Anda di halaman 1dari 2

lah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam

MDGs adalah status gizi anak balita. Masa anak balita merupakan kelompok yang rentan

mengalami kurang gizi salah satunya adalah stunting. Stunting (pendek) merupakan ganguan

pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi
kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U)
kurang dari -2 SD .

Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering

dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada lima

faktor utama penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan

paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan [3]. Faktor yang berhubungan dengan status gizi kronis pada

anak balita tidak sama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga upaya

penanggulangannya harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi.

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial

dan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita

pada jangka panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di

kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik.

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat
dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan

tidak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak

Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di

Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).

Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi

stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya

berada di bawah rata-rata Kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi
begitu saja sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk
yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Beberapa faktor yanh dapat digambarkan menjadi
penyebab stunting. 1) kurang taunya pengetahun sang ibu tentang bagaimana keadaan gizi sehat
sebelum kelahiran dan sesudah melahirkan 2) Masih kurangnya akses rumah tangga /

keluarga ke makanan bergizi. Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia

masih tergolong mahal 3) kurang terjaganya kualitas sanitasi masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan stuting pada balta, namun karena mereka

sangat tergantung pada ibu/keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan yang

mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Pengurangan status gizi

terjadi karena asupan gizi yang kurang dan sering terjadinya infeksi. Jadi faktor lingkungan, keadaan
dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh pada status gizi balita.

Kesimpulannya masalah gizi di indonesia masih menghantui indonesia yang ditandai dengan adanya
kasus kurang gizi seperti stunting ini. Stuntinh sendiri disebabkan oleh faktor multi dimensi dan cara
pencegahannya melalui pemberian asi ekslusif sampai umur 6 bulan dan memperhatikan
pemenuhan gizi yang perlu diasup oleh ibu selama mengandung dan setelah melahirkan

Anda mungkin juga menyukai