Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Skenario............................................................................................................................... 2

Kata Sulit............................................................................................................................. 3

Brainstorming...................................................................................................................... 4

Hipotesis.............................................................................................................................. 6

Sasaran Belajar.................................................................................................................... 7

Daftar Pustaka...................................................................................................................... 23

1
SKENARIO 1
TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN
Seorang pasien wanita usia 18 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama kepala terasa
sakit. Pasien ini dengan kehamilan pertama dan usia kehamilan 32 minggu jika dihitung dari
hari pertama haid terakhirnya. Pasien melakukan ANC ke Puskesmas sebanyak 4 kali dan
terakhir kontrol 1 minggu yang lalu. Berdasarkan ANC sebelumnya diketahui pasien memiliki
tekanan darah tinggi dan sudah diberikan obat antihipertensi. Selama kehamilan paisen
mengalami kenaikan berat badan 20 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal, diabetes dan
hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tekanan darah
180/120, nadi 92x/menit, nafas 22x/menit, suhu 36,3˚C. Dari status obstetri didapatkan tinggi
fundus uteri 26cm dan denyut jantung janin 154x/menit. Tanda tanda persalinan tidak ada.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang usg dengan hasil janin hidup tunggal intra uterin
presentasi kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium urin protein positif 3. Dari hasil
pemeriksaan darah didapatkan Hb 10.5 gr%, leukosit 12.000/mm3, trombosit 95.000/mm3.

2
KATA SULIT
1. ANC : Pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara
berkala yang diikuti oleh korelasi terhadap kelainan yang ditemukan

2. Status obstetri : riwayat kehamilan

3
BRAINSTORMING
Pertanyaan
1. Mengapa kasus ini termasuk kasus kegawatdaruratan?
2. Apa saja faktor resiko hipertensi pada kehamilan?
3. Mengapa terjadi proteinuria?
4. Mengapa terjadi trombositopenia?
5. Mengapa kepala terasa sakit?
6. Berapa kali kah ANC dilakukan dan kapan?
7. Apakah diagnosis dari kasus ini?
8. Berapa nilai tekanan darah yang masuk ke dalam preeklamsia?
9. Mengapa tekanan darah tinggi berbahaya terhadap kehamilan?
10. Apa hubungan preeklampsia dengan tinggi fundus uteri?
11. Mengaba hemoglobin rendah?
12. Apa tindakan awal yang harus dilakukan?

4
Jawaban
1. Karena tekanan sistolik kurang dari 170 mmHg dan diastolik lebih dari 110 mmHg,
trombosit < 100.000/ mm3, terdapat insufisiensi renal dan terdapat gangguan cerebral.
2. usia kehamilan ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun, penyakit
ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, obesitas, penderita diabetes,
riwayat keluarga preeklampsia.
3. Karena hipertensi  vasokonstriksi  aliran darah ke ginjal menurun  ginjal rusak
karena suplai darah menurun.
Peningkatan permeabilitas vaskular karena preeklampsia sehingga protein mudah
keluar dari ginjal.
4. Karena peningkatan volume plasma darah, penumpukkan trombosit di plasenta,
mengikuti perubahan fisiologis.
5. Karena hipertensi akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga terjadi sakit
kepala.
6. Satu kali di usia kehamilan 0-28 minggu, satu kali di usia kehamilan 28 – 36 minggu,
dua kali di usia kehamilan lebih dari 36 minggu.
7. Preeklampsia berat karena tekanan darah 180/120 mmHg dan terdapat proteinuria
8. Preeklampsia ringan jika sistolik lebih dari 140 mmHg, diastolik lebih dari 90 mmHg.
Preeklampsia berat jika sistolik lebih dari 160 mmHg, diastolik lebih dari 110 mmHg.
9. Karena tekanan darah yang tinggi mengakibatkan terlepasnya plasenta dari dinding
uterus, struk hemorragik, berkurangnya aliran darah ke plasenta sehingga bayi bisa
BBLR.
10. Hipertensi  vasokonstriksi  suplai pembuluh darah ke uterus menurun  nutrisi
dan oksigen ke janin berkurang  janin kecil.
11. Karena pada ibu hamil terjadi hemodelusi
12. Jika kehamilan belum cukup bulan beri anti kejang dan penurun tekanan darah, jika
kehamilan sudah cukup bulan maka lakukan terminasi.

5
HIPOTESIS
Usia kehamilan ekstrim, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan,
obesitas, penderita diabetes, riwayat keluarga preeklampsia merupakan faktor resiko dari
preeklampsia dengan gejala sakit kepala karena hipertensi akan meningkatkan tekanan
intrakranial dan ditandai dengan preeklampsia ringan jika sistolik lebih dari 140 mmHg,
diastolik lebih dari 90 mmHg dan preeklampsia berat jika sistolik lebih dari 160 mmHg,
diastolik lebih dari 110 mmHg. Ditemukan trombositopenia karena peningkatan volume
plasma darah, penumpukkan trombosit di plasenta, mengikuti perubahan fisiologis, proteinuria
karena hipertensi menyebabkan vasokonstriksi sehingga aliran darah ke ginjal menurun dan
ginjal rusak karena suplai darah menurun, hemoglobin menurun karena terjadi hemodelusi.
Kasus ini merupakan kasus kegawatdaruratan karena tekanan sistolik kurang dari 170 mmHg
dan diastolik lebih dari 110 mmHg, trombosit < 100.000/ mm3, terdapat insufisiensi renal dan
terdapat gangguan cerebral.

6
SASARAN BELAJAR
1. Mengetahui dan Menjelaskan Hipertensi pada Kehamilan
1.1 Definisi
Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal dengan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan ≥ 90 mmHg (tekanan
diastolik). (JNC IV, 2003)
Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan fase darah yang dipompa keluar oleh jantung,
seangkan nilai yang lebih rendah (diastolik) menunjukkan fase darah kembali ke dalam
jantung.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vascular yang terjadi sebelum kehamilan
atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Ditandai dengan hipertensi dan sering
disertai proteinuria, edema, kejang, koma atau gejala lain.
 Hipertensi ringan = 140/90 dan 149/99
 Hipertensi sedang = 150/100 dan 159/109
 Hipertensi berat = 160/110 atau lebih (Sastrawinata,2005)

1.2 Etiologi
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut:
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
Hipertensi dalam kehamilan seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya (pada nulipara)
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah (pada kehamilan kembar
atau mola)
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik hipertensi .

Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:


1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal, plasental,
dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi
pada kehamilan normal
4. Faktor-faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.

7
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001, ialah:

1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama
kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
persalinan.

2. Preeklamsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Dari
gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Secra teoritik, urutan-urutam gejala pada preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan
terakhir proteinuria; sehingga jika gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap
bukan preeklampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang
paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila
penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
b. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia ringan dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Preeklampsia berat dibagi menjadi preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan
preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
3. Eklamsia
Preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension)
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia
tetapi tanpa proteinuria.

Penjelasan tambahan :
1. Hipertensi adalah : TD sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg
2. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan
≥1+ dipstick.
3. Perlu dipertimbangkan bila terdapat edema generalisata, atau kenaikan berat badan >0,57
kg/minggu.

8
1.4 Epidemiologi
Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7-10% seluruh kehamilan.
Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama hamil, setengah sampai dua
pertiganyadidiagnosis mengalami preeklampsi atau eklampsi (Bobak, 2005).
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, dan juga perawatan dalam
persalinan masih ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum sempurna.
Hipertensi pada kehamilan dapat dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun
di daerah ( Prawirohardjo, 2013).
Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Lampung pada tahun 2012 berdasarkan laporan
dari kabupaten terlihat kasus kematian ibu (kematian ibu pada saat hamil, melahirkan, dan
nifas) seluruhnya sebanyak 179 kasus dimana kasus kematian ibu terbesar (59,78%) terjadi
pada saat persalinan dan 70,95% terjadi pada usia 20 – 34 tahun, dan kasus kematian ibu
tertinggi berada di Kota Bandar Lampung (Profil Kesehatan Lampung, 2012).

1.5 Patofisiologi

Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa disfungsi endotel menjadi kunci dari
pathogenesis hipertensi dalam kehamilan, terutama preeklampsia. Beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut antara lain hipoksia, peningkatan placental angiogenic factor dan
axis R-A-A II , Stress oksidatif dan debris sinsitiotrofoblast serta maladaptasi imun dan faktor
genetic.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak
ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
( Prawirohardjo, 2013) :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa

9
arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri 13 radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan
normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri
spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya,
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhna janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”
. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam
kehamilan selanjutnya.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas


Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan
atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah, maka hipertensi
dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Produksi
oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh
tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membran sel endotel
lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.

c. Disfungsi sel endotel


Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.

10
Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :

1) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah


memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator
kuat.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin (vasodilator). Pada preeklampsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka terjadi kenaikan tekana darah.
3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
4) Peningkatan permeabilitas kapiler.
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar vasodilator menurun,
sedangkan endotelin (vasokontriksi) meningkat.
6) Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

4. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti
pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan
normal terjadinya refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor,
dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi
peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi
pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta
ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

11
Kegagalan migrasi trophoblast interstitial
sel dan endothelial trophoblast ke dalam
arteriol miometrium

Penyakit maternal Kebutuhan darah, Faktor trophoblast


 Hipertensi nutrisim dan O2 tidak berlebihan
 Kardiovaskula terpenuhi  Hamil ganda
 Penyakit ginjal  Mola
Iskemia region  Hamil + DM
uretroplasentar
Terapi HDK Bahan toksis
 Vasokonstriksi Perubahan terjadi
Sitokin
 Pritchard  Bahan toksis
Lipid peroksid
 Zuspan atau sibal  Aktivitas
Kreatinin naik
terminasi kehamilan endothelium
meningkat

hipertensi Permeabilitas kapiler Perlukaan endotel


meningkat

Timbunan trombosit
Iskemia organ vital
Perlekatan fibrin
Edema dan ekrosis
Terjadi fibrinolisis
Perdarahan

Menimbulkan gangguan fungsi


Khusus darahnya : Trombositopenia
- Hemokonsentrasi Tromboksan A2
- hipovolume Hemolysis
meningkat
darah

Preeklamsi / Eklamsi HELLP Sindrom

Sembuh baik
ANC teratur Terminasi hamil : Kematian maternal & perinatal
Persalinan  Impending  Dekompensasio kordis
eklamsia
berencana  Acute vascular accident
 Fetal distress
 Kegagalan organ vital
 Solusio plasenta
 Perdarahan
 Kriteria eden
 IUDR-asfiksia
 Biofisik profil fetal
buruk 12
1.6 Manifestasi klinis
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga terdapat berbagai usulan
mengenai pembagian kliniknya. Pembagian klinik hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai
berikut (Manuaba, 2007) :
1. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan

a. Preeklamsi

Preeklamsi adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklamsi ditegakkan jika terjadi
hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema yang terjadi akibat kehamilan setelah
minggu ke-20. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam
urin 24 jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada sampel acak urin (Cunningham
G, 2013). Preeklampsi dibagi menjadi dua berdasarkan derajatnya yang dapat dilihat pada
tabel 2.

13
Proteinuria yang merupakan tanda diagnostik preeklampsi dapat terjadi karena kerusakan
glomerulus ginjal. Dalam keadaan normal, proteoglikan dalam membran dasar glomerulus
menyebabkan muatan listrik negatif terhadap protein, sehingga hasil akhir filtrat
glomerulus adalah bebas protein. Pada penyakit ginjal tertentu, muatan negatif proteoglikan
menjadi hilang sehingga terjadi nefropati dan proteinuria atau albuminuria. Salah satu dampak
dari disfungsi endotel yang ada pada preeklampsi adalah nefropati ginjal karena peningkatan
permeabilitas vaskular. Proses tersebut dapat menjelaskan terjadinya proteinuria pada
preeklampsi. Kadar kreatinin plasma pada preeklampsi umumnya normal atau naik sedikit
(1,0-1,5mg/dl). Hal ini disebabkan karena preeklampsi menghambat filtrasi, sedangkan
kehamilan memacu filtrasi sehingga terjadi kesimpangan (Guyton, 2007).

a. Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak
dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal atau tonik-klonik generalisata dan
mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Eklampsia paling sering terjadi pada
trimester akhir dan menjadi sering mendekati aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari
makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi
menjadi 4 tingkat, yaitu (Prawirohardjo, 2013) :

1) Tingkat awal atau aura


Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak
mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.

2) Tingkat kejang tonik


Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan
berhenti, muka terlihat sianotik dan lidah dapat tergigit.

3) Tingkat kejang klonik


Berlangsung antara 1-2 menit. Kejang tonik menghilang. Semua otot berkontraksi secara
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup sehingga lidah
dapat tergigit disertai bola mata menonjol. Dari mulut, keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianotik. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat
terjadi demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya
kejang berhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.

4) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar
lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang,
sehingga penderita tetap dalam koma. Selama serangan, tekanan darah meninggi, nadi cepat
dan suhu meningkat sampai 40 C.

5) Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri.

14
Secara teoritis terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya
vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation
serebrovaskuler akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan
yang menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan
metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP-dependent
Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus berlanjut
maka dapat terjadi ruptur membran sel yang menimbulkan lesi infark yang bersifat
irreversible. Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan
darah yang ekstrim pada eklampsi menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi
sehingga terjadi vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang
menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction sel- sel endotel
pembuluh darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya edema vasogenik. Edema
vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kejang
pada eklampsi (Sudibjo P, 2010).

2. Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun

a. Hipertensi kronik

Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah

≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Pada hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Hipertensi
jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus hipertensi. Sedangkan pada hipertensi sekunder,
penyebabnya diketahui secara spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal,
penyakit endokrin dan penyakit kardiovaskular (Manuaba, 2007).

b. Superimposed preeclampsia

Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk
setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai proteinuria, diagnosisnya adalah
superimpose preeklampsi pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia).
Preeklampsia pada hipertensi kronik biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini
daripada preeklampsi murni, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai
dengan hambatan pertumbuhan janin (Manuaba, 2007).

3. Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah

≥140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi belum mengalami
proteinuria. Hipertensi gestasional disebut transien hipertensi apabila tidak terjadi

15
preeklampsi dan tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam
klasifikasi ini, diagnosis akhir bahwa yang bersangkutan tidak mengalami preeklampsi
hanya dapat dibuat saat postpartum. Namun perlu diketahui bahwa wanita dengan
hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan
preeklampsi, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau trombositopenia yang
akan mempengaruhi penatalaksanaan (Cunningham G, 2012).

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


A. Anamnesis
Evaluasi pada penderita hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis
serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
- Pemakaian obat-obatan analgesic dan obat/bahan lain
3. Faktor-faktor risiko
4. Gejala kerusakan organ

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tekanan darah
- Pengukuran rutin di kamar periksa dokter / rumah sakit
- Pengukuran 24 jam

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah rutin
2. Proteinuria kuantitatif
3. Hitung darah perifer lengkap (DPL)
4. Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
5. Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
6. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
7. Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
8. USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)

 Penegakan Diagnosis Preeklampsia


Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-
kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya
menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan
tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru
menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan alat otomatis sering
memberikan hasil yang lebih rendah. Berdasarkan American Society of Hypertension
ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran
tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset
setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi
korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga
senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.
16
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan
pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.

 Penentuan Proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi
protein pada sampel urin
sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan
bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-
2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin
dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown,
dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh
vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society
for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan
oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa
pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan
angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte dkk disimpulkan
bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria
dengan lebih baik.
 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
o Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
o Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
o Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
o Edema Paru
o Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
o Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeclampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah
satu dibawah ini:
o Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
o Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter

17
o Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
o Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
o Edema Paru
o Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
o Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif (lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.

18
 Diagnosis eklampsia:
o Didahului oleh gejala preeklamsia.
o Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum, selama dan setelah persalinan.
o Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)
 Diagnosis hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia:
o Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)
o Tes celup urin menunjukkan proteinuria > + 1 atau trombosit < 100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu
 Diagnosis hipertensi gestasional:
o Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
o Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu.
o Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
o Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di
trombositopenia.

19
o Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.
 Diagnosis banding:
o Antiphospholipid Antibody Syndrome and Pregnancy
o Antithrombin Deficiency
o Aortic Coarctation
o Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy

Wanita hamil dengan TD


>140/90 mmHg

Sebelum usia kehamilan Setelah usia kehamilan


20 minggu 20 minggu

Proteinuria baru /
peningkatan proteinuria,
Tanpa proteinuria Proteinuria Tanpa proteinuria
terjadi peningkatan TD
atau sindrom HELLP

Preeklampsia
superimposed hipertensi
Hipertensi kronik kronik Preeklampsia Hipertensi gestasional

1.8 Tatalaksana
Penanganan umum, meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai tekanan darah
diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan
5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia,
dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak
membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi
labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan dihentikan.
Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per
jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi
tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan Magnesium sulfat
(MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menangani kejang pada

20
preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan eklampsi adalah
(Prawihardjo S, 2006) :
a.Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%)
5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak panas
saat pemberian MgSO4.

b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut dilanjutkan
sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi
nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella
negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas.
Dosis glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai pernafasan
membaik.

2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada eklampsi dalam
12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi
dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea (Mustafa R et al., 2012).

3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Teruskan
pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih >110 mmHg dan
pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).

1.9 Komplikasi
 Iskemia uteroplasenta
- Pertumbuhan janin terhambat
- Kematian janin
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
 Spasme arteriolar
- Perdarahan serebral
- Ablasio retina
- Tromboemboli
- Gangguan pembekuan darah
- Buta kortikal
 Kejang dan koma
- Trauma akibat kejang
- Aspirasi cairan, darah, muntahan yang berakibat gangguan pernafasan

1.10 Prognosis
Preeklampsia diperkirakan berakibat kematian maternal sebesar 14%. Kematian tersebut
diakibatkan disfungsi sel endotel sistemik, vasospasme yang menyebabkan kegagalan organ,

21
komplikasi susunan saraf pusat, komplikasi pada ginjal, gangguan koagulasi, dan solusio
plasenta. Kemungkinan preeklampsia berulang adalah 10%. Apabila wanita tersebut
mengalami preeklampsia dengan komplikasi, maka kemungkinan untuk berulang di kehamilan
berikutnya menjadi lebih besar. Jika kejadian preeklampsianya lebih dini, maka kemungkinan
berulangnya juga lebih bagus.

1.11 Pencegahan
Pencegahan preeklampsia
 Nonmedikal
o Tirah baring untuk yang berisiko tinggi preeklapsia (tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia dan mencegah persalinan preterm)
o Diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak
jenuh, misalnya omega-3 PUFA, antioksidan : vitamin C,E,β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein,
asam lipoik dan elemen logam berat : zinc, magnesium, kalsium
 Medikal
o Kalsium : 1.500-2.000 mg/hari
o Zinc 200 mg/hari
o Magnesium 365/hari
o Obat anti trombotik yang dianggap dapat dapat mencegah preeklampsia adalah aspirin dosis
rendah rata-rata di bawah 100mg/hari atau dipyridamole
o Antioksidan : vit. C, vit E, β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik

22
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculaplus.

Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997: 109-
126.

Cunningham, FG, 2012. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Edisi: 23

Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri, EGC,
Jakarta.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia 2016.

Persatuan Dokter Obsgyn Indonesia. 2010. Panduan penatalaksanaan hipertensi dalam


kehamilan [e-book]. Jakarta : POGI.
Prawirohardjo S. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Bina Pustaka.
Prawirohardjo S. 2013. Hipertensi dalam kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan Edisi Keempat.
Jakarta : PT Bina Pustaka. hlm 530-61.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University
Press, 2001; 456-70.

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBPSP.

23

Anda mungkin juga menyukai