MEMUTUSKAN :
KETIGA : Keputusan Direktur RSU Puri As ini mulai berlaku mulai tanggal
ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dan
penetapannya akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Salatiga
Pada tanggal : 4 Januari 2018
Direktur RSU Puri Asih Salatiga
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RSU PURI ASIH SALATIGA
NOMOR 08/SK/PA/I/2018
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH
SALATIGA
1. Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan farmasi di rumah sakit.
2. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
3. Pelayanan kefarmasian di RSU Puri Asih Salatiga bertujuan untuk:
a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kesehatan
c. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman
(medication safety)
e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat
4. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam koordinasi para staf di
rumah sakit.
5. Cakupan fungsi pelayanan kefarmasian adalah:
a. Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Habis Pakai (BHP), meliputi:
Pemilihan
Perencanaan kebutuhan
Penerimaan
Penyimpanan
Pendistribusian
Pemusnahan dan penarikan (recall)
Pengendalian
Administrasi
39. Obat-obat emergensi pada troli emergensi dan kotak emergensi tersedia di semua unit
pelayanan yang ditentukan, untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat emergensi.
Pengelolaan obat emergensi yaitu penyimpanan, dilindungi dari kehilangan atau
pencurian, monitoring dan penggantian secara tepat waktu setelah digunakan oleh
petugas ruangan. Penggantian menggunakan resep termasuk bila obat kadaluwarsa atau
rusak.
40. Penyimpanan troli emergensi yang terbatas di area yang membutuhkan resusitasi pada
saat kondisi emergensi (pasien henti nafas, henti jantung), petugas ruangan dapat
membuka troli emergensi dengan diketahui penanggungjawab shift ruangan
tersebut,penggantian obat dan penguncian troli emergensi segera setelah dibuka, petugas
farmasi melakukan monitoring troli emergensi untuk pemeriksaan (inspeksi) 1 bulan
sekali.
41. Pengelolaan Gas Medis dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
42. Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan pasien, pemesanan atau
penulisan resep yang lengkap, terdapat elemen-elemen yang disyaratkan sebagai berikut:
a. Data identitas pasien secara akurat (dengan stiker)
b. Elemen pokok di semua resep atau permintaan obat atau instruksi pengobatan
c. Menggunakan nama dagang atau generik selama masuk masuk formularium
rumah sakit
d. Penggunaan indikasi seperti pada pro re nata (PRN) atau jika perlu, pemesanan
obat tidak lengkap, tidak terbaca atau tidak jelas, pemesanan obat dengan
NORUM atau LASA,dan instruksi pengobatan lain yang tidak jelas,
dikomunikasikan kembali dengan dokter penulis resep oleh petugas farmasi
(read back)
e. Jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak
anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya
f. Kecepatan pemberian jika berupa infus
g. Instruksi khusus, sebagai contoh: titrasi, tapering, rentang dosis, dan automatic
stop order sesuai prosedur pelayanan.
43. Peresepan atau pemesanan obat secara umum di RSU Puri Asih Salatiga:
a. Peresepan, pemesanan obat yang aman, dilakukan oleh dokter yang berpraktek
dan terlatih yang memiliki Surat Ijin Praktek (SIP) di RSU Puri Asih Salatiga.
Meliputi dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi di RSU Puri Asih
Salatiga
b. Terdapat daftar dan spesimen tanda tangan staf medis yang berhak menulis resep
diunit pelayanan
c. Resep harus lengkap (sesuai dengan pedoman penulisan resep)
d. Pada rawat jalan permintaan obat menggunakan lembar resep perorangan, untuk
rawat inap permintaan obat menggunakan lembar resep khusus rawat inap
dilengkapi Kartu Permintaan Obat.
e. Penulisan resep harus memperhatikan kemungkinan kontraindikasi, interaksi
obat, dan reaksi alergi
f. Penulisan resep harus memenuhi persyaratan yang lengkap seperti tulisan harus
jelas dan dapat dibaca, mencantumkan nama pasien, tanggal lahir, rekam medis,
berat badan (pasien pediatri), tanggal resep, memenuhi penggunaan obat yang
rasional, jika diperlukan PRN harus mencakup dosis, indikasi dan lama
pemakaian
g. Bila peresepan tidak jelas/tidak terbaca, petugas farmasi melakukan
konsultasi/konfirmasi kepada dokter penulis resep
h. Melaksanakan komunikasi yang efektif terhadap jenis obat yang kosong, obat
alternatif kepada tenaga kesehatan, untuk memastikan patient safety dan
mencegah medication error .
i. Menggunakan istilah dan singkatan yang ditetapkan rumah sakit dan tidak boleh
menggunakan singkatan yang dilarang (tersedia daftar singkatan yang digunakan
di Rumah Sakit dan daftar singkatan yang dilarang)
j. Pemesanan BHP dilakukan oleh perawat bangsal
k. Permintaan obat secara verbal/telepon dilakukan dengan kaidah Tulis lengkap,
Baca ulang dan Konfirmasi (TBK)
l. Penyimpanan resep dan copy resep minimal 5 tahun
m. Resep dan copy resep yang lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan dengan cara
dibakar dan dibuat berita acara.
44. Peresepan atau pemesanan obat secara khusus di RSU Puri AsIH Salatiga:
a. Peresepan sediaan puyer untuk bayi dan anak, harus mencantumkan berat badan
atau tinggi badan atau luas permukaan tubuh
b. Peresepan yang mengandung narkotika:
- Harus ditulis tersendiri
- Tidak boleh ada iterasi (perulangan)
- Dituliskan nama pasien secara lengkap
- Alamat pasien ditulis dengan lengkap dan jelas
- Aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c/signa usus
cognitus (sudah mengetahui aturan pakai)
- Dokter membubuhkan paraf setiap menulis resep
c. Peresepan obat mahal oleh dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien
yang bersangkutan
d. Peresepan obat anestesi oleh dokter anestesi yang berpraktek di RSU Puri Asih
Salatiga
e. Peresepan obat alprazolam hanya oleh Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, jika oleh
Dokter Spesialis Penyakit Dalam maksimal peresepan untuk 5 hari
f. Peresepan obat injeksi untuk sendi hanya oleh dokter orthopedi yang berpraktek
di RSU Puri Asih Salatiga
g. Resep yang bersifatsegera harus diberi keterangan CITO.
h. Untuk obat Automatic Stop Order, Apabilaperesepan lebih dari ketentuan, maka
secara otomatis tidak dilanjutkan (Instalasi Farmasi tidak melayani), dengan
konfirmasi dokter terlebih dahulu.
45. Pelaksanaan rekonsiliasi obat di RSU Puri Asih Salatiga:
a. Rekonsiliasi obat adalah proses membandingkan antara obat yang sedang
digunakan pasien, obat transfer antar ruangan perawatan dan obat yang akan
diresepkan ketika pasien pulang, agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya
terapi suatu obat
b. Kegiatan rekonsiliasi obat mengatur identifikasi dan penyimpanan obat yang
dibawa oleh pasien
c. Formulir rekonsiliasi obat berisi identifikasi berupa alergi, obat yang dibawa
pasien, dan riwayat pengobatan pasien selama 3 bulan terakhir, serta keputusan
penggunaan obat rekonsiliasi oleh dokter
d. Apoteker melakukan rekonsiliasi obat, kemudian konsultasi kepada dokter untuk
memutuskan apakah obat dari rumah tersebut dilanjutkan atau dihentikan
e. Jika dokter memberikan instruksi terapinya diganti atau dengan kata lain tidak
digunakan, maka obat pasien akan disimpan di locker obat pasien di Instalasi
Farmasi
f. Pelaksanaan rekonsiliasi obat dilakukan oleh apoteker.
46. Distribusi sediaan farmasi dan BHP untuk Pelayanan farmasi menggunakan sistem
distribusi:
1. Pendistribusian resep perorangan sesuai kebutuhan kondisi pasien
(individual prescription) untuk pasien rawat jalan
2. Pendistribusian untuk pasien rawat inap secara unit dosis perhari yang
dimodifikasi menjadi Unit Dose Dispensing (UDD) untuk pemakaian satu
kali untuk obat minum.
47. Persiapan dan Penyerahan
a. Penyiapan obat merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari
tahap pengkajian resep, penyiapan atau peracikan obat (puyer, kapsul, salep),
pemberian label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang
memadai disertai sistem dokumentasi berdasarkan atas sifat sediaan
b. Penyiapan obat memperhatikan pula tingkat kegawatan atau terhadap ancaman
jiwa pasien dengan penanda atau tulisan “cito” pada lembar resep
c. Penyiapan obat dilakukan di dalam lingkungan kerja, sarana dan fasilitas yang
bersih, tertib, aman, penyaluran obat dalam bentuk yang paling siap diberikan
dilakukan oleh petugas farmasi yang berkompeten dan terlatih serta
memperhatikan indikator mutu pelayanan farmasi
d. Kegiatan dispensing sediaan steril berupa pencampuran obat elektrolit pekat dan
nutrisi parenteral (iv admixture) dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) yang telah memiliki sertifikat pelatihan penyiapan obat
dengan teknik aseptik. Dispensing sediaan steril dilakukan dengan teknik aseptik
di dalam ruang bersih (clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow
cabinet.
e. Pelatihan pencampuran sediaan injeksi dilakukan oleh kolaborasi narasumber
dari luar yang kompeten dan apoteker RSU Puri Asih Salatiga dan sertifikat
diterbitkan oleh direktur RSU Puri AsiH Salatiga
f. Prosedur cuci tangan diperlukan untuk setiap kegiatan dispensing khususnya
peracikan
g. Apoteker atau TTK melakukan pengkajian resep sebelum obat diserahkan kepada
pasien untuk memastikan resep memenuhi syarat, meliputi:
1) Persyaratan administrasi
Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, BB/TB (pasien anak), nama, paraf
dokter; tanggal resep, ruangan asal resep
2) Persyaratan farmasetik
Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat;
stabilitas; aturan dan cara penggunaan
3) Persyaratan klinis
Ketepatan dosis, waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi,
efek samping, kontraindikasi, interaksi obat yang berisiko
h. Setelah disiapkan, dilakukan pemberian label atau etiket obat secara tepat
meliputi identitas pasien, nama obat, dosis/konsentrasi, cara pemakaian, waktu
pemberian, tanggal penyiapan, tanggal kadaluarsa, dan nama pasien. Untuk obat-
obatan atau bahan kimia/bahan baku obat yang digunakan untuk menyiapkan
obat (timbang kemas racik), dengan menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa, dan
peringatan
i. Apoteker atau TTK melaksanakan pengkajian obat yang meliputi 5 benar, yaitu :
1. Identitas pasien
2. Obat
3. Dosis
4. Rute pemberian
5. Waktu pemberian.
48. Pemberian Obat
a. Pemberian obat dilakukan oleh Apoteker. Bila tidak ada apoteker dapat
dilakukan oleh TTK
b. Pemberian obat oral dan suppositoria pada pasien rawat inap dilakukan oleh
perawat
c. Pemberian obat intravena, intramuskular, subkutan dan nutrisi parenteral pasien
rawat inap dilakukan oleh perawat PK II dan PK III. Jika dilakukan oleh perawat
PK I harus dengan supervisi
d. Pemberian obat khusus narkotika, psikotropika, dan elektrolit konsentrat pada
pasien rawat inap dilakukan oleh perawat minimal PK II
e. Pemberian obat anestesi, intra lumbal atau spinal dan epidural oleh Dokter
Spesialis Anestesi
f. Pemberian obat intraartikular oleh Dokter Spesialis Orthopedi
g. Informasi yang diberikan pada saat pemberian obat sekurang-kurangnya cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari
h. Obat yang dibawa pasien dari rumah dapat digunakan sendiri selama dirawat di
rumah sakir sesuai petunjuk dokter, meliputi obat tetes atau salep mata, tetes
telinga, inhaler/turbuhaler, salep, krim, semprot hidung, suppositoria dan sirup.
Penggunaan obat sendiri oleh pasien harus dilakukan monitoring oleh Apoteker.
49. Pengendalian sediaan farmasi dan BHP dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan
serta mutu produk
a. Stock opname sediaan farmasi dan BHP adalah proses kegiatan rutin yang
dilakukan oleh instalasi farmasi untuk menghitung dan memeriksa keseluruhan
persediaan sediaan farmasi dan BHP pada periode tertentu serta membuat
laporan kegiatan stock opname setiap tiga bulan dan dikoordinasikan dengan
bagian keuangan
b. Laporan stock opname berupa penghitungan jumlah awal ditambah pengadaan
dikurangi penjualan, dan didapatkan sisa .
c. Pengendalian mutu secara organoleptis berupa kegiatan untuk menjamin mutu
sediaan farmasi dan BHP yang ada di rumah sakit, dari perubahan fisik maupun
kimiawi, sehingga sesuai dengan standar yang berlaku. Perubahan mutu diamati
secara visual dan tidak membutuhkan biaya
d. Evaluasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dilakukan secara periodik oleh instalasi
farmasi secara fungsional, untuk menjamin pelayanan sediaan farmasi dan BHP
di rumah sakit agar senantiasa terjaga ketersediaannya, sehingga diharapkan
tidak adanya putus pelayanan kesehatan pasien di rumah sakit.
e. Evaluasi obat slow moving dan death stock dilakukan setiap 3 bulan sekali, daftar
obat dikomunikasikan oleh KFT dengan dokter penulis resep.
50. Penarikan (recall), Penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi dan BHP
a. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
b. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
c. Petugas gudang akan menginformasikan obat tersebut kepada dokter untuk
diresepkan terlebih dahuluPenghapusan sediaan farmasi dan BHP yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, dan mutu tidak memenuhi standar
d. Untuk sediaan farmasi dan BHP yang akan kadaluarsa 3 bulan yang akan datang,
dilakukan mekanisme retur oleh gudang farmasi kepada pemasok yang
bersangkutan
e. Obat yang kadaluwarsa dikarantina ditempat khusus, dilakukan pencatatan yang
kemudian untuk dimusnahkan
f. Pemusnahan sediaan farmasi dan BHP dilakukan secara periodik oleh Instalasi
Farmasi dan dihadiri oleh DINKES Kabupaten Semarang terhadap barang yang
rusak dan atau kadaluwarsa disertai berita acara pemusnahan.
51. Pengawasan penggunaan obat dan pengamanan obat dilakukan oleh kepala Instalasi
Farmasi beserta KFT meliputi kesesuaian penggunaan obat dengan formularium dan
pengawasan terhadap penggunaan obat dan BHP baru.
52. Pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi, dan BHP
a. Pelaporan dilakukan dalam bentuk stock opname yang dilakukan secara periodik
tiap 1 bulan sekali
b. Pencatatan pengelolaan sediaan farmasi dan BHP dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1) Secara manual dicatat pada kartu stok untuk gudang
2) Secara komputer dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIMRS) untuk persediaan di pelayanan farmasi
c. Pencatatan dalam SIMRS dilakukan dengan koordinasi dengan staf Instalasi
Pengelola Data Elektronik (PDE) Rumah Sakit
d. Pelaporan narkotika psikotropika, rumah sakit menyusun dan mengirimkan
laporan bulanan mengenai pemasukan dan pengeluaran obat narkotika dan
psikotropika, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya secara online
melalui Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP)
e. Pelaporan pelayanan kefarmasian bulanan dikirimkan ke DINKES Kabupaten
Semarang dengan tembusan kepada DINKES Provinsi Jawa Tengah setiap 3
bulan.
53. Pelayanan Instalasi Farmasi
a. Pelayanan farmasi meliputi pelayanan gudang farmasi, satelit farmasi rawat
jalan, satelit farmasi rawat inap, satelit farmasi IGD, satelit farmasi IBS
b. Jam pelayanan pasien yang dirawat inap dan rawat jalan baik selama 24 jam
c. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penyiapan,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, PIO, konseling
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), visite pasien, PTO, MESO, EPO, dan
dispensing sediaan steril.
54. Penelusuran riwayat penggunaan obat oleh apoteker merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data
rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien.
55. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c. Menyediakan informasi bagi KFT sehubungan dengan penyusunan Formularium
Rumah Sakit
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
56. Konseling
Kegiatan konseling dilakukan pada kriteria pasien berikut:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-
lain)
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down atau off)
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
phenytoin)
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
57. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama Profesional Pemberi Asuhan (PPA) untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau
terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meningkatkan terapi obat
yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya.
58. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
a. PTO dilakukan untuk mengevaluasi efek obat atau respon pasien terhadap obat.
b. PTO dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat untuk penyakit kronis, obat
dengan indeks terapi sempit, obat Anti Tuberkulosis (OAT), dan obat Anti
Retroviral (ARV).
c. PTO berupa asesmen ulang dilakukan oleh apoteker setiap hari saat visite
bersama atau visite mandiri.
d. PTO dicatat dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan
menjadi dokumen rekam medik.
e. Hasil pemantauan terapi obat dikomunikasikan kepada dokter atau bersama PPA
dalam bentuk SOAP pada CPPT.
f. Komunikasi dalam bentuk SBAR disertai dengan TBK.
59. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
60. Temuan Reaksi Obat Tidak Diharapkan (ROTD) dilakukan manajemen efek samping
oleh tim MESO Rumah Sakit
a. MESO di rumah sakit dilaksanakan khusus untuk pasien yang di rawat inap dan
rawat jalan
b. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru atau
obat yang baru masuk formularium rumah sakit atau obat yang terbukti dalam
literatur menimbulkan efek samping serius
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim MESO
dan KFT Rumah Sakit
d. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat dan apoteker penanggungjawab
e. Laporan efek samping obat dikirimkan ke KFT untuk dievaluasi
f. KFT melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek samping obat kepada bidang
pelayanan dan menyebarluaskannya ke seluruh Kelompok Staf Medis
Fungsional/ Instalasi/ Unit Pelayanan di rumah sakit sebagai umpan balik/
edukasi
g. Hasil evaluasi laporan efek samping obat dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengeluarkan obat dari formularium.
61. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
a. Setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan ke Komite PMKP RSU PURI
ASIH Salatiga
b. Insiden Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), KTD
dan kejadian Sentinel dalam waktu kurang dari 1 X 24 jam
c. Kejadian Potensial Cedera (KPC) segera dilaporkan ke koordinator satelit untuk
segera dilakukan penyelesaian dan dilaporkan secara periodik setiap bulan ke
Komite PMKP RSU PURI ASIH Salatiga.
62. Kepala Instalasi Farmasi melaksanakan dan bertanggungjawab atas usaha peningkatan
mutu pelayanan kefarmasian (memperhatikan laporan setiap unit fungsional atau
indikator mutu pelayanan farmasi) di RSU PURI ASIH Salatiga.
63. Indikator mutu pelayanan farmasi merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur
pelayananyang diberikan oleh farmasi rumah sakit kepada masyarakat.
64. Indikator mutu pelayanan farmasi meliputi:
a. Waktu tunggu pelayanan rawat jalan obat jadi ≤ 30 menit dan obat racikan ≤ 60
menit
b. Waktu tunggu pelayanan obat rawat inap ≤ 120 menit
c. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat (100 %)
d. Kepuasan pelanggan (pasien dan keluarga) sebesar ≥ 80%
e. Penulisan resep sesuai formularium sebesar 100%
f. Kepatuhan penggunaan formularium nasional sebesar ≥ 80%
g. Ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah Caesar sebesar
100%
h. Kesalahan penulisan resep obat setelah telaah yang berdampak adverse effect
sebesar 0%
i. Angka kesalahan penyiapan obat di Instalasi Farmasi sebesar 0%
j. Angka tidak dilaksanakannya double ceck high alert medication di rawat inap
sebesar 0%
k. Angka kekosongan stock obat emergency di ruang PONEK sebesar 0%.
65. Review atas program mutu pelayanan kefarmasian bertujuan untuk meningkatkan mutu
layanan kefarmasian dan dilaksanakan secara teratur dan bersinambungan (minimal 1
tahun sekali) sesuai perkembangan lmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan
pelayanan rumah sakit, bertambahnya SDM farmasi dan karena berubahnya struktur
organisasi instalasi farmasi.
66. Program orientasi pegawai baru di Instalasi Farmasi RSU PURI ASIH Salatiga mengacu
pada program yang telah ditetapkan Direktur.
67. Program pengembangan staf Instalasi Farmasi dilakukan dalam rangka meningkatkan
kompetensi dan profesionalitas SDM farmasi serta menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian, untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian
yang bermutu.
68. Evaluasi kinerja tenaga farmasi dilakukan sesuai uraian tugas masing-masing dalam
kegiatan farmasi klinik dan non klinik kepada pasien. Kepala Instalasi farmasi
mendapatkan gambaran yang obyektif dalam pertimbangan pembinaan pegawai dan
untuk meningkatkan kinerja tenaga farmasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
farmasi, meliputi :
a. Orientasi pelayanan
b. Integritas
c. Komitmen
d. Disiplin
e. Kerjasama
f. Kepemimpinan.
69. Penanganan pengaduan masyarakat tentang pelayanan kefarmasian ditindaklanjuti oleh
Kepala Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Tim Pengaduan dan Kepuasan Publik
RSU PURI ASIH Salatiga.
70. Dalam rangka meningkatkan performa pelayanan kefarmasian, maka diperlukan
koordinasi dan komunikasi secara utuh di seluruh unit pelaksana, dalam bentuk rapat
internal Instalasi Farmasi, berupa rapat rutin satu kali per bulan dan rapat insidental.
Ditetapkan di : Salatiga
Pada tanggal : 4 Januari 2018
Direktur RSU Puri Asih Salatiga