Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan
buah dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu
penyakit atas keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin
aman untuk dikonsumsi, tidak beracun dan tidak menimbulkan mutasi gen.
Beberapa penelitian di Jepang menyatakan bahwa antosianin memiliki fungsi
fisiologi. Misalnya sebagai antioksidan, antikanker, dan perlindungan terhadap
kerusakan hati. Antosianin juga berperan sebagai pangan fungsional, sebagai
contoh “food ingredient”yang sangat berguna bagi kesehatan mata dan retina
yang pertama kali dipublikasikan di Jepang pada tahun 1997.
Antosianin adalah zat penyebab warna merah, orange, ungu, dan biru.
Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air,
kembang sepatu, bunga tasbih atau kana, krsan, pelargonium, aster cina, buah
apel, chery, anggur, stoberi, buah manggis serta umbi ubi jalar. Penggunaan zat
pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk
makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice, dan susu).
Pigmen antosianin yang merupakan flavonoid merupakan pigmen yang
paling luas dan penting karena banyak tersebar pada berbagai organ tanaman,
terutama pada bunga (ditetukan hampir 30% terkandung dalam berat keringnya).
Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah alkohol,
etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang
dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida (HCL), asam aserat, asam
format, atau asam askorbat.
Antosianin dan beberapa flavonoid bermanfaat didunia kesehatan seperti
sebagai antikarsinogen, antiinflamasi, antihepatoksik, antibakterial, antiviral,
antialergenik, antitrombotik, dan sebagai perlindungan akibat kerusakan yang
disebabkan oleh radiasi sinar UV dan sebagai antioksidan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antosianin?
2. Bagaimana sifat kimia dan fisika dari antosianin?
3. Pada simplisia, tanaman apa sajakah yang mengandung antosianin?
4. Bagaimana cara ekstraksi dari senyawa antosianin?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui senyawa antosianin.
2. Untuk mengetahui sifat kimia dan fisika dari antosianin.
3. Untuk mengetahui tanaman apa saja yang mengandung antosianin.
4. Untuk mengetahui cara ekstraksi senyawa antosianin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Antosianin
Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan zat
berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga
dan buah-buahan (Hidayat dan Saati, 2006). Antosianin merupakan senyawa
flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin dalam
bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Zat
pewarna alami antosianin tergolong kedalam turunan benzopiran. Struktur utama
turunan benzopiran ditandai dengan adanya cincin aromatik benzena (C6H6)
yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Moss,
2002).
Antosianin adalah pigmen yang paling tersebar luas dalam tumbuhan.
Pigmen berwarna kuat ini adalah penyebab hampir semua warna merah, ungu,
dan biru dalam daun, bunga, buah, dan mungkin juga terdapat pada kulit
buahnya saja, seperti pada terong, anggur, rambutan, apel. Didalam tanaman
antosianin terdapat sebagai glikosida, dimana kandungan utamanya adalah sifat
gulanya (seringkali glukosa, tetapi mungkin juga galaktosa, ramnosa, silosa, dan
arabinosa), jumlah satuan gulanya (mono-, did an triglikosida) dan letak ikatan
gula (biasanya pada 3-hidroksi, pada 3- dan 5- hidroksi) (Gross, 1987).
Antosianin adalah senyawa satu kelas dari senyawa flavonoid yang secara
luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonoid-3-ol, flavon, flavanon, dan
flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid ang berbeda dalam oksidasi dari
antosianin. Struktur inti dasar dari antosianin adalah fenil-2-benzo pirilium atau
flavan. Inti dasar tersebut terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh
tiga atom karbon yang mana ketiga atom karbon dirapatkan oleh sebuah atom
oksigen sehingga terbentuk cincin diantara dua cincin benzena (Winarno,1992).

3
Secara kimia, antosianin merupakan hasil glikosilasi polihidroksi dan atau
turunan polimetoksi dari garam 2-benzopirilium atau dikenal dengan struktur
flavilium. Akibat kekurangan elektron, maka inti flavilium menjadi sangat reaktif
dan hanya stabil pada keadaan asam (Harbore 1967).
Terdapat delapan belas bentuk antosianin, namun hanya enam yang
memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin,
petunidin, pelargonidin, delfinidin, dan peonidin. Struktur antosianin merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus
hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin akan mempengaruhi warna
antosianin jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung
biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan akan
meyebabkan warna merah dan relatif stabil (Jackman & Smith 1996). Menurut
Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin)
yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Terdapat 5 jenis gula
yang biasa ditemui pada molekul antosianin, yaitu glukosa, rhamnosa, galaktosa,
xilosa, fruktosa, dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin biasanya berda dalam
bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut
monoglukosida, biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula, dan
triosa jika memiliki tiga molekul gula (Delgado &Vargas 2000).
Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksi dan
metoksi, dan sebagainya (Markakis 1982). Konsentrasi pigmen yang tinggi

4
dalam jaringan akan menyebabkan warna merah hingga gelap, konsentrasi
sedang akan mengakibatkan warna ungu, dan konsentrasi rendah akan
menyebabkan warna biru (Winarno 1992).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kestabilan antosianin, antara lain
secara enzimatis dan non enzimatis. Secara enzimatis, kehadiran enzim
antosianase atau polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena
bersifat merusak antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi lestabilan
antosianin secara non enzimatis antara lain pengaruh pH, cahaya, dan suhu (Elbe
& Schwartz 1996).
Degradasi warna antosianin oleh enzim antosianase ditunjukkan oleh
Huang (1995). Enzim yang diisolasi dariAspergillus niger menyebabkan
degradasi warna pada pigmen antosianin dari blackberry, cyanidin-3-
monoglukosida. Enzim antosianase mengkatalisa hidrolisis dari antosianin
menjadi aglikon dan pecahan gula. Reaksi yang terjadi adalah cyanidin-3-
monoglukosida dipecah oleh antosianase menjadi cyanidin dan glukosa.
Siegel (1971) mengemukakan bahwa kestabilan antosianin berefek
terhadap ketahanan warna merah pada tart chery. Untuk mempertahankan
kestabilan warna, sebelum mengalami proses lebih lanjut, buah chery dibekukan
terlebih dahulu dan ketika dibutuhkan, chery mengalami pemanasan terlebih
dahulu untuk merusak enzim antosianase.
Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. Menurut Markakis
(1982), antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali
atau netral. Pada larutan asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat
antosianin sangat stabil. Dalam suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye
sedangkan dalam suasana basa antosianin berwarna biru-ungu atau kadang-
kadang kuning (Eskin 1979). Perubahan warna tersebut terjadi karena perubahan
struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH.
Daravingas dan Cain (1986) mengemukakan bahwa penurunan pH secara
nyata akan memperlambat laju kerusakan antosianin yang berasal dari raspberry.
Sisrunk dan Cash (1986) berusaha meningkatkan kestabilan antosianin dari sari

5
buah arbei dengan metode penurunan pH, selanjutnya ia mengatakan bahwa
metode penurunan pH merupakan metode terbaik untuk mempertahankan
stabilitas warna antosianin.
Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap
antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dalam proses
biosintesisnya tetapi juga mempercepat laju degradasi warna antosianin. Van
Burent (1968) melaporkan bahwa asilasi, metilasi bentuk diglikosida menjadikan
antosianin lebih stabil terhadap cahaya, sedangkan diglikosida yang tidak
terasilasi lebih tidak stabil demikian juga dengan monoglikosida. Palamidis dan
Markakis (1975) mendapatkan bahwa cahaya dapat mempengaruhi antosianin
dalam minuman berkarbonat.

2.2 Tanaman Yang Mengandung Antosianin


Buah naga (Dragon Fruit) merupakan buah pendatang yang banyak
digemari oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi
cukup tinggi. Bagian dari buah naga 30-35% merupakan kulit buah namun
seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Kulit buah naga mengandung zat
warna alami antosianin cukup tinggi. Antosianin merupakan zat warna yang
berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk
pangan dan dapat dijadikan alternative pengganti pewarna sintetis yang lebih
aman bagi kesehatan. Jenis buah naga yang telah dibudidayakan ada empat,
antara lain Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus), Buah Naga Daging
Merah (Hylocereus polyrhizus), Buah Naga Daging Super Merah (Hylocereus
costaricensis), dan Buah Naga Kulit Kuning Daging Putih (Selenicereus
megalanthus) (Handayani, 2012).
Buah naga merah merupakan buah yang harus dipanen setelah matang,
karena jika dipanen mentah maka buah tidak akan matang. Buah ini sudah dapat
dipanen 30 hari setelah berbunga (Himagropertanian, 2012). Hylocereus
polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki
buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa

6
buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan
mencapai 13-15 % Briks. Hylocereus polyrhizus tergolong jenis tanaman yang
cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya tingkat keberhasilan bunga
menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya
tergolong rendah dan rata-rata berat buahnya hanya sekitar 400 gram (Kristanto,
2008).

Pada Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin


berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida. Hylocereus polyrhizus juga
kaya akan antioksidan seperti vitamin C dan flavonoid, yang dapat digunakan
sebagai bahan dasar pembatan kosmetik untukmencegah kehilangan kelembapan
pada kulit (sinaga, 2012). Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam
kelompok pigmen setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan
warna dari merah sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun.
Antosianin pada buah naga ditemukan pada buah dan kulitnya.

2.3 Ekstraksi Antosianin

2.3.1.Maserasi

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih


komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut.
Pada proses ekstraksi komponen yang dipisahkan dengan ekstrak dapat
berupa padatan dari suatu sistem campuran padat-cair, berupa cairan dari
suatu sistem campuran cair-cair.

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya

7
perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di

luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada

temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel

dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.

Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel. Selama proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari)

dilakukan pengadukan / pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari.

Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk

ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh

dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).

2.3.2. Ekstraksi Antosianin pada Buah Naga


Ekstraksi maserasi dilakukan dengan perendaman kulit buah naga
merah selama 24 jam pada 5 variasi volume pelarut 400 mL, 500 mL, 600
mL, 700 ml dan 800 ml dengan perbandingan antara suhu ruangan dan
suhu tambahan 40oC. Hasil ekstraksi yang didapat kemudian dipekatkan
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator selama 3 jam untuk

8
masingmasing sampel ekstrak. Pelarut yang digunakan adalah asam sitrat
karena bersifat polar. Pigmen antosianin yang bersifat polar hanya bisa
diekstrak dengan pelarut yang bersifat polar pula.
Penggunaan asam sitrat yang bersifat polar bertujuan untuk
mengekstrak gugus hidroksi yang ada dalam kulit buah naga merah yang
biasa disebut sianidin, sehingga ekstrak pigmen yang didapat berwarna
merah keunguan. Pada saat Pengontakan yang terjadi mekanisme pelarutan
dan difusi. Pelarutan merupakan peristiwa penguraian suatu molekul zat
menjadi komponennya, baik berupa molekul-molekul, atom-atom maupun
ion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang melingkupinya. Partikelpartikel
yang terlarutkan ini berkumpul dipermukaan antara (interface) padatan dan
terlarut. Bila peristiwa pelarutan masih terus berlangsung, maka terjadi
difusi partikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fase menembus
lapisan permukaan pelarut dan masuk kedalam badan pelarut dimana zat
terdistribusikan merata.
Semakin bertambahnya volume pelarut, konsentrasi dari pigmen
antosianin juga semakin menurun. Penurunan konsentrasi antosianin terjadi
karena gugus sianidin yang terdapat dalam kulit buah naga merah sudah
terambil oleh pelarut asam sitrat sehingga dengan bertambahnya volume
tidak membuat kadar antosianin yang didapat semakin banyak. Hal ini
sesuai dengan teori ekstraksi yang menyatakan bahwa semakin besar
jumlah pelarut maka konsentrasi produk semakin kecil (Treybal, R.E.,
1955).
Dengan meningkatnya suhu ekstraksi maka terlarutnya pigmen
antosianin semakin baik, tetapi oksidasi antosianin juga ikut meningkat
dengan meningkatnya suhu. Waktu ekstraksi yang terlalu lama juga
mempengaruhi kadar antosianin yang didapat karena proses ekstraksi
berlangsung dengan menggunakan tambahan suhu. Pigmen antosianin akan
rusak diatas suhu 600C, namun waktu kontak yang terlalu lama akan
menyebabkan kerusakan pada pigmen antosianin walaupun suhu yang

9
digunakan belum mencapai suhu 60oC. Pada penelitian Hutapea, (2014)
dkk terjadi penurunan kadar antosianin pada waktu ekstraksi 8 jam dengan
suhu 50oC.Hal inilah yang menyebabkan kadarantosianin yang didapat dari
proses ekstraksi menggunakan suhu 40oC lebih kecil. Sehingga hanya
dengan menggunakan suhu ruangan tanpa memberikan pemanasan
tambahan memberikan hasil yang baik, hal ini dapat menghemat energi
pada proses ektraksi.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan zat
berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga dan
buah-buahan(Hidayat dan Saati, 2006). Antosianin merupakan senyawa flavonoid
yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin dalam bentuk aglikon
lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari
tanaman melewati dinding sel.

Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah sampai biru
dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin pada buah naga
ditemukan pada buah dan kulitnya.

11

Anda mungkin juga menyukai