Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik untuk neonatus dan bayi (Wagner,
2015). ASI merupakan hak asasi bayi yang harus dipenuhi, karena ASI adalah
makanan terbaik untuk bayi (Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI], 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), ASI mengandung nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan merupakan asupan yang
paling efektif untuk memastikan kesehatan dan juga kelangsungan hidup bayi.
Menurut United Nations Emergency Children's Fund (UNICEF, 2007),
pemberian ASI di hari pertama kelahiran bayi bisa mencegah terjadinya kematian
neonatus sebanyak 16% dan meningkat menjadi 22% jika ASI diberikan pada satu
jam pertama kelahiran.
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa disertai dengan cairan
lain kecuali tetes atau sirup dengan vitamin, suplemen mineral dan obat-obatan
(MO et al, 2011; Abasiattai et al, 2013; Al-binali, 2012 dan Tadele et al, 2016).
ASI eksklusif memberikan manfaat bagi bayi, diantaranya peningkatan kognitif
dan perkembangan motorik bayi (Leon-Cava et al, 2002; Kramer et al, 2008 dan
Jara-palacious et al,2015). Tidak hanya itu, ASI juga dapat menurunkan risiko
infeksi pada anak, menurunkan risiko diare, mengurangi angka kematian
postnatal, menurunkan risiko kejadian sindrom kematian mendadak pada bayi,
menurunkan risiko dermatitis atopi, asma, obesitas, diabetes tipe I dan II, dan
leukemia pada masa anak-anak (Abasattai et al, 2013; Hoseini et al, 2014;
Pollard, 2016; MO et al, 2011; Al-binali,2012; Shete, 2012 dan Tedele et al,
2016).
Pemberian ASI eksklusif memungkinkan bayi bertahan hidup empat belas kali
dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif (UNICEF, 2015).
Pemberian ASI eksklusif 8% bisa menurunkan angka kematian bayi sebanyak 1
juta anak (Abasattai, 2013). WHO mulai merekomendasikan pemberian ASI
secara eksklusif pada tahun 1990, dan pada tahun 2001 menyatakan bahwa waktu
2

yang paling optimum dalam pemberian ASI eksklusif adalah hingga umur enam
bulan pertama dan dilanjutkan hingga umur dua tahun atau lebih yang disertai
dengan makanan pendamping (Abasattai et al, 2013; Pollard, 2016).
Tidak hanya bagi bayi, pemberian ASI juga bermanfaat bagi ibu.
Diantaranya menurunkan risiko kanker payudara dan kanker mulut rahim,
pemulihan berat badan, dan merupakan kontrasepsi alami (Pollard, 2016; WHO,
2010; Jara-Palacios et al,2015). Berdasarkan penelitian Jonas et al tahun 2008 di
Swedia, yang dikutip dari buku Pollard (2016), menyimpulkan bahwa menyusui
bisa menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik selama kehamilan dalam
dua hari setelah melahirkan. Manfaat lainnya yaitu mengurangi risiko perdarahan
postpartum, perbaikan tulang dan memberikan manfaat sosial dan ekonomi
keluarga dan bangsa (Abasattai et al, 2013).
Cakupan ASI eksklusif umur 0 hingga 6 bulan setelah kelahiran secara
global hanya 38% pada tahun 2011. Data terbaru dari dua puluh satu Negara di
Eropa, pemberian ASI eksklusif hanya 13%. Di Eropa barat diperkirakan pada
tahun 2006-2012, hanya 25%, dan 43% di bagian Asia Tenggara (WHO Europe,
2015).
Di Indonesia, dalam rangka meningkatkan pengembangan ASI eksklusif
pemerintah telah menetapkan peraturan bahwa setiap ibu yang melahirkan harus
memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkan. Peraturan ini tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012. Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 pemberian
ASI eksklusif hanya 32%. Pada tahun 2012 pemberian ASI eksklusif mengalami
peningkatan yang signifikan hingga mencapai 42%. Berdasarkan Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Pusdatin, 2014), neonatus
mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 39,8%, rentang umur 1-2 bulan sebanyak
32,5%, rentang umur 2-3 bulan sebanyak 30,7%, rentang umur 3-4 bulan
sebanyak 25,2%, rentang umur 4-5 bulan sebanyak 26,3%, dan rentang umur 5-6
bulan sebanyak 15,3%. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi
penurunan pemberian ASI eksklusif dengan bertambahnya umur bayi. Di Provinsi
Riau sendiri persentase pemberian ASI eksklusif mencapai 51,52% dari 7.798
3

bayi pada tahun 2013 dan mengalami peningkatan menjadi 58,5% dari 17.656
bayi pada tahun 2014.
Dalam hasil penelitian Asfaw et al (2015), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Diantaranya, faktor sosio-demografis
termasuk didalamnya umur ibu, status pendidikan, pekerjan dan pendapatan
rumah tangga. Faktor dukungan psiko-sosial untuk ibu, kebiasaan masyarakat
setempat dan jenis kelamin.
Dari hasil Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010), pemberian ASI
eksklusif di Indonesia masih relatif rendah. Menurut Dirjen Gizi dan KIA (2010),
rendahnya pemberian ASI di Indonesia disebabkan oleh faktor sosial-budaya,
kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat tentang pentingnya
ASI, serta jajaran kesehatan yang belum optimal dalam melakukan dukungan
Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Kurangnya pengetahuan ibu dipengaruhi
oleh kepercayaan yang keliru seperti kepercayaan bahwa kolostrum merupakan
cairan yang tidak baik dan harus dibuang (Pusdatin, 2013 dan Manjula et al,
2016). Faktanya, kolostrum adalah ASI yang mengandung gizi yang tinggi.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) menganjurkan untuk
pemberian ASI pada 1 jam pertama kelahiran atau disebut juga dengan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) agar bayi mendapatkan kolostrum.
Sikap dipengaruh oleh banyak hal, diantaranya pengetahuan, kebudayaan,
media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan
emosi individu itu sendiri. Sikap ibu hamil terhadap pemberian ASI eksklusif bisa
berwujud positif dan negatif. Sikap positif ibu hamil terhadap pemberian ASI
eksklusif bisa ditingkatkan dengan pemberian edukasi antenatal dan konseling
individual. Edukasi dan konseling yang diberikan kepada ibu hamil ini adalah
meluruskan kesalahpahaman yang dianut oleh masyarakat setempat seperti
kegunaan kolostrum dan kekhawatiran dengan cukupan nutrisi bayi setelah lahir
(Azwar, 2015 dan Manjula et al,2016).
Puskemas Karya Wanita yang berada di Kecamatan Rumbai Pesisir
merupakan salah satu puskesmas yang mempunyai pelayanan rawat inap dan
pelayanan perawatan antenatal di Pekanbaru. Berdasarkan data Buku Saku
4

Kesehatan Pekanbaru tahun 2014 terdapat 501 kelahiran di Puskesmas Karya


Wanita. Pada tahun 2015, Puskesmas Karya Wanita melayani perawatan antenatal
yang pertama sebanyak 75% dan perawatan antenatal yang keempat sebanyak
66,9%. Persentase perawatan antenatal di Puskesmas Karya Wanita masih
dibawah uskesmas lainnya di pekanbaru. Seperti di Puskesmas Sidumulyo
perawatan antenatal yang pertama berjumlah 98% dan perawatan antenatal yang
keempat 94%, begitu juga dengan puskesmas lainnya yang masih berada diatas
80% untuk perawatan antenatal. Berdasarkana data dari Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru, terdapat 58% bayi yang mendapat ASI eksklusif atau sekitar 290 bayi
pada tahun 2015 di Puskesmas Karya Wanita. Dengan uraian diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian hubungan antara pengetahuan dengan sikap
ibu hamil mengenai pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Karya Wanita Rumbai
Pesisir.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu hamil mengenai
pemberian ASI eksklusif ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu hamil
terhadap pemberian ASI eksklusif
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang ASI eksklusif
2. Mengetahui sikap ibu hamil mengenai pemberian ASI eksklusif
3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu hamil
mengenai pemberian ASI eksklusif
1.4 Orisinalitas Penelitian
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
No Judul dan Nama Metode Hasil
tahun peneliti penelitian
penelitian
1 Gambaran Grace A M Cross Dari hasil penelitian
Pengetahuan dan Hutagalung sectional ditemukan gambaran
Sikap Mengenai bahwa pengetahuan ibu
5

Pemberian ASI hamil tentang ASI:


Eksklusif di Baik = 60,3%
Kalangan Ibu Cukup = 33,8%
Hamil di Kurang = 5,9%
Puskesmas Gambaran sikap ibu hamil
Padang Bulan mengenai ASI eksklusif
(2012) Positif = 18 responden
Negatif = 3 responden
2 Hubungan Nova Cross Terdapat hubungan yang
Tingkat Rachmaniah sectional bermakna antara
Pengetahuan Ibu pengetahuan ibu tentang
tentang ASI ASI dengan pemberian
dengan ASI eksklusif
TindakanASI
Eksklusi (2014)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hutagalung (2012) adalah


penelitian ini menggunakan desain analitik dengan metode cross sectional
sedangkan penelitian Hutagalung (2012) menggunakan desain deskriptif dimana
hasilnya hanya menggambarkan pengetahuan dan sikap ibu hamil. Kelebihan
penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Rachmaniah (2014) adalah
penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu pengetahuan dengan sikap ibu
hamil sedangkan pada Rachmaniah (2014) hanya menggunakan pengetahuan saja
sebagai variabel bebas.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
A. Tujuan penelitian ini bagi peneliti yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan peneliti tentang hubungan pengetahuan dengan sikap ibu
hamil mengenai pemberian ASI eksklusif.
B. Memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
1.5.2 Bagi Puskesmas
A. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada tenaga
kesehatan ditempat penelitian tentang pentingnya pemberian ASI
eksklusif.
6

1.5.3 Bagi Masyarakat


A. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan bagi
ibu hamil bahwa ASI eksklusif memiliki manfaat yang besar bagi bayi
dan ibu.

Anda mungkin juga menyukai