Anda di halaman 1dari 8

CHAPTER 2

2.1 Metode Sisa Bobot Dalam Struktur

Metode bobot sisa berguna untuk mendapatkan solusi perkiraan untuk persamaan
dalam penggunaan diferensial. Untuk menjelaskan metode tersebut, akan dipertimbangkan
dengan sampel problem berikut :

𝑑2𝑢
− 𝑢 = −𝑥, 0 < 𝑥 < 1
{𝑑𝑥 2 (2.1.1)
𝑢(0) = 0, 𝑑𝑎𝑛 𝑢(1) = 0
Langkah pertama dalam metode sisa bobot dalam struktur adalah untuk mengasumsikan
fungsi percobaan yang berisi koefisien yang tidak diketahui yang akan ditentukan kemudian.
Misalnya, fungsi uji coba, 𝑢̃ = 𝑎𝑥(1 − 𝑥), adalah dipilih sebagai solusi perkiraan untuk
persamaan (2.1.1). Disini, tanda “ ~” menunjukkan solusi perkiraan yang biasanya berbeda
dari solusi yang tepat untuk hasilnya. Fungsi uji coba dipilh disini sedemikian rupa sehingga
memenuhi syarat batas (yaitu, 𝑢̃(0) = 0 𝑑𝑎𝑛 𝑢̃(1) = 0), dan memiliki satu koefisien tidak
diketahui yang harus ditentukan.

Secara umum, akurasi dari solusi yang diperkirakan tergantug pada pemilihan fungsi
percobaan yang tepat. Namun, bentuk sederhana dari fungsi uji coba dipilih untuk contoh ini,
untuk menunjukkan prosedur dasar dari metode sisa bobot. Setelah fungsi percobaan dipilih,
residual (sisa) dihitung dengan mengganti fungsi percobaan ke dalam persamaan diferensial.
Artinya residu R menjadi

𝑑2𝑢
̃
R= − 𝑢̃ + 𝑥 = −2𝑎 − 𝑎𝑥(1 − 𝑥) + 𝑥 (2.1.2)
𝑑𝑥 2

Karena 𝑢̃ berbeda dari solusi yang tepat, residu tidak akan hilang untuk semua nilai x dalam
domain. Langkah selanjutnya adalah menentukan konstanta yang tidak diketahui sehingga
fungsi test yang dipilih akan paling mendekati solusi yang tepat. Untuk tujuan ini, fungsi test
(atau pembobotan) w dipilih dan rata-rata yang tertimbang dari residu di atas domain masalah
tersebut diatur ke nol. Bentuk dari itu adalah,
1 1
𝑑 2 𝑢̃
𝐼 = ∫ 𝑤𝑅 𝑑𝑥 = ∫ 𝑤 ( − 𝑢̃ + 𝑥) 𝑑𝑥
0 0 𝑑𝑥 2
1
= ∫0 𝑤 {−2𝑎 − 𝑎𝑥(1 − 𝑥) + 𝑥} 𝑑𝑥 = 0 (2.1.3)

Langkah selanjutnya adalah menentukan fungsi test (uji coba). Solusi perkiraan
resultan berbeda, tergantung pada fungsi test (uji). Metode residu tertimbang dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada bagaimana fungsi test (uji) ditentukan. Beberapa metode
residu tertimbang dijelaskan dibawah ini. Pembaca dapat merujuk pada referensi [1-3] untuk
metode lain.

1. Metode Kolokasi. Fungsi Dirac delta, (𝛿 (𝑥 − 𝑥𝑖 ), digunakan sebagai fungsi test,


dimana titik pengambilan sampel xi harus berada di dalam domain, 0 < xi < 1.
Dengan kata lain,

𝑤 = 𝛿(𝑥 − 𝑥𝑖 ) (2.1.4)

Misalkan xi = 0,5 dan disubstitusikan fungsi test (uji) ke dalam bobot residu.
Persamaan (2.1.3), untuk menemukan a = 0.2222. Kemudian, solusi perkiraan
menjadi 𝑢̃ = 0.2222𝑥(1 − 𝑥).

2. Metode Kuadrat Terkecil. Fungsi test (uji) ditentukan dari residu, sehingga
𝑑𝑅
𝑤= (2.1.5)
𝑑𝑎

Menerapkan Persamaan (2.1.5) ke Persamaan (2.1.2) menghasilkan w = -2 – x(1- x).


Pergantian (substitusi) fungsi test (uji) ke Persamaan. (2.1.3) menghasilkan a =
0.2305. Kemudian 𝑢̃ = 0.2305𝑥(1 − 𝑥).

3. Metode Galerkins. Untuk metode Galerkins, fungsi test (uji) berasal dari fungsi
percobaan (trial function) yang dipilih. Fungsi itu adalah,
̃
𝑑𝑢
𝑤= (2.1.6)
𝑑𝑎

Untuk fungsi uji coba ini, w = x(1 – x). Menerapkan fungsi test (uji) ini ke
Persamaan. (2.1.3) memberikan a = 0.2272 sehingga 𝑢̃ = 0.2272𝑥(1 − 𝑥).
Perbandingan ketiga solusi perkiraan ini dengan solusi yang tepat x = 0.5 disediakan
pada tabel 2.1.1. seperti yang terlihat dalam perbandingan tersebut, ketiga metode
menghasilkan solusi perkiraan yang cukup akurat untuk solusi Persamaan. (2.1.1)

Tabel 2.1.1 Perbandingan Solusi Persamaan (2.1.1) pada x = 0.5

Solusi Exact Kolokasi Kuadrat Terkecil Galerkin


0.0566 0.0556 0.0576 0.0568

Tabel 2.1.2 Fungsi Uji untuk Metode Bobot Sisa (Weighted Residual)
Method Penjelasan
Kolokasi (Collocation) 𝑤𝑖 = 𝛿(𝑥 − 𝑥𝑖 ), 𝑖 = 1,2, … , 𝑛
Dimana xi adalah titik di dalam domain.
Kuadrat Terkecil (Least Suares) 𝜕𝑅
𝑤𝑖 = , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.
𝜕𝑎𝑖
Dimana R adalah residual dan a adalah
koefisien yang tidak diketahui dalam
fungsi percobaan (trial function).
Galerkin 𝜕𝑢̃
𝑤𝑖 = , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.
𝜕𝑎𝑖
Dimana 𝑢̃ adalah fungsi uji coba yang
dipilih.

Untuk meningkatkan solusi perkiraan, dapat menambahkan lebih banyak istilah ke


fungsi uji coba yang sebelumnya dipilih. Sebagai contoh, fungsi uji coba (trial function)
lainnya adalah 𝑢̃ = 𝑎1 𝑥(1 − 𝑥) + 𝑎2 𝑥 2 (1 − 𝑥). Fungsi uji coba ini memiliki dua konstanta
yang tidak diketahui yang harus ditentukan. Perhitungan residu menggunakan fungsi uji coba
dan menghasilkan

𝑅 = 𝑎1 (−2 − 𝑥 + 𝑥 2 ) + 𝑎2 (2 − 6𝑥 − 𝑥 2 + 𝑥 3 ) + 𝑥 (2.1.7)

Kita memerlukan jumlah fungsi uji yang sama dengan konstanta yang tidak diketahui
sehingga konstanta dapat ditentukan dengan benar. Tabel 2.1.2 merangkum cara menentukan
fungsi uji untuk fungsi percobaan yang dipilih yang memiliki koefisien n tidak diketahui.
Penerapan Tabel 2.1.2 untuk fungsi uji coba ini menghasilkan fungsi uji berikut untuk setiap
metode.

Metode Kolokasi : 𝑤1 = 𝛿(𝑥 − 𝑥1 ), 𝑤2 = 𝛿(𝑥 − 𝑥2 ) (2.1.8)

Metode Kuadrat Terkecil : 𝑤1 = −2 − 𝑥 + 𝑥 2 , 𝑤2 = 2 − 6𝑥 − 𝑥 2 + 𝑥 3 (2.1.9)

Metode Galerkin : 𝑤1 = 𝑥(1 − 𝑥), 𝑤2 = 𝑥 2 (1 − 𝑥) (2.1.10)

Untuk metode kolokasi, x1 dan x2 harus dipilih sedemikian sehingga residu bobot yang
dihasilkan yaitu Persamaan. (2.1.3), dapat menghasilkan dua persamaan independen untuk
menentukan yang tidak diketahui a1 dan a2 secara unik. Metode kuadrat terkecil
menghasilkan matriks simetris terlepas dari fungsi percobaan yang dipilih. Contoh 2.1.1
menunjukkan simetri dari matriks yang dihasilkan dari metode kuadrat terkecil. Metode
Galerkin tidak menghasilkan matriks simetris ketika diterapkan pada Persamaan. (2.1.1).
Namun, metode Galerkin dapat menghasilkan matriks simetris dalam kondisi tertentu yang
dijelaskan di bagian selanjutnya.

 Contoh 2.1.1 Persamaan diferensial ditulis sebagai.


L(u) = f (2.1.11)

Dimana L adalah sebuah operator diferensial linear. Sebuah solusi percobaan yang dipilih
adalah sebagai berikut.

𝑢̃ = ∑𝑛𝑖=1 𝑎𝑖 𝑔𝑖 (2.1.12)

Dimana gi adalah fungsi yang diketahui dalam hal sistem koordinat spatial dan diasumsikan
memenuhi kondisi batas. Substitusi Persamaan. (2.1.12) ke dalam Persamaan. (2.1.11) dan
kumpulan istilah dengan koefisien yang sama ai menghasilkan residu seperti yang terlihat di
bawah ini ;

𝑅 = ∑𝑛𝑖=1 𝑎𝑖 ℎ𝑖 + 𝑝 (2.1.13)

Disini, hi dan p adalah fungsi dalam hal sistem koordinat spatial. Fungsi uji untuk metode
kuadrat terkecil adalah

𝑤𝑗 = ℎ𝑗 , 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 (2.1.14)

Rata-rata bobot dari residu diatas domain menghasilkan persamaan matriks

𝐼 = ∫ 𝑤𝑖 𝑅 𝑑 = ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖𝑗 𝑎𝑖 − 𝑏𝑗 = 0, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 (2.1.15)

Dimana,

𝐴𝑖𝑗 = ∫ ℎ𝑖 ℎ𝑗 𝑑 (2.1.16)

Persamaan (2.1.16) menunjukkan Aij = Aji (simetri).

2.2 Formulasi Lemah (Weak Formulation)

Mempertimbangkan masalah sampel sebelumnya, Persamaan. (2.1.1), lagi. Formulasi


yang diuraikan dalam bagian sebelumnya disebut formulasi kuat dari metode bobot sisa.
1 𝜕2 𝑢
̃
Formulasi yang kuat membutuhkan evaluasi dari ∫0 𝑤 ( 2 ) 𝑑𝑥 yang mencakup urutan
𝜕𝑥
tertinggi dari istilah derivatif dalam persamaan diferensial. Integral harus memiliki nilai
hingga nol-nol untuk menghasilkan solusi perkiraan yang berarti untuk persamaan
diferensial. Ini berarti fungsi uji coba harus dibedakan dua kali dan turunan keduanya
seharusnya tidak hilang. Sehingga untuk mengurangi persyaratan untuk fungsi uji coba dalam
hal urutan diferensiabilitas, integrasi oleh bagian per bagian diterapkan pada formulasi yang
kuat, kemudian Persamaan. (2.1.3) menjadi

1 𝑑2𝑢
̃
𝐼 = ∫0 𝑤 ( 2 − 𝑢̃ + 𝑥) 𝑑𝑥
𝑑𝑥
1 ̃
𝑑𝑤 𝑑𝑢 ̃ 1
𝑑𝑢
= ∫0 (− − 𝑤𝑢̃ + 𝑥𝑤) 𝑑𝑥 + [𝑤 ] = 0 (2.2.1)
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥 0

Seperti yang terlihat dalam Persamaan. (2.2.1), fungsi percobaan memerlukan diferensiasi
orde pertama, bukan diferensiasi orde kedua. Akibatnya, persyaratan untuk fungsi uji coba
menjadi berkurang untuk Persamaan. (2.2.1). Formula ini disebut formulasi lemah.

Formulasi lemah memiliki keunggulan untuk metode Galerkin yang dimana fungsi uji
diperoleh langsung dari fungsi uji coba yang dipilih. Jika persamaan diferensial yang
mengatur adalah operator self-adjoint, metode Galerkin bersama dengan formulasi yang
lemah akan menghasilkan matriks simetris dalam hal koefisien yang tidak diketahui dari
fungsi percobaan. Menggunakan fungsi uji coba 𝑢̃ = 𝑎𝑥(1 − 𝑥) untuk formulasi yang lemah,
Persamaan (2.2.1) menghasilkan solusi yang sama seperti yang diperoleh dari formulasi kuat
seperti yang diharapkan. Namun ketika fungsi piecewise dipilih sebagai fungsi percobaan,
kita akan melihat keuntungan formulasi yang lemah dari formulasi yang kuat.

2.3 Fungsi Percobaan Terus-Menerus

Terlepas dari formulasi yang lemah dan kuat, keakuratan perkiraan tergantung pada
fungsi percobaan yang dipilih. Namun, mengasumsikan solusi yang tepat sehingga menjadi
banyak fungsi percobaan untuk solusi yang tepat yang hal tersebut tidak diketahui bukanlah
tugas yang mudah. Hal ini terutama benar ketika solusi pasti yang tidak diketahui diharapkan
memiliki variasi besar atas domain masalah, domain memiliki bentuk kompleks dalam suatu
masalah yaitu dua dimensi atau tiga dimensi, dan/atau masalah memiliki kondisi batas yang
rumit. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, fungsi percobaan dapat didistribusikan
menggunakan fungsi kontinu piecewise.

Pertimbangkan fungsi linier piecewise dalam domain satu dimensi seperti yang telah
dijelaskan dibawah ini.
(𝑥 − 𝑥𝑖−1 )
⁄ℎ 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑥𝑖−1 ≤ 𝑥 ≤ 𝑥𝑖
𝑖
∅𝑖 (𝑥) = (𝑥𝑖+1 − 𝑥) (2.3.1)
⁄ℎ 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑥𝑖 ≤ 𝑥 ≤ 𝑥𝑖+1
𝑖+1
{ 0 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒

Fungsi ini didefenisikan dalam Persamaan. (2.3.1) diplotkan dalam Gambar. 2.3.1 dan
Contoh 2.3.1 yang diilustrasikan menggunakan fungsi uji coba (trial function).

 Contoh 2.3.1 Pertimbangkan masalah yang sama seperti yang diberikan pada
Persamaan. 2.1.1. Dapat ditulis ulang di sini.

𝑑2 𝑢
− 𝑢 = −𝑥, 0 < 𝑥 < 1
{𝑑𝑥 2 (2.1.1)
𝑢(0) = 0, 𝑑𝑎𝑛 𝑢(1) = 0

Formula lemah (weak formulation) nya dapat ditulis sebagai berikut :

(2.2.1)

Fungsi uji coba dipilih dan akan menghasilkan 𝑢̃ = 𝑎1 ∅1 (𝑥) + 𝑎2 ∅2 (𝑥) dalam halnya, a1 dan
a2 merupakan konstanta yang tidak diketahui yang akan ditentukan selanjutnya, dan ∅1 dan
∅2 didefenisikan sebagai :

(2.3.2)

(2.3.3)

∅1 (𝑥) dan ∅2 (𝑥) diplotkan pada Gambar. 2.3.2. Untuk fungsi uji coba saat ini, domain
masalah dibagi menjadi tiga subdomain dan dua fungsi linier piecewise digunakan.tentu saja,
lebih banyak fungsi yang akan sedikit demi sedikit dapat digunakan bersama dengan adanya
lebih banyak subdomain untuk meningkatkan akurasi solusi perkiraan. Fungsi percobaan
dapat ditulis ulang sebagai berikut :

(2.3.4)

Menggunakan metode Galerkin diikuti dengan fungsi uji (test)

(2.3.5)

Dan

(2.3.6)

Beban rata-rata residualnya adalah :

(2.3.7)

(2.3.8)

̃ 1
𝑑𝑢
Dimana [𝑤 𝑑𝑥 ] adalah batas dari 𝑤1 (0) = 𝑤1 (1) = 𝑤2 (0) = 𝑤2 (1) = 0. Disubstitusikan
0
kedua persamaan uji coba tersebut dan persamaan uji kedalam persamaan (2.3.7) dan
persamaan (2.3.8) yang akan memberikan :

(2.3.9)
(2.3.10)

Solusi untuk a1 dan a2 yaitu a1 = 0.0488 dan a2 = 0.0569 dari persamaan (2.3.9) dan
Persamaan. (2.3.10). yaitu, solusi perkiraannya adalah 𝑢̃ = 0.0488∅1 (𝑥) + 0.0569∅2 (𝑥).
Jika fungsi percobaan Persamaan. (2.3.4) digunakan untuk persamaan formulasi kuat (2.1.3),
itu tidak akan memberikan solusi yang masuk akal, dengan perkiraan du/dx akan lenyap
sepenuhnya.

2.4 Formulasi Elemen Hingga Galerkin

Seperti yang terlihat pada bagian sebelumnya, penggunaan fungsi kontinu untuk
percobaan n memiliki keunggulan. Saat menambah jumlah subdomain untuk fungsi
piecewise, dapat direpresentasikan fungsi kompleks dengan menggunakan jumlah fungsi
linier piecewise sederhana. Kemudian subdomain disebut dengan elemen hingga. Mulai
sekarang, digunakan untuk menunjukkan fungsi percobaan yang dihilangkan untuk
menunjukkan nya kecuali ada yang kebingungan maka fungsi tersebut dapat dihilangkan.

Bagian ini menunjukkan bagaimana menghitung residu bobot secara sistematis


menggunakan elemen hingga dan fungsi kontinu. Dalam bagian sebelumnya, fungsi kontinu
piecewise didefenisikan dalam hal koefisien secara umum.

(yaitu, a1, a2, dll). Untuk formulasi sistematis, fungsi kontinu piecewise didefenisikan dalam
hal variabel nodal.

Pertimbangkan subdomain atau elemen hingga yang ditunjukkan oleh gambar 2.4.1.
Elemen ini memiliki dua node, satu disetiap ujungnya. Pada setiap node, nilai koordinat yang
sesuai (xi atau xi+1) dan variabel nodal (ui atau ui+1) ditetapkan. Mari kita anggap sebagai

Anda mungkin juga menyukai