Anda di halaman 1dari 11

KRITIK REALITAS SEJARAH ASHABUL KAHFI DALAM

NOVEL AHLUL KAHFI KARYA TAUFIK EL – HAKIM


(Berdasarkan Teori Sosiologi Sastra Alan Swingewood)

HABRI
Bahasa dan Sastra Arab - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 16310061@student.uin-malang.ac.id

Abstrak

Judul kajian ini adalah ”Kritik realitas sejarah dalam Novel Ashabul
Kahfi Karya Taufik el – Hakim : Tinjauan Sosiologi Sastra sebagai
refleksi sejarah”. Adapun objek formal dari karya ilmiah ini adalah
realitas sejarah dan keadaan tokoh yang terdapat dalam novel.
Sedangkan objek materialnya adalah novel yang berjudul Ashabul
Kahfi karya Taufik el - Hakim. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat sejauh mana novel tersebut mencerminkan realitas sejarah
dan sosial para tokoh kisah ashabul kahfi. Sesuai dengan tujuan
penelitian tersebut, maka teori yang digunakan adalah teori sosiologi
sastra Alan Swingewood. Dalam penelitian ini akan digunakan
perspektif yang memandang karya sastra merupakan sebagai refleksi
dari sejarah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa realitas Sosial
para tokoh dalam Novel Ashabul Kahfi mampu mencerminkan
kondisi sosial para ashabul kahfi pada saat itu sekaligus menangkap
berbagai masalah yang ada di sekitarnya.

Kata Kunci : Ashabul Kahfi, realitas sosial, sejarah, sosiologi sastra

LATAR BELAKANG

Dalam novel Ashabul Kahfi Karya Taufik el – Hakim mencoba untuk


mengisahkan tentang Ahlul Kahfi yang dikisahkan secara runtut dalam kitab suci
Al – Qur'an tepatnya dalam surah Al – Kahfi. Akan tetapi sebuah karya sastra ada
kalanya tidak berjalan sesuai dengan teks sejarah yang ada. Dalam sebuah karya
sastra seperti novel terkadang untuk kepentingan dalam menghidupkan alur cerita,
maka penulis atau pengarang biasanya terkadang menambahkan sesuatu, misalnya
tokoh, karakter dan lain sebagainya. Yang menyebabkan karya tersebut alur
ceritanya menjadi lebih hidup.

1
Misalnya pada film Kingdom of Heaven yang mengisahkan Salahuddin Al
Ayubi atau masyhur dengan sebutan Saladin yang ketika itu akan merebut kota
Jerusalem dari pihak Kristiani, film tersebut tidak bisa dijadikan sebagai patokan
akan kebenaran suatu sejarah karena pasti dalam sebuah karya ada tambahan atau
campur tangan seorang sastrawan, seniman, atau dalam hal film sutradara dalam
rangka keestetikaan suatu karya.

Dari pernyataan tersebut, penyusun makalah ini, akan mencoba membahas


tentang sejauh mana novel Ashabul Kahfi Karya Taufik el – Hakim tersebut
mencerminkan realitas sejarah dan keadaan sosial para tokoh kisah Ahlu Kahfi yang
telah dikisahkan secara runtut dalam Kitab Suci Al – Qur'an.

KAJIAN TEORI
Sosiologi Sastra Alan Swingewood

Swingewood termasuk pengonsep sosiologi sastra terkemuka. (Junus,1986:1).


Maksudnya, konsep tentang sosiologi sastra yang dia kemukakan banyak diikuti
oleh banyak pihak. Menurutnya, sosiologi sastra itu sebuah penelitian tentang karya
sastra sebagai dokumen sosiobudaya, yang mencerminkan suatu zaman.

Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh
perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra. Pandangan ini beranggapan
bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial,
hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain.

Swingewood (1973:14) menyatakan sastra adalah cermin masyarakat atau cermin


zaman. Setiap zaman memiliki keunikan. Sastra menjadi cermin tia-tiapzaman,
dalam rentang historis. Model cermin telah mampu membuka wawasan historis
sosial. Ditegaskan lagi oleh Levin (1973:66) bahwa sastra merefleksikan
kehidupan. Karena itu dalam teori cermin, cermin itu sejajar dengan sebuah
reflektor. Sastra memiliki daya pantul yang luar biasa terhadap jalur kehidupan.

Karya sastra, seperti puisi, novel dan lain sebaginya tidak hanya menyajikan bahasa
yang indah seperti yang dikatakan oleh beberapa ahli, pada kenyataanya sastra juga
adalah sebuah dokumentasi sejarah, sebagai refleksi sosial.

Swingewood (Junus, 1986:7) mengidolakan pencarian hubungan langsung (one-to-


one correspondence), hingga ada titik temu antara unsur struktur sastra dan struktur
masyarakat secara riil, masih patut dipertimbangkan. Realitas sastra tidak selalu
asli, melainkan dikreasi atas dasar keinginan dan perasaan penulis. Lebih hebat lagi,

2
kadang pembaca juga memiliki ruang bebas untuk menafsirkan sastra, hingga
muncul tafsir yang melebihi realitas

Karya Sastra adalah karya bebas, tidak dipungkiri bahwa karya sastra terkadang
mengingkari realitas zamanya atau teks sumbernya, contohnya sebuah karya sastra
secara historis berbeda dengan fakta sejarah yang ada, hal ini bisa jadi terjadi pada
sebuah karya, karena terdapat campur tangan sastrawan atau pengarang yang
memberikan nilai estetika sebuah karya sastra. Belum lagi ditambah dengan
penafsiran pembaca yang beragam, sehingga akan memunculkan berbagai macam
tafsiran terhadap karya sastra tersebut.

Untuk dapat mengetahui suatu fenomena tertentu yang terjadi pada masa lampau,
dokumentasi sastra bisa menjadi tempat untuk membuka hasil dari dokumentasi
sastra, suatu prilaku dalam masyarakat tertentu, juga bisa terlihat didalamnya
karena karya sastra adalah sebuah cermin menurut Swingewood dalam bukunya.

At the present time it’s possible to characterize two board approaches to a sociology
of literature. The most popular perspective adopts the documentary aspect of
literature, arguing that it provides a mirror to the age. (Swingewood, 1971:13)

Cermin adalah sebuah refleksi dari diri, sama halnya jika dianalogikan terhadap
sebuah karya sastra merupakan sebuah pantulan dari refleksi masyarakat.
Pernyataan Alan Swingewood Sosiology of Literature.

Sejarah dan karya sastra layaknya dua sisi mata uang yang tak akan dapat
dipisahkan. Peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau direkam dalam sebuah
karya sastra. sastra memiliki tempat sebagai media pengarang menyalurkan
peristiwa dan kisan pada masa lampau dalam bentuk karya sastra.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.
Metode ini digunakan dengan cara mendeskripsikan data-data berupa realitas
sejarah novel Ashabul Kahfi Karya Taufik el Hakim, kemudian diberikan analisis.
Deskriptif analitis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2008: 53). Metode ini tidak hanya
memberikan uraian tetapi juga memberikan penjelasan.

KISAH SINGKAT AHLUL KAHFI

Dikisahkan bahwa ahlu Kahfi itu adalah sekelompok orang dari negeri Ruum
(kerajaan Romawi). Mereka tinggal di tepi laut kota Tharsus- ia biasa disebut (Ifsus)
dalam wacana pra-Islam. Mereka adalah sekelompok orang yang mulia, beriman
dengan kerasulan Isa as, menyembah Allah Ta'ala dan mereka tidak musyrik
sebagaimana kebanyakan orang, yaitu menyembah berhala.

3
Semua itu diterangkan dengan runtut dalam surat al-Kahfi. Dalam surat itu
dikisahkan bahwa penduduk suatu daerah itu kafir semua, mereka menyembah
berhala, akan tetapi ada sekelompok orang yang ragu dengan peribadatan mereka
(dengan menyembah patung-patung), lama mereka tenggelam dengan pikirannya,
sehingga mereka mendapatkan petunjuk untuk beriman kepada Allah SWT,
sebagaimana yang yang diemban oleh Nabi Isa-yaitu misi tauhid.
Pada saat itu, rajanya yang berkuasa kafir, yaitu raja Daqyanus (Decius) dan
rakyatnya (penduduknya) semua juga musyrik. Rajanya dikenal kejam.
penduduknya sangatlah loyal (patuh). Suat ketika, berkatalah salah seorang dari ahl
Kahfi itu: "Saya mendengar bahwa Raja kita mengetahui, apa aqidah dan ajaran
yang kita peluk?”, dan sang Raja sebentar lagi menugaskan utusan untuk
menggelandang kita ke hadapannya!”, yang lain berkata: "Ya, kami tahu rencana
orang-orang musyrik itu, akan tetapi kita tidak mungkin kembali atau ikut ke
mereka (musyrik) setelah Allah memberi kita petunjuk (hidayah) kepada
kebenaran.
Setelah mereka dihadapkan pada raja dan diberi pilihan bahwa mereka harus
kembali keagama mereka yang lama atau menerima siksa yang pedih dari raja. Para
ahlul Kahfi lantas pergi dari hadapan raja. Dalam perjalanan, mereka bertemu
dengan salah seorang penggembala dan berkata kepada mereka:”Sesungguhnya aku
tahu ada gua di suatu gunung, dahulu bapakku pernah masuk ke dalamnya bersama
gembalaannya, untuk mengamankan kambing-kambingnya dari ancaman binatang
buas”. Isyarat penggembala ini kemudian disepakati oleh mereka untuk
persembunyiannya. Lantas mereka pergi menuju gua tersebut. Sebab mereka
merasa di negerinya tidak ada tempat untuk hidup, jika itu sampai menunggu besok.
Berangkatlah mereka dengan membawa imannya menuju gua yang dituju tersebut
dan mereka diiringi anjing pelacak sebagai petunjuk jalan. Berjalan pada malam
hari dengan terbata dengan kewaspadaan yang tinggi.
Hingga mereka sampai di depan mulut sebuah gua yang dimaksud tersebut, setelah
masuk dan merasakan keamanan, karena kelelahan mereka pun tertidur dan istirahat
dan terjadilah sebagaimana yang diisyaratkan oleh Firman Allah Subhanahuwataala
yaitu surat Al – Kahfi ayat 16 – 20.
"Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain
Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan
melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang
berguna bagimu dalam urusan kamu."
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah
kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka
berada dalam tempat yang luas dalam gua. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah; maka dialah yang

4
mendapat petunjuk dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka kamu tidak
mendapatkan seorang pemimpinpun dapat memberi petunjuk kepadanya.
Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; Dan kami bali
balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua
lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu
akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan
dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)." Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari
atau setengah hari." Berkata (yang lain lag). "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia
lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan
melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka,
dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (QS. Al-
Kahfi, 16-20).

Demikianlah mereka itu bersembunyi, kemudian merebahkan badannya ke


bebatuan gua, sehingga mereka benar-benar istirahat secara total dan tidur dengan
nyenyak. Anjing pengawalnya-yang berada di mulut gua- juga ikut tidur, dan
setelah itu terjadilah sesuatu yang tak bisa diperkirakan.
Mereka menjalani waktu demi waktu hanya dengan tidur di dalam gua. Setahun.
Dua tahun. Sampai bertahun tahun selama mereka idur itu sinar matahari tetap
masuk kedalam gua sebab matahari ketika terbit, condong dari mereka ke sebelah
kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka
berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Di dalam gua itu udara berhembus
pelan, dan cahaya juga menyusup perlahan-lahan, menyisiri batubatu, dan
menjadikan waktu tiga ratus tahun berhenti bagi penghuninya.

5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Realitas Sejarah dalam Novel Ashabul Kahfi
(Dibalik misteri 300 tahun tertidur).

Realitas Sosial Tentang Agama

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. (https://kbbi.web.id/agama).

Berikut kutipan novel tersebut :

"Bertahun – tahun sudah kami tinggalkan suara desing serta


dendang nestapa rakyat yang terus berengah denga tubuh
berlumuran peluh dibawah bayang – bayang sang penguasa
kelaliman, Daqnayus. (Taufiq al_hakim, 2008: 1).

"Semula diantara kami tak berkeinginan untuk meninggalkan


kota kelahiran, baimanapun kami tetap mencintainya, sebagai
tanah asal yang telah membuat kami mengenal segala sesuatu,
meski hanya perantara.

Namun siapakah yang bisa bertahan , di sebuah kota yang


semula menjadi dambaan semua orang yang tiba tiba pada
masanya menjadi sumber malapetaka...." (Taufiq al_hakim,
2008: 6-7).

Dalam novel tersebut mengisahkan bahwa sekelompok orang atau pemuda tersebut
rela meninggalkan kota, keluarga, kekasih untuk mempertahankan iman mereka
dan menyelamatkan diri mereka dari kezaliman Raja Diqyanus.

Pada bagian pertama novel tersebut dikisahkan tentang sekelompok orang atau
pemuda yang lari untuk menyelamatkan iman mereka dari kezaliman Raja
Daqyanus, ada 3 orang dan seekor anjing. Mereka adalah Yamliha yang merupakan
seorang pengembara, Qithmir (nama anjing), Maslina dan Marnos mantan mentri
Raja.

Dalam Al – Qur'an (Al Kahfi :14 ) Allah meneguhkan hati mereka untuk tetap
beriman kepada Tuhan mereka ketika menghadap sang Raja yang Zalim.

Realitas sosial tentang agama juga dapat dilihat dalam kutipan novel berikut ini:

"Al Hamdulillah, tidak ada seorang pun tahu, bahwa


keduanya ( Anak dan Isteri Marnos) adalah Masehi dan
mempunyai hubungan denganku. Pernikahanku sangat

6
rahasia, dan hanya diketahui oleh kami bertiga. Kemudian
aku sembunyikan isteri dan anakku dalam rumah terpencil
jauh dari orang – orang. Tidak, mereka berdua tidak perlu
dikhawatirkan. Sebelum ini penyembelihan dan pembantaian
pernah terjadi tetapi tidak mencelakai mereka berdua." Ini
berkat keutamaan al – Masih." ( Taufik el – Hakim, 2008 : 17)

Kutipan diatas mengisahkan tentang Keluarga Marnos yang menyembunyikan


identitas keimanan mereka kepada Tuhan yang Maha Esa agar selamat dari
kekejaman Raja pada saat itu Daqyanus.

Kisah dalam novel tersebut membuktikan bagaimana mereka mempertahankan


keimanan, mereka harus berusaha menyembunyikan identitas mereka agar orang –
orang atau rakyat raja pada saat itu tidak mengetahui tentang keimanan mereka
kepada Tuhan. Hal tersebut juga mereka lakukan untuk kemanan keluarga mereka.

Realitas Tentang Sosial Masyarakat

Realitas sosial adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan kontruksi
sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya atau mengandung arti kenyataan-
kenyataan sosial disekitar lingkungan masyarakat tertentu. (Marlina, Hilaluddin:
Jurnal Bastra, Realitas Sosial Kehidupan Tokoh Utama Dalam Novel Toba Dreams
Karya TB Silalahi, 2017:2)

Ada kaitan antara karya sastra ( Novel) dan Realitas sosial, sebagaimana yang telah
disebutkan pada kajian teori bahwa karya sastra adalah dokumentasi sejarah,
sebagai refleksi sosial dan dipertegas oleh Alan Swingewood bahwa sastra
merupakan cermin masyarakat atau cermin zaman. Demikian juga dengan novel
Ashabul Kahfi Karya Taufik El Hakim, dalam hal ini penyusun ingin membuktikan
sejauh mana kesamaan realitas sosial dalam tokoh novel tersebut dengan realitas
sosial ada dalam teks sejarah Ahlul Kahfi.

Ashabul Kahfi Karya Taufik el – Hakim juga merupakan sebuah karya sastra
masrahiyah / drama arab yang dinovelkan. Karya sastra ini terilhami dari kisah
Ahlul Kahfi dalam kitab suci Al – Qur'an.

Novel tersebut bercerita tentang kisah cinta Prisca dan Mislina, novel tersebut juga
memiliki empat bagian. Dan setelah peyusun membaca dan menelaah, hanya pada
bagian pertama dari novel tersebut yang sangat berkaitan dengan kisah Ahlul Kahfi
dalam Al – Qur'an.

7
Dalam Novel dikisahkan bahwa setelah setelah mereka terbangun dari tidur yang
panjang, ratusan tahun berlalu dikisahkan 3 orang tersebut telah penjang janggutnya
dan rambutnya.

Orang – orang pada zaman itu mengetahui tempat mereka di gua, dan setelah
mereka mendapatinya ( 3 orang ahlul kahfi) dan melihatnya secara langsung,
mereka langsung gemetar dan mundur serta ketakutan seraya menjerit.

Berikut kutipannya :

"......Tak lama berselang cahaya obor telah menerangi gua,


hiruk pikuk dan kegundahan mulai bertambah, manusia saling
berebut masuk dan masing – masing tangan mereka memegang
obor, akan tetapi.... baru saja salah satu diantara mereka
melihat pemandangan ketiga orang tersebut, dia langsung
gemetar dan mundur, sementara di belakangnya gerombolah
massa dalam keadaan gelisah dan ketakutan dan mereka
menjerit.

"Hantu.... mayat.... Hantu.... teriak seseorang ketakutan. .........."


( Taufik el – Hakim, 2008 : 47)

Kutipan diatas sejalan dengan kisah dalam Al – Qur'an Surat Al-Kahfi ayat 18
menyatakan : Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling
dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh
ketakutan terhadap mereka.

Realitas sosial tentang sosial masyarakat juga dapat dilihat dalam kutipan novel
berikut ini:

" Aku tidak mempunyai siapa – siapa kecuali Qithmir. "

Qithmir, begitulah Yamliha memanggil anjingnya. Dengannya


kami bertemu disebuah simpang jalan ketika Yamliha, sedang
khusyuk memberi pakan hewan gembalaanya. Semula kami
heran, menyaksikannya dari jauh setelah kami saling
bersitatap, dan ia memperhatikan kami saat mendengar
lengking suara kami yang panik ketakutan lantaran melarikan
diri dari kota, tanah kelahiran dan lingkungan keluarga
kerajaan tempat kami mengabdi kepada sang raja, Daqyanus."

"Sejak saat itulah, Yamliha dengan setia membawa kami


kesebuah tempat persembunyian. Ia lelaki itu, segera mendekati
kami, langkahnya lekas bergegas, sementara dibelakangnya
seekor anjing menyalak seolah memberi isyarat kepada kami

8
agar segera pergi sebelum keberadaan kami diketahui." (
Taufik el – Hakim, 2008 : 11)

Kutipan tersebut diatas tentang kehidupan masyarakat yang akan saling membantu
jika melihat orang lain dalam keadaan kesusahan. Apalagi Yamliha mengetahui
bahwa Mislinia dan Marnos melarikan diri dari kezaliman raja Daqyanus.

Kehidupan masyarakat saling membantu dalam kesusahan, penggembala itu


menolong Mislinia dan Marnos agar mereka berdua tidak ketahuan oleh para warga
lain yang pro kepada sang raja pada saat itu. Mereka berdua lantas dibawa ke sebuah
gua untuk berlindung.

Realitas sosial dalam novel lain juga dikisahkan yaitu pada saat mereka terbangun
dalam gua dan merasakan kesakitan pada punggung mereka dan Marnos mengira
dia telah mengalami tidur selama setahun.

Berikut kutipan novel tersebut :

" dimana teman ketiga kita? Dimana pengembala itu? Tanya


Mislinia."

"Kulihat bayangan anjingnya disini membujurkan kedua


lengannya."

Semoga dia berada dimulut gua mengawasi datangnya


siang, seperti penggembala lainnya" harap Maros, cemas.

Aduh, punggungku sakit! Sudah berapa lama kita tinggal di


sini Marnos?

Hus.. Pertanyaanmu membuat dadaku sesak! Bentak


Marnos, Kesal." ( Taufik el – Hakim, 2008 : 4)

Kutipan diatas bisa dijadikan argumen atas kerealitasan novel tersebut tentang
realitas sosial masyarakat yang ada dalam Kitab Suci adalah ketika mereka
terbangun dari tidur yang panjang.

Dikisahkan dalam Al – Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 19 bahwa Allah


membangunkan mereka dari tidur dan terjadi perdebatan serta saling bertanya
diantara mereka tentang berapa lama mereka telah tertidur.

Realitas Tentang Moral

Moral adalah (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban, dan sebagainya, akhlak, budi pekerti. Moral secara istilah adalah
suatu ajaran baik buruk mengenai kelakuan ( Akhlak). (https://kbbi.web.id/moral).

9
Realitas moral ini terjadi karena terjadinya hubungan antara masyarakat atau
individu dengan yang lainnya. Tingkah laku masyarakat atau individu yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan sesuatu perbuatan
yang baik. Sama halnya dalam novel Ahlul Kahfi karya Tauifik Hakim, nilai – nilai
moral dalah satunya dapat dilihat dalam kutipan novel berikut :

" Iya tuanku. Tiba- tiba Mislinia merasa Gusar. Yamliha!


Ucapan Tuanku, menyakitkan telingaku. Tatap matanya
nanaf hingga Yamliha seketika menunduk. Disini kita
bersaudara dan satu agama, masehi. Maka tidak ada istilah
tuan dan hamba." ( Taufik el – Hakim, 2008 : 11).

Pada kutipan diatas, menggambarkan bagaimana akhlak yang dimiliki oleh eks
menteri raja tersebut, mereka memiliki akhlak yang baik terhadap sang
penggembala tersebut.

Kedua tokoh yaitu Marlina dan Marnos begitu memiliki akhlak yang baik, sehingga
mereka tidak ingin Yamliha sang penggembala tersebut memanggil mereka tuan.
Karena mereka beranggapan bahwa mereka semua derajatnya sama, tidak ada yang
membedakan, semua adalah makhluk Tuhan.

Begitulah sikap orang-orang pada zaman itu dalam menghormati seseorang, mereka
tidak ingin dipandang sebagai tuan, karena agama yang mereka yakini pada saat itu
mengajarkan tentang bagaimana melakukan hubungan yang baik dengan seseorang.

PENUTUP
Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa penyusun ambil dari pembahasan diatas adalah,


sesuai dengan teori bahwa sastra adalah dokumentasi dari suatu sejarah dan sebuah
karya sastra adalah cermin, karya sastra merupakan sebuah pantulan dari refleksi
masyarakat.

Hal tersebut terbukti dalam novel Ashabul Kahfi Karya Taufik el – Hakim,
yang terdapat pada bagian pertama novel tersebut hampir 90 persen alur kisahnya
dapat menjadi suatu realitas sesuai dengan teks sejarah yang ada, meskipun tidak
semuanya karena pasti para pengarang atau sastrawan akan melakukan
penambahan, perubahan, dan lain sebaginya guna mendukung kisah yang benar –
benar hidup dan menarik untuk para penikmat karya sastranya.

Seperti pada penamaan tokoh, konflik yang terjadi, semuanya telah terdapat
campur tangan sang pengarang untuk menambah keestetikaan karya tersebut. Oleh
kerena itu perlu ditekankan bahwa karya sastra seperti novel, film, cerita dan lain

10
sebagainya tidak bisa dijadikan seluruhnya sebagai acuan kebenaran sejarah yang
telah terjadi.

Mungkin hal yang kurang sesuai antara novel dengan teks sejarah adalah
nama anjing nya dalam Al – Qur'an pada mufassir berpendapat bahwa nama anjing
yang ada dalam kisah tersebut adalah ar Raqim. Sedangkan dalam novel disebutkan
nama anjing tersebut adalah Qithmir.

Adapun nama – nama orang tersebut merupakan usaha dari sang pengarang
novel untuk menghidupkan alur cerita. Dan perselisihan yang terjadi diantara
mereka bukan hanya tentang berapa lama mereka telah tertidur dalam gua tersebut,
akan tetapi banyak permasalahan – permasalahan yang dikisahkan dalam novel
tersebut, seperti perdebatan mereka agar tidak keluar dari gua karena takut akan
ketahuan dari tentara raja padahal semua itu telah berlalu karena telah tertidur
selama 300 tahun lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Al – Qur'an Al – Karim terjemahan Al – Mizan.


El- Hakem, Taufik, Di Balik Misteri 300 Tahun Tertidur”Ashabul Kahfi”, Kisah
Cinta Prisca dan Mislina. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008.
Swingewood, Alan dan Diana Laurenson. Sociology of Literature. London:
Paladin, 1972.

Suwardi. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: 2011.

Marlina dan Hanafi Hilaluddin, 2017 Realitas sosial kehidupan tokoh utama
dalam novel Toba dreams karya Tb silalahi. Bastra Volume 1.

Wahyudi Tri, 2013 Sosiologi Sastra Alan Swingewood Sebuah Teori. Poetika
Volume 1.

11

Anda mungkin juga menyukai