Anda di halaman 1dari 11

Humanitas Vol. 13 No. 2 .

149-159 ISSN 1693-7236

STUDI KOMPARATIF IDENTITAS NASIONAL PADA REMAJA GENERASI Z


DITINJAU DARI INTENSITAS PENGGUNAAN INTERNET

Jony Eko Yulianto


Center for Consumer Psychology, Industrial-Organizational Psychology, and Social
Psychology (CONS-PSY) at School of Psychology Universitas Ciputra Surabaya. UC
Town, CitraLand, Surabaya, 60219
jony.eko@ciputra.ac.id

Abstract
Involving 155 respondents from private senior high school students, the present research
aimed to compare national identity among adolescences of Z generation through frequency
of using internet. National identity is measured with National Identity Scale developed
by Lili and Diehl (1999), whereas frequency of using internet is measured by Internet
Addiction Scale developed by Young (2000). One-way ANOVA test revealed that there is
significance value of these variables (p < 0.05; F = 181.09) that those who had less time in
using internet tend to have higher national identity. The result have implication in several
aspects including strategy of monitoring internet content to adolescences. We also provide
any suggestions in implementing internet-based education and parenting in stengthening
adolescences national identity.

Keywords: frequency of using internet, national Identity, Z generation

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan identitas nasional
di kalangan remaja Generasi Z ditinjau dari intensitas penggunaan internet. Penelitian ini
melibatkan 155 siswa dari sebuah SMA Swasta di Tulungagung. Alat ukur untuk penelitian
ini menggunakan Skala Identitas Nasional yang dikembangkan oleh Lili dan Diehl (1999)
dan Skala Adiksi Internet yang dikembangkan oleh Young (2009). Hasil uji ANOVA satu
jalur menunjukkan bahwa terdapat nilai yang signifikan pada kedua variabel (P < 0.05; F
= 181.09). Hasil perbandingan rerata antar-kelompok juga menunjukkan bahwa kelompok
yang tidak mengalami adiksi internet cenderung memiliki identitas nasional yang lebih
kuat. Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi praktis, diantaranya tentang urgensi
memonitor jenis konten yang diakses oleh remaja. Selain itu, peneliti juga memberikan
beberapa rekomendasi untuk menerapkan pola asuh dan strategi pembelajaran yang
terintegrasi dengan internet untuk memperkuat identitas nasional pada remaja.

Kata Kunci: generasi Z, identitas nasional, intensitas penggunaan internet


150

Pendahuluan ini (Geschiere & Meyer, 1998).


Pesimisme mengenai nasionalisme
Dalam sebuah kolom di New York
yang dimiliki oleh Generasi Z ini sebenarnya
Times, Vavreck (2014) menulis bahwa
tidak lepas dari karakteristik generasi ini.
generasi-generasi muda Amerika di era
Abrams (2015) misalnya menulis bahwa
kontemporer cenderung lebih tidak patriotik
Generasi Z adalah generasi yang tergolong
dan nasionalis jika dibandingkan dengan
merupakan penduduk asli digital (digital
generasi-generasi muda Amerika di masa
native). Generasi ini lekat dengan arus
sebelumnya. Afirmasi dari pernyataan ini
informasi virtual yang melimpah baik dalam
tidak hanya membangkitkan rasa ingin
bentuk penggunaan media sosial sejak
tahu orang-orang di Amerika, tetapi juga
remaja, terlibat dalam permainan video game
di negara lain, tidak terkecuali Indonesia.
baik secara daring (online) maupun luring
Konsisten dengan Vavreck (2014), beberapa
(offline). Keterpaparan yang intens terhadap
kolumnis dunia seperti Balsam (2016),
informasi-informasi ini membuat Generasi
Reilly (2013), dan Timberg (2015) sepakat
Z membuat mereka mengembangkan
untuk menjadikan persoalan nasionalisme
preferensinya sendiri sebagai komponen
dan patriotisme Generasi Z dan Generasi
identitasnya. Generasi-generasi sebelumnya,
Milenial dalam media-media massa dunia.
menurut Abrams (2015), harus bersedia
Inti pemberitaan mengerucut kepada
untuk juga meningkatkan literasi digitalnya
pandangan bahwa Generasi Z dianggap
agar mampu mengamati, terlibat, bahkan
lebih tidak patriotik dibandingkan dengan
mendesain pembelajaran yang sesuai
generasi-generasi sebelumnya. Label bahwa
agar pola komunikasi yang efektif dapat
Generasi Z merupakan generasi yang lebih
terbangun.
rendah nasionalismenya secara konsisten
Konsep identitas nasional
menjadi perhatian.
diperkenalkan oleh Luhtanen dan Crocker
Generasi Z merujuk kepada generasi
(1992). Identitas nasional merupakan salah
yang lahir setelah tahun 1994 (Combi,
satu bentuk identitas sosial yang diukur
2015). Pandangan dan dugaan tentang
melalui harga diri kolektif (collective self-
rendahnya nasionalisme pada Generasi-
esteem). Menurut Lili dan Diehl (1999),
generasi Z menunjukkan bahwa persoalan
terdapat empat faktor penyusun identitas
identitas, baik dalam hal identitas personal
nasional, yakni keanggotaan, privat, publik,
maupun identitas nasional, adalah salah satu
dan identitas. Keanggotaan berbicara
persoalan yang patut untuk dikaji secara
tentang sejauhmana individu telah merasa
mendalam dalam konteks lintas-generasi.
berkontribusi untuk negaranya. Privat adalah
Secara analog, persoalan-persoalan yang
pandangan individu terhadap nilai-nilai
terjadi dan melibatkan Generasi Z menjadi
dari negaranya. Publik adalah pandangan
salah satu isu penting dalam menjembatani
oranglain mengenai negaranya. Identitas
keterkaitan antargenerasi, baik dari Baby
adalah sejauhmana pandangan individu
Boomers, Generasi Y, dan Generasi Z, serta
terhadap negaranya mempengaruhi konsep
Generasi Alfa. Perkembangan teknologi dan
dirinya. Keempat faktor ini menunjukkan
informasi tidak hanya mengubah konstelasi
bahwa identitas sosial tidak hanya
keperilakuan, tetapi juga berdampak
memfasilitasi penilaian diri sendiri terhadap
pada profil identitas yang dimiliki oleh
kelompok sosial di mana ia bergabung,
generasi-generasi yang hidup pada jaman
tetapi juga melibatkan kesadaran akan
Studi Komparatif Identitas Nasional pada Remaja Generasi Z Ditinjau dari Intensitas Penggunaan 151
Internet

penilaian orang lain terhadap kelompok Menurut Barret (2000), upaya untuk
sosial tersebut. memaknai identitas nasional melibatkan
Kajian-kajian terkini mengenai dimensi subjektif individu yang melibatkan
identitas sosial menunjukkan bahwa struktur psikologis yang kompleks. Pada
identitas nasional adalah entitas penting level kognitif, individu menunjukkan
karena berkaitan dengan kesejahteraan pengetahuan terhadap berbagai simbol
masyarakat. Semakin seseorang memiliki kebangsaan yang merepresentasikan
internalisasi yang kuat terhadap identitas nilai-nilai kebangsaan. Pada level afektif,
sosialnya, maka semakin tinggi pula peluang pemaknaan terhadap identitas sosial
seseorang untuk memaknai kehidupannya seharusnya melibatkan kesadaran sebagai
sebagai kehidupan yang sehat dan sejahtera bagian dari negara. Individu pada level
(Haslam, et al, 2009). Klaim ini didukung ini akan mengembangkan rasa memiliki
oleh penelitian Houkamau dan Sibley (2011) dan secara simultan menumbuhkan rasa
memperkenalkan mekanisme efikasi kultural tanggung-jawab sebagai bagian dari negara.
(cultural efficacy), yang menggambarkan Kombinasi kognisi dan afeksi yang kuat
kebanggaan dan rasa mampu orang-orang terhadap kenegaraan akan memunculkan
Maori terhadap identitasnya dan secara identitas nasional yang kuat dalam diri
signifikan memprediksi kesejahteraan individu sebagai bagian dari kelompok
hidup. Sebaliknya, Cruwys et al (2014) sosialnya.
menunjukkan bahwa pemaknaan dan rasa Munculnya identitas nasional
bangga yang rendah terhadap identitas pada individu, menurut Barret (2000),
nasional dapat membuat individu, kelompok, mulai terbentuk sejak usia 5 tahun.
maupun masyarakat dapat mengalami Pada usia tersebut, seorang anak mulai
ketidakpuasan hidup, stres, dan bahkan mempertanyakan identitas sosialnya. Secara
depresi. berkala hingga remaja, anak akan semakin
Penelitian-penelitian yang mengkaji mempertegas identitasnya melalui interaksi
tentang identitas pada remaja Generasi sosialnya, baik dari orangtua sebagai
Z telah banyak dilakukan. Basiouni dan penyedia informasi primer melalui pola
Hakley (2014) melihat Generasi Z sebagai asuh, maupun melalui media lainnya tak
generasi yang memiliki daya konsumsi terkecuali internet. Informasi-informasi
yang tinggi. Stevenson dan Muldoon (2010) ini, secara kognitif akan dielaborasi dan
menemukan bahwa identitas nasional memperkuat identitasnya. Hal ini sesuai
di kalangan remaja amat dipengaruhi dengan penelitian Ganeva dan Rasticova
oleh konteks sosio-politik yang terjadi di (2013) yang dengan mengambil sampel
negaranya. Intensnya frekuensi keterpaparan dari Ceko dan Bulgaria, menyatakan
informasi sebagaimana yang terjadi saat ini, bahwa identitas nasional dimoderatori
urgensi untuk memahami identitas nasional oleh latarbelakang sosial individu tersebut.
di kalangan Generasi Z menjadi tinggi. Artinya, profil identitas nasional individu
Namun demikian, belum ada penelitian akan ditentukan oleh frekuensi dan kualitas
yang secara spesifik membahas mengenai informasi yang setiap hari ia konsumsi.
topik identitas nasional yang ditinjau dari Analisis mengenai karakteristik
intensitas dalam menggunakan internet. tumbuhnya identitas nasional tersebut
Penelitian ini menggunakan seting remaja membawa kepada pertanyaan mengenai
Indonesia sebagai subjek penelitian. bagaimana identitas nasional pada remaja
152

Generasi Z, dimana mereka memiliki oleh peneliti. Jumlah responden yang


kecenderungan untuk terekspose secara mengisi alat ukur penelitian ini adalah 155
masif oleh informasi-informasi di internet. orang. Peneliti menggunakan 4 kelas dari
Pertanyaan ini masih merupakan pertanyaan total 6 kelas di sekolah tersebut. Peneliti
terbuka karena pandangan para ahli dibantu oleh 3 asisten peneliti dalam
belum menemui kata sepakat. Sebagian pengambilan data ini.
peneliti berpandangan bahwa internet Pada penelitian ini, data dikumpulkan
dapat menurunkan identitas nasional menggunakan Skala Identitas Nasional yang
karena memungkinkan individu memiliki dikembangkan Lili dan Diehl (1999) serta
keterpaparan tentang negara lain sejak Skala Adiksi Internet yang diciptakan oleh
dini (Hyun, Kim, & Sun, 2014; Ishii, Young (2009). Skala Identitas Nasional terdiri
2013). Di sisi lain, penelitian lain justru dari 20 aitem. Contoh-contoh aitem pada
menyatakan bahwa internet dapat menjadi skala ini diantaranya adalah “Saya merasa
sarana dalam meningkatkan nasionalisme bangga menjadi bagian dari Indonesia”,
generasi muda (Fung, 2015). Anak-anak “Bangsa saya lebih unggul daripada bangsa
muda Generasi Z memiliki independensi lain”, “Negara saya selalu diperhitungkan
dalam belajar sehingga mampu membuat oleh bangsa lain”, dan lain-lain. Secara
mereka mengeksplorasi kekuatan bangsanya historis, skala ini merupakan adaptasi Skala
dan mengembangkan patriotisme. Harga Diri Kolektif (collective self-esteem
Pertentangan-pertentangan di atas scale) yang diciptakan oleh Luhtanen dan
menunjukkan bahwa pembahasan mengenai Crocker (1992) dalam mengukur variabel
identitas nasional melalui tinjauan intensitas identitas nasional.
penggunaan internet masih merupakan Skala Adiksi Internet juga terdiri
kajian yang penting dan relevan untuk dari 20 aitem. Contoh-contoh aitem pada
dilakukan. Penelitian ini menggunakan skala ini diantaranya adalah “Seberapa
konteks Indonesia sebagai seting penelitian. kamu mau sering online lebih lama dari
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, yang kamu rencanakan?”, “Seberapa sering
penelitian ini ingin mengkaji apakah kamu mengecek media sosialmu sebelum
terdapat perbedaan identitas nasional pada melakukan aktivitas?”, dan lain-lain. Young
remaja Generasi Z ditinjau dari intensitas (2009) mengklasifikasikan kategori adiksi
penggunaan internet. menjadi 3, yakni kategori “Tidak Adiksi”
(20-49 poin), kategori “Moderat” (50-79
Metode Penelitian poin), kategori “Adiksi” (80-100 poin).
Peneliti menggunakan rentang nilai pada
Penelitian ini dilakukan di sebuah kategori-kategori yang diajukan oleh Young
Sekolah Menengah Atas Swasta di (2009). Dalam penelitian ini, cakupan
Kota Tulungagung. Jumlah total siswa penggunaan internet dapat meliputi internet
di sekolah tersebut adalah 240 orang. pada ponsel, internet berlangganan, maupun
Peneliti menggunakan teknik pengambilan internet yang disewakan dalam jasa rental.
sampel secara convenience, yang Tes validitas konstruk terhadap kedua
menurut Etikan (2015) dikategorikan skala yang digunakan dianalisis melalui uji
sebagai teknik sampling non-random analisis faktor untuk melihat faktor loading
dengan mempertimbangkan kriteria subjek masing-masing aitemnya. Berdasarkan hasil
penelitian dan aksesibilitas yang dimiliki analisis faktor, didapatkan bahwa seluruh
Studi Komparatif Identitas Nasional pada Remaja Generasi Z Ditinjau dari Intensitas Penggunaan 153
Internet

aitem pada kedua skala memiliki faktor 10 0.679


loading lebih dari 0.35. Identitas Nasional 11 0.561
merupakan variabel yang terdiri dari 5 12 0.519
faktor, sedangkan Adiksi Internet merupakan 13 0.704
variabel yang terdiri dari faktor tunggal. 14 0.622
Berikut ini disajikan tabel rekapitulasi faktor 15 0.645
loading dari seluruh aitem dari masing- 16 0.765
masing skala.
17 0.747
18 0.625
Tabel 1. Faktor Loading Skala Identitas
19 0.495
Nasional
20 0.611
Faktor Loading
Aitem
1 2 3 4 5 6
1 0.486 Hasil reliabilitas kedua skala tersebut
2 0.506 juga telah diukur oleh peneliti dengan
3 0.374 menggunakan Alpha Cronbach. Skala
4 0.578 Identitas Nasional memiliki nilai α sebesar
5 0.531 0.796, sedangkan Skala Adiksi Internet
6 0.698
memiliki nilai α sebesar 0.918. Berdasarkan
7 0.464
pertanyaan dan tujuan penelitian ini, maka
8 0.396
9 0.578
peneliti menggunakan uji perbedaan sebagai
10 0.599 teknik analisis statistika untuk menguji
11 0.423 hipotesis penelitian. Mengingat ada tiga
12 0.550 kelompok yang akan dibandingkan, yakni
13 0.667 kelompok “Tidak Adiksi”, kelompok
14 0.633 “Moderat”, dan kelompok “Adiksi”, maka
15 0.564
dalam penelitian ini peneliti menggunakan
16 0.498
ANAVA satu jalur sebagai teknik analisis
17 0.545
18 0.622
statistika dalam menguji hipotesis.
19 0.538
20 0.554 Tabel 3. Analisis Deskriptif Sampel
Penelitian
Tabel 2. Faktor Loading Skala Adiksi Aspek Demografis N %
Internet Jenis Kelamin
Aitem Faktor Loading Laki-laki 45 29%
1 0.617 Perempuan 110 71%
2 0.762 Agama
3 0.564 Islam 92 59.4%
4 0.495 Kristen 41 26.5%
5 0.605 Katolik 20 12.9%
6 0.671 Hindu 1 0.6%
7 0.558 Konghucu 1 0.6%
8 0.689 Etnik
9 0.597 Jawa 119 76.8%
154

Tionghoa 14 9% penelitian ini adalah normal. Uji asumsi


Lainnya 3 1.9% kedua yang dilakukan oleh peneliti adalah
Campuran 19 12.3% uji homogenitas dengan menggunakan Test
Pekerjaan Orangtua of Homogeneity of Variances. Uji tersebut
Polisi/Militer 3 1.9% menghasilkan nilai signifikansi sebesar
PNS 15 9.7% 0.104 (p > 0.05) sehingga diasumsikan
Pegawai sampel yang digunakan dalam penelitian
45 29% ini homogen.
Swasta
Pengusaha/ Hasil uji perbedaan dengan
59 38% menggunakan teknik ANAVA satu jalur
Wirausahawan
Profesional 7 4.5% menunjukkan nilai signifikansi 0.000 (p
Petani 20 12.9% < 0.05; F = 181.09). Hal ini menunjukkan
Tidak Bekerja 6 3.9% bahwa hipotesis null dalam penelitian ini
ditolak. Dengan kata lain, terdapat perbedaan
identitas nasional pada remaja ditinjau dari
Hasil dan Pembahasan intensitas penggunaan internet. Secara
Jumlah responden dalam penelitian komparatif, ketiga kelompok menunjukkan
ini adalah 155 orang, dengan komposisi pola bahwa kelompok remaja yang tidak
pria 45 orang dan wanita 110 orang dan memiliki adiksi terhadap internet cenderung
rentang usia 16-20 tahun (Mean = 17.72, SD memiliki identitas nasional yang lebih tinggi
= 0.698). Mayoritas responden beragama (M = 74.01; SD = 8.05), dibandingkan
Islam (92%), beretnik Jawa (76%) dengan dengan kelompok yang moderat (M =
latar belakang pekerjaan orangtua sebagai 71.37; SD = 8.16), maupun kelompok yang
pengusaha atau wirausahawan (38%). mengalami adiksi (M = 71.50; SD = 9.19).
Konstelasi data deskriptif ini sesuai dengan Hasil penelitian di atas memberikan
karakteristik populasi siswa di sekolah yang klaim mengenai perbedaan pemaknaan
dipilih sebagai lokasi penelitian ini. Secara atas identitas nasional di kalangan remaja
komprehensif, data statistik deskriptif berdasarkan intensitas menggunakan
penelitian ini dapat dicermati pada tabel internet. Kelompok remaja yang adiksi
berikut ini: cenderung lebih memiliki identitas nasional
Sebelum melakukan uji hipotesis, yang lebih lemah dibandingkan dengan
peneliti melakukan uji asumsi berupa uji kelompok remaja yang tidak menggunakan
normalitas dan uji homogenitas pada kedua internet. Temuan ini berbeda dengan
variabel. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov- temuan penelitian yang dilakukan oleh
Smirnov, didapatkan hasil bahwa sampel Eriksen (2007), dimana internet justru
dalam penelitian ini mengikuti distribusi dipandang sebagai media yang efektif
normal. Pada variabel Identitas Nasional, dalam memperkuat nasionalisme. Bangsa-
hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bangsa yang kehilangan teritori secara
bahwa nilai signifikansi adalah 0.926, de facto maupun de jure, kerap dapat
sedangkan pada variabel Adiksi Internet, menunjukkan eksistensinya melalui
hasil uji Kolmogorov-Smirnov adalah berbagai komunitas virtual yang dibentuk
0.386. Karena nilai uji Kolmogorov- melalui internet. Namun demikian, pola
Smirnov pada kedua variabel di atas 0.05, adiksi yang ditunjukkan oleh responden
maka diasumsikan sebaran data pada sampel dalam penelitian ini justru menunjukkan
Studi Komparatif Identitas Nasional pada Remaja Generasi Z Ditinjau dari Intensitas Penggunaan 155
Internet

sebaliknya: Semakin kuat adiksi yang mengenai anti-Jepang. Hal ini menunjukkan
ditunjukkan oleh responden, maka semakin bagaimana aktivisme politik dapat dibentuk
lemah identitas nasional yang ditunjukkan. melalui propaganda informasi yang
Perbedaan ini diduga terjadi karena disebarkan melalui internet. Hyun dan
keterbatasan kontrol dalam menentukan Kim (2014) juga menemukan bagaimana
efektivitas eksposi terhadap konten-konten penggunaan media juga dapat menggiring
yang dapat meningkatkan nasionalisme di opini masyarakat untuk menjadi status quo
kalangan generasi muda. atau penggalangan dukungan terhadap calon
Peranan kontrol sosial dalam mengatur tertentu. Hal ini menunjukkan bagaimana
hegemoni internet dalam kaitannya dengan internet kini juga menjadi alat untuk
nasionalisme sesuai dengan penelitian mengekspresikan ekspresi politik sebagai
Fung (2015). Tingginya literasi digital representasi dari identitas sosial yang
yang dimiliki oleh Generasi Z pada titik dimiliki.
tertentu membuat negara kesulitan untuk Temuan di atas juga memperluas
mengontrol informasi yang dapat diakses. implikasi temuan Long dan Chen (2007)
Melimpahnya arus informasi memiliki efek yang menyatakan bahwa pembentukan
terhadap kesempatan untuk terpapar dengan identitas pada remaja di era milenial ini
berbagai eksposi terhadap kelebihan- dipengaruhi oleh penggunaan internet.
kelebihan yang dimiliki oleh negara Identitas remaja yang yang dibentuk
lain. Kesadaran tentang Indonesia pada oleh penggunaan internet ini diantaranya
Generasi Z tumbuh bersamaan dengan mencakup pengambilan keputusan,
kesadaran terhadap budaya dan kelebihan- kemampuan refleksi, dan kekuatan ego.
kelebihan yang dimiliki oleh bangsa lainnya. Temuan pada penelitian ini memperluas
Hal ini mempertegas penelitian Palmer implikasi penggunaan internet yang ternyata
(2012) yang mengajukan argumen bahwa tidak hanya mempengaruhi pembentukan
cybernasionalisme dapat dikembangkan identitas personal, tetapi juga identitas sosial.
ke area aktivisme politik dan pembentukan Senada dengan temuan tersebut, Ishii (2013)
identitas nasional melalui promosi-promosi menunjukkan bahwa eksposi konten yang
yang dilakukan di berbagai media sosial dialami oleh pengguna internet cenderung
melalui komunitas-komunitas virtual. menurunkan patriotisme terhadap negara,
Hal tersebut menunjukkan bahwa internet tetapi berkorelasi positif terhadap karya-
memberikan peluang kepada para remaja karya dari luar negeri. Hal ini secara tidak
untuk dapat mengembangkan rasa langsung menegaskan bahwa penggunaan
favorabilitas terhadap negara lain dan internet menambah kemungkinan eksposi
menjadi simpatisan melalui komunitas- terhadap karya dari negara lain sehingga
komunitas virtual. berpeluang menurunkan etnosentrisme pada
Konten yang diakses dalam pengguna internet.
menggunakan internet memiliki keterkaitan Temuan penelitian kali ini juga
kuat dalam membentuk sikap terhadap menegaskan penelitian Charlton (2012)
nasionalisme. Hal ini relevan dengan yang menegaskan korelasi negatif antara
penelitian Hyun, Kim, dan Sun (2014) yang penggunaan internet dan relijiusitas. Dengan
menjelaskan bagaimana sikap terhadap anti- mengambil sampel di Malaysia, Charlton
Jepang di kalangan masyarakat Tiongkok (2012) juga menemukan bahwa semakin
dipengaruhi oleh konsumsi media-media tinggi intensitas seorang individu dalam
156

menggunaan internet, maka semakin rendah 9% masyarakat dari total keseluruhan yang
relijiusitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa mampu mendapatkan akses internet. Rainie,
terdapat keterkaitan antara penggunaan Reddy, dan Bell (2004) juga menemukan
internet terhadap pemaknaan individu hal yang sama pada daerah-daerah kecil
terhadap identitas sosialnya. Secara analog, di Amerika. Hal ini patut untuk menjadi
temuan pada penelitian ini memberikan pertimbangan mengingat literasi digital saat
penegasan tentang bagaimana keterpaparan ini menjadi hal yang amat penting (Hicks &
informasi memberikan efek pada komunikasi Turner, 2013). Literasi digital dibutuhkan
dialogis dalam level intrapersonal dalam oleh segenap masyarakat di berbagai negara
individu. Keterpaparan informasi yang (Pietrass, 2007). Ulasan ini memberikan
masif tidak memberikan ruang pada implikasi bahwa rendahnya literasi digital di
individu untuk merefleksikan dirinya untuk daerah non-perkotaan dalam memanfaatkan
mengembangkan imajinasi kebangsaan. internet untuk meningkatkan pemaknaan
Perbedaan rerata kelompok yang terhadap identitas nasional menjadi penting
ditinjau dari frekuensi dalam menggunakan untuk ditindaklanjuti.
internet ini justru merefleksikan prospek J e n s e n ( 2 0 11 ) m e l i h a t t e m a
internet sebagai media untuk membentuk penggunaan internet dan identitas sebagai
p a t r i o t ism e. K ui (2015) m isalnya , hegemoni globalisasi yang tidak dapat
melihat bahwa internet dapat menjadi dihindari oleh remaja. Secara implikatif,
media yang efektif dalam membentuk penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
persepsi dan identitas nasional pada segenap pendidik maupun orangtua untuk
Generasi Z di Tiongkok. Isu konflik mengontrol konten yang dimiliki oleh anak-
antar-negara yang melibatkan memori anak remaja dalam menggunakan internet.
kolektif pada generasi sebelumnya berhasil Harapannya, internet tidak hanya berfungsi
ditanamkan kepada Generasi-generasi Z untuk memenuhi kebutuhan anak dalam hal
melalui internet, yang kemudian dikenal informasi, tetapi juga membentuk sikap
sebagai “cybernationalism”. Dalam terhadap identitas nasional. Secara praktis,
konteks keolahragaan, penelitian Du pendampingan dan keterlibatan orangtua
(2014) menunjukkan bagaimana internet dalam kegiatan-kegiatan virtual anak
dapat digunakan sebagai media untuk dapat menjadi solusi dalam menghadapi
membangkitkan nasionalisme Generasi Z budaya online yang terjadi di kalangan
melalui momentum pelaksanaan Olimpiade remaja Generasi Z. Sekolah juga dapat
2012 di London. Hal ini menunjukkan bahwa memberikan berbagai monitoring dan
internet dan nasionalisme hendaknya tidak pendampingan untuk para anak didik,
semata-mata dipandang sebagai dua hal khususnya memberikan workshop mengenai
yang berlawanan sebagaimana terkonfirmasi peningkatan literasi digital yang tidak
dalam temuan pada penelitian ini. hanya bermanfaat untuk meningkatkan
Penelitian ini juga menunjukkan kapasitas anak, tetapi membentuk sikap
bahwa penggunaan dan pemanfaatan internet dan pemaknaan yang kuat dalam konteks
dalam kota-kota kecil belum menunjukkan identitas nasionalnya.
kualitas yang sama dengan penggunaan di Keterbatasan dari penelitian ini
kota-kota besar. Arora (2016) melihat tren adalah tidak adanya kontrol dari peneliti
yang sama pada pengguna internet di sebuah terhadap konten yang diakses oleh pengguna
kota kecil di India yang menunjukkan hanya internet. Eksposi informasi yang dikonsumsi
Studi Komparatif Identitas Nasional pada Remaja Generasi Z Ditinjau dari Intensitas Penggunaan 157
Internet

oleh pengguna tidak secara detail diukur Arora, K. (2016). Only 9% of rural India
sehingga belum tersedia analisis yang has access to mobile internet: Report.
mencakup jenis konten yang diakses selama Diunduh dari http://www.gadgetsnow.
menggunakan internet. Hal ini dapat menjadi com/tech-news/Only-9-of-rural-
sugesti untuk penelitian selanjutnya dalam India-has-access-to-mobile-internet-
menindaklanjuti temuan ini. Hal lain yang Report/articleshow/50840296.cms
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini pada 16 Oktober 2016.
adalah kesetaraan jumlah tiap-tiap identitas
Balsam, J. (2016). Millenials are less
sosial responden. Penelitian ini didominasi
patriotic than their parents. Diunduh
oleh suku Jawa yang beragama Islam.
dari http://www.askmen.com/news/
Penelitian selanjutnya dapat mengontrol
power_money/millennials-are-less-
keseimbangan jumlah responden di tiap-tiap
patriotic-than-their-parents.html pada
suku dan agama, sehingga dapat diperoleh
16 Oktober 2016.
analisis tambahan mengenai peranan data
demografis sebagai kovariat dalam melihat Barret, M. (2000). The development of
perbedaan kedua variabel utama. national identity in chilhood and
adolescences. Inaugural Lecture at
University of Surrey. Diunduh dari
Simpulan
http://epubs.surrey.ac.uk/1642/ pada
Berdasarkan hasil dan diskusi di atas, 14 Oktober 2016.
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Bassiouni, D., & Hackley, C. (2014)
identitas sosial pada remaja Generasi
Generation Z children’s adaptation
Z ditinjau dari intensitas penggunaan
to digital consumer culture: A critical
internet. Remaja Generasi Z yang tidak
literature review. Journal of Customer
memiliki adiksi internet ditemukan memiliki
Behaviour, 13(2), 113-133.
identitas nasional yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan antara lain pengaruh konten Charlton, J.P., Soh, P.C., Ang, P.H., & Chew,
yang terpapar terhadap pembentukan sikap P. (2012). Religiosity, adolescent
Generasi Z terhadap identitas nasionalnya. internet usage motives and addiction:
Pihak orangtua maupun guru sebagai An Exploration. Information,
pendidik dapat mengambil tanggungjawab Communication, & Society, 16 (10),
untuk membuat monitoring dan program 67-89.
pendampingan kontrol sehingga media
Combi, C. (2015). Generation Z: Their
pengasuhan dan pembelajaran dapat
voices, their lives. NY: Cornerstone.
digunakan sebagai bagian dari penguatan
identitas sosial pada remaja. Cruwys, T., Haslam, S.A., Dingle, G.A.,
Haslam, C., & Jetten, J. (2014).
Daftar Pustaka Depression and social identity: An
integrative review. Personality and
Abrams, S.S. (2015). Zombies, boys, Social Psychology Review, 18 (3),
and videogames: Problems and 215-238.
possibilities in an asessing culture.
Victoria Carrington dkk. Generation Du, S. (2014). Social media and the
Z. NY: Springer. transformation of “Chinese
158

Nationalism”: ‘Igniting positive Hyun, K.D., Kim, J., & Sun S. (2014).
energy’ in China since the 2012 New use, nationalism, and internet
London Olympics. At Anthropology use motivations as predictors of anti-
Today, 30 (1), 5-8. Japanese political actions in China.
Asian Journal of Communication, 24
Eriksen, T.H. (2007). Nationalism and the
(6), 22-45.
internet. Nations and Nationalism, 13
(1), 1-17. Hyun, K.D., Kim, J. (2014). The role of
new media in sustaining the status
Etikan, I., Musa, S.A., & Alkasim, R.S.
quo: Online political expression,
(2016). Comparison of convenience
nationalism, and system support in
sampling and purposive samplng.
China. Information, Communication,
American Journal of Theoretical and
& Society, 18 (7), 45-65.
Applied Statistics, 5 (1), 1-4.
Ishii, K. (2013). Nationalism and preferences
Fung, A.Y.H. (2015). Online games and
for domestic and foreign animation
Chinese national identity. Hye-Kyung
programmes in China. International
Lee dan Lorraine Lim (Ed). Cultural
Communication Gazette, 75 (2), 225-
Policies in East Asia, 53-68.
245.
Ganeva, Z., & Rasticova, M. (2013). National
Jensen, L.A. (2011). Navigating local and
identity of young adolescences of
global worlds: Opportunities and
Czech and Bulgarian origin. Bulgarian
risks for adolescent cultural identity
Journal of Science and Education
development. Psychological Studies,
Policy, 7 (2), 1-20.
56 (1), 62-70.
Geschiere, P., & Meyer, B. (1998).
Timberg, S. (2015). Patriotism is for
Globalization and identity: Dialectics
winners: Why millenials and Gen X
of flow and closure. Development and
are rejecting the national pride of their
Change, 29 (4), 601-615.
parents. Diunduh dari http://www.
Haslam, S.A., Jetten, J., Postmes, T., & salon.com/2015/07/06/patriotism_is_
Haslam, C. (2009). Social identity, for_winners_why_millennials_and_
health, and well-being: An emerging gen_x_are_rejecting_the_national_
agenda for applied psychology. pride_of_their_parents/ pada 16
Applied psycology: An international Oktober 2016.
review, 58 (1), 1-23.
Kui, Z. (2015). The misplaced “apology”:
Hicks, T., & Turner, K.H. (2013). No longer Rethinking Chinese’s internet
a luxury: Digital literacy can’t wait. patriotism. Positions Asia Critique,
English Journal, 102 (6), 58-65. 23 (1), 49-58.
Houkamau, C.A., & Sibley, C.G. (2011). Lili, W., & Diehl, M. (1999). Measuring
Maori cultural efficacy and subjective national identity. Mannheimer Zentrum
well-being: A psychological model fur Europaische Sozialforschung:
and research agenda. Social Indicators Albeitspapiere, 10, 1-16.
Research, 103 (3), 379-398.
Long, J., & Chen, G. M. (2007). The impact
Studi Komparatif Identitas Nasional pada Remaja Generasi Z Ditinjau dari Intensitas Penggunaan 159
Internet

of internet usage on adolescent self- Reilly, K. (2013). A generational gap in


identity development. China Media American patriotism. Diunduh dari
Research, 3(1), 99-109. http://www.pewresearch.org/fact-
tank/2013/07/03/a-generational-
Luhtanen, R., & Crocker, J. (1992). A
gap-in-american-patriotism/ pada 16
collective self-esteem scale: Self-
Oktober 2016.
evaluation of one’s social identity.
Personality and Social Psychology Stevenson, C., & Muldoon, O.T. (2010).
Bulletin, 18, 302-318. Socio-political context and accounts
of national identity in adolescence.
Palmer, M.F. (2012). Cybernationalism:
British Journal of Social Psychology,
Terrorism, political activism, and
49 (3), 583-599.
national identity creation in virtual
communities and social media. Vavreck, L. (2014). Younger Americans are
Athina A. Lazakidou (Ed). Virtual less patriotic. At least, in some way.
Communities, Social Networks and Diunduh dari http://www.nytimes.
Collaboration, 115-134. com/2014/07/05/upshot/younger-
americans-are-less-patriotic-at-least-
Pietrass, M. (2007). Digital literacy
in-some-ways.html?_r=0 pada 14
research from an international and
Oktober 2016.
comparative point of view. Research
in Comparative and International Young, K. (2009). Internet addiction: The
Education, 2 (1), 1-12. emergence of new clinical disorder.
Cyberpsychology and Behaviour, 1
Rainie, L., Reddy, P., & Bell, P. (2004).
(3), 237-244.
Rural areas and the internet. Diunduh
d a r i h t t p : / / w w w. p e w i n t e r n e t .
org/2004/02/17/rural-areas-and-the-
internet/ pada 16 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai