Abstrak
Manusia adalah makluk hidup yang memiliki kemampuan berpikir terhadap masalah
atau keputusan yang dihadapi. Dalam pengambilan keputusan pastilah memiliki dasar
yaitu etika dan moral. Filsafat Moral adalah tindakan atau perbuatan yang dinilai baik
atau buruk, berkenan atau tidak, atau bisa diartikan sebagai sistem ajaran mengenai
tindakan atau perbuatan manusia yang berkaitan dengan etika. Filsafat moral memiliki
cabang seperti epistomologi yang artinya ilmu yang secara khusus mempelajari dan
mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu keputusan itu diperoleh serta
bagaimana cara memperolehnya. Di dalam mengambil keputusan, kita juga harus
mampu berpikir secara etis yang artinya adalah kita mampu menelaah apakah
keputusan itu benar dan baik. Keputusan etis juga dibagi tiga yaitu secara universal,
particular dan dilema.
Abstract
Human is a living creature that has the ability to think on issues or decisions faced. In
decision making must have a base that is ethical and moral. Moral philosophy is an action
or actions are judged good or bad, pleasing or not, or could be interpreted as a system of
doctrine concerning human actions or actions related to ethics. Moral philosophy has
branches such as epistemology, which means science that specifically studied and
questioned in depth about what the decision was obtained and how to obtain it. In the
decision, we must also be able to think ethically, means we are able to examine whether
the decision was right and good. Ethical decision also divided into three namely universal,
particular and dilemmas.
1
1.1 Latar belakang
Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang bisa disebut sebagai ciptaan tuhan yang
paling sempurna, karena manusia diberikan oleh Tuhan akal budi sehingga manusia
mampu berpikir dan berbuat sesuatu dengan baik. Tentu saja bukan hanya untuk
berpikir melainkan manusia juga dituntut untuk memilih suatu pilihan di dalam
hidupnya. Dalam menentukan pilihan, tentu manusia memiliki dasar atas pilihan
tersebut atau bisa disebut sebagai keputusan. Keputusan merupakan hasil pemecahan
dari suatu masalah dan dihadapai dengan tegas. Pengambilan keputusan dapat
dianggap sebagai suatu hasil menelaah beberapa alternative dalam menentukan
keputusan. Setiap pengambilan keputusan selalu menghasilkan suatu pilihan final dan
pemilihan akhir lah yang merupakan pengambilan keputusan yang terbaik dengan
berdasarkan keputusan baik dari sendiri ataupun dari orang lain.1
1.2 Tujuan
2. Pembahasan
2.1 Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), yang artinya ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam nahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah
‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa
diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan sophos
yang berarti bijaksana. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan
atau pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat
dan berusaha keras dengan sunguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya
memperoleh kebenaran.2
Filsafat dibagi menjadi beberapa cabang, salah satu cabang dari filsafat adalah Moral.
2
2.2 Filsafat moral
Filsafat Moral adalah tindakan atau perbuatan yang dinilai baik atau buruk, berkenan
atau tidak, atau bisa diartikan sebagai sistem ajaran mengenai tindakan atau perbuatan
manusia. Filsafat moral lebih menuju pembahasan dalam mempelajari tindakan
(penentuan perbuatan) dengan berdasarkan dasar yang telah ditentukan.
Dalam penentuan perbuatan atau dasar yang telah ditentukan, Filsafat Moral dibagi
menjadi 3 yaitu teleology, deontology, dan etika situasi.3
2.2.1 Teleologi
Pada filsafat moral, teleologi merupakan dari kata Yunani telos, yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos, perkataan. Artinya adalah dalam kita melakukan atau
menerapkan etika, kita menggunakan prinsip filsafat moral teleologi yaitu kita
melakukan sesuatu karena tujuan atau maksud yang baik bagi diri sendiri untuk
diterapkan di lingkungan sekitar dan mendampakkan hadil yang positif bagi sekitar.
Teleologi mengacu pada filosofi moral di mana suatu tindakan dianggap secara moral
benar atau diterima tergantung pada tujuan dari tindakan tersebut.
2.2.2 Deontology
Inti Moralitas dari prinsip filsafat moral adalah menyangkut baik buruk tetapi bukan
sekedar baik dan buruk melainkan apa yang baik bagti dirinya sendiri, yang baik tanoa
oembatasan sama sekali.. Deontologi menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan
kepatuhan pada peraturan tertentu atau dalam arti lain deontologi adalah kewajiban
melakukan sesuatu (perbuatan baik).
Deontologi mengacu pada filosofi moral di mana suatu tindakan dianggap secara moral
benar atau diterima jika seseorang sudah melakukan tindakannya berdasarkan
kewajibannya, bukan melalui hasilnya.5
Etika situasi menekankan bahwa segala perbuatan kita itu tergantung pada situasi kita
pada saat itu. Karena tergantung pada situasi saat itu, etika situasi mengemukakan
suatu pendekatan individualistik yang mengubah absolutisme aturan-aturan atau
norma menjadi absolutisme kesadaran nurani pribadi.6
3
2.3.1 Epistemologi
Istilah ‘’epistemologi’’ berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos =
perkataan, pikiran, ilmu. Kata ‘’episteme’’ dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja
epistamai,artinya mendudukkan,menempatkan atau meletakkan. Selain kata ‘’episteme’’,
untuk kata ‘’pengetahuan’’ dalam bahasa Yunani juga dipakai kata ‘’gnosis’’ , maka istilah
‘’epistemologi’’ dalam sejarah pernah juga disebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis
yang membuat telah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan,
epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge;
Erkentnistheorie).
Epistomologi adalah ilmu yang secara khusus mempelajari dan mempersoalkan secara
dalam mengenai apa itu pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara
memperolehnya. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi,
silogisme, premis mayor, dan premis minor.7
Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur
berpikir dan dalil-dalilnya.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan,
kebenaran, dan kepastian.8
Contoh:
Dalam epistomologi kita secara khusus mendalami ilmu tersebut sehingga kita dapat
menerapkan ilmu yang telah kita pelajari dengan baik dan benar.. Epistomologi dibagi
menjadi 2 yaitu Silogisme Hipotesis dan Silogisme Kategoris
4
Contoh:
Premis mayor : Jika besok tidak ada ujian, saya tidak akan belajar
Silogisme kategoris adalah cabang dari silogisme yang mana unsur seperti premis-
premis dan kesimpulannya berupa keputusan yang kategoris. Silogisme kategoris dibagi
menjadi dua. Silogisme kategoris sebagai suatu silogisme yang terdiri dari tiga proposisi
kategoris dan yang mengndung tiga term yang berbeda, yang setiap term itu tampak dua
kali dalam proposisi-proposisi yang berbeda.10
Contoh:
atau
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adaalah
dengan cara mengambil keputusan secara etis. Keputusan secara etis maksudnya adalah
dengan menelaah apakah hal tersebut baik dan benar atau tidaknya sehingga
mendapatkan keputusan yang terbaik.11 Keputusan etis dibagi menjadi 3 yaitu :
Dalam mengambil keputusan secara universal artinya adalah kita harus menerapkannya
dan bersifat umum sehingga berlaku kapanpun dan dimanapun tanpa memandang
aspek tertentu. Keputusan universal bersifat umum, artinya dapat di terapkan di
tempat yang sangat luas dimana predikat menerangkan seluruh subjek.
5
2.4.2 Keputusan partikular
2.4.3.Dilema
Dalam mengambil keputusan secara dilema aritnya adalah kita menerapkan keputusan
mengenai tindakan yang akan di ambil. 14
Contoh : Fredy mengambil keputusan untuk mendonorkan darahnya untuk orang yang
lebih membutuhkan.
Theresa Ann Campo Perso, seorang anak penderita rumpang otak (Anencephaly) yang dikenal public
sebagai “bayi Theresa”. Rumpang otak merupakan cacat bawaan yang paling buruk. Bayi penderita
rumpang otak kadang dinaggap sebagai “bayi tanpa otak” dan hal ini memberi gambaran yang
kurang lebih benar, tetapi tidak tepat. Bagian-bagian penting dari otak-cerebrum dan cerebellum-
hilang, juga bagian atas dari tengkorak. Namun, batang otak tetap ada, dan fungsi-fungsi otonomik
seperti pernafasan dan detak jantung pun tetap berjalan. Di Amerika Serikat, kebanyakan kasus
rumpang otak bisa diketahui sejak kandungan dan kemudian digugurkan. Dari antara yang tidak
digugurkan, ada separo yang bisa lahir. Setiap tahun ada sekitar 300 anak yang bisa dilahirkan, tetapi
mereka biasanya meninggal dalam waktu beberapa hari.
Kisah mengenai bayi Theresa tidak akan dikenal kalau orang tuanya tidak mengajukan permintaan
yang tidak lazim. Ketika tahu bahwa anak mereka tidka dapat hidup lama dan kalaupun dapat hidup,
dia tidak akan mempunyai kesadaran, orang tua bayi Theresa kemudian merelakan organ-organ
anaknya untuk ditransplantasi. Mereka berpikir, hati, ginjal, jantung, paru-paru, dan mata Theresa
dapat disumbangka untuk anak-anak lain, yang dapat memanfaatkannya. Para dokter sepaham, hal
ini sebagai sesuatu yang baik. Paling sedikit 2000 anak memerlukan transplantasi setiap tahunnya
dan organ yang bisa digunakan tidak pernah cukup. Meskipun demikian, organ-organ ini tidak juga
diambil karena hukum di Florida tidak memperbolehkan pengambilan organ-organ kalua si pemberi
belum meninggal. Ketika bayi Theresa meninggal, Sembilan hari kemudian, saat itu sudah terlambat
bagi anak-anak lain. Organ-organ itu tidak dapat ditransplantasikan karena sudah rusak. Kisah
mengenai bayi Theresa di surat kabar menimbulkan diskusi publik. Apakah bisa dibenarkan
pengambilan organ-organ seorang anak yang mengakibatkan kematiannya, demi menolong anak-
anak lain?
Pada kasus di atas , terdapat beberapa masalah mengenai pengambilan keputusan yang
masih bimbang yaitu apakah pemberian organ bayi Theresa bisa dibenarkan atau tidak.
Pada masalah ini, kasus mengatakan bahwa pemberian organ-organ itu melanggar
6
hukum di Florida sehingga orang tua bayi Theresa bingung apakah orangtuanya iya atau
tidak untuk mendonorkannya karena apabila orangtua tetap ingin mendonorkan organ
anaknya maka itu akan melanggar hukum florida dan mendapatkan hukuman, akan
tetapi apabila tidak di donorkan maka organ-organ bayi Theresa akan sia-sia sedangkan
masih banyak anak-anak yang sangat membutuhkan organ itu. Hal itulah yang
meyebabkan permasalahan dalam pengambilan keputusan.
Utilitarisme
Eudamonisme
Selain melihat dari prinsip Utilitarisme, orang tua bayi Theresa juga menerapkan
prinsip Eudamonisme dalam pengambilan keputusan karena orang tua bayi Theresa
mempunyai maksud yang baik dimana orangtuanya ingin memberikan kebahagiaan nya
kepada orang lain yaitu anak-anak lain yang membutuhkan transplantasi organ.
(dengan memberikan kebahagiaan orang lain melalui transplantasi organ, orangtua
akan mendapatkan kesengan karena orang lain bisa senang.)
7
Etika situasi
Di kasus ini, orangtua bayi Theresa pada saat awal pemikiran pengambilan
pemutusan, orang tua beranggapan bahwa segala perbuatan itu tergantung pada situasi
kita pada saat itu. Karena tergantung pada situasi saat itu, etika situasi mengemukakan
tidak adanya pemikiran tentang aturan-aturan atau norma yang akan terjadi melainkan
mereka hanya bertindak dan memutuskan keputusan (mereka tidak memikirkan
peraturan dan hukum di florida, karena yang hanya ada di pikiran mereka adalah untuk
membuat orang lain bahagia dan senang.
Deontology
(Dokter)
Kesimpulan
Berdasarkan pandangan saya terhadap kasus ini, saya berpendapat bahwa apa yang
dilakukan oleh orang tua bayi Theresa sangatlah benar, karena seperti yang kita tahu,
bayi Theresa yang mempunyai kecacatan rumpang otak, dimana bayi Theresa apabila
hidup akan tidak memiliki kesadaran selama ia hidup, dan itu hanya akan membuat
penderitaan kepada si bayi dan akan mengakibatkan kesedihan yang mendalam bagi
keluarga. Oleh sebab itu dokter dan juga orangtua beranggapan bahwa daripada bayi
Theresa hidup tetapi akan sia-sia lebih baik organ-organ nya diberikan dan didonorkan
kepada orang yang lebih membutuhkan (anak-anak yang membutuhkan transplantasi)
karena seperti yang orang tua dan dokter tahu, di Indonesia masih banyaknya
kebutuhan terhadap transplantasi organ, oleh sebab itu dokter setuju dan orangtua
menjadi lebih yakin mengenai pemberian organ tersebut. Tetapi karena adanya
peraturan Florida yang tidak boleh memberikan organ kepada orang lain,itu membuat
orang tua dan dokter manjadi bimbang. Menurut saya, walaupun harus melanggar
peraturan Florida, orangtua dan dokter harus tetap teguh untuk melanjutkan keinginan
dan tujuan baik dari orangtua, karena apabila hal tersebut mendampakkan dampak
yang positif bagi banyak orang dan tidak adanya keberatan dari orang lain (orang lain
juga setuju) maka itu pasti akan bisa menjadi pertimbangan dari Pemerintah Florida.
8
Daftar Pustaka:
11. Pengertian keputusan etis. Di unggah pada 21 September 2015. Di unduh pada
http://journal.sbm.itb.ac.id/index.php/mantek/article/view/133, 13 November
2016 pukul 08.11
12. Pembagian keputusan etis. Di unggah pada 15 Mei 2011. Di unduh pada
http://jab.fe.uns.ac.id/index.php/jab/article/view/15. 13 November 2016 pukul
09.30
13. Pembagian keputusan etis berdasarkan etika. Di unggah pada 29 Oktober 2014.
Di unduh pada http://www.sbm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/6-
anggara.pdf, 13 November 2016 pukul 10.14
9
10