Dewi Karimah
Email: 18320001@student.uin-malang.ac.id
ABSTRACT
This article aims to define (1) understanding of Sufi literature (2) history of Sufi
literature (3) characteristics of Sufi literature (4) pre-modern Sufi literature (5) modern Sufi
literature. The results of observations show (1) According to Hadi W.M Sufistic literature is
a variety of literary works that are strongly influenced by Sufi literature or Sufism literature,
including the imaging system, the use of symbols, and metaphors. (2) Sufistic literary works
first appear in the Book of Hadiqah al-Haqiqah by Sana’i. (3) Sufi works usually describe
the theoretical Sufism about God, the apostles of the Prophet Muhammad, makrifat, tawakal,
heaven, philosophy, and love. (4) Pre-modern Sufi literature still has a strong Sufism theme.
(5) Modern Sufi literature does not show the Sufism dimension directly because it tends to
the Shari'a dimension which is a precedent of Sufism.
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mendefisinikan (1) pengertian sastra sufi (2) sejarah sastra
sufi (3) karakteristik sastra sufi (4) sastra sufi pra-modern (5) sastra sufi modern. Hasil dari
pengamatan menunjukkan (1) Menurut Hadi W.M sastra sufistik adalah ragam karya sastra
yang mendapat pengaruh kuat dari sastra sufi atau sastra tasawuf, termasuk sistem pencitraan,
penggunaan lambang, dan metafora. (2) Karya sastra sufistik pertama kali muncul di
dalam Kitab Hadiqah al-Haqiqah karya Sana’i. (3) Karya sufi biasanya memaparkan tentang
teoritis sufistik tentang Tuhan, kerasulan Nabi Muhammad saw., makrifat, tawakal, surga,
falsafah, dan cinta. (4) Sastra sufi pra-modern masih tetap memiliki tema sufisme yang kuat.
(5) Sastra sufi modern tidak menunjukkan dimensi sufisme secara langsung karena
cenderung kepada dimensi syariah yang merupakan pradimensi dari sufisme.
Karya sastra merupakan fenomena kehidupan manusia, yang secara garis besar
menyangkut tiga perkara. Pertama, persoalan manusia dengan dirinya sendiri. Kedua,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk dalam hubungannya
dengan lingkungan alam. Dan ketiga hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro,
2007: 323).
Menurut Ahmad (1952:6) kesusastraan ialah himpunan segala sastra atau karangan
yang indah, karangan yang baik. Kesusastraan atau seni sastra ialah segala pensahiran pikiran
atau perasaan manusia dengan memakai alat bahasa, baik dengan lisan maupun tulisan yang
memenuhi syarat-syarat kesenian.
Istilah sufisme merupakan asal kata “sufi, tasawwuf yang diakhiri dengan (isme)
sehingga menjadi sufisme yang berarti faham atau pemikiran yang bernuansa spiritual dan
batin. Kemudian Harun Nasution memberikan penjelasan secara luas istilah tasawuf.
“Tasawuf atau sufisme sebagaimana halnya dengan mistisisme di luar agama Islam,
mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung, sehingga muncul kesadaran bahwa
dirinya berada sedekat mungkin dihadirat Tuhan.[CITATION Har37 \p 56 \l 1033 ].
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwasanya sastra sufi merupakan sebuah
karangan yang indah atau seni sastra yang melibatkan pikiran dan perasaan manusia untuk
mendekatkan diri atau sebagai perenung terhadap Allah swt.
Sastra sufistik adalah ragam karya sastra yang mendapat pengaruh kuat dari sastra sufi
atau sastra tasawuf, termasuk sistem pencitraan, penggunaan lambang, dan metafora (Hadi
W.M., 1999). Sastra sufistik biasanya mengandung nilai-nilai tasawuf dan pengalaman
tasawuf serta mengungkapkan kerinduan sastrawan terhadap Tuhan, hakikat hubungan
makhluk dengan khalik, dan perilaku yang tergolong dalam pengalaman religius. Jadi,
sastra sufistik mempunyai pertalian yang kuat dengan tasawuf dan sastra sufi. Keduanya
itu merupakan sumber ilham sastrawan dalam menciptakan karyanya. [CITATION Puj12 \p
1 \l 1033 ]
Karakteristik Sastra Sufi
Ciri yang melekat pada karya sastra sufistik, menurut Abdul Hadi W.M., antara lain:
1) Memberikan suatu gambaran upaya manusia untuk dapat menyatu dengan Tuhan, yakni
suatu jalan kerohanian menuju Tuhan yang berangkat dari ajaran tauhid Islam;
2) Mencerminkan perenungan yang dalam dan keleluasan berpikir serta wawasan yang jauh
tentang semesta raya seisinya;
3) Memadukan antara zikir dan pikir secara sungguh-sungguh dan maksimal;
4) Mempunyai pesan pembebasan dan pencerahan jiwa yang terbelenggu dalam kegelapan
dunia yang membuat sastra sufistik semacam profektik (kenabian) dan apokaliptik
(kewahyuan).
5) Memberi gambaran optimisme, jarang yang menunjukkan pesimisme atau rasa putus asa,
dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan, bahkan sering menyuarakan
kegembiraan spiritual dan kearifan dalam menghadapi pesona dunia;
6) Mencari hakikat yang tersembunyi dalam rahasia alam dan kehidupan karena sastra
sufistik tidak pernah puas dengan aspek lahiriah dan apa yang telah dicapai oleh akal
pikiran manusia; dan
7) Memancarkan keindahan dalam yang transendental dan sekaligus imanen. [CITATION
Puj12 \p 3 \l 1033 ]
Karya sastra dengan ciri khas religious akan dapat mengarahkan pembacanya untuk
menjadikan hati nurani lebih serius, shaleh dan teliti dalam pertimbangan batin. Sehingga
karya sastra yang bersifat religious membuat pembacanya termenung dan berkotemplasi.
Puisi-puisi yang berakar pada khazanah sufisme menggambarkan hubungan kita terhadap
Tuhan tidaklah dapat dipisahkan,hubungan trasendental manusia. [CITATION Lid19 \p 65 \l
1033 ]
Sastra sufi berkaitan dengan perenungan diri terhadap Allah swt. yang memiliki
serangkaian kata-kata cinta. Kata-kata didalam sastra sufi memiliki makna instrinsik dan bait-
bait syairnya memiliki unsur bathiniyah yang mandala terhadap Allah swt. Para sufi biasanya
mengambil kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang sebuah hikayat-hikayat yang
menggambarkan rasa cinta terhadap Allah swt.
Masih di era 1950-an, sastrawan yang bergelut dengan sastra keagamaan dan sulit
untuk dipumpunkan ke dalam sastra sufistik adalah Asfia Mahyus yang pernah
menelurkan antologi syair Ilham Islam. Asfia Mahyus lebih mengusung sastra
keagamaan yang didasarkan oleh nilai-nilai keagamaan sebagai langkah pendekatan diri
(muqarabah) kepada Allah. Nilai-nilai keagamaan seperti Ramadan, Nuzulu Qur’an, dan
kelahiran Nabi menjadi materi syairnya untuk menggugah para pembaca supaya lebih
mendekatkan kepada Tuhan.Dengan kata lain, sastra keagamaan Asfia Mahyus masuk
ke dalam kerangka sastra profetik yang lebih luas. Karya syairnya tidak menunjukkan
dimensi sufisme secara langsung karena cenderung kepada dimensi syariah yang merupa-
kan pradimensi dari sufisme. Fenomena kesastraan tidak dapat terlepas dari dimensi
ruang dan waktu.[CITATION Kha12 \p 60-61 \l 1033 ]
Menjenguk Mimpi
Beningnya
Teman
Karya : AA Navis
“Sadari mudaku aku disini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya
keluarga seperti orang-orang lain ,tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. A ku tak ingin cari
kaya,bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin ,keserahkan kepada Allah Subhanahu
wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya.
Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau ini yang
kulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi
kepadaNya? Tak kupikirkan hari esok ku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan
penyayang kepada umat-Nya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul
beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang
setiap waktu, siang malam, pagi sore. Aku karuniaNya.“Astagfirullah, kataku bila aku
kagum. Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tau kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai,’ di akhirat Tuhan Allah memeriksa
orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas disampingNya. Di tangan mereka
tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang-orang diperiksa.
Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan diantara orang yang diperiksa itu ada seorang
yang didunia dinamai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah
begitu yakin akan dimasukkan ke surga. Kedua tangannya ditopangnya di pinggang sambil
membusungkan dada dan menekurkan kepala ke duduk. ketika dilihatnya orang-orang yang
masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan.
“Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Maha besar, lagi pengasih dan
penyayang, adil dan maha tahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mncobakan siasat merendahkan
diri dan memuji dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan
tidak salah Tanya kepadanya.
Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi? “O,o,ooo, anu Tuhanku. Aku selalu
membaca kitab-Mu.’
‘Lain?’ Sudah kuceritakan semuanya, o ,Tuhanku. Tapi kalau ada yang aku lupa
mengatakannya, akupun bersyukur karena engkaulah maha tahu..’
‘sungguh tidak ada lagi yang kau kerjakan di dunia selain yang kuceritakan tadi?
‘Masuk kamu.’
‘’Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi menulai, di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-
orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas disamping-Nya. Di tangan mereka
tergenggam daftar dosa dan pahala manusia”.
Dari cuplikan menggambarkan keadaan dunia akhirat yang akan kita tempuh. Jadi
pengarang menceritakan kegiatan yang ada di dunia akhirat yang akan kita jalani natinya.
Jadi, dapat dikatakan membahas karya sastra dari segi religiusitas berarti membicarakan hal
yang sangat mendasar dari dimensi kehidupan yang diungkapkan oleh pengarang dalam
karyanya.
Menurut Hasanuddin (1991:12) karya sastra yang religious akan dapat mengarahkan
pembacanya sebagai hati nurani serius, shaleh dan teliti dalam pertimbangan batin. Sehingga
karya sastra yang bersifat religious membuat pembacanya termenung dan berkotemplasi.
Dapat dilihat dalam kutipannya sebagai berikut:
“Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja,
karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh
engkau terus beribadat.Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira
aku ini suka pujian, mabuk disembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka.
Hai,malaikat,halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan mereka di keraknya”.
Dari cuplikan teks diatas mempunyai amanat, bahwa pesan selain mementingkan
dunia akhirat harus mementingkan dunia duniawi. Dari cerita pendek diatas menceritakan
seorang Haji Saleh, yang di dunia terus taat terhadap agama, kesehariannya selalu mengaji
dan beribadah. Tetapi malaikat-malaikat AllahS WT, mengatakan bukankah AllahSWT,
selain beribadah kita sebagai manusia harus saling tolong menolong terhadap sesama.
Amanat yang disampaikan didalam cerpen Robohnya Surau kami adalah kita sebagai
umat manusia selain menjalankan perintah Allah SWT, dan menjaukan segala larangannya.
Selain beribadah tetapi rasa toleransi terhadap sesama jangan kita lupakan. [CITATION Lid19 \p
63-65 \l 1033 ]
Tuhan
Tuhan
Dalam gelap
Analisis :
Abdul Hadi WM sebagai salah seorang sastrawan Indonesia yang meletakkan akar
tradisi dalam puisi-puisi yang berakar pada khazanah sufisme. Salah satu puisinya yang
berjudul Tuhan Kita Begitu Dekat. Puisi ini menggambarkan hubungan kita terhadap Tuhan
tidaklah dapat dipisahkan. Kita sebagai umat yang selalu meminta pertolongan dan
perlindungan terhadapNya. Tidak henti-hentinya selalu meminta terhadap Tuhan. Pagi dan
siang malam kita selalu ingin dekat kepadanya.[CITATION Lid19 \p 63-65 \l 1033 ]
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dr. HM. Zainuddin, M. (2015, September 30). SUFISME DI ERA GLOBAL. Dipetik April
04, 2020, dari UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG: https://www.uin-
malang.ac.id/r/150901/sufisme-di-era-global.html
Nasution, H. (1937). Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Bulan Bintang, 56.