Anda di halaman 1dari 10

Penetapan Keputusan Berdasarkan Etika, Filsafat, dan Moral

Joshua Armando Sitompul


102016103
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespondesi : Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
Email : joshua.2016fk103@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Manusia adalah makluk hidup yang memiliki kemampuan berpikir terhadap masalah
atau keputusan yang dihadapi. Dalam pengambilan keputusan pastilah memiliki dasar
yaitu etika dan moral. Filsafat Moral adalah tindakan atau perbuatan yang dinilai baik
atau buruk, berkenan atau tidak, atau bisa diartikan sebagai sistem ajaran mengenai
tindakan atau perbuatan manusia yang berkaitan dengan etika. Filsafat moral memiliki
cabang seperti epistomologi yang artinya ilmu yang secara khusus mempelajari dan
mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu keputusan itu diperoleh serta
bagaimana cara memperolehnya. Di dalam mengambil keputusan, kita juga harus
mampu berpikir secara etis yang artinya adalah kita mampu menelaah apakah
keputusan itu benar dan baik. Keputusan etis juga dibagi tiga yaitu secara universal,
particular dan dilema.

Kata Kunci: Filsafat moral, keputusan, epistemology, etis.

Abstract

Human is a living creature that has the ability to think on issues or decisions faced. In
decision making must have a base that is ethical and moral. Moral philosophy is an action
or actions are judged good or bad, pleasing or not, or could be interpreted as a system of
doctrine concerning human actions or actions related to ethics. Moral philosophy has
branches such as epistemology, which means science that specifically studied and
questioned in depth about what the decision was obtained and how to obtain it. In the
decision, we must also be able to think ethically, means we are able to examine whether
the decision was right and good. Ethical decision also divided into three namely universal,
particular and dilemmas.

Keywords: Moral philosophy, decision, epistemology, ethical.

1
1.1 Latar belakang

Pendahuluan

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang bisa disebut sebagai ciptaan tuhan yang
paling sempurna, karena manusia diberikan oleh Tuhan akal budi sehingga manusia
mampu berpikir dan berbuat sesuatu dengan baik. Tentu saja bukan hanya untuk
berpikir melainkan manusia juga dituntut untuk memilih suatu pilihan di dalam
hidupnya. Dalam menentukan pilihan, tentu manusia memiliki dasar atas pilihan
tersebut atau bisa disebut sebagai keputusan. Keputusan merupakan hasil pemecahan
dari suatu masalah dan dihadapai dengan tegas. Pengambilan keputusan dapat
dianggap sebagai suatu hasil menelaah beberapa alternative dalam menentukan
keputusan. Setiap pengambilan keputusan selalu menghasilkan suatu pilihan final dan
pemilihan akhir lah yang merupakan pengambilan keputusan yang terbaik dengan
berdasarkan keputusan baik dari sendiri ataupun dari orang lain.1

1.2 Tujuan

Dengan pembuatan makalah ini, pembaca diharapkan lebih mengetahui bagaimana


manusia dalam menentukan pilihan, dalam bertindak , dan mengambil keputusan.
Dalam makalah ini, dijelaskan bahwa ada banyak beberapa cara untuk menentukan
keputusan berdasarkan filsafat moral, etika, dan silogisme. Sehingga apabila kita
telah mengetahui dasar-dasar dalam penentuan pilihan, maka kita akan bisa
menentukan manakah keputusan yang terbaik dengan berdasarkan pertimbangan
yang matang

2. Pembahasan

2.1 Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), yang artinya ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam nahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah
‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa
diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.

Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan sophos
yang berarti bijaksana. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan
atau pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.

Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat
dan berusaha keras dengan sunguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya
memperoleh kebenaran.2

Filsafat dibagi menjadi beberapa cabang, salah satu cabang dari filsafat adalah Moral.

2
2.2 Filsafat moral

Filsafat Moral adalah tindakan atau perbuatan yang dinilai baik atau buruk, berkenan
atau tidak, atau bisa diartikan sebagai sistem ajaran mengenai tindakan atau perbuatan
manusia. Filsafat moral lebih menuju pembahasan dalam mempelajari tindakan
(penentuan perbuatan) dengan berdasarkan dasar yang telah ditentukan.

Dalam penentuan perbuatan atau dasar yang telah ditentukan, Filsafat Moral dibagi
menjadi 3 yaitu teleology, deontology, dan etika situasi.3

2.2.1 Teleologi

Pada filsafat moral, teleologi merupakan dari kata Yunani telos, yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos, perkataan. Artinya adalah dalam kita melakukan atau
menerapkan etika, kita menggunakan prinsip filsafat moral teleologi yaitu kita
melakukan sesuatu karena tujuan atau maksud yang baik bagi diri sendiri untuk
diterapkan di lingkungan sekitar dan mendampakkan hadil yang positif bagi sekitar.

Teleologi mengacu pada filosofi moral di mana suatu tindakan dianggap secara moral
benar atau diterima tergantung pada tujuan dari tindakan tersebut.

Teleology terbagi menjadi 4 yaitu:

Hedonisme : Seseorang melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk mencapai


suatu kesenangan atau kepuasan terhadap seseorang atau benda.

Eudamonisme : Seseorang melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk mencapai


suatu kebahagiaan yang rasional atau hakiki.

Egoisme : Seseorang melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pribadi.

Utilitarisme : Seseorang melakukan suatu tindakan untuk memberikan manfaat yang


besar untuk banyak orang.4,5

2.2.2 Deontology

Inti Moralitas dari prinsip filsafat moral adalah menyangkut baik buruk tetapi bukan
sekedar baik dan buruk melainkan apa yang baik bagti dirinya sendiri, yang baik tanoa
oembatasan sama sekali.. Deontologi menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan
kepatuhan pada peraturan tertentu atau dalam arti lain deontologi adalah kewajiban
melakukan sesuatu (perbuatan baik).

Deontologi mengacu pada filosofi moral di mana suatu tindakan dianggap secara moral
benar atau diterima jika seseorang sudah melakukan tindakannya berdasarkan
kewajibannya, bukan melalui hasilnya.5

2.3 Etika Situasi

Etika situasi menekankan bahwa segala perbuatan kita itu tergantung pada situasi kita
pada saat itu. Karena tergantung pada situasi saat itu, etika situasi mengemukakan
suatu pendekatan individualistik yang mengubah absolutisme aturan-aturan atau
norma menjadi absolutisme kesadaran nurani pribadi.6

3
2.3.1 Epistemologi

Istilah ‘’epistemologi’’ berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos =
perkataan, pikiran, ilmu. Kata ‘’episteme’’ dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja
epistamai,artinya mendudukkan,menempatkan atau meletakkan. Selain kata ‘’episteme’’,
untuk kata ‘’pengetahuan’’ dalam bahasa Yunani juga dipakai kata ‘’gnosis’’ , maka istilah
‘’epistemologi’’ dalam sejarah pernah juga disebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis
yang membuat telah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan,
epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge;
Erkentnistheorie).

Epistomologi adalah ilmu yang secara khusus mempelajari dan mempersoalkan secara
dalam mengenai apa itu pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara
memperolehnya. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi,
silogisme, premis mayor, dan premis minor.7

Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif


tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.

Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.

Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur
berpikir dan dalil-dalilnya.

Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan,
kebenaran, dan kepastian.8

Contoh:

Premis mayor : semua hewan akan punah .

Premis minor : Kudanil adalah hewan

Kesimpulan : Kudanil akan punah

Dalam epistomologi kita secara khusus mendalami ilmu tersebut sehingga kita dapat
menerapkan ilmu yang telah kita pelajari dengan baik dan benar.. Epistomologi dibagi
menjadi 2 yaitu Silogisme Hipotesis dan Silogisme Kategoris

2.3.1.1 Silogisme Hipotetis

Silogisme hipotetis adalah silogisme yang premis mayornya merupakan pernyataan


hipotesis dan premis minornya menerima atau menolak salah satu atau bagian dari
premis mayor tersebut. Silogisme hipotesis adalah silogisme yang pernyataannya
hipotetis menerima atau menolak pernyataan dan silogisme yang premis mayornya
berupa keputusan hipotesis dan premis minornya merupakan pernyataan kategoris.9

4
Contoh:

Premis mayor : Jika besok tidak ada ujian, saya tidak akan belajar

Premis minor : Besok tidak ada ujian

Maka, saya tidak akan belajar.

2.3.1.2 Silogisme Kategoris

Silogisme kategoris adalah cabang dari silogisme yang mana unsur seperti premis-
premis dan kesimpulannya berupa keputusan yang kategoris. Silogisme kategoris dibagi
menjadi dua. Silogisme kategoris sebagai suatu silogisme yang terdiri dari tiga proposisi
kategoris dan yang mengndung tiga term yang berbeda, yang setiap term itu tampak dua
kali dalam proposisi-proposisi yang berbeda.10

Contoh:

Semua manusia (M) adalah pintar (P) M-P (premis mayor)

Alandanu (S) adalah manusia (M) (premis minor) S-M

Jadi, Alandanu (S) adalah pintar (P) S-P (kesimpulan)

atau

Setiap manusia (M) bisa berpikir (P) atau M - P (premis mayor)

Suci (S) adalah manusia (M) atau S - M (premis minor)

Jadi, Suci(S) bisa berpikir (P) atau S – P (Kesimpulan)

2.4 Keputusan Etis

Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adaalah
dengan cara mengambil keputusan secara etis. Keputusan secara etis maksudnya adalah
dengan menelaah apakah hal tersebut baik dan benar atau tidaknya sehingga
mendapatkan keputusan yang terbaik.11 Keputusan etis dibagi menjadi 3 yaitu :

2.4.1 Keputusan universal

Dalam mengambil keputusan secara universal artinya adalah kita harus menerapkannya
dan bersifat umum sehingga berlaku kapanpun dan dimanapun tanpa memandang
aspek tertentu. Keputusan universal bersifat umum, artinya dapat di terapkan di
tempat yang sangat luas dimana predikat menerangkan seluruh subjek.

Contoh : Semua makhluk hidup akan mati

5
2.4.2 Keputusan partikular

Dalam mengambil keputusan secara particular artinya adalah kita menerapkan


keputusan tersebut yang bersifat tidak menyangkut semua orang melainkan beberapa
di antaranya saja di mana letak predikat menerangkan sebagian dari pernyataan
subjek.13

Contoh : Beberapa ikan tidak memiliki sirip

2.4.3.Dilema

Dalam mengambil keputusan secara dilema aritnya adalah kita menerapkan keputusan
mengenai tindakan yang akan di ambil. 14

Contoh : Fredy mengambil keputusan untuk mendonorkan darahnya untuk orang yang
lebih membutuhkan.

3.1 Pembahasan Skenario

Theresa Ann Campo Perso, seorang anak penderita rumpang otak (Anencephaly) yang dikenal public
sebagai “bayi Theresa”. Rumpang otak merupakan cacat bawaan yang paling buruk. Bayi penderita
rumpang otak kadang dinaggap sebagai “bayi tanpa otak” dan hal ini memberi gambaran yang
kurang lebih benar, tetapi tidak tepat. Bagian-bagian penting dari otak-cerebrum dan cerebellum-
hilang, juga bagian atas dari tengkorak. Namun, batang otak tetap ada, dan fungsi-fungsi otonomik
seperti pernafasan dan detak jantung pun tetap berjalan. Di Amerika Serikat, kebanyakan kasus
rumpang otak bisa diketahui sejak kandungan dan kemudian digugurkan. Dari antara yang tidak
digugurkan, ada separo yang bisa lahir. Setiap tahun ada sekitar 300 anak yang bisa dilahirkan, tetapi
mereka biasanya meninggal dalam waktu beberapa hari.

Kisah mengenai bayi Theresa tidak akan dikenal kalau orang tuanya tidak mengajukan permintaan
yang tidak lazim. Ketika tahu bahwa anak mereka tidka dapat hidup lama dan kalaupun dapat hidup,
dia tidak akan mempunyai kesadaran, orang tua bayi Theresa kemudian merelakan organ-organ
anaknya untuk ditransplantasi. Mereka berpikir, hati, ginjal, jantung, paru-paru, dan mata Theresa
dapat disumbangka untuk anak-anak lain, yang dapat memanfaatkannya. Para dokter sepaham, hal
ini sebagai sesuatu yang baik. Paling sedikit 2000 anak memerlukan transplantasi setiap tahunnya
dan organ yang bisa digunakan tidak pernah cukup. Meskipun demikian, organ-organ ini tidak juga
diambil karena hukum di Florida tidak memperbolehkan pengambilan organ-organ kalua si pemberi
belum meninggal. Ketika bayi Theresa meninggal, Sembilan hari kemudian, saat itu sudah terlambat
bagi anak-anak lain. Organ-organ itu tidak dapat ditransplantasikan karena sudah rusak. Kisah
mengenai bayi Theresa di surat kabar menimbulkan diskusi publik. Apakah bisa dibenarkan
pengambilan organ-organ seorang anak yang mengakibatkan kematiannya, demi menolong anak-
anak lain?

Pada kasus di atas , terdapat beberapa masalah mengenai pengambilan keputusan yang
masih bimbang yaitu apakah pemberian organ bayi Theresa bisa dibenarkan atau tidak.
Pada masalah ini, kasus mengatakan bahwa pemberian organ-organ itu melanggar

6
hukum di Florida sehingga orang tua bayi Theresa bingung apakah orangtuanya iya atau
tidak untuk mendonorkannya karena apabila orangtua tetap ingin mendonorkan organ
anaknya maka itu akan melanggar hukum florida dan mendapatkan hukuman, akan
tetapi apabila tidak di donorkan maka organ-organ bayi Theresa akan sia-sia sedangkan
masih banyak anak-anak yang sangat membutuhkan organ itu. Hal itulah yang
meyebabkan permasalahan dalam pengambilan keputusan.

Utilitarisme

(Orang tua bayi Theresa)

Berdasarkan permasalahan yang terdapaat pada makalah, orang tua bayi


Theresa mempunyai dasar pemikiran dalam mengambil keputusan Utilitarisme, karena
orangtua bayi Theresa ingin apa yang dilakukannya bermanfaat bagi orang lain,
terutama bagi orang yang sangat membutuhkan. Menurut orang tua bayi Theresa
dengan memberikan organ-organ anaknya, itu akan membantu anak-anak terutama
yang membutuhkan transplantasi organ, ditambah lagi dengan dokter telah
menceritakan bahwa ada sekitar 2000 anak per tahunnya yang membutuhkan
transplantasi organ. Oleh sebab itulah dasar pemikiran orang tua bayi Theresa ingin
memberikan organ anaknya untuk diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan,
karena memang peluang hidup anaknya yang kecil sehingga apabila hidup anak kecil itu
dipaksakan akan terjadi hal yang akan makin membuat keadaan menjadi lebih susah
(peluang hidup yang kecil). Itulah mengapa orangtua bayi Theresa berpikiran bahwa
mengapa tidak memberikan kepada anak lain yang peluang hidupnya lebih besar
dibandingkan anaknya.

Eudamonisme

(Orangtua bayi Theresa)

Selain melihat dari prinsip Utilitarisme, orang tua bayi Theresa juga menerapkan
prinsip Eudamonisme dalam pengambilan keputusan karena orang tua bayi Theresa
mempunyai maksud yang baik dimana orangtuanya ingin memberikan kebahagiaan nya
kepada orang lain yaitu anak-anak lain yang membutuhkan transplantasi organ.
(dengan memberikan kebahagiaan orang lain melalui transplantasi organ, orangtua
akan mendapatkan kesengan karena orang lain bisa senang.)

Selain orang tua bayi Theresa mengambil keputusan dengan prinsip


Eudamonisme dan Utilitarisme Orang tua bayi Theresa yang telah memikirkan banyak
nya kebaikan yaitu dari segi eudamonisme, dan utulitarisme yang dimana manfaat
transplantasi organ sangatlah penting dan manfaatnya lebih banyak kapada orang lain.
Akan tetapi karena adanya peraturan di Florida, yang mengatakan bahwa tidak boleh
adanya pemberian organ kecuali yang memberi setuju, membuat orang tua bayi Theresa
menjadi bingung dalam membuat keputusan. Tetapi Orang tua menggunakan prinsip
Etika Situasi, yaitu:

7
Etika situasi

(Orangtua bayi Theresa)

Di kasus ini, orangtua bayi Theresa pada saat awal pemikiran pengambilan
pemutusan, orang tua beranggapan bahwa segala perbuatan itu tergantung pada situasi
kita pada saat itu. Karena tergantung pada situasi saat itu, etika situasi mengemukakan
tidak adanya pemikiran tentang aturan-aturan atau norma yang akan terjadi melainkan
mereka hanya bertindak dan memutuskan keputusan (mereka tidak memikirkan
peraturan dan hukum di florida, karena yang hanya ada di pikiran mereka adalah untuk
membuat orang lain bahagia dan senang.

Deontology

(Dokter)

Dari segi dokter, dokter mengambil keputusan deontology, dimana di naskah


mengatakan bahwa dokter mempunyai maksud dan kewajiban untuk menolong orang
banyak , karena di skenario dokter mengatakan apabila orangtua setuju, hal itu akan
mendapatkan efek yang baik bagi orang lain karena banyak anak yang ingin
mendapatkan transplantasi organ. (di sana terlihat kewajiban dokter untuk menolong si
pasien dengan memberikan pendapat yang baik, dan ditambah lagi niat baik dari dokter
untuk menolong pasien lain yang sangat membutuhkan transpalntasi organ). OIeh sebab
itu dokter juga menerapkan prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu Deontolgy
karena dokter telah memiliki niat dan kewajiban untuk menolong orang lain.

Kesimpulan

Berdasarkan pandangan saya terhadap kasus ini, saya berpendapat bahwa apa yang
dilakukan oleh orang tua bayi Theresa sangatlah benar, karena seperti yang kita tahu,
bayi Theresa yang mempunyai kecacatan rumpang otak, dimana bayi Theresa apabila
hidup akan tidak memiliki kesadaran selama ia hidup, dan itu hanya akan membuat
penderitaan kepada si bayi dan akan mengakibatkan kesedihan yang mendalam bagi
keluarga. Oleh sebab itu dokter dan juga orangtua beranggapan bahwa daripada bayi
Theresa hidup tetapi akan sia-sia lebih baik organ-organ nya diberikan dan didonorkan
kepada orang yang lebih membutuhkan (anak-anak yang membutuhkan transplantasi)
karena seperti yang orang tua dan dokter tahu, di Indonesia masih banyaknya
kebutuhan terhadap transplantasi organ, oleh sebab itu dokter setuju dan orangtua
menjadi lebih yakin mengenai pemberian organ tersebut. Tetapi karena adanya
peraturan Florida yang tidak boleh memberikan organ kepada orang lain,itu membuat
orang tua dan dokter manjadi bimbang. Menurut saya, walaupun harus melanggar
peraturan Florida, orangtua dan dokter harus tetap teguh untuk melanjutkan keinginan
dan tujuan baik dari orangtua, karena apabila hal tersebut mendampakkan dampak
yang positif bagi banyak orang dan tidak adanya keberatan dari orang lain (orang lain
juga setuju) maka itu pasti akan bisa menjadi pertimbangan dari Pemerintah Florida.

8
Daftar Pustaka:

1. Pengambilan keputusan. Di unggah pada 1 Maret 2009. Di unduh dari


http://etheses.uin-malang.ac.id/1772/5/09410127_Bab_2.pdf, 12 November
2016 pukul 19.22
2. Pengertian filsafat. Di unggah pada 23 Februari 2011. Di unduh dari
http://www.e-jurnal.com/2013/10/pengertian-filsafat.html, 12 November
2016 pukul 20.09
3. Filsafat dan pembagiannya. M Di unggah pada 7 April 2015. Di unduh dari
ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/download/5313/4774, 12
November 2016 pukul 20.32
4. Pengertian dan contoh dari etika teleology dan deontology. Di unggah pada 11
April 2014. Di unduh dari
https://r4hm190.wordpress.com/2011/10/11/pengertian-contoh-dari-etika-
teleologi-deontologi-teori-hak-teori-keutamaan/, 12 November 2016 pukul
21.19
5. Pembagian teleologi dan pengertian deontologi. Di unggah pada 28 Juli 2012. Di
unduh pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3609464/, 12
November 2016 pukul 21.59
6. Magnis-suseno, F. 12 Tokoh Etika abad ke 20. Jakarta: Kanisius;2002. hal 111
7. Fuller S. Social Epistemology. 2nd ed. Canada: Indiana University Press;2002.
p.132.
8. Pembagian estimologi. Di unggah pada 11 Juli 2014. Di unduh dari
https://keputusanbersama.org 2014/11/03/pengertian-silogisme-generalisasi-
dan-analogi/, 13 November 2016 pukul 23.11

9. Maran R R. Pengantar logika. Jakarta: Grasindo; 2008. hal 86-7.

10. Rapar J H. Pengantar logika asas asas penalaran sistematis. Yogyakarta:


Kanisius; 2007. hal18-9.

11. Pengertian keputusan etis. Di unggah pada 21 September 2015. Di unduh pada
http://journal.sbm.itb.ac.id/index.php/mantek/article/view/133, 13 November
2016 pukul 08.11

12. Pembagian keputusan etis. Di unggah pada 15 Mei 2011. Di unduh pada
http://jab.fe.uns.ac.id/index.php/jab/article/view/15. 13 November 2016 pukul
09.30

13. Pembagian keputusan etis berdasarkan etika. Di unggah pada 29 Oktober 2014.
Di unduh pada http://www.sbm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/6-
anggara.pdf, 13 November 2016 pukul 10.14

14. Brownlee, M. Pengambilan keputusan etis dan faktor di dalamnya. Bandung:


BPK Gunung Mulia. hal 16-9

9
10

Anda mungkin juga menyukai