Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat berupa
kumpulan mineral yang tidak terikat secara kimia dan bahan organic dalam kerak
bumi. Tanah dapat berubah wujud berupa kondisi padat, semi padat, dan lembek
yang tiap kondisi tersebut memiliki batas cair (LL) dan batas plastis (PL), selisih
LL dan PL disebut Indeks Plastisitas (IP). Tegangan geser akan meningkat
sebanding pertambahan tegangan normal pada tanah yang dapat digunakan untuk
pengujian plastisitas. Plastisitas menggambarkan kemampuan tanah untuk
berdeformasi pada volume yang tetap tanpa retakan atau remahan.
Fungsi tanah dapat diketahui dari sifat dan jenis tanah tersebut. sifat dan jenis
tanah dapat dikethaui berdasarkan asalnya, penyebaran butiran, kemampuan air
mengalir, sifat penampatan, dan lain-lain yang didapat dari uji tanah. Parameter-
parameter yang didapat dari praktikum uji tanah dapat digunakan untuk
mengetahui sifat tanah. Sifat-sifat dasar tanah digunakan untuk menentukan jenis
dan fungsi dari tanah tersebut agar tanah dapat digunakan secara maksimal. Tanah
yang digunakan tidak sesuai dengan fungsinya dapat menyebabkan kecelakaan
pada perencanaan dan hal buruk lainnya.
Mengetahui jenis tanah sangat dibutuhkan untuk penggunannya sehingga
perlu dilakukan pengujian sifat-sifat dasar dengan praktikum uji tanah. Tanah
yang digunakan berupa tanah berpasir yang cukup basah di tempat parkiran
dimana ada tanaman tumbuh dan tanah lempung di tempat bekas rawa yang
tanahnya lembek dan berair karena hujan dimalam sebelum pengambilan sampel.
Sampel tanah yang digunakan berasal dari daerah sekitar kampus C UNAIR.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari praktikum Uji Tanah Indeks Plastisitas adalah:
1. Bagaimana hasil analisis batas plastis terhadap sampel tanah di samping
Asrama Putri Universitas Airlangga ?
2. Bagaimana hasil analisis ukuran butiran tanah dan klasifikasi tanah di
lapangan belakang FST Universitas Airlangga ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum Uji Tanah Indeks Plastisitas adalah:
1. Mengetahui batas plastis terhadap sampel tanah disamping Asrama Putri
Universitas Airlangga.

1
2. Mengethaui ukuran butiran tanah dan klasifikasi tanah dilapangan
belakang FST Universitas Airlangga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

2
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara satu
dengan yang lain dan rongga-rongga dianatara bagian tersebut berisi udara dan air.
Akumulasi dari mineral yang tidak memiliki ikatan antara partikelnya juga dapat
membentuk tanah. Tidak adanya ikatan tersebut dalam kata lain disebut sebagai
tidak tersementasi. Mineral-mineral padat yang tidak tersementasi tersebut juga
diserta denga zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel
padat tersebut (Bembin, 2013).
Tanah merupakan produk alami di permukaan bumi ini. Keberadaannya
dihasilkan dari prses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di
dekat permukaan bumi. Pembentukan tanah dari bantuan induknya dapat berupa
proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat
pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat
perubahan cuaca atau suhu (Aziz dan Safitri, 2015).

2.2 Jenis-jenis Tanah


Tanah terjadi sebagai produk pecahan batuan yang mengalami pelapukan
mekanis atau kimia. Pelapukan mekanis mengakibatkan pecahnya butiran batuan
sehingga terbentuk ukuran yang lebih kecil seperti menjadi kerikil, pasir dan
lanau. Pelapukan kimia, menghasilkan kelompok partikel koloida berbutir halus
dengan ukuran butirnya lebih kecil dari 0,002 mm. Ada berbagai macam jenis-
jenis tanah untuk klasifikasi tanah dilapangan antara lain pasir dan kerikil,
hardpan, lanau anorganik, lanau organik, lempung, dan gambut (peat) (Aziz dan
Safitri, 2015).
Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat
material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat)
sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling
mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara
penumpukan butir (kerangka butiran). Sruktur dari tanah yang berkohesi
ditentukan oleh konfigurasi bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian
kecil ini (Bembin, 2013).

3
2.3 Ukuran dan Bentuk Partikel Tanah
Tanah memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda tiap partikelnya.
Campuran partikel yang terdiri dari tanah adalah salah satu atau seluruh jenis-jenis
seperti berangkal, kerikil, pasir, lanau, atau lempung. Berangkan merupakan
potongan batu yang besar dengan ukuran lebih dari 250-300 mm. Kerikil
berukuran 5-150 mm. Pasri memiliki ukuran 0,074 m sampai 5 mm. Lanau
berukuran 0,002 hingga 0,074 mm dan lempung berukuran lebih kecil dari 0,002
mm (Syamroni, 2014).

2.4 Analisis Ukuran Butiran Tanah


Uji analisis butiran tanah bertujuan untuk mengklasifikasikan tanah
berdasarkan ukuran butiran partikelnya. Analisis ini dilakukan dengan metode
analisis ayakan atau saringan (mesh). Analisis ayaka dilakukan dengan menyusun
rangkaian ayakan yang memiliki lubang-lubang dengan diameter yang berbeda-
beda, saringan yang memiliki ukuran lubang paling besar diletakkan di susunan
paling atas. Tanah yang akan diuji kemudian diletakkan pada ayakan paling atas,
dan diayak hingga tanah terus tersaring hingga ayakan paling bawah. Fraksi-frakis
tanah yang tertahan pada tiap ayakan lalu ditimbang dan dilakukan analisis
berdasarkan data yang diperoleh (Anonim1, 2008).

2.5 Batas Plastis


Batas plastis menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dalam
keadaan plastisatau kadar air minimum dimana tanah dapat digulung-gulung
sampai diameter3,1mm (1/8inchi). Batas plastis merupakan batas terendah dari
tingkat keplastisitasan suatu tanah (Terzaghi, 1987. Plastisitas disebabkan oleh
adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah plastisitas menggambarkan
kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang
konstan tanpa retak-retak atau remuk (Hary Christady, 2002). Bergantung pada
kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan
fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Bila tanah
dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antar partikel akan sedemikian
hingga partikel bebas menggelincir antara satu dengan yang lain, dengan kohesi
yang terpelihara (Hary Christady, 2003).

4
G. Djatmiko Soedarmo & S.J. Edy Purnomo (1997) menyatakan bahwa batas
cair dan batas plastis tidak secara langsung memberi angka-angka yang dapat
dipakai dalam perhitungan perencanaan, yang diperoleh dari percobaan batas-
batas Atterberg ini adalah suatu gambaran secara garis besar sifat-sifat tanah yang
bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik
yang buruk, yaitu kekuatannya/daya dukungnya rendah, pemampatan
(compressibility) tinggi dan sulit memadatkannya.
Silvia Sukirman (1992) menyatakan bahwa tanah berbutir halus lebih
ditentukan oleh sifat plastisitas tanahnya, sehingga pengelompokan tanah berbutir
halus dilakukan berdasarkan ukuran butir dan sifat plastisitas tanahnya. Tanah
berplastisitas tinggi mempunyai daya dukung yang kurang baik dan peka terhadap
perubahan yang terjadi.

2.6 Indeks Plastisitas


Menunjukkan sejumlah kadar air pada saat tanah dalam kondisi plastis,
dimana harga ini adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Harga ini
banyak dipakai sebagai indikator dari masalah stabilitas, terutaman terhadap
pengembangan dan penyusutan (Suyono, 1986). Indeks plastisitas (IP) adalah
selisih batas cair dan batas plastis :
PI = LL – PL
Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan tanah.
Jika tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat
tanah menjadi kering (Braja M. Das, 1993). Batasan mengenai harga Atterberg
untuk mineral lempung dan tingakat ekspansifitas lempung terdapat dalam Tabel
2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Harga-Harga Batas Atterberg untuk Mineral Lempung


Mineral Batas Cair Batas Plastis
Monmorillonite 100-900 50-100

5
Nontronite 37-72 19-27
Illite 60-120 35-60
Kaolinite 30-110 25-40
Halloysite terhidrasi 50-70 47-60
Halloysite 35-55 30-45
Attapulgite 160-230 100-120
Chlorite 44-47 36-40
Allophane 200-250 130-140
(Sumber : Braja M. Das, 1993)

Tabel 2.2 Tingkat Ekspansifitas Tanah

Liquid Limit Plasticity Index Potensial swell Potensial swell


(LL) (PL) (%) Classification
< 50 < 25 < 0,5 Low
50 – 60 25 – 35 0,5 – 1,5 Marginal
> 60 > 35 > 1,5 High
(Sumber : Braja M. Das, 1993)

2.7 Penentuan Batas Plastis Tanah dan Indeks Plastis Tanah


Batas Plastis dihitung berdasarkan persentasi berat air terhadap berat tanah
kering pada benda uji. Pada cara uji ini, material tanah yang lolos saringan ukuran
0.425 mm atau saringan No.40, diambil untuk dijadikan benda uji kemudian
dicampur dengan air suling atau air mineral hingga menjadi cukup plastis untuk
digeleng/dibentuk bulat panjang hingga mencapai diameter 3 mm. Metode
penggelengan dapat dilakukan dengan telapak tangan atau dengan alat penggeleng
batas plastis (prosedur alternatif). Benda uji yang mengalami retakan setelah
mencapai diameter 3 mm, diambil untuk diukur kadar airnya. Kadar air yang
dihasilkan dari pengujian tersebut merupakan batas plastis tanah tersebut
(Hardjowigeno, 2010).
Angka Indeks Plastisitas tanah didapat setelah pengujian Batas Cair (tidak
dibahas dalan buku ini) dan Batas Plastis selesai dilakukan. Angka Indeks
Plastisitas Tanah merupakan selisih angka Batas Cair (liquid limit, LL) dengan
Batas Plastis (plastic limit, PL) (Hardjowigeno, 2010).

6
2.8 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-
kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995). Sistem
klasfikikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara
singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang rinci.
Klasifikasi tanah sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan
melalui cara empiris yang tersedia dari hasil penelitian yang telah lalu (Ganijanti,
2002).
2.8.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur
Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur adalah keadaan permukaan
tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran butiran tiap-tiap
butir yang ada didalam tanah. Menurut pengklasifikasian tanah berdasarkan
teksturnya terbagi dalam beberapa kelompok: kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(slit) dan lempung (clay), atas dasar ukuran butirannya. Pada umumnya tanah asli
merupakan campuran butir-butir yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda.
Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar
komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandy clay),
lempung berlanau (silty clay), dan seterusnya (Rachim, 2002).
2.8.2 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaian
Sistem klasifikasi tanah berdesarkan tekstur adalah relatif sederhana karena ia
hanya didasarkan pada distribusi ukuran tanah saja. Dalam kenyataannya, jumlah
dan jenis dari mineral lempung yang dikandung oleh tanah sangat mempengaruhi
sifat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu, kiranya perlu untuk
memperhitungkan sifat plastisitas tanah, yang disebabkan adanya kandungan
mineral lempung agar dapat menafsirkan ciriciri suatu tanah, dan secara
keseluruhan tidak menunjukan sifat-sifat tanah yang penting, maka sistem tersebut
dianggap tidak memadai untuk sebagian besar dari keperluan teknik. Sistem
klasifikasi yang banyak digunakan dalam bidang geoteknik adalah Unified Soil
Classification System (USCS) dan system klasifikasi American Association of
State Highway and Transportation Officials (AASHTO). Sistem klasifikasi

7
AASHTO dikembangkan dalah tahun 1929 sebagai Public Road Administration
Classification System. Sistem ini berguna untuk menentukan kualitas tanah guna
perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Menurut sistem AASHTO
membagi tanah menjadi 8 kelompok, A-1 sampai dengan A-8 termasuk sub-sub
kelompok Tabel 2.2. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap
indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang
dilakukan adalah analisa saringan dan batas-batas Atterberg.

Tabel 2.3 Klasfikasi tanah untuk tanah dasar jalan raya AASHTO

Indeks kelompok (Group Index) yang selanjutnya disingkat menjadi GI


digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya.
Indeks kelompok dihitung dengan persamaan (Das, 1998) :
GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15)(PI – 10)
Keterangan :
GI : indeks kelompok (group index)
F : persen material lolos saringan No 200
PI : indeks plastisitas (%)
LL : Batas Cair
Bila nilai (GI) semakin tinggi, maka kualitas tanah semakin berkurang. Tanah
granuler diklasifikasikan ke dalam klasifikasi A-1 sampai A-3. A-1 adalah tanah
granuler yang bergradasi baik, sedangkan A-3 adalah tanah granuler yang

8
bergradasi buruk. A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35 % lewat saringan
No. 200), tetapi masih terdiri atas tanah lanau dan lempung. Tanah berbutir halus
diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Beda keduanya
didasarkan batas-batas Atterberg (Subardja dkk, 2014).
Sistem klasifikasi Unified mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada
tahun 1942 untuk dipergunakan dalam pekerjaan pembuatan lapangan terbang
oleh The Army Corps of engineers selama perang dunia II. Pada masa kini,
klasifikasi Unified digunakan secara luas oleh para ahli teknik. Pada Sistem
Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (Kerikil dan Pasir)
jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir halus
(lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200 (Subardja dkk,
2014). Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan
subkelompok yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah:
G = Kerikil (Gravel) Pt = Tanah gambut dan tanah
S = Pasir (Sand) organik tinggi
C = Lempung (Clay) W = Gradasi baik (Well-graded)
M = Lanau (Slit) P = Gradasi buruk (poorly-graded)
O = Lanau atau lempung organik H = Plastisitas tinggi
L = Plastisitas rendah
Tabel 2.4 Sistem klasifikasi tanah Unified

9
Untuk klasifikasi yang benar, perlu diperhatikan faktor-faktor berikut (Sutono
et. al, 2010) :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
3. Koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) untuk tanah dimana
0-12% lolos ayakan No. 200
4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan
No.
40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan No. 200)
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem Unified adalah sebagai
berikut :
1) Tentukan apakah tanah berupa burtiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan No.200.
2) Jika tanah berupa butiran kasar :
a) Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran
b) Tentukan persen butiran lolos saringan No.4. Bila persentase butiran
yang lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil.
Bila persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai
pasir
c) Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan No.200. Jika persentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik
distribusi butiran dengan menghitung Cu dan Cc. jika termasuk
bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau SW
(bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP
(bila kerikil) atau SP (bila pasir). Jika persentase butiran tanah yang lolos
saringan No.200 diantara 5 sampai 12%, tanah akan mempunyai symbol
dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan
sebagainya).
d) Jika pesentase butiran yang lolos saringan No.200 lebih besar 12%,
harus dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran
tanah yang tinggal dalam saringan No.40. Kemudian, dengan

10
menggunakan diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC,
SM, SC, GM – GC atau SM – SC)
3) Jika tanah berbutir halus :
a) Kerjakan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan No.40. Jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50,
klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah). b) Untuk H (plastisitas
tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah
garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau 13 anorganik (MH).
Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH
b) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organic (OL) atau anorganik (ML) berdasarkan
warna, bau atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven
c) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan
simbol dobel.

(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Mekanika Tanah dilakukan di Ruang 122 Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Airlangga dengan koordinat -7.265637, 112.783381.
Pengambilan sampel tanah lempung dilakukan di samping Asrama Putri Kampus
C Universitas Airlangga dengan koordinat 7°16’06”S 112°47’17”E pada hari
Rabu, 27 Maret 2019 pukul 09.00 dan pengambilan sampel tanah berpasir
dilakukan di Parkiran belakang Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

12
Airlangga dengan koordinat 7°15’56”S 112°46’55”E pada hari Rabu, 27 Maret
2019 pukul 09.00.

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Berpasir


(Sumber : Anonim2, 2019)

Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung


(Sumber : Anonim2, 2019)

Gambar 3.3 Laboratorium 122 Lokasi Pengovenan dan Pengayakan Tanah


(Sumber : Anonim2, 2019)

13
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum Mekanika Tanah adalah latex, neraca
O’Hauss, neraca analitik, cawan Petri, papan dada, plastik ziplock, silinder crop,
oven, dan mesh (ukuran 4, 10, 20, 40, 60, 100, dan 200 mesh).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum Mekanika Tanah adalah akuades,
sampel tanah berpasir diparkiran belakang FST dan sampel tanah lempung di
samping asrama putri UNAIR Kampus C.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum Mekanika Tanah adalah sebagai
berikut:
3.3.1 Batas Plastis Tanah

Pengujian Batas Plastis Tanah

 Plastik ziplock dan silinder crop disiapkan.


 Sampel tanah lempung diambil pada 3 titik yang berbeda disekitar lokasi
pengambilan awal dengan menggunakan silinder crop, kemudian 3 sampel
tanah lempung dimasukkan ke dalam plastik ziplock.

A
A
 Sampel tanah lempung dibentuk lidi dengan diameter 3 mm dan panjang 5
cm.
 Sampel tanah lempung 1, 2, 3 dimasukkan ke dalam masing-masing cawan
petri.
 Cawan petri kosong ditimbang menggunakan neraca analitik
 Cawan petri berisi sampel tanah 1, 2, 3 ditimbang satu persatu
menggunakan neraca analitik.
 Sampel tanah dalam cawan petri diletakkan ke dalam loyang, kemudian di
oven selama ± 3 jam.
 Sampel tanah lempung 1, 2, 3 yang telah dioven ditimbang kembali satu
persatu menggunakan neraca O’Hauss.
 Hasil timbangan dicatat dan dilakukan analisis perhitungan

Hasil: Mengetahui batas plastis tanah


Gambar 3.4 Skema Kerja Pengujian Batas Plastis Tanah
lempung
14
3.3.2 Butiran Tanah
Analisis Butiran Tanah
 Plastik ziplock dan silinder crop disiapkan.
 Sampel tanah berpasir ke 1 diambil sebanyak setengah dari tinggi silinder
crop menggunakan silinder crop, kemudian sampel tanah berpasir
dimasukkan ke dalam plastik ziplock.
 Sampel tanah berpasir ke 2 dan 3 diambil disekitar lokasi sampel tanah
berpasir ke 1 dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock.
 Semua sampel tanah berpasir dimasukkan ke dalam loyang, kemudian
dioven selama ±3 jam.
 Sampel tanah berpasir diayak menggunakan mesh berbagai ukuran,
kemudian pada butiran tanah yang ditemukan disetiap ukuran mesh
diletakkan kedalam cawan petri dan ditimbang menggunakan neraca
O’Hauss.
 Hasil timbangan tanah yang tertahan dicatat sehingga diperoleh 6 data
ayakan tanah, kemudian dilakukan analisis perhitungan.
Mengetahui jenis ukuran tanah yang dominan dan klasifikasi tanah serta
prosedur dalam praktikum Mekanika Tanah.

Gambar 3.5 Skema Kerja Analisis Butiran Tanah

(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum Uji Tanah memiliki tujuan untuk mengetahui batas plastis, batar
cair, indek plastisitas tanah dan mengetahui ukuran butiran tanah dan klasifikasi
tanah. Sampel diambil dengan menggunakan alat cylinder crop dan analisis
menggunakan mesh. Sampel diambil di lapangan basket dekat asrama putri
Universitas Airlangga untuk tanah lanau atau lempung dan lapangan belakang
FST Universitas Airlangga untuk tanah berpasir pada hari Rabu, 27 Maret 2019.
Analisis tanah langsung dilakukan pada hari yang sama di ruang laboratorium
124.

16
4.1 Analisis Batas Plastis Sampel Tanah di Samping Asrama Putri
Universitas Airlangga
Praktikum uji tanah menguji batas plastis tanah bertujuan untuk menentukan
batas minimal kadar air ketika tanah tersebut masih dalam keadaan plastis. Uji
batas plastis tanah memiliki tujuan lain yaitu untuk menentukan nilai dari batas
cair suatu sampel tanah. Hasil dari uji batas platis dan batas cair sampel ini dapat
digunakan untuk mencari indeks plastisitas tanah. Indeks plastisitas dapat dicari
dengan mengurangkan hasil uji batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas (PI)
menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai indeks plastisitas tinggi,
maka tanah banyak megandung butiran lempung.
Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan nilai batas cair dan batas plastis
tanah adalah sampel diambil dengan menggunakan silinder crop sedalam setengah
dari tinggi silinder crop. Sampel yang digunakan merupakan tanah yang berjenis
lanau-lempung. Sampel tanah selanjutnya dimasukkan kedalam ziplock.
Pengambilan sampel dilakukan 2 kali di lokasi yang sama. Sampel tanah
selanjutnya diberi air (akuades) sebanyak 1-3 ml. Tujuan pemberian air ini adalah
untuk melunakkan tanah agar mudah dianalisis. Sampel yang telah diberi air
dipilin perlahan sampai berbentuk lidi dengan diameter 3 mm dan panjang 5 cm.
Sampel berbentuk lidi letakkan ke dalam masing-masing cawan petri dan
ditimbang. Sampel diberi label dan dioven pada suhu 100⁰C selama 1 jam.
Sampel lidi yang telah dioven ditimbang dan dianalisis batas plastis serta batas
cair dari sampel tersebut.
Sampel selanjutnya dianalisis berat air, berat tanah kering, batas plastis (PL),
batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI). Data yang didapatkan berasal dari berat
cawan petri kosong (W1), berat cawan dan sampel sebelum dioven (W2) dan berat
cawan petri dan sampel setelah dioven (W3). Hasil perhitungan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.1 Data Perhitungan Uji Batas Plastis
Indeks
Berat Tanah Batas Batas
Sampel Berat Air Plastisitas
Kering Plastis (PL) Cair (LL)
(PI)
1 0,45 gram 1,25 gram 36% 45% 9%
2 0,30 gram 1,30 gram 28,08% 30% 6,92%
3 0,35 gram 1,10 gram 31,18% 35% 3,19%

17
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa berat air dalam tanah sangat
mempengaruhi batas plastis tanah. Semakin tinggi berat air atau kadar air dalam
tanah maka semakin tinggi pula batas plastis tanah tersebut. Batas plastisitas juga
mempengaruhi indeks plastisitas. Indeks plastisitas mempengaruhi rentang kadar
air dalam suatu tanah. Semakin besar indeks plastisitas maka semakin besar pula
rentang kadar air daerah plastis tanah tersebut.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dari ketiga sampel, sampel 1
merupakan tanah yang mengandung banyak lempung, memiliki kuat tekan yang
rendah dan angka kembang-susut yang besar. Hal ini dikarenakan tingginya
indeks platisitas pada sampel tanah tersebut.

4.2 Analisis Ukuran Butiran Tanah dan Klasifikasi Tanah di Lapangan


Parkir Belakang FST Universitas Airlangga
Praktikum Uji Tanah memiliki salah satu tujuan untuk mengetahui ukuran
butiran tanah dan klasifikasi tanah. Sampel tanah yang akan diuji diambil dari 2
lokasi yang berbeda dengan jenis tanah lanau-lempung dan jenis tanah berpasir.
Sampel tanah lanau-lempung dilakukan pengambilan sampel di samping asrama
putri Universitas Airlangga, sedangkan sampel tanah berpasir dilakukan
pengambilan sampel di parkiran belakang FST Universitas Airlangga. Sampel
tanah diambil menggunakan alat cylinder crop sebanyak setengah dari tinggi
cylinder crop, sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam plastik ziplock dan
dilakukan pengambilan sampel sebanyak 3 kali.
Sampel tanah yang digunakan untuk analisis ukuran butiran tanah adalah
sampel tanah berpasir. Sampel tanah yang diambil kemudian diletakkan pada
loyang untuk dioven pada suhu 100°C selama 1 jam. Sampel dioven memiliki
tujuan untuk menghilangkan kandungan air pada tanah, sehingga memudahkan
proses analisis ukuran butiran tanah menggunakan mesh. Sampel dioven pada
suhu 100°C selama 1 jam karena pada suhu dan waktu tersebut optimal untuk
menguapkan kandungan air pada sampel tanah. Proses analisis setelah dioven
adalah pengayakan. Sampel tanah diayak menggunakan mesh dengan disaring dari
nomor ayakan terkecil ke nomor ayakan terbesar. Ayakan mesh yang digunakan
yaitu nomor 4 dengan diameter lubang saringan 4,75 mm, nomor 10 dengan

18
diameter lubang saringan 2 mm, nomor 20 dengan diameter lubang saringan 0,85
mm, nomor 40 dengan diameter lubang saringan 0,425 mm, nomor 60 dengan
diameter lubang saringan 0,25 mm, nomor 100 dengan diameter lubang saringan
0,15 mm, dan nomor 200 dengan diameter lubang saringan 0,075 mm. Sampel
tanah yang telah diayak dan tertahan di masing-masing nomor ayakan kemudian
ditimbang dan dihitung persentase lolosnya.
Hasil persentase lolos setiap nomor ayakan mesh diplot pada grafik semi log
yang terdapat pada lampiran untuk mendapatkan nilai D10, D30, dan D60. Nilai yang
didapatkan D10 adalah sebesar 0,6 mm yang berarti 10% dari berat partikel sampel
tanah parkiran belakang FST Universitas Airlangga memiliki diameter ≤ 0,6 mm.
Nilai D10 merupakan nilai diameter efektif tanah (effective size) yang mana dapat
menunjukkan keefektifan suatu tanah untuk berperan sebagai filter, di mana
sangat penting dalam pengaturan aliran air melalui tanah dan dapat menentukan
perilaku mekanis tanah. Nilai D10 yang besar menunjukkan tanah lebih kasar dan
memiliki karakteristik drainase yang baik. Nilai D10 dari sampel tanah di lapangan
belakang FST Universitas Airlangga adalah sebesar 0,6 mm yang menunjukan
ukuran partikel sedang yang dapat digolongkan dalam ukuran pasir, berarti tanah
di lapangan belakang FST Universitas Airlangga memiliki karakteristik drainase
yang baik. Nilai yang didapatkan D30 adalah sebesar 3,3 mm yang berarti 30% dari
berat partikel sampel tanah parkiran belakang FST Universitas Airlangga memiliki
diameter ≤ 3,3 mm. Nilai yang didapatkan D60 adalah sebesar 7,7 mm yang berarti
60% dari berat partikel sampel tanah parkiran belakang FST Universitas
Airlangga memiliki diameter ≤ 7,7 mm.
Nilai koefisien keseragaman (Cu) dan nilai koefisien kelengkungan (Cc)
kemudian dapat dihitung dari nilai D10, D30, dan D60 yang telah didapatkan. Nilai
koefisien keseragaman (Cu) dan nilai koefisien kelengkungan (Cc) dapat
memberikan petunjuk karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya atau
untuk kepentingan analisis keragaman tanah. Nilai koefisien keseragaman (Cu)
dari sampel tanah di lapangan belakang FST Universitas Airlangga adalah sebesar
12,83 dan nilai koefisien kelengkungan (Cu) sebesar 2,36. Nilai koefisien
keseragaman dan koefisien kelengkungan yang didapatkan menunjukkan bahwa
tanah di parkiran belakang FST Unair memiliki gradasi yang baik, di mana tanah

19
yang memiliki gradasi yang baik harus mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah
kerikil), Cu > 6 (untuk tanah pasir), dan nilai Cc antara 1-3 (untuk kerikil dan
pasir). Tanah di parkiran belakang FST Universitas Airlangga memiliki gradasi
yang baik (well-graded) didukung juga oleh grafik yang terbentuk pada lampiran
yaitu lurus dan panjang yang menunjukkan tanah memiliki rentang distribusi
ukuran partikel yang relatif lebih luas.
Klasifikasi tanah merupakan penentuan sifat-sifat tanah yang hasilnya dapat
digunakan untuk mengevaluasi masalah tertentu dan membantu perancangan
suatu bangunan atau proyek yang berhubungan dengan tanah seperti
pembangunan aliran air. Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk
memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Sistem
klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum di
mana tanah memiliki kesamaan sifat fisis karena variasi sifat dan perilaku tanah
yang begitu beragam. Klasifikasi tanah yang digunakan untuk analisis sampel
tanah di parkiran belakang FST Universitas Airlangga menggunakan sistem
klasifikasi USCS dan sistem klasifikasi AASHTO. Sistem klasifikasi USCS dan
AASHTO menggunakan dasar yang sama yaitu ukuran butiran dan plastisitas
tanah. Sistem klasifikasi ini juga memisahkan tanah ke dalam 2 kategori yaitu
tanah berbutir kasar (coarse grained) dan tanah berbutir halus (fine grained).
Tanah di parkiran belakang FST Universitas Airlangga pada uji mesh
menunjukkan sebanyak 0,68% tanah lolos melewati saringan ayakan mesh nomor
200, sehingga dapat digolongkan ke dalam kelompok tanah yang berbutir kasar.
Tanah yang lolos melewati saringan ayakan nomor 4 sebanyak 48,63% yang
berarti tanah dikelompokkan dalam kerikil (gravel). Nilai Cu sebesar 12,83 dan
nilai Cc sebesar 2,36 sehingga tanah diklasifikasikan pada kelompok GW. Tanah
pada kelompok GW menunjukkan bahwa tanah di parkiran belakang FST
Universitas Airlangga merupakan kerikil yang memiliki gradasi yang baik, sedikit
atau tidak mengandung fraksi halus.
Tanah di parkiran belakang FST Universitas Airlangga pada uji mesh
menunjukkan tanah yang lolos pada saringan ayakan nomor 10 sebanyak 29,18%,
tanah yang lolos pada saringan ayakan nomor 40 sebanyak 10,95%, dan tanah
yang lolos pada saringan ayakan nomor 200 sebanyak 0,68%. Persentase tanah

20
yang lolos pada saringan ayakan mesh nomor 10, 40, dan 200 tersebut
menunjukkan tanah di lapangan belakang FST Universitas Airlangga dapat
diklasifikasikan ke dalam golongan tanah granuler tipe A-1 dan tipe A-2. Tanah
granuler A-1 menunjukkan bahwa tanah di lapangan belakang FST Universitas
Airlangga memiliki indek plastisitas maksimal 6 dengan fraksi tanah kerikil dan
pasir. Tanah granuler A-1 memiliki kondisi kuat dukung yang sangat baik hingga
baik. Tanah granuler A-2 menunjukkan bahwa tanah di lapangan belakang FST
Universitas Airlangga memiliki fraksi tanah kerikil, pasir, dan lanau atau
lempung. Tanah granuler A-2 juga menunjukkan kondisi kuat dukung yang sama
dengan tanah granuler A-1 yaitu sangat baik hingga baik.

(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Uji Tanah ini yaitu:
1. Berdasarkan pengamatandari ketiga sampel, sampel 1 merupakan tanah
yang mengandung banyak lempung, memiliki kuat tekan yang rendah dan
angka kembang-susut yang besar. Hal ini dikarenakan tingginya indeks
platisitas pada sampel tanah tersebut. Semakin besar indeks plastisitas
maka semakin besar pula rentang kadar air daerah plastis tanah tersebut.
2. Sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengetahui klasifisasi tanah yaitu
sistem klasifikasi USCS dan AASHTO, berdasarkan sistem USCS Tanah

22
di parkiran belakang FST diklasifikasikan pada kelompok GW atau kerikil
yang memiliki gradasi yang baik, sedikit atau tidak mengandung fraksi
halus, dan berdasarkan sistem AASHTO Tanah di parkiran belakang FST
dapat diklasifikasikan ke dalam golongan tanah granuler tipe A-1 dan tipe
A-2.

5.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini sebaiknya praktikan:
1. Membaca terlebih dahulu petunjuk praktikum yang telah diberikan.
2. Lebih teliti dalam mengamati, menganalisis, dan menghitung data yang
diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2008. Cara Uji Analisis Ukuran Butir Tanah. Jakarta: Standar Nasional
Indonesia.

Anonim2. 2019. https://www.google.co.id/maps/ (Diakses pada tanggal 14 Aprol


2019 pukul 06.15)

Aziz dan Safitri. 2015. Peningkatan Kekuatan Tanah Dasar Jalan Tanjung Api -
Api Menggunakan Bahan Tambah Chemical Geopolymer Ditinjau Dari Nilai
CBR. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.

Bembin, Syarif Ali. 2013. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca
Pembakaran Menggunakan Bahan A Dditi Ve Abu Ampas Tebu. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

23
Braja M. Das, 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik).
Jakarta: Erlangga.

Das, B. M. 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I,


PT. Jakarta: Erlangga.

Das, B.M. 1998. Mekanika Tanah, jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Ganijanti A.S. 2002. Seri Fisika Dasar Mekanika. Jakart: Salemba Teknika.

G. Djatmiko Soedarmo, S.J. Edy Purnomo. 1997. Mekanika Tanah 2. Yogyakarta:


Kanisius.

Hardiyatmo, H. C., 1996. Mekanika Tanah 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama

Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu tanah. Jakarta: Akademik Persindo.

Hary Christady Hardiyatmo. 2002. MEKANIKA TANAH I. Jogjakarta: Gadjah


Mada University Press.

Hary Christady Hardiyatmo. 2003. MEKANIKA TANAH II. Jogjakarta: Gadjah


Mada University Press.

Rachim. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor

Subardja, dkk. 2014. Klasifikasi Tanah Nasional. Bogor: Badan penelifian dan
pengembangan sumber daya pertaanian

Sukirman, S., 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Penerbit Nova.

Sutono, S., Maswar, dan Yusrial. 2010. Penetapan Plastisitas Tanah. Bogor:
Balai Penelitian Tanah

Suyono, SD. 1986. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta: Pradnya
Paramita

Syamroni, Muhammad. 2014. Studi Sifat Mekanik Tanah Organik Yang


Distabilisasi Menggunakan Cornice Adhesive. Bandar Lampung: Universitas
Lampung.

Terzaghi, K., Peck, R. B. 1987. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa.


Jakarta: Penerbit Erlangga

24

Anda mungkin juga menyukai