Anda di halaman 1dari 10

STIGMA DAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM MERAWAT ORANG DENGAN

GANGGUAN JIWA (ODGJ)

Ririn Nasriati1

1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Email: yieyien.nasriati@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Gangguan jiwa adalah penyakit kronis yang membutuhkan proses panjang
dalam penyembuhannya. Proses pemulihan dan penyembuhan pada orang dengan gangguan
jiwa membutuhkan dukungan keluarga untuk menentukan keberhasilan pemulihan tersebut.
Adanya stigma yang negatif terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dan keluarganya
menyebabkan ODGJ dan keluarganya akan terkucilkan. Pada keluarga, stigma akan
menyebabkan beban psikologis yang berat bagi keluarga penderita gangguan jiwa sehingga
berdampak pada kurang adekuatnya dukungan yang diberikan oleh keluarga pada proses
pemulihan ODGJ.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan stigma dengan dukungan keluarga
dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.
Metode: Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang merawat orang dengan
gangguan jiwa di desa Nambangrejo sejumlah 25 responden. Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh keluarga yang merawat orang dengan gangguan jiwa dengan jumlah 25 orang.
Hasil : Hasil penelitian didapatkan stigma tinggi sejumlah 13 responden (52%) dan stigma
rendah sejumlah 12 responden (47%). Sedangkan dukungan baik sejumlah 10 responden
(40%) dan dukungan buruk sejumlah 15 responden (60%). Uji statistik dengan Fisher Exact
didapatkan ada hubungan antara stigma dengan dukungan keluarga dalam merawat orang
dengan gangguan jiwa dengan (p value=0,0082).
Kesimpulan : stigma pada keluarga berhubungan dengan dukungan keluarga dalam merawat
orang dengan gangguan jiwa sehingga perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi gangguan jiwa
di masyarakat untuk meminimalkan stigma keluarga yang tinggi.

Kata Kunci : stigma keluarga, dukungan keluarga, orang dengan gangguan jiwa

PENDAHULUAN (pemulihan).
Gangguan jiwa merupakan salah satu Proses pemulihan dan penyembuhan
dari masalah kesehatan terbesar selain pada orang dengan gangguan jiwa
penyakit degeneratif, kanker dan membutuhkan dukungan keluarga untuk
kecelakaan. Gangguan jiwa juga menentukan keberhasilan pemulihan
merupakan masalah kesehatan yang serius tersebut. Adanya stigma yang negatif
karena jumlahnya yang terus mengalami terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan
peningkatan. Selain itu gangguan jiwa Jiwa) dan keluarganya menyebabkan
adalah penyakit kronis yang membutuhkan ODGJ dan keluarganya akan terkucilkan.
proses panjang dalam penyembuhannya. Pada keluarga, stigma akan menyebabkan
Pengobatan di rumah sakit adalah beban psikologis yang berat bagi keluarga
penyembuhan sementara, selanjutnya penderita gangguan jiwa sehingga
penderita gangguan jiwa harus kembali ke berdampak pada kurang adekuatnya
komunitas dan komunitas yang bersifat dukungan yang diberikan oleh keluarga
terapeutik akan mampu membantu pada proses pemulihan ODGJ.
penderitanya mencapai tahap recovery Hasil Riset Kesehatan Dasar

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 56


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

(Riskesdas) tahun 2007 terdapat 0,46 menyebabkan perilaku pencarian bantuan


persen dari total populasi Indonesia atau menjadi tertunda (Lefley, 1996). Keluarga
setara dengan 1. 093. 150 jiwa penduduk yang memiliki anggota yang mengalami
Indonesia berisiko tinggi mengalami gangguan kejiwaan akan selalu
skizofrenia (Susanto,2013). Berdasarkan mendapatkan perhatian yang lebih dari
Riskesdas tahun 2007 dan 2013 dinyatakan tetangga sekitar. Stigma yang seperti inilah
bahwa prevalensi gangguan jiwa berat di yang yang dapat memperparah gangguan
Indonesia masing-masing sebesar 4,6 per tersebut karena Orang Dengan Gangguan
mil dan 1,7 per mil. Pada tahun 2007 Jiwa (ODGJ) sangat membutuhkan
Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI dukungan dari keluarga untuk membantu
Jakarta (20,3‰) dan terendah terdapat di proses penyembuhan penyakitnya.
Provinsi Maluku (0,9‰). Sedangkan pada Stigma yang negative akan berdampak
tahun 2013 prevalensi tertinggi di Provinsi pada kurangnya dukungan yang diberikan
DI Aceh, dan terendah di Provinsi oleh keluarga sehingga keluarga
Kalimantan Barat. melakukan tindakan pemasungan pada
Data dari dinas kesehatan kabupaten ODGJ. Pemasungan terhadap penderita
Ponorogo jumlah penderita gangguan jiwa gangguan jiwa masih banyak terjadi, di
pada tahun 2010 sebanyak 2.301 orang, mana sekitar 20. 000 hingga 30. 000
sedangkan pada tahun 2014, penderita penderita gangguan jiwa di seluruh
skizofrenia mencapai 2561 jiwa. Pada data Indonesia mendapat perlakuan tidak
tersebut menyebutkan bahwa daerah yang manusiawi dengan cara dipasung
yang memiliki penderita skizofrenia (Purwoko, 2010). Riskesdas 2013
terbanyak terdapat pada kecamatan menunjukkan bahwa ada 14,3 persen RT
Sukorejo hingga mencapai 202 jiwa, diikuti atau sekitar 237 RT dari 1. 655 RT yang
oleh Jambon yang berjumlah 177 jiwa, dan memiliki anggota rumah tangga yang
Balong 164 jiwa. mengalami gangguan jiwa berat yang
Finzen (dikutip oleh Schultz dan dipasung.
Angermeyer, 2003) menyebut stigmatisasi METODE
sebagai ’penyakit kedua,’ yaitu sebuah Desain penelitian ini adalah korelasi.
penderitaan tambahan yang tidak hanya Pada penelitian ini bertujuan untuk
dirasakan oleh penderita, namun juga mengidentifikasi hubungan antara stigma
dirasakan oleh anggota keluarga. Stigma dengan dukungan keluarga dalam merawat
sendiri diartikan sebagai “label” yang pada orang dengan gangguan jiwa. Sampel
banyak hal mengarah untuk merendahkan dalam penelitian ini keluarga yang merawat
orang lain (Johnstone, 2001). Dampak orang dengan gangguan jiwa yang
merugikan dari stigmatisasi termasuk berjumlah 25 orang selama Bulan Juni
kehilangan self esteem, perpecahan tahun 2016 dengan teknik sampling dalam
dalam hubungan kekeluargaan, isolasi penelitian ini menggunakan total sampling.
sosial,rasa malu; yang akhirnya Variabel penelitian meliputi stigma keluarga

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 57


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

dan dukungan keluarga. sosial dan resisten stigma. Dukungan


Instrumen penelitian untuk mengukur keluarga diukur menggunakan kuesioner.
stigma menggunakan alat ukur Internalized Analisis univariat untuk karakteristik
Stigma of Mental Illness (ISMI) scale, yang responden menggunakan prosentase
dirancang untuk mengukur pengalaman sedangkan analisis bivariat untuk
subyektif dari stigma. Skala ISMI terdiri dari mengetahui hubungan stigma dengan
5 item yaitu keterasingan, dukungan dukungan keluarga menggunakan uji
stereotype, persepsi diskriminasi, penarikan statistik fisher exact.
HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden berdasarkan, jenis kelamin,usia
pendidikan, pekerjaan, lama merawat, pendapatan keluarga, gangguan jiwa yang
menonjol, tempat mencari bantuan, informasi gangguan jiwa (n=25)

Variabel Persentase (%)


Jenis kelamin
Laki-laki 68
Perempuan 32
Usia
21-30 4
31-40 24
41-50 28
51-60 24
61-70 12
71-80 8
Pendidikan
SD 72
SMP 28
Pekerjaan
Petani 68
Swasta 32
Lama menderita Gangguan jiwa
<1 tahun -
1-3 tahun 4
>3 tahun 96
Pendapatan
<1.200.000 96
>1. 200.000 4
Gangguan Jiwa yang menonjol
Ngamuk 16
Menyendiri 36
Mendengar suara 12
Mondar-mandir 36
Tempat Mencari bantuan
Medis 48
Non Medis 52
Informasi tentang gangguan jiwa
Pernah 60
Tidak pernah 40

lak-laki, Usia rata-rata 41-50 tahun (28%)


Hasil penelitian menunjukkan jenis
tahun, Pendidikan hampir seluruhnya (72%)
kelamin responden sebagian besar (68%)

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 58


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

SD, pekerjaan sebagian besar(68%) petani, mandir, temapt mencari bantuan medis
Lama menderita gangguan jiwa hampir sebagian besar (52%) non medis, dan
seluruhnya (96%) > 3 tahun, gejala informasi tentang gangguan jiwa sebagian
gangguan jiwa yang menonjol hampir besar (60%) pernah mendapat informasi
setengahnya (36%) Menyendiri dan monda- tentang gangguan jiwa

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Stigma pada keluarga penderita


gangguan Jiwa di Desa Nambangrejo

Stigma Frekuensi Persentase


Tinggi 13 52
Rendah 12 48
Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 25 responden, sebagian besar (


52%) atau 13 responden keluarga penderita gangguan jiwa mengalami stigma tinggi.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan keluarga penderita gangguan


Jiwa di Desa Nambangrejo

Dukungan Frekuensi Persentase


Baik 10 40
Buruk 15 60
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 25 responden, sebagian besar (60%)
atau 15 responden memberikan dukungan yang buruk pada penderita gangguan jiwa.
Tabel 4. Crosstabulation stigma dengan dukungan keluarga penderita gangguan Jiwa di
Desa Nambangrejo

Dukungan
Total p value
Stigma Buruk Baik
f(%) f(%)
Tinggi 10(76,9) 3(23,1) 13(100)
Rendah 5(41,7) 7(58,3) 12(100) 0,0082
Total 15(60) 10(40) 25(100)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkkan statistik menggunakan uji Fisher Exact


bahwa dari 25 responden, 10 responden didapatkan nilai p = 0,0082dimana α= 0,05
(76,9%) sehingga p value < dari α maka Ho ditolak,

mengalami stigma tinggi dengan dukungan artinya ada hubungan antara stigma

buruk, 3 (23,1%) responden mengalami dengan dukungan pada keluarga penderita


gangguan jiwa.
stigma tinggi dengan dukungan baik, 5
responden (41,7%) mengalami stigma
PEMBAHASAN
rendah dengan dukungan buruk dan 7
a. Stigma pada keluarga orang dengan
responden (58,3%) mengalami stigma
gangguan jiwa
rendah dengan dukungan buruk. Hasil uji

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 59


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan oleh keluarga. Orang dengan tingkat


data bahwa sebagian besar (52 %) atau 13 dukungan sosial tinggi mengalami stigma
responden mengalami stigma tinggi. Stigma lebih rendah. (Yiyin etal, 2014). Magana et
yang dirasakan oleh keluarga merupakan al, 2007 menyampaikan bahwa
beban yang mengganggu keluarga. terbentuknya stigma pada keluarga juga di
Didalam stigma terdapat tiga sumber yaitu dukung oleh gejala skizoprenia yang
masalah pengetahuan (kebodohan), dialami oleh penderita gangguan jiwa.
masalah sikap (prasangka) dan masalah Gejala negatif dari skizoprenia inilah yang
perilaku (diskriminasi) (Thornicroffh et turut berperan dalam terbentuknya stigma
al,2007). Perasaan malu yang dirasakan pada keluarga. Pada penelitian ini
oleh keluarga berperan dalam didapatkan data hampir stengah (36%)
terbentuknya stigma pada keluarga. gejala gangguan jiwa yang dialami oleh
Keluarga yang merasakan stigma tinggi penderita gangguan jiwa adalah
akan menghindari dan menyembunyikan peningkatan aktivitas motorik.
hubungan keluarga dengan anggota Stigma tinggi yang dirasakan oleh
keluarga yang menderita penderita keluarga akan berdampak pada
gangguan jiwa (Magana et al, 2007). peningkatan beban keluarga,
Adanya perasaan takut terhadap label meningkatnya stress dan berpengaruh
penderita gangguan jiwa yang dirasakan terhadap kualitas hidup serta depresi (
oelah keluarga akan mengakibatkan dalam Yiyin etal, 2014, Magana, et al, 2007).
keengganan untuk mengakui masalah Resiko depresi yang dialami oleh keluarga
kesehatan mental dan keluarga akan karena faktor stigma ini di dukung oleh
menggunakan mekanisme koping tertentu tingkat pendidikan keluarga yang tergolong
seperti merahasiakan serta menolak rendah. Tingkat pendidikan responden
sehingga berdampak pada terlambatnya dalam penelitian ini hampir seluruhnya
pencarian pengobatan yang dilakukan oleh (72%) ini tergolong rendah yaitu SD.
keluarga (Franz et al, 2010). Meskipun dalam penelitian ini tidak
Wrigley et al. (2005) menyatakan bahwa mengidentifikasi gejala depresi yang
konsekuensi sosial yang negatif terkait dialami oleh keluarga namun hal ini perlu
dengan kondisi gangguan jiwa dapat mendapat perhatian karena beban yang
mengakibatkan keengganan untuk dirasakan oleh keluarga akibat stigma
mengakui masalah kesehatan mental, yang dapat menimbulkan depresi dan stigma
mungkin memiliki implikasi langsung untuk tinggi yang dirasakan oleh keluarga akan
perilaku mencari bantuan. Stigma dapat menimbulkan deskriminasi sehingga
menyebabkan hambatan, yang pada menyebabkan isolasi dan menyendiri
gilirannya dapat mengakibatkan (Ching et al,2016).
keterlambatan pengobatan. Dukungan Ching et al (2016) menemukan bahwa
sosial secara signifikan berhubungan sekitar 40% dari penderita skizofrenia dan
dengan pengalaman stigma yang dirasakan keluarga mereka percaya bahwa penyebab

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 60


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

schizophrenia terkait dengan fenomena dan pendapatan keluarga. Diagnosa


supra natural. Hal ini juga diperkuat oleh penyakit gangguan jiwa yang diterima
Pascolido et al (2013) bahwa terbentuknya penderita gangguan jiwa merupakan salah
stigma negatif berkaitan dengan keyakinan satu faktor yang menimbulkan beban
dan budaya yang menganggap gangguan psikologis pada keluarga. Perasaan malu
jiwa karena roh jahat. Pada penelitian ini yang dirasakan keluarga akan
ditemukan bahwa sebagian besar (52 %) menyebabkan keluarga mengalami harga
keluarga mencari bantuan ke non medis diri rendah sehingga keluarga mengisolasi
untuk mengatasi gejala gangguan jiwa yang dan mengasingkan penderita gangguan
dialami oleh anggota keluarganya. Ini jiwa ( Magana et al, 2007). Salah satu
membuktikan bahwa keyakinan gangguan bentuk dukungan yang diberikan keluarga
jiwa karena roh jahat atau supranatural kepada penderita gangguan jiwa adalah
masih cukup tinggi dimasyarakat sehingga dukungan instrumental yang dapat diartikan
turut berperan dalam terbentuknya stigma sebagai keterlibatan keluarga dalam
negatif pada penderita gangguan jiwa dan pemberian bantuan pada pelayanan
berdampak pada stigma tingi yang kesehatan. Kurangnya dukungan dari
dirasakan oleh keluarga. keluarga akan berdampak penundaan dan
b. Dukungan keluarga pada penderita keterlambatan mencari bantuan ke
gangguan jiwa pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Tingkat pendidikan keluarga
data bahwa sebagian besar (60%) berpengaruh terhadap dukungan buruk
memberikan dukungan buruk dalam keluarga dalam merawat penderita
merawat penderita gangguan jiwa. Menurut gangguan jiwa. Hampir seluruhnya (72%)
Friedman (2010) dukungan keluarga terdiri tingkat pendidikan keluarga adalah SD.
dari dukungan instrumental, dukungan Status tingkat pendidikan rendah kurang
informasi, dukungan emosional dan memiliki informasi yang cukup terkait
dukungan penilaian. Dukungan keluarga dengan pengetahuan penyakit dan
dapat menjadi faktor yang sangat perawatannya dalam memberikan
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dukungan keluarga. Menurut Lueckenotte
dan nilai kesehatan individu serta dapat (2000), bahwa tingkat pendidikan
juga memenuhi tentang program seseorang dapat mempengaruhi
pengobatan yang mereka terima. Keluarga kemampuan untuk menyerap
juga memberikan dukungan dan membuat informasi,menyelesaikan masalah, dan
keputusan mengenai perawatan berperilaku baik. Pendidikan rendah
darianggota keluarga yang sakit (Niven, berisiko ketidakmampuan dalam merawat
2002). Dukungan buruk dalam merawat kesehatannya (WHO, 2003). Menurut
anggota keluarga yang menderita Magana et al (2007) tingkat pendidikan
gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa keluarga yang rendah juga akan
faktor yaitu tingkat pendidikan, lama sakit berpengaruh terhadap kejadian depresi

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 61


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

sehingga akan berpengaruh terhadap lebih luas daripada wanita, dan


dukungan buruk keluarga. menggunakan strategi coping yang lebih
Penderita gangguan jiwa membutuhkan efektif seperti problem solving (Sharma et
waktu yang relatif lama dalam al,2016), namun dalam memberikan
perawatannya. Dari hasil penelitian dukungan dalam merawat penderita
didapatkan data hampir seluruhnya (96%) gangguan jiwa, perempuan lebih sabar dan
menderita gangguan jiwa lebih dari 3 tahun. telaten. Hal inilah yang berpengaruh
Menurut Magana et al (2007) keluarga terhadap dukungan buruk keluarga. Selain
penderita gangguan jiwa beresiko itu perempuan memiliki jaringan sosial lebih
mengalami stres dan tekanan psikologis besar dan sumber lainnya yang
karena beban yang dirasakan ketika memberikan dukungan informasi,
merawat penderita gangguan jiwa. Tekanan sedangkan laki-laki yang kurang memiliki
psikologis yang dialami oleh keluarga akan akses ke formal (Sharma et al, 2016).
berpengaruh terhadap buruknya dukungan Faktor penghasilan juga
keluarga dalam merawat penderita mempengaruhi dukungan buruk
gangguan jiwa terutama pada dukungan keluarga. Status ekonomi seseorang akan
emosional. menentukan tersedianya suatu fasilitas
Sharma et al (2016) menyebutkan ada yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
perbedaan gender dalam memberikan sehingga status sosial ekonomi ini akan
perawatan yang dilakukan oleh keluarga mempengaruhi dukungan seseorang
pada penderita gangguan jiwa. Menurut (Notoatmodjo, 2010). Purnawan (2008)
Santrock (2007) terdapat perbedaan sosio- dalam Rahayu (2008) faktor yang
emosional antara laki-laki dan perempuan, mempengaruhi dukungan salah satunya
perempuan memiliki regulasi diri yang lebih faktor sosio ekonomi yakni Semakin tinggi
baik dalam berperilaku, serta lebih banyak tingkat ekonomi seseorang biasanya ia
terlibat dalam perilaku prososial. Menurut akan lebih cepat tanggap terhadap gejala
Purnawan (2008) dalam Rahayu (2008) penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan
seseorang biasanya akan mencari segera mencari pertolongan ketika merasa
dukungan dan persetujuan dari kelompok ada gangguan pada kesehatannya. Hasil
sosialnya, hal ini akan mempengaruhi penelitian menunjukkan hampir seluruhnya
keyakinan kesehatan dan cara (96%) mempunyai penghasilan < Rp.
pelaksanaanya. Karena perempuan lebih 1.200.000. Upah minimum regional (UMR)
banyak berkumpul dengan kelompok sosial tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo adalah
yang lain mereka dapat bertukar informasi, Rp. 1.150.000. Faktor sosial ekonomi disini
sehingga perempuan lebih bisa meliputi tingkat pendapatan atau
memberikan dukungan yang baik. Dalam penghasilan keluarga klien, semakin tinggi
penelitian ini sebagian besar responden tingkat ekonomi keluarga akan lebih
(68%) berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki memberikan dukungan dan pengambilan
memiliki kemampuan mengatasi masalah keputusan dalam merawat anggota

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 62


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

keluarga mengalami gangguan jiwa. gangguan jiwa (Magana et al, 2007).


Keluarga dengan kelas sosial ekonomi Kondisi tersebut berdampak pada buruknya
yang berlebih secara finansial akan dukungan emosional yang diberikan oleh
mempunyai tingkat dukungan keluarga keluarga. Dukungan emosional mencakup
yang memadai,Penghasilan keluarga ungkapan simpati, perhatian dan
merupakan salah satu wujud dari dukungan kepedulian kepada individu (Friedman,
intrumental yang akan digunakan dalam 2010). Berbagai bentuk dukungan
mencari pelayanan kesehatan jiwa dalam emosional tersebut tidak akan diberikan
merawat anggota keluarga yang mengalami oleh keluarga karena keluarga hubungan
gangguan jiwa (Friedman, 2010). Selain itu keluarga dengan penderitagangguan jiwa.
dengan upah keluarga yang dibawah Dampak merugikan dari stigmatisasi
UMR (upah minimum regional) keluarga termasuk kehilangan self esteem,
pasti akan lebih sering diluar rumah perpecahan dalam hubungan
untuk bekerja dari pagi hingga sore hari kekeluargaan, isolasi sosial,rasa malu;
sehingga berdampak pada kurangnya yang akhirnya menyebabkan perilaku
dukungan yang diberikan kepada pencarian bantuan menjadi tertunda
penderita gangguan jiwa. (Lefley, 1996). Hasil penelitian Yiyin et
c. Hubungan Stigma dengan al.,(2014) menyebutkan bahwa keluarga
Dukungan Keluarga yang mengalami stigma tinggi tidak
Hasil uji statistik menggunakan uji mendapat dukungan dari teman dan orang
Fisher Exact didapatkan nilai p = terdekat. Pengalaman diskriminasi yang
0,0082dimana α= 0,05 sehingga p value < dialami oleh keluarga akan semakin
dari α maka Ho ditolak, artinya ada memperparah stigma yang dialami oleh
hubungan antara stigma dengan dukungan keluarga, sebaliknya adanya dukungan
keluarga dalam merawat penderita sosial akan menurunkan stigma yang
gangguan jiwa. dialami oleh keluarga sehingga
Atribut yang melekat pada penderita memberikan dampak pada dukungan
gangguan jiwa termasuk adanya keyakinan keluaarga kepada anggota keluarganya
bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal- yang mengalami gangguan jiwa.
hal supra natural dan gejala negatif dari Keterlambatan pencarian bantuan ke
skizoprenia berpengaruh terhadap stigma pelayanan kesehatan karena stigma tinggi
tinggi yang dialami keluarga yang merawat yang dirasakan oleh keluarga
penderita gangguan jiwa. Stigma tinggi menunjukkan kurangnya dukungan
pada keluarga menimbulkan beban intrumental yang diberikan oleh keluarga.
psikologis yang cukup besar . Keluarga Dukungan intrumental dapat berupa
yang merasakan stigma tinggi akan makanan maupun obat-obatan. Stigma
menghindari dan menyembunyikan tinggi yang dirasakan keluarga merupakan
hubungan keluarga dengan anggota faktor penghambat untuk dapat mengakses
keluarga yang menderita penderita pelayanan kesehatan. Hal ini di dukung

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 63


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

dengan adanya kepercayaan dan Stigma yang dialami keluarga sebagian


keyakinan terhadap penyebab gangguan besar tinggi dan dukungan yang diberikan
jiwa karena fenomena supranatural keluarga dalam merawat orang dengan
(Hawari,2001). Keyakinan faktor gangguan jiwa sebagian besar memberikan
supranatural sebagai penyebab gangguan dukungan buruk dan ada hubungan antara
jiwa berdampak pada kurangnya dukungan stigma dengan dukungan keluarga dalam
instrumental oleh keluarga, hal ini didukung merawat penderita gangguan jiwa. Petugas
dengan hasil penelitian yang menunjukkan kesehatan hendaknya memberikan
sebagian besar (52%) tempat pencarian pendidikan kesehatan kepada masyarakat
pengobatan ke non medis. tentang gangguan jiwa sehingga stigma
Faktor lain yang menunjukkan adanya tinggi yang dirasakan oleh keluarga tidak
hubungan stigma dengan dukungan berdampak terhadap dukungan keluarga
keluarga adalah faktor pendidikan. dalam memberikan perawatan pada orang
Pengalaman stigma tinggi keluarga lebih dengan gangguan jiwa.
dirasakan pada keluarga dengan DAFTAR PUSTAKA
pendidikan rendah (Yiyin et al,2014).
Bina Jiwa. (2015).Edisi 19. Rumah Sakit
Tingkat pendidikan merupakan prediktor Jiwa Daerah Surakarta.
kuat terhadap sosial ekonomi seseorang. Boyd formerly Ritsher, Jennifer E (2003),
Internalized stigma of mental illness:
Hasil penelitian menunjukkan hampir psychometric properties of a new
seluruhnya (72%) responden dengan measure, Psychiatry Research 121,
www.elsevier.com/locate/psychres
pendidikan SD dan hampir seluruhnya Buckles, dkk. (2008). Beyond Stigma and
(96%) dengan pendapatan Rp. < Discrimination : Challenges for Social
Work Practice in Psychiatric
1.200.000. Faktor sosial ekonomi disini Rehabilitation and Recovery, Journal
meliputi tingkat pendapatan atau of Social Work in Disability &
Rehabilitation, vol. 7, no. 3, hal. 232-
penghasilan keluarga klien, semakin tinggi 283
tingkat ekonomi keluarga akan lebih Ching Wu.H, Chen. F. (2016). Sociocultural
Factors Associated with Caregiver-
memberikan dukungan dan pengambilan Psychiatrist Relationship in Taiwan
keputusan dalam merawat orang dengan Psychiatry Investig. Psikiatri Investig.
13 (3): 288-296 dari
gangguan jiwa. Keluarga dengan kelas http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses
sosial ekonomi yang berlebih secara tanggal 14 Agustus 2016
Hawari.D .(2001). Pendekatan Holistik
finansial akan mempunyai tingkat dukungan Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
keluarga yang memadai. Penghasilan Gaya Baru. Jakarta
Friedman,M (2010). Keperawatan Keluarga
keluarga merupakan salah satu wujud dari Teori dan Praktek, Ed 3, Jakarta:EGC
dukungan intrumental yang akan digunakan Friedman, M.M, Bowden, O &
Jones,M,(2010). n Keluarga: teori dan
dalam mencari pelayanan kesehatan jiwa praktek: alih bahasa,Achir Yani
dalam merawat anggota keluarga yang S,Hamid…(et al): editor edisi bahasa
Indonesia, Estu Tiar,
mengalami gangguan jiwa (Friedman, Ed.5,Jakarta:EGC
2010). Franz.L, Carter T, Leiner A.S, Bergner. E.
(2010) . Stigma and treatment delay in
SIMPULAN DAN SARAN first-episode psychosis: a grounded

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 64


Ririn Nasriati | Stigma dan Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)

theory study. Early Interv Psychiatry. Notoatmojo, S. (2010). Metodologi


4(1): 47–56. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rika
http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses Cipta
tanggal 14 Agustus 2016 Rahmi, Anita. (2008). Stigma Gangguan
Ienciu.M, Romoşan.M, Bredicean.C. Jiwa Perspektif Kesehatan Mental
(2010). First Episode Psychosis And Islam. Skripsi .
Treatment Delay-Causes and Sherman, Patricia. (2007). Stigma, Mental
Consequences. Psychiatria Danubina. Illness, and Culture, Paper
Vol. 22, No. 4, pp 540–543. dari Presentation on April 3,2007.Availablet
http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses www.healingispossible.com
tanggal 14 Agustus 2016 Smith, A & Casswell, C. (2010). Stigma and
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Menuju Mental Illness : Investigating Attitudes
Indonesia Bebas Pasung. Jakarta: of Mental Health and Non-Mental
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Health Professionals and Trainees,
Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Journal of Humanistic Counselling,
Terdeia pada: Education and Development, vol. 49,
http://www.depkes.go.id/index.php/beri no. 2, hal. 189-202
ta/press-release/1242-menuju- Sharma N, Chakrabarti S, Grover S. (2016).
indonesia Gender differences in care giving
Kementerian Kesehatan RI. (2013). among family – caregivers of people
Laporan Nasional Riset Kesehatan with mental illnesses. World J
Dasar Tahun 2013 Jakarta: Badan Psychiatr, 22; 6(1): 7-17 dari
Penelitian dan Pengembangan http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses
Kesehatan. tanggal 14 Agustus 2016
Link, dkk. (2001). The Consequences of WHO. (2009). Improving Health Systemand
Stigma for the Self Esteem people with Service for Mental Health: WHO
Mental Illness,Psychiatric Services, Library Cataloguing-in-Publication
vol. 52, no. 12, hal. 1621-1626 Data
Magaña.SM, García. R. (2007). Yin,Y, Zhang,W, Hu..Z. (2014).
Psychological Distress Among Latino Experiences of Stigma and
Family Caregivers of Adults With Discrimination among Caregivers of
Schizophrenia: The Roles of Burden Persons with Schizophrenia in China:
and Stigma. Psychiatr Serv. 58(3): A Field Survey. PLOS ONE . Volume 9
378–384. Dari Issue 9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov diakses diakses tanggal 14 Agustus 2016
tanggal 15 Agustus 2016

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, APRIL 2017 | Halaman 65

Anda mungkin juga menyukai