5. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
6. Pendarahan otak
7. Sindrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
8. Kematian ibu dan janin.
9. Hypofibrinogenemia
10. Kelainan mata
11. Nekrosif hati.
12. Kelainan ginjal.
13. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterine

LO.1.10 Pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang
berisiko terkena preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara:
Pencegahan non medikal
a. Tirah baring
b. Manipulasi diet: konsumsi minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misalnya omega-3.
Pencegahan dengan medikal
a. Kalsium: 1.500-2.000 mg/hari
b. Zinc 200 mg/hari
c. Magnesium 365 mg/hari
d. Obat antitrombotik: Aspirin 100 mg/hari atau Dipiradamole.
e. Antioksidan: vitamin C, vitamin E, beta-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik

LO.1.11 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas
setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda
prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal
dalam beberapa jam kemudian.
Eclampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai
hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eclampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati
intrauterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

Anda mungkin juga menyukai