Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bentuk dari upaya pembangunan di bidang kesehatan adalah
peningkatan kesehatan ibu dengan program yang bertujuan untuk menurunkan
angka kematian ibu (AKI) (Depkes RI, 2007).
Pre eklampsia merupakan penyebab utama kemaian ibu dan penyebab
kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Pre eklampsia adalah masalah
kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena penyakit yang ditandai
dengan hipertensi, edema, dan proteinuria yang terjadi pada kehamilan kurang
lebih 20 minggu terkadang disertai konvulsi sampai koma sehingga dapat
mempengarui mortalitas ibu dan janin (Chapman dan Charles, 2009).
Menurut WHO pada tahun 2012, angka kejadian Pre eklampsia sekitar
0,51%- 38,4%. Data Survei Demogravi Kesehatan Indonesia pada tahun 2012
menyebutkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Tingginya angka kejadian pre eklampsia di Negara-negara berkembang
dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi yang tingkat
pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut masih
saling terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan
pemahaman terhadap berbagai informasi/ masalah kesehatan yang timbul baik
pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).
Penatalaksanaan persalinan dengan pre eklampsia berat dirumah sakit pada
dasarnya dapat dilakukan secara spontan dengan catatan memperpendek kala
II dengan bantuan bedah obstetri. Persalinan dengan pre eklampsia berat
dilakukan secara aktif apabila didapatkan satu atau lebih keadaan yang terjadi
pada ibu, antara lain kehamilan > 37 minggu, adanya tanda-tanda impending,
dan kegagalan terapi pada perawatan konservatif, sedangkan pada janin terjadi
tanda-tanda fetal distress dan adanya tanda-tanda IUFD (Marmi dkk, 2011).

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan
asfiksia pre eklampsia menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan
manajemen kebidanan menurut Varney.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan konsep dasar teori ibu hamil dengan pre eklampsia.
b. Mendeskripsikan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan preeklampsia berdasarkan 7 langkah Varney.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan pre eklampsia
menggunakan pendekatan Varney, yang terdiri dari
1) Melakukan pengkajian
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasi diagnosis masalah potensial
4) Mengidentifikasi diagnosis kebutuhan segera
5) Mengembangkan rencana intervensi
6) Melakukan tindakan sesuai rencana intervensi
7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Teori Pre Eklampsia
1. Pengertian Pre Eklampsia
Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Hanifa Wiknjosastri,
2007).
Sedangkan menurut Mochtar (2007) pre eklampsia merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan dalam masa
nifas yang terdiri atas trias, proteinuria, hipertensi, dan edema, yang
kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma.
Menurut Wibowo dan Rachimhadi (2006) adalah hipertensi yang
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan.
Pre eklampsia adalah gangguan yang terjadi setelah minggu ke 20
kehamilan dan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria (Silasi Michele,
2010).
Pre eklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan
proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan
setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat
perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).
Pre eklampsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat
diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan
gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak
negative pada lingkungan janin. (Boyle, 2007).

2. Klasifikasi
Menurut buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan edisi pertama 2013.
a. Pre eklampsia ringan
1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

3
2) Tes celup urin menunjukkan proteiunria 1+ atau pemeriksaan
protein kantitatif menunjukkan hasil >300 mg/ 24 jam.
b. Pre eklampsia berat
1) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5g/25 jam
3) Atau disertai keterlibatan organ lain:
a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikrogiopati
b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
c) Sakit kepala, skotoma penglihatan
d) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e) Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f) Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
c. Superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik
1) Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu)
2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit
<100.000 sel/uL pada usia kehamilan >20minggu
d. Eklampsia
1) Kejang umum dan/atau koma
2) Ada tanda dan gejala preeclampsia
3) Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsy,
perdarahan subarachnoid, dan meningitis).

3. Etiologi
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Zweifel (2004) dan Manuaba (2007), mengemukakan bahwa
hipertensi dalam kehamilan, tidak dapat diterangkan dengan satu factor
atau teori, tetapi merupakan multifactor. Oleh Zweifel disebut “disease of
theory” adapun teori-teori itu antara lain:

4
a. Teori Genetik
Pre eklampsia kemungkinan diturunkan dari ibu kandung. Pada
kehamilan kedua pre eklampsia sedikit berulam, kecuali mendapat
suami baru.
b. Teori Iskemia Region Utetoplasenter
Invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah
pada kehamilan normal, sehingga plasenta berfungsi normal dan dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2.
Pada pre eklampsia terjadi invasi sel trofoblas hanya sebagian pada
arteri spiralis didaerah endometrium-desidua. Akibatnya terjadi
gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis di
daerah miometrium tetap dalam keadaan kontriksi sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk nutrisi dan O2. Karena
terjadi iskemia region uteroplasenter, dianggap terjadi pengeluaran
toksin khusus yang menyebabkan terjadinya gejala pre eklampsia
sehingga disebut toksemia gravidarum .
c. Teori Radikal Bebas dan Kerusakan Endotel
Oksigen yang labil distribusinya, menimbulkan “produk
metabolism” disamping radikal bebas, dengan ciri terdapat “elektron
bebas”. Elektron bebas ini akan mencari pasangan dengan merusak
jaringan, khususnya endotel pembuluh darah. Anti radikal bebas yang
dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan membrane sel, sebagai
antiaksi dan vitamin C dan E. Radikal bebas adalah proksidase lemak-
asam lemah jenuh (kuning). Kerusakan membrane sel endotel. Sumber
radikal bebas terutama plasenta yang “iskemia”.
d. Teori Trombosit
Plasenta pada kehamilan normal membentuk devirate
prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang, yang menjamin
aliran darah menuju janin antara lain tromboksan (TxA2) yang
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang rusak.

5
Kemudian prostasiklin (PG12) menimbulkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga menghalangi agregasi dan adhesi trombosit
pada endotel pembuluh darah (Manuaba, 2007).

4. Faktor Resiko
Pre eklampsia menurut Nugroho (2011) lebih banyak terjadi pada:
a. Primigravida (tterutama remaja 19-24 tahun) dan wanita diatas 35
tahun).
b. Wanita gemuk
c. Wanita dengan hipertensi esensial
d. Wanita yang mengalami penyakit ginjal, kehamilan ganda,
polihidramnion, diabetes, mola hidatidosa.
e. Wanita yang mengalami riwayat pre eklampsia dan eklampsia pada
kehamilan sebelumbya
f. Riwayat eklampsia keluarga

5. Patofisiologi
Patofisiologi pre eklampsia berkaitan dengan perubahan fisioloogis
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi
vascular sistemik (systemic resistance), peningkatan curah-jantung, dan
penurunan tekanan osmotic koloid. Pada pre eklampsia, volume plasma
yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal
menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasopasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal
meurun. Vasopasme merupakan bagian mekanisme dasar tanda dan gejala
yang menyertai pre eklampsia, vasopasme arterial turut menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan
lebih lanjut menurunkan volume intravascular, mempredisposisi pasien

6
yang mengalami pre eklampsia mudah menderita edema paru. Pre
eklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khas
hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal (Bobak
dkk, 2004).

6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi
yang biasanya terjadi pada pre eklampsia bera dan eklampsia
(Prawirohardjo, 2011).:
a. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia
b. Hipofibrinogenemia
Pada pre eklampsia berat Chapman dan Charles (2013)
menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan unutk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan pre eklmapsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
pada penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru
Komlikasi ini disebakan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia dan eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sela-sela hati

7
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penemuan
enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP
Yaitu Haemolysis, Elevated Liver enzymes dan Low Platelet.
i. Kelainan ginjal
Kelaianan ini berupa anuria, gagal ginjal, serta glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa kelaianan
struktur lainnya.
j. Komplikasi lain
Antara lain lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dismaturitas, dan kematian janin
intra uterin.

7. Penanganan
Menurut Chapman dan Charles penanganan pre eklampsia berat dibagi
menjadi 2 unsur:
a. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu terapi medisnalis
Penderita segera masuk rumah sakit untuk rawat inap. Perawatan
penderita selama dirumah sakit antara lain:
1) Penderita dianjurkan tidur baring miring kiri.
2) Monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output
(melalui urin). Penderita pre eklampsia mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Cairan yang diberikan
pada penderita dapat berupa: 5% Ringer-dektrose atau cairan
garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam, atau infuse dekstrose 5 %
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125
cc/jam) 500cc. untuk mempermudah monitoring output dilakukan
pemasangan folley catethter untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi bila produksi urin > 30cc/jam dalam 2-3 jam atau <
500cc/ 24 jam.

8
3) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam.
4) Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam
5) Pemberian obat anti konvulsan
a) MgSO4
Magnesium sulfat menjadi pilihan pertama untuk anti
kejang pada pre eklampsia dan eklampsia. Cara pemberian
MgSO4 ada beberapa cara:
(1) Loading dose
4 gram MgSO4 40% intravena selama 15 menit.
(2) Maintenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer setiap 6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram secara intramuscular,
selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
intramuscular setiap 4-6 jam.
(3) Syarat pemberian MgSO4
(a) Reflek patella (+)
(b) Frekuensi pernafasan >16 kali/menit
(c) Produksi utin >30 cc/jam dalam 2-3 jam atau 500 cc/24
jam
(d) Tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksinasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram kalsium glukonas
(10% dalam 10 c) diberikan secara IV selmaa 3 menit.
(4) MgSO4, dihentikan apabila ada tanda-tanda intoksinasi atau
setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
(5) Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4 maka diberikan salah
satu obat berikut: thiopental sodium, sodium amobirtal,
diazepam, atau feniton.

9
b) Diazepam
Diazepam diberikan apabila tersedia MgSO4. Pemberian
diazepam berisiko terjadi depresi pernafasan neonatal.
Pemberian diazepam melalui intravena:
(1) Dosis awal
10 mg IV selama 2 menit. Jika kejang berulang ulangi
dosis awal.
(2) Dosis pemeliharaan
400 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per infus.
6) Pemberian antihipertensi
Jika tekanan diastolic ≥110 mmHg, diberikan obat
antihipertensi. Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan
diastolic diantara 90-100 mmHg dan mencegah perdarahahn
serebral. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah nifedipin 10-
20 mg, diulangi 30 menit bila perlu.. dosis pemberian maksimum
120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual
karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh
diberikan per oral.

b. Sikap terhadap kehamilannya


Menurut Chapman dan Charles (2013) perawatan penderita dengan
pre eklampsia terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1) Penanganan konservatif
Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
medikamentosa.
Penanganan ini dilakukan apabila kehamilan < 35 minggu,
tidak ada tanda-tanda impending eklampsia, keadaan janin baik.
Pemberian MgSo4 loading dose secara IM MgSO4 dapat dihentikan
bila keadaan ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan.
Apabila dalam 6 jam selama pengobatan terdapat peningkatan

10
tekanan darah atau 24 jam tidak ada perbaikan, maka terapi
dianggap gagal dan lakukan penanganan aktif.

2) Penanganan aktif
Penderita harus segera dirawat dirumah sakit, penderita
ditangani secara aktif apabila ada tanda-tanda satu atau lebih
kriteria. Kriteria penanganan pre eklampsia berat secara aktif.
a) Kehamilan ≥37 minggu
b) Ada tanda impending eklampsia
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Gawat janin atau pertumbuhan janin terhambat
e) Timbul onset persalinan, ketuban, pecah, atau perdarahan.
Cara terminasi kemailan didasarkan pada prinsip memperpendek
kala II

11
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Hamil dengan Pre
Eklampsia

I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian/Jam :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
A) Data Subyektif
1. Identitas
Nama : Nama jelas dan lengkap, bila perlu
nama panggilan sehari-hari agar tidak
salah dalam memberikan penanganan
(Ambarwati, 2010).
Umur/ Tanggal lahir : Menurut studi ATE (2008) dlaam
Chapman dan Charles (2013) usia
ibu > 35 tahun memperparah risiko
pre-eklampsia.
Menurut riwayat, ibu dibawah usia
20 tahun dilaporkan berisiko tinggi,
meskipun studi terkini pada ibu
dibawah usia 19 tahun yang
melahirkan memperlihatkan angka
pre eklampsia yang renda, namun
kebanyakan partisipasinya adalah
primigravida.
Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien
tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa
(Ambarwati, 2010).

12
Suku/Bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari (Ambarwati,
2010).
Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan kebidanan
dan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya, sehingga bidan
dapat memberikan konseling sesuai
pendidikannya (Ambarwati, 2010).
Pekerjaan : Gunanya untuk mengetahui dan
mengukur tingkat sosial ekonominya,
karena hal ini juga berpengaruh
terhadap gizi pasien (Ambarwati,
2010).
Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah
kunjungan rumah bila diperlukan
(Ambarwati, 2010).
No.Register :

2. Alasan Kunjungan/Keluhan Utama


Keluhan Utama:
Pada kasus ibu bersalin dengan pre-eklampsia berat
umumnya mengeluh adanya tanda-tanda persalinan seperti
kontraksi terus-menerus serta mengeluarkan lendir bercampur
darah (blood slym) di ikuti dengan nyeri epigastrium,
penambahan berat badan yang berlebihan, kenaikan tekanan
darah serta gejala subjektif seperti pusing dan gangguan
penglihatan (Chapman dan Charles, 2013).

13
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan kehamilan seperti jantung, diabetes
mellitus, hipertensi, anemia dll. Pada primigravida beresiko
terjadinya pre-eklampsia (Sulistyawati, 2010).
b. Riwayat kesehatan lalu
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu pernah
memiliki penyakit menular atau keturunan: diabetes mellitus,
thypoid, hepatitis, hipertensi, penyakit jantung koroner, TB,
dan untuk mengetahui apakah klien sudah pernah
mengalami operasi sebelumnya (Ambarwati, 2010).
Menurut DUley dkk (2005) dalam Chapman dan Charles
(2013) memiliki riwayat gemeli meningkatkan risiko pre-
eklampsia lebih dari dua kali lipat. Sama halnya dengan
memiliki riwayat mola hidatidosa, hidramnion, gestase,
anemia sangat rentan terhadi pre eklampsia (Hani, 2011).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Menurut Lie (2004) dalam Chapman dan Charles 2013
terdapat jalur genetic : riwayat keluarga, yaitu ibu dan saudara
perempuan yang mengalami pre eklampsia akan meningkatkan
risiko hingga 4-8 kali lipat.

5. Riwayat Menstruasi
Wanita sering keliru mengartikan bercak darah akibat
implantasi sebagai periode menstruasi, walaupun sangat berbeda
dengan menstruasi yang biasanya. (Varney, 2006)
Siklus : 28 ± 2 hari
Lama : 3 – 8 hari

14
HPHT : Merupakan dasar untuk menentukan usia kehamilan dan
taksiran kelahiran (Varney, 2006).

6. Riwayat Obstetrik
No Kehamilan Persalinan Anak Nifas
suami ank UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny Usia BB/PB H M Abnrmlts Lktsi Peny
1
2

a. Kehamilan
Dikaji untuk mengetahui primipaa atau multipara, berapa
usia kehamilan ibu saat melahirkan kehamilan yang lalu (Hani,
2011).
b. Persalinan
Dikaji untuk mengetahui penolong persalinan yang lalu,
jenis persalinan; SPontan, SC, forcep, atau vacuum ekstraksi
: tempat dilakukannya persalinan; penyulit yang menyertai
misalnya riwayat pre eklampsia pada kehamilan yang lalu
(Hani, 2011).
Shenna dan Chappel (2002) dalam Chapman dan Charles
(2013) mengatakan bahwa ibu yang mengalami pre-
eklampsia pada kehamilan yang lalu berisiko 2 kali lipat
pada kehamilan yang selanjutnya.

c. Anak
Jenis kelamin, berat badan, panjang badan, kelainan konginetal
bayi dan komplilasi yang lain seperti (ikterus, status bayi saat
lahir hidup/ mati), status kehidupan bayi (Hani, 2011;
Wiknjosastro, 2006).

15
7. Riwayat Kontrasepsi
Dikaji untuk mengetahui jenis kontrasepsi apa yang digunakan klien,
dengan jangka waktu selama menggunakan kontrasepsi tersebut,
keluhan yang dialami, alas an berhenti serta rencana metode
kontrasepsi yang akan digunakan setelah persalinan (Hani, 2011).
Menggunakan kontrasepsi hormonal dapat memicu hipertensi
pada klien yang memiliki riwayat hipertensi sehingga berisiko
terjadi Pre eklampsia (Chapman & Charles, 2013).

8. Data Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Dasar Keterangan


Nutrisi Pada ibu hamil dengan pre eklampsia berat makanan diet
biasanya (tinggi protein, tinggi karbohidrat), mengetahui porsi
makan dalam sehari cukup atau berlebihan, obesistas beresiko
terjadinya pre eklampsia (Wiknjosastro, 2010).

Eliminasi Menggambarkan kebiasaan BAB meliputi frekuensi, jumlah,


konsistensi, dan bau serta kebiasaan BAK meliputi warna dan
jumlah (Ambarwati, 2010)
Istirahat Dikaji untuk mengetahui kebiasaan istirahat klien siang dan malam
(Ambarwati, 2010).
Pada klien pre eklampsia berat dianjurkan istirahat yang
cukup yaitu dengan istirahat baying 4 jam pada siang hari dan
8 jam pada malam hari (Hani, 2011).
Personal Hygiene Dikaji untuk mengetahui kebersihan ibu meliputi mandi,
gosok gigi, keramas, perawatan payudara, dan perawatan vulva
(Asri, 2010).
Aktivitas Dikaji untuk mengetahui aktivitas fisik ibu sehari-hari (Susilowati,
2008).

16
9. Riwayat psikososiokultural spiritual
a. Psikologis
Ibu dengan pre eklampsia dapat langsung menderita
penyakit yang serius, dan hal ini dapat terasa sangat
menakutkan bagi klien dan orang-orang disekitarnya.
Lingkungan yang rileks dapat menimbulkan dampak
fisiologis dan juga psikologis, sebab stress tidak akan
membantu kondisi ibu (Chapman dan Cahrles, 2013).

b. Sosial
Riwayat pernikahan, pernikahan keberapa, lama menikah,
status pernikahan, sah/tidak.
Respon klien terhadap kehamilan, kehamilan direncanakan/
tidak, diterima/tidak

c. Kultural
Dikaji untuk mengetahui adanya pantangan makanan
ibu yang berkaitan dengan status gizi ibu dan adat istiadat
tentang kehamilan ini yang dapat berisiko terjadi pre
eklampsia berat (Saifuddin, 2006).

d. Spiritual
Tradisi keagamaan yang merugikan dan masih dilakukan
oleh ibu dan keluarga yang dapat merugikan kesehatan ibu dan
janinnya.

17
B) Data obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Pada kasus pre eklampsia
berat keadaan umum klien
bisa dikatakan baik
maupun llemah tergantung
kondisi klien (Manuaba,
2007).
Kesadaran : pada kasus pre eklampsia
berat kesadaran ibu dapat
apatis dan paling baik
composmentis (Chapman
dan Charles, 2013).
Tanda vital :
Tekanan Darah : Sistolik > 160 mmHg.
Tekanan darah diastolik
≥110 mmHg pada satu kali
pemeriksaan atau lebih
dengan jarak minimal 4 jam
dan kurang dari 7 jam
(Wiknjosastro, 2010).
Nadi : Denyut nadi klien dihitung
dalam 1 menit normalnya
80-100 kali/menit (Hani,
2011).
Apabila terjadi kenaikan
denyut nadi dapat
disebabkan oleh adanya
peningkatan sensitifitas
dari peredaran darah. Hal
tersebut merupakan akibat

18
dari penyempitan
pembuluh darah yang
mengarah pada pre
eklampsia berat (Chapman
dan Charles, 2013).
Pernafasan : Frekuensi pernafasan yang
dihitung dalam 1 menit,
respirasi normal 20-25
kali/menit (Hani, 2011).
Suhu : Pada klien pre eklampsia
berat dengan keadaan
normal suhu tubuh (36,50C-
37,50C). pada pemeriksaan
suhu penting karena
panas/demam tinggi dapat
mengarah/ mengakibatkan
kejang yang mengarah
pada preeclampsia
(Wiknjosastro, 2010).
Antropometri :
Tinggi badan : Tinggi badan normal ≥145cm
(Manuaba, 2007).
Berat badan : Penambahan berat badan
rata-rata 0,3-0,5 kg/minggu,
1 kg/ nilai normal untuk
penambahan berat badan
selama kehamilan 9-12 kg
(Perry, 2005). Kenaikan
berat badan 1 kg atau
dalam 1 minggu mengarah

19
ke pre eklampsia berat
(Wiknjosastro, 2010).
LILA : LILA normal ≥23,5 cm.
LILA ≤23,5 cm termasuk
factor resiko tinggi (KEK)
yang berkaitan dengan
status gizi dan dapat
berpengaruh terhadap
terjadinya pre eklampsia
berat (Wiknjosastro, 2010).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
Kepala : Rambut bersih/ tidak, ada ketombe/tidak,
rontok/tidak (Alimun, 2006).
Wajah : Pada pasien pre eklampsia biasanya terjadi
edema pada wajah (Chapman dan Charles,
2013).
Mata : Dikaji untuk mengetahui kesimetrisan bentuk
mata, warna konjungtiva (mera muda/ pucat),
warna sclera (putih/kuning). Pada kasus ini
ibu mengalami keluhan dengan pandangan
menjadi kabur dan edema pada palpebra
merupakan tanda dan gejala pre eklampsia
(Chapman dan Charles, 2013).
Hidung : Dikaji untuk mengetahui ada benjolan/tidak
(Manuaba, 2007)
Mulut : Dikaji untuk mengetahui stomatitis/tidak, ada
caries/tidak, berdarah/ tidak (Wiknjosastro,
2008).

20
Telinga : Dikaji untuk mengetahui simetris/tidak, ada
serumen/tidak, bersih/ tidak (Manuaba, 2007).
Leher : Dikaji untuk mengetahui adalah pembesaran pada
kelenjar gondok, tumor/tidak/ kelenjar limfe/tidak
Dada : Terdapat retraksi dinding dada/ tidak, terdapat
benjolan pada axilla/ tidak, terdapat nyeri
tekan/tidak (Varney, 2004)
Payudara : Dikaji untuk mengetahui terdapat pembesaran
mammae/tidak, ada benjolan/tidak, simetris/tidak,
terjadi hiperpigmentasi aerola/tidak, puting susu
mononjol/tidak, kolostrum sudah keluar/belum
(Varney, 2004).
Abdomen : Ada/tidak luka bekas operasi, perut membesar
kearah membujut/tidak, terdapat linea nigra/tidak,
terdapat stirae gravidarum/tidak (Hani, 2011).
Leopold I : menentukan umur kehamilan
(berdasarkan TFU), menentukan bagian apa yang
berada di fundus, teraba bulat, lunak, dan kurang
melenting (bokong) posisi janin membujur (Hani,
2011).
Leopold II : menentukan bagian apa yang aa
dibagian kana/kiri perut ibu. Pada bagian kiri atau
kana perut ibu teraba lebar, keras (punggung) dan
bagian kecil janin (kaki dan tangan) (Hani, 2011).
Leopold III : menentukan bagian apa yang
terdapat di bawah apakah bagian bawah anai ini
sudah atau belum terpegang oleh pintu atas
panggul. Teraba keras, bulat dan melenting
(kepala) (Hani, 2011).
Leopold IV : berapa masuknya bagian bawah ke
dalam rongga panggul. Jika jari-jari tangan

21
bertemu (konvergen) kepala belum masuk PAP
dan jika jari-jari tangan saling menjauh
(divergen) berarti ukuran kepala terbesar sudah
melewati PAP (Hani, 2011).
TBJ : untuk mengetahui tafsiran berat janin
DJJ : sebelah kanan/kiri dibawah pusat, teratur,
kuat, frekuensi normal 120-160 kali/menit (Hani,
2011).
Genetalia : Untuk mengetahui adakah varice/tidak, ada
eksterna oedema/tidak, ada benjolan bartolini/ tidak, ada
benjolan skene/tidak, ada luka/ tidak (Asri,
2006).
Anus : Untuk mengetahui adakah hemoroid/tidak
Ekstremitas :
Atas :Apakah ada edema/tidak, jari
lengkap/tidak, ada kelainan/ tidak.
Jika terjadi edema mengarah pada
tanda gejala preeclampsia (Hani,
2011)
Bawah :Apakah ada varices/ tidak, edema/
tidak, jari lengkap/ tidak, ada
kelainan/ tidak. Jika terjadi edema
mengarah pada tanda gejala Pre
eklampsia (Wiknjosastro, 2010).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus pre eklampsia berat diperlukan pemeriksaan
laboratorium dan didapatkan protein urine ≥5gr/L atau lebih
(Wiknjosastro, 2008)

22
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosis : G..Papah usia kehamilan ….. minggu dengan pre
eklampsia berat, janin tunggal hidup, intra uteri.
Masalah : Pada kasus ibu bersalin dengan pre-eklampsia berat
umumnya mengeluh adanya tanda-tanda persalinan
seperti kontraksi terus-menerus serta mengeluarkan
lendir bercampur darah (blood slym) di ikuti
dengan nyeri epigastrium, penambahan berat badan
yang berlebihan, kenaikan tekanan darah serta
gejala subjektif seperti pusing dan gangguan
penglihatan (Chapman dan Charles, 2013).

Kebutuhan : Pada kasus pre eklampsia berat dapat dilakukan


pemantauan terhadap ibu dan janin antara lain:
a. Tekanan darah dipantau secara rutin setiap jam
b. Keseimbangan cairan/resusitasi cairan
c. Pemantauan DJJ
d. Control ulangprotein urine dan edema
e. Koloborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan
persalinan (Chapman dan Charles, 2013).

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/ MASALAH POTENSIAL


Diagnosis/ Masalah Potensial:
Menurut Prawirohardjo (2010) diagnose potensial yang terjadi
pada ibu hamil dengan pre eklampsia berat apabila tidak segera
mendapatkan penanganan yang tepat dan berlangsung akan menjadi:
solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, kelainan mata,
perdarahan otak, edema paru-paru, nekrosisi hati , sindroma HELLP,
kelainan ginjal, komplikasi lain antara lain lidah tergigit, trauma dan
fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, DIC

23
(disseminared intravascular coagulation), prematuritas, dismaturitas,
dan kematian janin intra uterin.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Pada kasus pre eklampsia berat dapat dilakukan pemantauan
terhadap ibu dan janin antara lain:
a. Tekanan darah dipantau secara rutin setiap jam
b. Keseimbangan cairan/resusitasi cairan
c. Pemantauan DJJ
d. Control ulangprotein urine dan edema
e. Koloborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan
persalinan (Chapman dan Charles, 2013).

V. INTERVENSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien.
Rasional: Penjelasan mengenai pemeriksaan fisik merupakan hak
klien (Varney, 2008).
2. Lakukan observasi ketat pada keadaan ibu dan janin.
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan keadaan ibu dan janin
sehingga dapat menentukan tindakan yang dibutuhkan
dalam keadaan ini (Cunningham, 2005).
3. Anjurkan ibu untuk tirah baring.
Rasional: Melakukan perbaikan keadaan umum ibu dan
memudahkan untuk melakukan pemantauan ketat
(Cunningham, 2005).
4. Observasi suhu setiap 2 jam pada fase laten dan 1 jam pada fase
aktif, serta nadi, DJJm dan kontraksi setiap 60 menit pada fase laten
dan 30 menit pada fase aktif.
Rasional : Untuk memantau perkembangan kemajuan persalinan
(JNPK-KR, 2010)

24
5. Berikan Anti konvulsan (MgSO4 atau diazepam dengan resiko
terjadinya bepresi neonatal).
Rasional : Magnesium sulfat menjadi pilihan pertama untuk anti
kejang pada pre eklampsia dan eklampsia untuk mencegah terjadinya
kejang (Chapman dan Charles, 2013).

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Graha Medika


Asrinah, dkk, 2010.Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan Yogyakarta : GrahaIlmu
Chapman dan Charles. 2013. Persalinan dan Kelahiran Jakarta :EGC
Cunningham F G., et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed.McGraw-Hill,
MedicalPublishing Division
Info Media Medforth,dkk. 2013. Kebidanan Oxford. Jakarta : EGC
JNPK-KR. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuaba Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.
Jakarta : EGC
Marmi dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jogjakarta : CV.
Trans
Nugroho, Taufan. 2010. Buku ajar obstetri untuk mahasiswi kebidanan. Yogyakarta:
Nuhamedika
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Saifudin Abdul Bari. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-
POGI
Silasi, Michelle. 2010. An Issue of Obstetrics and Gynecology Clinics. Elsevier
Inc
Varney, Helen. 2004. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta: Buku kedokteran EGC
Winkjosastro H. 2010. Ilmu Kebidanan Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Mandiri

26

Anda mungkin juga menyukai