Anda di halaman 1dari 18

KASUS 2

Tn. D usia 35 tahun, pendidikan menengah pariwisata, bekerja sebagai penata rias, alamat
Bekasi Jawa Barat. Pasien tinggal sendiri kost di Jakarta Selatan.

Sebelum sakit pasien memiliki aktivitas yang cukup padat pagi sampai siang bekerja di salon
kecantikan. Pasien tidak menggunakan alcohol dan narkotika suntik. Pasien pernah
mengkonsumsi ekstasi lebih dari 1 tahun dan sudah berhenti setahun yang lalu sejak
merasakan sakit. Pasien mengatakan bahwa ia sering melakukan hubungan seks bebas
sejenis.

Selama sakit di rumah, pasien tidak bekerja, pasien hanya tiduran saja. Kebiasaan merokok
berhenti. Di rumah sakit pasien duduk dan berjalan seperlunya karena cepat lelah.

Pasien masuk rumah sakit (MRS) dengan keluhan utama muntah darah 2 hari SMRS
bercampur makanan. Darah merah segar ±1/2 gelas. Batuk-batuk dengan sputum kuning
kental. Terkadang sesak.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh data tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/m,
frekuensi nafas 20x/m, suhu 36,30C, status general kepala dalam batas normal (dbn), mata
konjungtiva pucat, leher jvp 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, telinga
dbn, hidung dbn, tenggorokan dbn, terdapat candidiasis oral, jantung dbn, paru vesikuler,
ronchi +/+, wheezing -/-, abdomen lemas, tahanan, ekstremitas tidak terdapat oedema.
Aktivitas duduk, jalan perlahan, ROM bebas, konsep diri kearah positif. Secara psikologis
pasien dalam batas normal. Pasien tampak berbicara dengan pasien lain dan dengan perawat.

Pasien pernah konsul ke Pokdiksus 1x atas indikasi HIV positif kemudian meminta untuk
dirawat di RSU Bekasi. Pasien mendapat OAT.

Pasien menggunakan O2 2 lpm. Pasien tampak bernapas dalam dan panjang bila beraktivitas.

Untuk minum pasien menggunakan air kemasan gelas dan botol, persediaan cukup. Asupan
minum 1000-2000 ml/hari . pasien mampu mengambil minum sendiri. Keadaan rongga mulut
kurang baik, tampak plak putih (candidiasis oral), di dinding rongga kanan dan kiri. Pasien
sering berkeringat. Pasien mendapatkan terapi NaCl 0,9%/8 jam.

Makanan disediakan rumah sakit dalam bentuk paket 1 porsi nasi lunak, buah, snack, telur,
dan susu atau kacang hijau. Diit 1900 kkal. Pasien merasa mual pada bau makanan yang
tajam. Tidak nafsu makan. Berat badan menurun 15 kg dalam 2 bulan.

Pasien diare ±5 kali/hari, coklat, tidak terlalu banyak, berbau khas. Pasien tidak mengalami
masalah dalam berkemih. Pasien defekasi dan berkemih di kamar mandi.

Pasien mendapatkan obat anti jamur yang diberikan 2-3 tetes 3 x/hari. New Diatab 3x2 tablet.
RHZE pada pemeriksaan thoraks AP/PA didapatkan kesan: infiltrate dikedua lapang paru.
Hasil laboratorium didapatkan jumlah T helper (CD4+) 32.
1. Identifikasi faktor resiko tertularnya HIV AIDS pada Tn.D
Pembahasan:
 Seks bebas sejenis
 Mengkonsumsi ekstasi > 1 tahun

2. Identifikasi klasifikasi HIV AIDS yang dialami Tn.D berdasarkan klasifikasi


kombinasi CD4+ dengan kondisi klinis
Pembahasan:
Tabel.1 sistem klasifikasi kategori klinis dan imunologi HIV pada remaja atau dewasa

Kategori imun Kategori klinis A Kategori klinis B Kategori klinis C


≥ 500 sel/µl A1 B1 C1
200-499 sel/µl A2 B2 C2
< 200 sel/µl A3 B3 C3
Berdasarkan klasifikasi kombinasi CD4 Tn.D termasuk dalam kategori imun ketiga
dimana kadar CD4 adalah 32 kurang dari 200 sel/µl.
Kondisi klinis Tn.D:
 Cepat lelah
 Muntah darah 2 hari SMRS (bercampur makanan)
 Batuk dengan sputum kuning kental
 Terkadang sesak
 Konjungtiva anemis
 Kandidiasis oral
 Suara nafas ronchi +/+
 Abdomen lemas
 Sering berkeringat
 Diare 5x/hari
 Tidak nafsu makan, BB menurun 15 kg dalam dua bulan

Berdasarkan tanda dan gejala Tn.D diatas, menunjukkan kategori klinis C.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tn.D sudah berada di kategori klinis C3.

3. Identifikasi infeksi oportunistik yang terjadi pada kasus HIV AIDS diatas dan
klasifikasikan berdasarkan system organ yang terganggu!
Pembahasan:
 Kandidiasis (Sistem pernapasan)
 TB paru (Sistem pernapasan)
 Diare (Sistem pencernaan)

4. Buat patofisiologi kasus HIV AIDS diatas secara lengkap


Pembahasan:

Saat HIV memasuki tubuh manusia, glikoprotein luar (gp160) yang terdiri dari 2
subunit (gp 120 dan gp 41) memiliki afinitas terhadap reseptor CD4, protein yang
terdapat pada permukaan limfosit T helper, monosit, makrofag, sel dendritik, dan
mikroglia otak.Ikatan reseptor CD4 dilakukan oleh subunit gp120. Proses peleburan
virus pada sel selanjutnya difasilitasi oleh chemokine-koreseptor, CCR5 atau CXCR4,
atau keduanya. Penempelan HIV ke reseptor dan koreseptor menginduksi fusi membran,
yang dimediasi oleh gp41, dan akhirnya terjadi internalisasi materi genetik virus dan
enzim yang diperlukan untuk replikasi.
Kapsid mengalami uncoated, untuk bereplikasi. Materi genetik HIV adalah
positive-sense (dari 5’ ke 3’) ssRNA, yang harus mengubah RNA menjadi DNA
menggunakan RNA-dependent DNA polymerase (reverse transcriptase). Reverse
transcriptase mensintesis DNA komplemen menggunakan RNA sebagai templatenya.
Untai DNA-RNA dipisahkan oleh ribonuclease H (RNase H), kemudian reverse
transcriptase membentuk pasangan DNA, sehingga diperoleh dsDNA.dsDNA memasuki
nukleus dan terintegrasi ke kromosom sel inang oleh enzin integrase.
Setelah terjadinya integrasi, virus berada dalam keadaan diam, tidak memproduksi
RNA ataupun protein tetapi bereplikasi seiring dengan pembelahan sel host. Ketika sel
host teraktivasi, barulah RNA dan protein virus diproduksi.Penyusunan virion baru
dilakukan di membran plasma, nukleokapsid dirakit bersama ssRNA dan komponen lain
di dalamnya. Setelah terakit, virion menempel ke lipid bilayer, dan terjadi proses
maturasi. Protease memecah protein polipeptida prekursor besar (gag-pol) menjadi
protein fungsional. Virus baru kemudian dilepas dan menginfeksi sel lain.
Sel yang terinfeksi dan beberapa sel di sekitarnya akan hancur/rusak melalui
beberapa mekanisme, termasuk lisis sel karena penempelan virion baru, cytotoxic T-
lymphocyte–induced cell killing, penbentukan syncytia, dan apoptosis. Pembentukan
syncytia terjadi ketika protein virus yang diekspresikan di sel yang terinfeksi bertindak
sebagai ligan untuk reseptor di sel lain yang belum terinfeksi, sehingga sel sel tersebut
berfusi membentuk sel mutinukleus. Perusakan sel CD4 mempengaruhi fungsi imun
seseorang dan pada akhirnya akan menyebabkan AIDS.
Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit
kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.
1. Akut HIV sindrom
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam
plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/μl. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke
organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia,
jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon
imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler
berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.
Umumnya terjadi selama 3-6 minggu. Manifestasi klinik bertahan selama 1-2 minggu,
kemudian mereda dengan sendirinya.
2. Penyakit Kronis Asimptomatis
Lama waktu antara infeksi HIV sampai perkembangan penyakit lanjut bervariasi,
namun rata-rata adalah 10 tahun pada pasien yang tidak diobati. Replikasi virus aktif
terjadi pada fase ini dan nilai CD4 turun perlahan. HIV RNA darah (viral load) yang
tinggi berkaitan dengan keparahan penyakit, progres menuju fase kronis simptomatik
akan lebih cepat pada pasien dengan viral load tinggi.
3. Penyakit Kronis Simptomatis
Pada fase ini, kadar CD4 turun drastis, dapat dibawah 200/L. Penyakit stadium
lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang
serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.
Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan
hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah
sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Sekitar 80 persen pasien HIV/AIDS
meninggal karena infeksi oportunistik sebagai penyebab utamanya. Penyebab infeksi
oportunistik pada HIV/AIDS bisa berupa infeksi protozoa, bakteri, virus, maupun jamur.
Infeksi bakteri yang tersering antara lain tuberkulosis, toxoplasmosis dan
cytomegalovirus.
Pada kasus hiv/aids dengan tuberculosis Respon limfosit T sangat penting untuk
mengendalikan infeksi M. tuberculosis. Limfosit T akan mengaktifkan makrofag
sehingga makrofag pada akhirnya akan memakan dan membunuh bakteri tetapi pada
orang dengan hiv/aids CD4 tidak dapat mengoordinasikan respon imun. organisme M.
tuberculosis yang masuk hingga alveoli tidak cukup kuat dicerna oleh makrofag paru-
paru sehingga bakteri justru bermultiplikasi dalam makrofag, makrofag pecah dan
melepakan banyak basil M. tuberculosis. Bakteri ini kemudian difafositosis oleh
makrofag lainnya, kembali pecah, dan melepaskan kembali banyak basil.
Selama fase awal infeksi, M. tuberculosis akan berkembang secara logaritmik.
Beberapa organisme intraseluler diangkut oleh makrofag ke kelenjar getah bening
regional di daerah hilus, mediastinum, dan retroperitoneal. Nekrosis jaringan dan
kalsifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi,
menghasilkan pembentukan radiodense area menjadi kompleks Ghon. Makrofag yang
teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi M. tuberculosis
yang padat seperti keju (daerah nekrotik) sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi
oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda juga berkembang melalui aktivasi dan
perbanyakan limfosit T. Makrofag membentuk granuloma yang mengandung organisme.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif
terhadap protein yang dibuat bakteri tuberkulosis dan bereaksi positif terhadap tes
tuberkulin atau tes Mantoux.
Infeksi menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan diantaranya percabangan
bronkus, sistem saluran limfe, dan aliran darah. Penyebaran infeksi lewat percabangan
bronkus dapat mengenai area paru atau melaui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring) maupun ke saluran pencernaan. Penyebaran lewat saluran
limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
pembentukan granuloma yang dikenal sebagai tuberkulosis miliari. Tuberkulosis
Milliari adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Penyebaran
melalui aliran darah melalui aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat
membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri
ini mencapai berbagai organ melalui aliran darah yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal,
otak, dan meningen.
Diare yang terjadi pada kasus hiv/aids adalah diare Inflamasi ditandai dengan
adanya berlangsung lama, demam, nyeri perut, fases yang berdarah dan berisi lekosit
serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada beberapa kasus terdapat
hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing enterophaty. Mekanisme inflamasi
ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi intestinal. Hal ini
dikarekanan CD4 tidak bisa mengkoordinasi sel imun untuk membunuh bakteri, parasit,
virus, jamur sehingga mereka berkembang biak lebih banyak menyebabkan, invasi
mokusa, gangguan absorbsi , menghalangi menyerapan makanan.
Pada kasus hiv/aids Flora,jamur, bakteri, normal pada rongga mulut, saluran cerna,
saluran napas atas, mukosa vagina,kuku menj adi patogen dikarenakan penurunan
sistebam imun menyebabkan Proliferasi Candida meningkat. Hasil dari Candida yang
meningkat menyebakan terbentuknya koloni yang menginvasi jaringan dibawahnya
sehingga terjadi ulkus.

PATHWAY PATOFISIOLOGI HIV/AIDS

Dalam kasus ini kemungkinan besar penularan


hiv dikarekan seks bebas sesama jenis.
Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor
membran CD4

Fusi / peleburan membran virus dengan


membran sel CD4

Enzim reverse transcriptase


RNA HIV cDNA

Enzim integrase
cDNA masuk ke inti sel CD4

Transkripsi mRNA dan translasi menghasilkan


protein struktural virus

Enzim protease
Merangkai RNA virus dengan
protein-protein yang baru dibentuk,

Terbentuk virus - virus HIV yang baru dalam


tubuh

Sel CD4 hancur

Imunitas menurun.

Ketika imunitas tubuh menurun maka


pertahanan tubuh dalam melawan benda asing
menurun, menciptakan kumpulan gejala ya
dinamakan AIDS.

Hiv/aids juga menciptakan inpeksi


oportunistik
Hiv/aids Imunitas

M. tuberculosis
Masuk ke tubuh

CD4 tidak dapat mengoordinasikan respon imun

tidak cukup kuat dicerna oleh makrofag

bakteri bermultiplikasi dalam makrofag makrofag pecah


3. melepakan banyak basil M. tuberculosis

Infeksi menyebar, inflamasi, merusak paremkim paru


TBC

Peningkatan sekret di saluran pernapasan Nafsu makan,


Berat badan

Mk : bersihan jalan napas Mk : nutrisi


HIV/AIDS Imunitas ↓↓
Infeksi Gastrointestinal

Infeksi Infeksi Parasit Infeksi Virus Infeksi Jamur


Bakteri

M. Avium Complex 1.Cryptosporidiu Citomegalovirus Candida


Clostridium defficile parvum
Salmonella (CMV) albicans
2. E. Histolytica
Shigella 3.Giardia Lamblia
E. coli

Hiperplasia vili Merusak enterosit


dan vili intestinal Imunokompeten
Flora normal pada
-Adhesi bakteri pada usus halus
sel epitel Imunokompresi
Penumpulan vili Vili usus atropi &
-Invasi mukosa intestinal enterosit tidak Patogen
-Produksi enterotoxin sempurna

Diare Kronik

Ganguan penyerapan air, Ganguan penyerapan Mual, muntah, , penurunan


elektrolit nutrisi nafsu makan

dehidrasi

Mk : nutrisi
5. Identifikasi pengkajian keperawatan diatas (gunakan pola gordon), lakukan analisa data
(P-E-S) terhadap data senjang yang ditemukan
Pembahasan:
Pengkajian
I. Pengkajian
Nama Pasien : Tn. D
Umur : 35 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Menengah pariwisata
Pekerjaan : Penata Rias
Alamat :Jakarta Selatan
Status perkawinan : Lajang
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Tn.D mengalami muntah darah
2hari SMRS bercampur makanan. Darah merah segar ± ½ gelas.
2. Riwayat kesehatan sekarang : pasien mengalami batuk-batuk dengan
sputum kuning kental, terkadang sesak
III. Pemeriksaan fisik
1. TTV : TD: 110/70, N:80x/m, P:20x/m, S: 36.3oC, konjungtiva anemis
2. Tingkat kesadaran : compos mentis
3. Pemeriksaan pernafasan dan sirkulasi :
- frekuensi nafas 20x/m
- Pasien tampak bernafas dalam dan panjang bila beraktifitas
- Suara nafas ronci +/+
- Infiltrate kedua lapang paru
4. Pemeriksaan integument : tidak terdapat oedema
5. Pemeriksaan abdomen : abdomen lemas
6. Pemeriksaan Musculoskletal : ROM bebas
IV. Pola Gordon
1. Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
Pasien kebiasana merokok berhenti, pasien juga pernah mengkonsumsi ekstasi
lebih dari 1 tahun dan sudah berhenti sejak merasakan sakit
2. Pola aktivitas dan latihan
Di rumah sakit pasien hanya duduk dan berjalan seperlunya karena cepat lelah
berjalan
Tn. D juga menglami perubahan atau gangguan pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi
tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
Tn.D aktivitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak
dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena
depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
3. Pola istirahat dan tidur
pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena sering berkeringat malam
hari
4. Pola nutrisi metabolic
Tn. D tidak nafsu makan, Berat badan menurun 15 kg dalam 2 bulan, mual
pada bau makanan yang tajam
5. Pola eliminasi
pasien mengalami diare ±5 x/hari, coklat tidak terlalu banyak, berbau khas,
pasien tidak mengalami masalah dalam berkemih. Pasien defekasi dan
berkemih di kamar mandi
6. Pola kognitif dan perseptual
Tidak ganguan
7. Pola konsep diri
Secara psikologis pasien dalam batas normal, konsep diri kearah positif
8. Pola koping
Pasien tidak mengalami ganguan psikologis
9. Pola seksual reproduksi
Pada Tn.D pola reproduksi seksualitas nya terganggu karena penyebab utama
penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
10. Pola peran hubungan
Pasien selama dirumah sakit pasien tidak bekerja hanya tiduran saja, dan
Pasien tampak berbicara dengan pasien lain dan dengan perawat
11. Pola niat dan kepercayaan
Pada Tn.D tata nilai keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena mereka
menggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka.
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan thorax AP/PA didapatkan kesan : infiltrate dikedua lapang
paru.
2. Pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah T helper ( CD4+)

VI. Analisa data

No Data Senjang Etiologi Masalah


1 Ds: Imunitas menurun Bersihan jalan
 nafas tidak efektif
 Bakteri
 bermultiplikasi
 dalam makrofag

Infeksi menyebar,
Do inflamasi
 Pasien batuk dengan
TBC
sputum kuning kental
 Pemeriksaan thorax AP/PA
Penumpukkan
didapatkan Infiltrate di kedua
secret
lapang paru
 Ronchi ++ Bersihan jalan
 Wheezing -/-
nafas tidak efektif

2 Ds: Infeksi bakteri Defisit nutrisi


 Tidak nafsu makan
 Mual pada bau Adhesi bakteri pada
makan yang tajam sel epitel

Produksi
Do enterotoxin
 BB menurun 15 kg
 Diare Diare kronik

Gangguan
penyerapan nutrisi,
mual, muntah,
peunrunan nafsu
makan

Defisit nutrisi

6. Susun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas


Pembahasan:
Diagnosa keperawatan:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi ditandai
dengan dispnea, sulit bicara dan orthopnea.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
mencerna makanan dan mengabsorpsi nutrien yang ditandai dengan nafsu makan
menurun dan kram abdomen.

7. Susun intervensi keperawatan untuk 2 diagnosa utama pada kasus diatas


Pembahasan:
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN: Tn.D UMUR: 35 tahun
RUANGAN: NO.REG:

NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL


KEPERAWATAN TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI
(NOC) KEPERAWATAN (NIC)
1 Bersihan jalan Setelah diberikan Aktifitas – aktivitas 1. Pengaturan
nafas tidak efektif intervensi 3x24 jam,  Buka jalan nafas posisi ini dapat
berhubungan diharapkan pasien dengan teknik chin membantu paru
dengan proses mampu menunjukkan lift atau jaw thrust, mengembang
infeksi yang NOC: Stastus sebaagaimana secara maksimal
ditandai dengan Pernafasan: Kepatenan mestinya sehingga
 Posisikan pasien
 Dispnea Jalan Nafas membantu
 Sulit bicara untuk
 Dipertahankan meningkatkan
 Otrhopnea memaksimalkan
pada pertukaran gas.
ventilasi
 Identivikasi Posisi yang tepat
 Ditingkatkan pada juga dapat
kebutuhan
 1= deviasi berat
actual/potensial meningkatkan
dari kisaran
pasien untuk relaksasi otot-
normal
memasukan alat otot tambahan
 2= deviasi yang
membuka jalan sehingga dapat
cukup besar
nafas mengurangi
dari kisaran  Masukan alat usaha
normal nasopharyngeal
 3= deviasi bernafas/dyspne
airway(NPA) atau a.
sedang dari oropharyngeal
kisaran normal airway (OPA),
 4= deviasi sebagaaimana
ringan dari mestiinya
kisaran normal  Lakukan fisioterapi
 5= tidak ada dada, sebagaimana
deviasi dari mestinya
kisaran normal  Buang secret
Dengan kriteria hasil: dengan memotivasi
Penurunan tingkat pasien untuk
kesadaran melakukan batuk
1/2/3/4/5 atau menyedot
lendir
 Memotivasi pasien
untuk bernafas
pelan, dalam,
berputar dan batuk
 Gunakan teknik
yang
menyenangkan
untuk memotivasii
bernafas dalam
kepada anak anak
(misal; meniup
gelembung,meniup
kincir, peluit,
harmonica, balon,
meniup layaknya
pesta;buat lomba
meniup dengan
bolaping pong,
meniup bulu)
 Instruksikan
bagaimana agar
bisa melakukan
bauk efektif
 Bantu dengan
dorongan
spirometer,
sebagaimna
mestinya
 Auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilisasiny
menurun atau tidak
ada dan adanya
suara tambahan
 Lakukann
penyedotan melalui
endotrakea atau
nasotrakea ,
sebagaimana
mestinya
 Kelola pemberian
blonkodilator,
sebagaimana
mestinya
 Ajarkan pasien
bagaimana
menggunakan
inhaler sesuai
resep, sebagaimana
mestinya
 Kelola pengobatan
aerosol,
sebagaimana
mestinya
 Kelola nebulizer
ultrasonic,
sebagaimana
mestinya
 Kelola udara dan
oksigen yang
dilembabkan,
sebagaimana
mestinya
 Ambil benda asing
dengan frosep
McGill,
sebagaimana
mestinya
 Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
 Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
 Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi,
sebagaiman
mestinya
 Mengatur posisi
klien (high fowler
position, semi
fowler position,
sitting forward
leaning/orthopneic
position)
2. Defisit nutrisi Setelah diberikan Akivitas-aktivitas
berhubungan intervensi 3x24 jam,  Tentukan status
dengan diharapkan pasien gizi pasien dan
ketidakmampuan mampu menunjukkan kemampuan[pasien
menelan makanan, NOC: status nutrisi: ] untuk memenuhi
mencerna asupan nutrisi kebutuhan gizi
makanan dan  Dipertahankan  Identivikasi
mengabsorpsi pada [adanya] alergi atau
nutrient yang intolerasi makanan
 Ditingkatkan yang dimiliki
ditandai dengan
pada pasien
 Nafsu
 1=  Tentukan apa
makan yang menjadi
deviasi berat
menurun preferensi makanan
 Kram dari kisaran
bagi pasien
abdomen normal
 Instruksikan
 2=
pasien
deviasi yang
mengenaikebutuha
cukup besar
n nutrisi( yaitu;
dari kisaran
membahas
normal pedoman diet dan
 3=
piramida makanan)
deviasi sedang  Bantu pasien
dari kisaran dalam menentukan
normal pedoman atau
 4= piramida makanan
deviasi ringan yang paling cocok
dari kisaran dalam memenuhi
normal kebutuhan nutrisi
 5= tidak dan
ada deviasi dari preferensi( misalny
kisaran normal a, piramida
Dengan kriteria hasil: makanan
Penurunan tingkat vegetarian,
kesadaran piramida panduan
1/2/3/4/5 makanan, dan
piramidamakanan
untuk lanjut usia
lebih dari 70)
 Tentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi
 Berikan pilihan
makanan sambil
menawarkan
bimbingan terhadap
pilihan
[makanan]yang
lebih sehat,jika
diperlukan
 Atur diet yang
diperlukan(yaitu ;
menyediakan
makanan protein
tinggi :
menyarankan
menggunakan
bumbu dan
rempah-rempah
sebagai alternatif
untuk garam,
menyediakan
pengganti gula ;
menambah atau
mengurangi kalori,
menambah atau
mengurangi
vitamin,mineral,
atau suplemen)
 Ciptakan
ligkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makan(misalnya,
bersih, berventilasi,
sabtai, dan bebas
dari bau yang
menyengat)
 Lakukan atau
bantu pasien
mengenai
perawatan mulut
sebelum makan
 Pastikan pasien
menggunakan gigi
pallsu yang pas,
dengan cara yang
tepat
 Beri obat-
obatan sebelum
makan(misalnya,
penghilang rasa
sakit, anti
metik),jika
diperlukan
 Anjurkan
pasien untuk duduk
pada posisi tegak
dikursi, jika
memungkinkan
 Pastikan
makanan disajikan
dengan cara yang
menarik dan pada
suhu yang paling
cocok untuk
konsumsi secara
optimal

Anda mungkin juga menyukai