Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Anak dengan Meningitis


a. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri
atau organ-organ jamur (NANDA, 2012).
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak
dan sumsum tulang belakang. Hal ini paling sering disebabkanoleh infeksi
(bakteri, virus atau jamur), tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia,
perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya (WHO, 2014).
Meningitis virus dapat mengikuti infeksi virus lainnya, seperti
gondok, herpes simplex atau zoster, enterovirus, dan campak. Viral
meningitis sering penyakit self-limiting. (DiGiulio, 2007)
b.Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari
tempat lain yang menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah
meningokok (Neisseria meningitidisis), pneumokok (Diplococcus
pneumoniae), haemophilus influenzae.Ada pula yang timbul karena
perjalanan radang langsung dari radang tulang tengkorak, mastoiditis
misalnya, dari tromboflebitis atau pada luka tembus kepala.Penyebabnya
ialah streptokok, stafilokok, kadang-kadang pneumokok. Likuor
serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena mengandung pus, nanah.
Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang mati
dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas,
menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya
nafsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi,

3
setelah 12-24 jam tibul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu
nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-
tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan
amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah
terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung,
hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi
herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2. Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa.Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii,
Ricketsia.Likuor serebrospinal jernih meskipun mengandung jumlah
sel dan protein yang meninggi. Meningitis tuberculosa masih sering
dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis
tuberculosis terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer,
biasanya dari paru-paru.Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi
selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam
rongga arachnoid.
Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium
tuberculosa.Pada meningitis tuberculosa dapat terjadi pengobatan
yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi
cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi,
hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorpsi berkuran atau produksi
berlebihan dari likuor serebrospinal.Anak juga bisa menjadi tuli atau
buta dan kadang-kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulanya pelan.Terdapat
panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat
rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung,
kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai
tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan

4
brudzinski. Dapat terjadi hemiparases dan kerusakan syaraf otak yaitu
N III, N IV, N VI, N VII, N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:
a. Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi
pada seluruh meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang
arahnoid dan subarahnoid. Meningitis bakterial merupakan
kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25 %.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak,
ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam
cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi
dalam cairan serebrospinal.
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non
spesifik dan nonvirus. Meningitis bakterial jika cepat dideteksi
dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil
yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai
meningitis purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis
adalah; Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria
meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),
Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab
tersering meningitis akut, dan paling umum menyebabkan
meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Neisseria meningitides
(meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi
akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang
kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran
darah.Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae type b
(Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan
meningitis.Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi

5
pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan
sinusitis.Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan
terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang
disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus,
Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah
Diplococcus pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus,
dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri tersering adalah
Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus
pneumonia. (Satyanegara, 2010)
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik.Sering
terjadi akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat
virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes
zoster. Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus
susunan saraf pusat yang akut dengan gejalah rangsang
meningeal,pleiositosis dalam likuor serebrospinalis dengan
deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan
selflimited tanpa komplikasi.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclearacid) dan virus DNA
(deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus
(polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus
(influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa
lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan
kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit). Pada
kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut.Derajat ringan akut
meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus
akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien
dewasa tidak teridentifikasi.

6
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat
merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan
tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit. Manifestasi
infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa
meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau
kista). Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30-
40% dan insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat
imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh. Meningitis
kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering
terjadi pada pasien acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS).
c. Etiologi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi
saluran pernafasan.Jenis organisme yang sering menyebabkan
meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria
meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis
bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat,
seperti: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis
media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang
tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan
meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan
gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik
yang congenital ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon
terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit
terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam
cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis

7
menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan
peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark. Adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:
a. Haemophilus influenza
b. Nesseria meningitides (meningococca)
c. Diplococcus pnemoniae (pneumococca)
d. Streptococcus, grup A
e. Staphylococcus aureus
f. Escherichia coli
g. Klebsiella
h. Proteus
i. Pseudomonas
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak
dan bisa sembuh sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat
terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna)
dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini
terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps,
herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya
juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala,
mual, muntah dan menurunnya status mental.

8
Faktor resiko terjadinya meningitis :
a. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.Pada meningitis bacterial, infeksi yang
disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya
adalah :
1) Otitis media
2) Pneumonia
3) Sinusitis
4) Sickle cell anemia
5) Fraktur cranial, trauma otak
6) Operasi spinal
7) Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system
kekebalan tubuh seperti AIDS.
b. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan
rhinorrhea.
c. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga
tengah, operasi cranium
1) Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai
berikut :
a) Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges →
peningkatan permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler
ke interstisial → peningkatan volume cairan interstisial → edema →
Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → peningkatan TIK
b) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah
menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan
pada korteks serebri pada bagian premotor.

9
2) Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai
berikut:Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid (vili) → gangguan
absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak → hodrosefalus
3) Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-
ensefalitis.
d.Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari meningitis antara lain:
1. Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah
atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang
diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan
teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan
brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus
(menunjukkan adanya infeksi meningococcal).
3. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas
makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih,
ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky
positif.
Tanda dan gejala dari meningitis antara lain. (Sholeh S. Naga, 2012)
1. Aktivitas / istirahat
Malaise, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan,
hipotonia.
2. Sirkulasi
TD meningkat, nadi menurun (hipotensi), takikardi dan disritmia.
3. Nyeri/ kenyamanan
Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan involunter,nyeri
tenggorokan, mengeluh/ mengaduh, gelisah.
4. Eliminasi
Adanya inkontinensia urin atau retensi urin, konstipasi atau diare.
5. Makanan atau cairan

10
Mual, muntah, kesulitan menelan, nafsu makan berkurang, minum
sangat kurang, tugor kuliot jelek, mukosa kering.
6. Higeine
Tidak mampu merawat diri.
7. Integumen
Adanya ruam merupakan ciri mencolok pada meningitis
meningo kokal
8. Neurosensori
Sakit kepala hebat, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang,
gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, afasia, hemiparase, hemiplegia,
tanda Brudzinski positif, refleks Babinski positif, kaku kuduk, nyeri
gerakan okuler, fotosentitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, refleks
abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki.
Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargi, tidak
beresponsif, dan koma.
9. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septicemia
Demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar,
shock, dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
10. Pernapasan
Gangguan pernafasan bagian atas seperti infeksi sinus,
nafas meningkat.
e. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara
hematogen/langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia,
bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di
peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis
media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok,
pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

11
polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk
eksudat.Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu ke – 2 sel-sel plasma.Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu
bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi
obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan
intrakranial.Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat.Efek patologis
yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-
neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis
superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen
menyebabkan kelainan nervi kraniales (N. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di
ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS
sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu
membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi
limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih
dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat
bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG
atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak
ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang
biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
g. Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensephalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya gejala-gejala neurologik.Tujuan penatalaksanaan adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan

12
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana yang
dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensephalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk
infus selama 3 menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam
3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan
intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik,
0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak
toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

13
WOC

Factor-faktor predisposisi pernah mengalami


campak, cacar air, herpes, dan bronchopneumonia

Virus/bakteri masuk jaringan otak secara lokal,


hematogen dan melalui saraf-saraf

Peradangan di otak

Pembentukan Iritasi kortex serebral Kerusakan saraf Kerusakan


transudat area fokal v saraf ix

Edema serebral Kejang nyeri kepala Kesulitan Sulit makan

mengunyah

Gangguan
Resiko tinggi trauma
Pemenuhan nutrisi kurang dari
perfusi
kebutuhan
jaringan
serebral

Penurunan Gangguan
kesadaran mobilitas fisik

Gangguan persepsi
Penumpukan sekret
sensori

Gangguan bersihan
jalan nafas

14
B. Pengkajian Anak dengan Meningitis
Secara teori pengkajian dimulai dengan pengumpulan data,
pengelompokan, atau analisa data, dan perumusan diagnosa, pengkajian juga
merupakan tahap pertama dari proses keperawatan. Data yang di kumpul
berupa: data dasar yaitu semua informasi tentang klien mencakup riwayat
kesehatan, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga ,riwayat psikososial, dan riwayat spiritual (Arif, Muttaqin,
2008).
1. Aktivitas/Istirahat
a. Gejala: perasaan tidak enak(malaise), keterbatasan aktivitas yang
ditimbulkan oleh kondisinya
b. Tanda: ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
umum, keterbatasan dalam rentang gerak, hipotoni.
c. Maturasi tulang terlambat
d. Aktifitas dan perhatian anak berkurang disbanding anak lain
e. Atrofi otot
f. Kelainan kulit tubuh : kulit kering, mengendor karena kehilangan lemak
di bawah kulit dan & penurunan massa otot
g. Otot: atrofi sehingga tulang terlihat jelas
2. Sirkulasi
a. Gejala: ada riwayat kardiopatologi,contoh: endokarditis.
b. Tanda: TD meningkat. Nadi menurun dan tekanan nadi
berat(berhubungan dengan peningkatan TIK dan berpengaruh pada pusat
vasomotor, tachicardi, disritmia.
c. Kelainan biokimia darah
d. Jantung: Bradikardi
e. Tekanan darah: lebih rendah dibanding anak seumur
f. Sistem darah: Hb rendah, Anemia ringan
3. Eliminasi
a. Tanda: adanya inkontinensia atau retensid.
4. Makanan/cairan
a. Gejala: anoreksia
b. Kesulitan menelan
c. Tanda: muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
d. Pertumbuhan linier berkurang / terhenti
e. Kenaikan BB berkurang, terhenti dan adakalanya BB menurun
f. Ukuran LLA menurun
g. Tebal lipatan kulit normal / menurun
h. Kelainan kulit / rambut jarang ditemukan
i. Gangguan pertumbuhan
j. BB < 80 %, terdapat edema, TB berkurang terutama KKP yang lama

15
k. Edema:edema ringan / berat ditemukan sebagian besar klien asites dapat
mengiringi edema
l. Sistem GI:klien menolak segala macam makanan, diare, feces cair,
banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktosa
dan enzim disakarida, kadang ditemukan cacing & parasit
m. Perubahan rambut
n. Rambut mudah tercabut, kusam dan kering, halus jarang & warnanya
berubah.
o. Warna rambut hitam berubah merah, kelabu atau putih.
p. Perubahan kulit
q. Terjadi crazy parament dermatosis : kering bersisik
r. Pembesaran hati sampai perlemakan hati
s. Albumin serum rendah, Globulin Serum kadang í, kolestrol serum í
t. Lemak di bawah kulit: hilang hingga turgor berkurang
u. Saluran cerna: diare / konstipasi
5. Higyene
a. Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6. Neuro sensosoris
a. Gejala: sakit kepala(merupakan gejala pertama dan biasanya berat),
parestesia, kaku pada semua persarafan yang kena, kehilangan sensasi
(kerusakan pada saraf krania)timbul kejang. Gangguan dalam
penglihatan seperti diplopia, ketulian, atau mungkin hipersensitif
terhadap kebisibngan, adanya halusinasi penciuman.
b. Tanda: status mental letargi sampai kebingungan yang berat bahkan
koma, delusi dan halusinasi/psikosis organic.
c. Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan, afasia atau
kesulitan dalam berkomunikasi, mata(ukuran/reaksi pupil), anisokor
atau tidak berespon terhadap cahaya(tanda peningkatan TIK),
nistagmus(bola mata bergerak terus-menerus.
d. Ptosis kelopak mata atas jatuh. Perubahan pada fungsi motoris dan
sensoris(saraf cranial Vdan VII yang terkena).
e. Kejang umum atau local flaxid paralysis atau spastic.
f. Hemiparese atau hemiplegi, tanda brudzinski positif dan tanda kernig
positif merupakan indikasi adanya iritasi meningen.
g. Rigiditas, reflex tendon terganggu, babinski positif, refleks abdominal
menurun, reflex kremaster pada laki-laki hilang. Pertumbuhan mental :
banyak menangis bahkan sangat apatis
h. Perubahan mental: anak menangis setelah makan, kesadaran í sampai
apatis.
7. Nyeri/kenyamanan
16
a. Gejala: sakit kepala(berdenyut dengan hebat terutama pada frontal,
ketegangan pada leher,nyeri pada gerakan okuler, fotosensitifitas, nyeri
pada tenggorokan.
b. Tanda: prilakudistraksi/gelisah.
8. Pernafasan
a. Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
b. Tanda: peningkatan kerja pernafasan, perubahan mental
c. Saluran nafas: frekuensi nafas menurun
9. Keamanan
a. Gejala: adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas/infeksi lain
meliputi: mastoiditis,abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit
b. Tanda: suhu meningkat, diafhoresis, menggigil, kelemahan secara
umum, tonus otot flaxid atau plastic, paralysis, gangguan sensasi
10. Integritas ego
a. Tanda: Penampilan (muka terlihat tua, anak sangat kurus)
b. Rambut kepala : kering tipis dan mudah rontok

C. Diagnosa Keperawatan Anak dengan Meningitis


1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya edema
atau hematoma dan perdarahan otak.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler.
3. Perubahan persepsi sensorik yang berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, tranmisi, dan atau integrasi ( trauma / deficit
neurologist).
4. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan persepsi
atau kognitif, penurunan ketahanan, therapy pembatasan / kewaspadaan
keamanan (tirah baring).
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasive.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
D. Intervensi Anak dengan Meningitis
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya
edema atau hematoma dan perdarahan otak.
Tujuan : Perfusi jaringan cerebral optimal secara bertahap setelah di
lakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam
Sasaran :
a) Kesadaran pasien compos mentis
17
b) TTV dalam batas normal ( TD : 100-130/60-90mmHg, P:12-20x/mnt,
N : 60-100x/mnt, S: 36ºC-37ºC).
c) Pasien tampak rileks.
Intervensi :
1.Kaji keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran klien
2.Kaji karakteristik nyeri (intensitas, lokasi, frekuensi dan faktor yang
mempengaruhi).
3. Kaji capillary refill, GCS, warna dalam kelembapan kulit.
4. Kaji tanda peningkatan TIK ( kaku kuduk, muntah proyektil dan penurunan
kesadaran).
5. Berikan klien posisi semifowler, kepala ditinggikan 30 derajat.
6. Anjurkan orang terdekat ( keluarga ) untuk bicara dengan klien walaupun hanya
lewat sentuhan.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat-obatan neurologis.
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler ( cidera pada pusat pernapasan )
Tujuan : bersihan jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam.
Sasaran : pola nafas dalam batas normal dan irama teratur.
Intervensi :
1. Kaji keluhan TTV
2. Auskutasi bunyi nafas, frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.
3. Berikan klien posisi yang nyaman; posisi semi fowler.
4. Anjurkan klien untuk batuk efektif dalam melakukan nafas dalam jika klien
sadar
5. Lakukan pengisapan slym dengan hati-hati.
6. Lakukan clapping dan vibrasi pada klien terutama pada pada area punggung.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi bronkodilator dan oksigen.
c. Perubahan pesepsi sensori yang berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori, transmisi (trauma/ deficit neurologist)
Tujuan : Persepsi sensori dapat kembali optimal secara bertahap setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam.
Sasaran :
18
a) Orientasi terhadap waktu, tempat, orang.
b) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi
Intervensi :
1. Evaluasi/ pantau secara teratur orientasi, kemampuan berbicara dan sensorik.
2. Hilangkan suara bising/ stimulasi yang berlebihan sesuai kebutuhan.
3. Bicara dengan suara lembut dan pelan, gunakan kalimat yang pendek dan
sederhana, pertahankan kontak mata.
4. Buat jadwal istirahat yang adekuat/ periode tidur tanpa ada gangguan.
5. Kolaborasi dengan ahli fisiotherapy.
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan persepsi
atau kognitif, penurunan kekuatan pertahanan, tetapi pembatasan/
kewaspadaan (tirah baring).
Tujuan : Aktivitas terpenuhi setelah di lakukan tindakan keperawatan 2 ×24 jam.
Sasaran :Klien mampu melakukan aktivitas ringan seperti mandi sendiri dikamar
mandi, keluhan nyeri dikepala kurang.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan
yang terjadi.
2. Letakkan klien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerakan.
4.Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan.
5. Beri perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab
6.Kolaborasi dengan ahli fisiotherapi untuk program rehabilitasi sesuai indikasi.
e. Resiko tinggi infeksi sekunder yang berhubungan dengan prosedur infasif.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24
jam.
Sasaran :
a) Tidak terdapat tanda infeksi (tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsileisa).
b) TTV dalam batas normal.
c) Luka tampak bersih
Intervensi :

19
1. Kaji TTV, perhatikan peningkatan suhu.
2. Kaji tanda-tanda infeksi (tumor kalor rubor, dolor, fungsileisa)
3. Lakukan tehnik perawatan luka secara steril 1x/hari
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka.
5. Beri posisi miring kiri atau kanan sesuai kebutuhan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
dalam waktu
2 ×24 jam.
Sasaran :
a) Klien dapat menghabiskan 1 porsi makanan.
b) Keluhan mual, muntah dan anorexia berkurang sampai hilang.
c) Klien makan secara spontan.
d) Berat badan meningkat.
Intervensi :
1. Observasi TTV dan keadaan umum klien.
2. Kaji tugor kulit, mukosa mulut klien.
3. Kaji keluhan mual, muntah dan napsu makan klien.
4. Timbang berat badan klien jika memungkinkan.
5. Beri makan cair via NGT.
6. Catat jumlah/ porsi makanan yang dihabiskan klien.
7. Beri makanan cair yang mudah ditelan seperti bubur.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy parenteral, anti emetik.
E. Evaluasi Anak dengan Meningitis
1. Untuk diagnosa pertama, Kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam
tinjauan pustaka sebagai berikut: Suhu tubuh dalam batas normal (36-
37.5oC), Nadi dalam batas normal (80-120), RR dalam batas normal (15-
30) akral tidak panas, mukosa bibir lembab (Nanda, 2012).Evaluasi pada
kasus ini pada hari ketiga didapatkan data: Ibu pasien
mengatakananaknya anaknya sudah tidak panas, S: 37.4oC, Nadi 102
x/menit, RR 22x/menit, akral dingin, mukosa bibir lembab.Sesuai dengan

20
kriteria hasil yang ditetapkan pada awal memberikan asuhan keperawatan
ini tujuan keperawatan tercapai, Intervensi keperawatan dihentikan.
2. Untuk diagnosa kedua, Kriteria hasil yang ditetapkan dalam tinjauan
pustaka sebagai berikut: Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan
dan mengembangkan metode dalam berkomunikasi dengan orang lain,
anak mampu bertukar pesan secara akurat dengan orang lain,
menggunakan bahasa tertulis, berbicara, nonverbal, menggunakan bahasa
isyarat (Nanda, 2011). Evaluasi pada kasus ini pada hari ketiga
didapatkan data: ibu pasien mengatakan bahwa pasien mampu mengucap
satu kata dan tidak lambat dalam berespon, namun anak belum mampu
mengkombinasikan dua kata, pasien tampak belum mampu
mengkombinasikan dua kata, respon pasien tidak lambat saat ada
rangsangan. Sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan pada awal
memberikan asuhan keperawatan ini tujuan keperawatan tercapai
sebagian, belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, intervensi
dilanjutkan.
3. Untuk diagnosa ketiga, Kriteria hasil yang ditetapkan dalam tinjauan
pustaka sebagai berikut: Melakukan ketrampilan sesuai dengan
perkembangan usianya, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri sesuai usia, menunjukkan peningkatan dalam berespon (Suriadi,
dkk, 2010). Evaluasi pada kasus ini pada hari ketiga didapatkan data: ibu
pasien mengatakan anaknya belum mampu mengikuti kegiatan
permainan (menyusun dua balok), pasien tampak belum mampu
menyusun dua balok, belum ada peningkatan perkembangan pada anak,
anak belum mampu mengikuti permainanyang diberikan sesuai dengan
usianya. Sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan pada awal
memberikan asuhan keperawatan ini tujuan keperawatan belum
tercapai/belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, intervensi
dilanjutkan.

21
F. Mapping Care Plan(MCP) Anak dengan Meningitis

Dx: Perubahan persepsi sensorik yang berhubungan dengan


perubahan persepsi sensori, tranmisi, dan atau integrasi
(trauma / deficit neurologist)ditandai dengan:
Do:
 pasien terlihat gelisah
 Pasien terlihat halusinasi
 Pasien terlihat disorientasi
Ds:
 Pasien mengatakan sering salah tafsir pancaindera
Terapi obat:Quetiapine

DM: Meningitis
Key Assesment:
1. muntah yang diikuti dengan
perubahan sensori,
2. kejang,
3. halusinasi,
Dx: Gangguan mobilitas fisik 4. Sakit kepala hebat
5. nafsu makan berkurang
berhubungan dengan kerusakan persepsi 6. Gangguan pernafasan bagian Dx:
atasPerubahan nutrisi kurang dari
atau kognitif, penurunan ketahanan, kebutuhan tubuh berhubungan dengan
therapy pembatasan / kewaspadaan intake yang tidak adekuat ditandai
keamanan (tirah baring) ditandai dengan dengan:
Do: Do:
 Pasien terlihat tidak nyaman  Pasien terlihat penurunan berat
 Pasien terlihat tremor akibat badan
bergerak  Pasien terlihat nyeri abdomen
Ds: Ds:
 Pasien mengatakan kesulitan  Pasien mengatakan kurang minat
membolak balik pada makanan
 Pasien mengatakan terbatas dalam  Pasien mengatakan kurang
22
rentang gerak informasi terhadap gizi seimbang
Terapi obat: Relaksan Otot dan analgesik Terapi obat: infus NaCl
G. Aplikasi Eviden Base Practice(EBP) Anak dengan Meningitis
Salah satu intervensi penyakit meningitis adalah berkolaborasi dengan
dokter tentang pemberian antibiotic. Didalam jurnal Achsanuddin Hanafie(2006)
dengan judul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis Otogenik” disebutkan
bahwa pemberian antibiotik dapat menurunkan edema serebri dan mengurangi
tekanan intrakranial.

Contoh kasus anak dengan Meningitis


Ny “N” ibu dari An “M”(5 thn) datang Kerumah UGD, mengeluhkan
anaknya mengalami demam, dan kejang selama di rumah. Setelah dilakukan
pemeriksaan, suhu anak 38⁰C, kako kuduk, tampak tidak sadar. Pemeriksaan
darah lengkap serta dilakukan pemeriksaan lumbal punksi, dokter menyatakan An
“M” mengalami infeksi pada meninges. An “M” saat ditempatkan di ruang isolasi,
untuk mengatasi demam perawat melakukan tepid sponge, dokter memberikan
resep antibiotik dan antipretik

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. Tanda dan gejala dari meningitis antara lain:
1. Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah
atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang
diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan
teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak,
stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski
positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan
adanya infeksi meningococcal).
3. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas
makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih,
ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky
positif.
B. Saran
Penulis yakin makalah ini banyak kekurangannya, maka dari itu penulis
sangat mengharapkan saran dari pembaca dalam penambahan untuk kelengkapan
makalah ini, karena dari saran yang penulis terima, dapat mengkoreksi makalah
ini. Atas sarannya, penulis ucapkan terima kasih

24
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: Selemba Medika
Batticaca Fransisca B, (2008), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
World Health Organization(WHO)Global Tuberculosis
Report,2014.Switzerland.2014.
Nanda, 2012.Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Buku
Kedokteran:EGC
Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi Revisi 3.Jakarta:EGC
Hanafie,Achsanuddin.2006.Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis
Otogenik.Medan(Jurnal)

25

Anda mungkin juga menyukai