Anda di halaman 1dari 6

Esai Cinta

Rafika Salsabila Yusuf


111811133141
Ujian Akhir Semester (UAS) Take Home
Wordcount: 1085 words

Mata Kuliah: Filsafat Manusia (PHP102)


Dosen Pengampu:
Achmad Chusairi, M.A. (PJMA)
Prof. Dr. Cholichul Hadi, M.Si. (Tim)
Rizqy Amelia Zein, MSc. (Tim)

Semester Genap Tahun Ajaran 2018/2019


Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya
Jawa Timur
Indonesia
Cinta, apakah sebenarnya arti dari cinta ini? Apakah cinta adalah sebuah
perasaan akan memiliki pasangan ataukah merupakan sebuah sikap tanggung
jawab rela berkorban demi orang yang kita sayangi. Masing-masing individu
mempunyai definisi cinta sendiri sesuai dengan pengalamannya mengalami
fenomena cinta. Sebelum saya menjelaskan apa itu cinta menurut tokoh Erich
Fromm disini saya akan menceritakan sedikit kisah saya saat mengalami
fenomena cinta tersebut. Dimulai dari pengalaman saya saat mengalami bullying
pada saat saya SMA. Pada saat itu saya merasa bahwa saya tidak berharga, tidak
berarti, dan menyedihkan. Saya pun seakan-akan menyalahkan orang lain dan diri
saya sendiri atas mengapa bullying ini bisa terjadi. Ditambah lagi keadaan di
rumah saya juga sedang rumit dikarenakan masalah keluarga yang saya alami
pada saat itu. Saya bahkan pada awalnya bukannya mengintrospeksi diri saya,
tetapi justru saya malah menyalahkan musuh saya.
Bullying tersebut saya alami selama hampir satu tahun. Saya sering sekali
menangis, merasa frustasi dan depresi dikarenakan hal tersebut. Hal yang saya
dapat lakukan saat itu hanya menyandarkan diri saya kepada dua sahabat saya dan
diri saya sendiri. Akan tetapi, dengan terjadinya bullying tersebut dan setelah saya
merenung dan menerka kembali hal-hal yang saya alami, saya pun mengerti
bahwa kejadian ini membawa saya pada suatu pemaknaan yang membuat saya
lebih mengerti diri saya lebih dalam. Terjadi fenomena cinta diantara diri saya
baik terhadap diri saya sendiri juga kepada orang sekitar saya serta musuh saya.
Hikmah yang saya dapat yakni saya menjadi lebih mencintai diri saya sendiri
dengan lebih menghargai diri sendiri dan lebih berpikiran positif terhadap orang
lain. Selain itu, terdapat saat dimana saya merasa bahwa pasti musuh saya
mempunyai alasan tersendiri mengapa ia mem-bully saya. Di sini saya dapat
beranggapan seperti itu setelah saya memikirkan bagaimana jika saya berada di
posisi musuh saya.
Menurut Fromm, dalam fenomena yang saya alami ini terdapat dua cinta
yang terjadi yakni cinta diri dan cinta sesama. Fromm sendiri berpendapat dalam
bukunya yang berjudul “The Art of Loving” (Fromm, 2005) bahwa cinta adalah
saat dimana dua orang yang awal mulanya asing satu sama lain, kemudian saling
bertemu dan bersepakat untuk merobohkan dinding kesendirian yang mereka

2
rasakan. Kemudian setelah dinding tersebut roboh, mereka mulai merasa dekat,
merasa satu, dan seolah-olah kejadian ini adalah pengalaman yang paling
menyenangkan dan memesona dalam hidupnya. Cinta yang dimaksud Fromm ini
adalah cinta yang aktif bukan yang pasif. Fromm tidak percaya terhadap anggapan
bahwa kita ‘jatuh’ cinta pada pasangan kita, akan tetapi kita berusaha untuk
mencintai pasangan kita. Bagaimana? Dengan aktif dalam mencintai seseorang
yakni dengan mempu untuk memberikan perhatian, tanggung jawab, rasa hormat,
dan pengetahuan (Fromm, 2005). Kemudian di sini menjadi semakin jelas bahwa
dalam usaha mencintai terdapat tindakan penyerahan diri untuk memberi,
menembus pribadi orang lain untuk mengenali dan memahami. Dalam tindakan
mencintai ini lebih ditekankan kembali bahwa dalam mencintai kita harus
mengutamakan memberi daripada menerima kepada pasangan kita, itulah bentuk
aktifsejati yang dikemukakan oleh Fromm yang ia ambil dari konsep aktif pasif
Spinoza (Fromm, 2005). Objek dari cinta bagi Fromm (2005) tidak hanya
mengacu pada satu orang melainkan semua orang. Maka, jika seseorang mencintai
hanya satu orag dan tak acuh dengan sesamanya, cintanya bukanlah cinta yang
sesungguhnya, melainkan hanya egotisme yang meluas.
Cinta yang Fromm dalam bukunya (Fromm, 2005) mengemukakan bahwa
terdapat lima jenis cinta yang dapat dimiliki oleh individu. Pertama, cinta sesama
yakni cinta yang mendasari semua jenis cinta. Cinta yang dimaksud adalah rasa
tanggung jawab, rasa hormat, kepedulian, pemahaman akan satu sama lain,
kehendak untuk melestarikan kehidupan. Cinta sesama juga dapat diartikan
sebagai cinta kesetaraan. Kedua, cinta ibu yang merupakan cinta seorang ibu
kepada anaknya yang sedang tumbuh tanpa menghendak apapun untuk dirinya
sendiri. Cinta ini termasuk cinta yang cukup sulit karena mungkin biasanya cinta
yang umum kita alami (cinta erotis) adalah cinta dimana kita dari dua orang yang
terpisah menjadi satu. Akan tetapi, cinta ibu ini justru dimana dari dua orang yang
satu menjadi terpisah. Cinta ibu ini penuh dengan kecemasan dan keikhlasan
dimana ibu harus melepas anak di kemudian hari.
Ketiga, yakni cinta erotis. Cinta yang mengutamakan peleburan total yakni
penyatuan dengan pribadi lain. Cinta ini sebenarnya merupakan cinta yang
berawal dari ketertarikan individual atas keunikan dua pribadi tersebut. Keempat,

3
terdapat cinta diri. Cinta ini adalah cinta yang sangat penting bagi saya, karena
menurut saya untuk kita mencintai diri sendiri sudah pasti kita mencintai orang-
orang disekitar kita. Cinta diri ini berbeda dengan mementingkan diri sendiri
karena cinta diri ini juga berarti mencintai orang lain seperti cinta kepada umat
manusia. Jenis cinta yang terakhir adalah cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah
adalah cinta kepada ciptaannya, cinta yang tidak hanya dalam pikiran namun lebih
pada tindakan.
Seperti yang saya singgung sebelumnya cinta yang saya alami berdasarkan
teori Erich Fromm (Fromm, 2005) termasuk cinta diri dan cinta sesama. Mengapa
demikian? Pertama, termasuk cinta diri karena pada momen bullying itu saya
dapat merefleksikan diri saya dan juga dapat lebih menghargai bahwa diri saya
berarti dari apa yang dahulu saya bayangkan. Saya juga merasakan bahwa saya
sudah mencintai diri saya sepenuhnya yakni dengan berusaha untuk tetap bertahan
menjalani masalah yang saya alami dan berusaha untuk tetap tegar agar saya tidak
terlalu larut dalam kesedihan saya sehingga saya tidak melakukan hal yang tidak
tidak. Kedua, cinta sesama, cinta ini saya alami saat saya mulai memandang dari
perspektif musuh saya. saya merasa bahwa musuh sama dengan saya, pasti ia
mempunyai alasan mengapa ia melakukan hal tersebut kepada saya. Saya pun
juga sudah memaafkan musuh saya karena saya berpikir bahwa semua orang pasti
dapat melakukan kesalahan baik disengaja maupun disengaja dan mereka berhak
untuk mendapatkan kesempatan kedua.
Menurut pengalaman yang pernah saya alami yakni bullying sewaktu saya
masih sekolah menunjukkan bahwa bahwa saya telah mengalami dua dari lima
cinta yang di kemukakan oleh Fromm (Fromm, 2005) yakni cinta diri dan cinta
sesama. Hal tersebut dikarenakan bullying membuat diri saya lebih mencintai diri
saya dengan menghargai dan menganggap bahwa diri saya berarti. Ini
menyanggah pemahaman dahulu dimana jika seseorang mencintai dirinya sendiri,
ia pasti juga akan mementingkan dirinya sendiri. Akan tetapi, apabila dilihat dari
kasus yang saya alami dapat dilihat bahwa selain saya mencintai diri saya, saya
juga mencintai sesama. Saya mencintai sesama dengan menggap bahwa musuh
saya setara dengan saya. Saya memikirkan bagaimana sikap yang akan saya buat
apabila saya di posisi musuh saya. Disini mulai muncul rasa toleransi dan peduli

4
saya kepada orang lain sekalipun orang tersebut adalah musuh saya yang pernah
mem-bully saya. Hal tersebutlah yang dapat menjadi argumen mengapa cinta
sebenarnya adalah hal yang dapat kita usahakan, bukan sesuatu yang tiba-tiba
‘jatuh’ kepada kita. Kita yang harus mengusahakan tersebut baik dengan rasa
tanggung jawab, hormat, pengetahuan dan perhatian.

5
Referensi
Fromm, E. (2005). The Art of Loving : Memaknai Hakikat Cinta. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai