KEPULAUAN SERIBU
1
Aurigha Haidar Brabo , Anisa Nurrismawati , Aisyah Watdatul .J. , Kholifah Nuraini,
Rinjani Ayu Rizkia, Emyra Deska R.U , Hasna Hanifa , Shania Putri
1
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Jl.Rawamangun Muka , Jakarta Timur , Indonesia.Tel : +62 214894909 * E-mail
Address:aurigahaidar@12@gmail.com
Abstract
Macroalgae is a group of plants that has a structure which cannot be defined between
root, stem , and leaves like the other higher (vascular) plants. The distribution of macroalgae
is generally found in Indonesian water such as Tidung Island in Kepulauan Seribu. This
research aims to know the community structures which include diversity, evenness , and
dominance of macroalgae found in Tidung Island. This research is conducted in February
2019 using descriptive methode and random sampling technic to determine the research
location. Based on the result, the diversity index of both locations is categorized as a low, the
dominance index of both locations is low, and the evenness index of south-side of sea
showing the result as low and for the north-sides of sea showing the result as medium.
Abstrak
Kepulauan Seribu adalah salah satu kabupaten administratif dari wilayah DKI Jakarta
yang tingkat keasrian dan keindahan alamnya masih cukup terjaga. Sebagai satu-satunya
pulau yang terletak di wilayah DKI Jakarta, maka pemerintah telah menetapkannya sebagai
salah satu wilayah konservasi yang dilindungi oleh Undang-Undang. Salah satu pulau yang
terletak di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah Pulau Tidung. Pulau Tidung
memiliki luas sekitar 106 hektar yang terbagi atas Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung
Kecil. Antara kedua pulau tersebut dihubungan oleh suatu jembatan panjang yang disebut
Jembatan Cinta oleh penduduk sekitar. Pulau yang terletak di Teluk Jakarta ini menyimpan
keindahan serta beragam spesies hewan dan tumbuhan yang masih hidup saat ini salah
satunya adalah keberadaan alga.
Alga merupakan salah satu tumbuhan yang merupakan organisme tingkat rendah dan
memiliki kelimpahan yang tinggi di perairan Indonesia sehingga menjadi habitat bagi 88 jenis
alga dari seluruh alga di dunia (Tomascik et al. 2013). Secara umum, alga dapat dibedakan
menjadi makroalga dan mikroalga. Makroalga merupakan kelompok alga yang mampu dilihat
oleh mata tanpa alat bantu apapun serta berukuran besar, sedangkan mikroalga adalah
kelompok alga yang membutuhkan alat bantu untuk melihatnya misalnya menggunakan
mikroskop. Makroalga diklasifikasikan kedalam 4 kelompok utama berdasarkan kandungan
pigmen fotosintesis, yaitu Chlorophyta (green algae) yang mengandung klorofil, Phaeophyta
(brown algae) yang mengandung karotenoid dan Rhodophyta (red algae) yang mengandung
Phycobilins (phycoerythrin) dan Cyanophyta yang mengandung fikobilin (John,D.M,Whitton
BA,Brook AJ,2011).
Dari struktur morfologi, makroalga merupakan tumbuhan yang tidak dapat dibedakan
strukturnya antara akar, batang, dan daun sehingga tubuh makroalga umumnya disebut
sebagai “tallus” (Sumich,1992). Talus merupakan tubuh vegetative makroalga yang belum
mengenal diferensiasi akar, batang, dan daun sebagaimana yang ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinggi. Pada makroalga struktur yang menyerupai akar disebut sebagai “holdfast” yaitu
suatu bagian yang berfungsi untuk melekat pada substrat, bagian yang menyerupai batang
pada makroalga disebut sebagai “stipe” dan bagian yang menyerupai daun disebut sebagai
“blades”. Pada beberapa jenis makroalga terdapat suatu struktur yang disebut “air blader”
yang berfungsi sebagai tempat menyimpan oksigen (Tjitrosoepomo,2009).
Makroalga memiliki peranan ekologis yakni sebagai tempat perlindungan bagi biota
laut lain maupun sebagai penyedia karbonat di lautan karena mampu membentuk lingkungan
khas dengan cara berasosiasi bersama organisme laut lainnya untuk dapat bertahan hidup
(Steinmann,1996). Manfaat lainnya makroalga secara ekologis lainnya sebagai produsen
primer di perairan dan menjadi pakan alami bagi hewan laut. Selain itu, makroalga juga
menjadi habitat bagi mikroalga epifit (Riani, 2016)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strutur komunitas yang meliputi keragaman,
keseragaman dan dominansi serta karakteristik dari makroalga. Kehadiran komunitas
makroalga ini dapat dijadikan indikator untuk mengetahui tingkat pencemaran dan kerusakan
lingkungan dengan cara membandingkan struktur komunitas makroalga dengan hasil
penelitian setelahnya (Kadi, 2006). Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang
mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas.
Secara umum ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur
komunitas yaitu keanekaragaman spesies, interaksi spesies dan interaksi fungsional
(Schowalter, 1996).
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah handphone, underwater
sheet, kuadran 1m x 1m, plot, termometer, field guide, serta data pendukung yang berupa
posisi lokasi sampling yang ditentukan dengan GPS(Global Positioning System).
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Parameter Satuan Alat/Bahan
1. Suhu ˚C Termometer
2. Salinitas ‰ Salinometer
3. Derajat keasaman (pH) - pH meter
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data
menggunakan random sampling. Pada pengambilan sampel secara random, proses
pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap
anggota populasi untuk menjadi anggota sampel (Nasution, 2003).
Pengambilan data dilakukan dengan penarikan transek sepanjang 10 m yang tegak
lurus dengan garis pantai dan melakukan dua kali pengulangan di setiap dermaga. Jarak
antara transek satu dengan transek berikutnya adalah 1 meter. Kami mengambil data
dengan menggunakan plot berukuran 1 x 1 m sebanyak 100 plot di pulau Tidung Kecil
bagian Utara dan bagian Selatan.
D. Cara Kerja
Dari hasil penelitian strukutur komunitas makroalga yang dilakukan di Pulau Tidung
Kecil, Kepulauan Seribu yang meliputi dua stasiun yaitu stasiun 1(pantai bagian selatan) dan
stasiun 2 (pantai bagian utara) didapatkan dua divisi utama yaitu Chlorophyta (alga hijau) dan
Phaeophyta (alga coklat), yang terdiri dari 3 kelas , 5 famili, dan 19 spesies pada kedua
stasiun. Pada pantai bagian utara ditemukan makroalga yang paling banyak ditemukan berasal
dari divisi Chlorophyta (alga hijau) yang berasal dari genus Caulerpa dan Halimeda
kemudian diikuti dengan makroalga dari divisi Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta
(alga merah) yaitu dari spesies Padina, Dictyota, Turbinaria, dan Sargassum, sedangkan dari
divisi Rhodophyta didapat berupa Galaxaura, Laurencia sp, dan Achantophora. Sedangkan
pada pantai bagian selatan ditemukan makroalga dari divisi Chlorophyta (alga hijau) yang
berasal dari genus Caulerpa, Halimeda, Bourgesenia, dan Bodlea. Kemudian diikuti dengan
ditemukannya makroalga yang berasal dari divisi Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta
(alga merah). Untuk divisi Phaeophyta yang ditemukan antara lain Padina, Dictyota,
Sargassum, dan Turbinaria, diikuti dengan genus dari divisi Rhodophyta yaitu Euchema,
Galaxaura, Laurencia ,dan Achantopora serta satu spesies yang belum teridentifikasi.
Komposisi spesies makroalga di stasiun 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3. Makroalga yang ditemukan di lokasi pengamatan yaitu pantai bagian selatan
(stasiun 1) dan pantai bagian utara (stasiun 2)
Secara keseluruhan komunitas makroalga yang ditemukan pada pantai bagian selatan
dan pantai bagian utara di Pulau Tidung Kecil didominasi oleh keberadaan makroalga hijau.
Penelitian yang dilakukan dengan menarik transek sejauh 10 meter dari bibir pantai bagian
selatan ditemukan bahwa komunitas makroalga yang jumlahnya sedikit, hanya beberapa
Caulerpa sampel 1 dan Padina sp. yang ditemukan. Hal ini dikarenakan pada jarak tersebut
kondisi ekologi pantai yang digunakan sebagai tempat penelitian memiliki kondisi yang
cukup buruk, karena banyak ditemukan sampah yang berserakan sehingga tidak
memungkinkan makroalga untuk melekat pada substrat di dalamnya. Selanjutnya ditarik
transek hingga sejauh 140 meter menuju kearah tubir pantai di pantai bagian selatan
ditemukan banyak komunitas makroalga yang berasal dari divisi Chlorophyta.
Pada pantai bagian utara ditarik transek hingga 140 meter menjauhi bibir pantai
ditemukan makroalga yang cukup banyak dibandingkan dengan pantai bagian selatan. Hal ini
dikarenakan kondisi ekologi pantai bagian utara lebih bersih dari sampah selain itu kondisi
airnya pun lebih tenang dibandingkan dengan pantai bagian selatan. Kebanyakan makroalga
yang ditemukan pada pantai bagian utara berasal dari makroalga hijau dan makroalga coklat
serta spesies dari makroalga merah. Pada pantai bagian utara ditemukan makroalga dari divisi
Phaeophyta lebih banyak ditemukan. Spesies seperti Padina sp, Turbinaria sp, dan
Sargassum sp., banyak ditemukan melekat pada substrat pasir. Kondisi pola sebaran
makroalga dengan tipe habitat berupa partikel-partikel pasir, lumpur halus, patahan frakmen
pecahan karang, pasir kasar, rataan karang dan batu karang atau struktur tipe substrat sangat
menentukkan variasi jenis makroalga yang tumbuh di lokasi penelitian (Kadi 2014).
Suhu
Hasil pengukuran pada kedua lokasi penelitian menunjukkan suhu berkisar antara 30°C
sampai 31°C. Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa suhu di lautan adalah salah satu
faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme, karena suhu sangat mempengaruhi baik
aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme-organisme tersebut. Luning
(1990) menyatakan bahwa temperatur optimal untuk pertumbuhan makroalga yang hidup di
daerah tropis berada pada kisaran 15-30 °C. Suhu perairan pada kedua stasiun dikatakan
cukup optimal bagi pertumbuhan makroalga di Pulau Tidung Kecil.
Salinitas
Hasil pengukuran salinitas pada kedua penelitian menunjukkan kisaran 24-30‰. Makroalga
hidup pada kisaran salinitas 30-32 ‰, akan tetapi banyak makroalga yang hidup pada kisaran
salinitas yang lebih tinggi. Semakin besar toleransi makroalga terhadap salinitas (eurihalin)
maka penyebarannya akan lebih luas sebaliknya semakin kecil toleransi makroalga terhadap
salinitas (stenohalin) maka penyebarannya akan lebih sempit. Di pantai bagian selatan dengan
salinitas sebesar 24‰ didapat hasil paling banyak ditemukan adalah Halimeda sampel 1 dan
Caulerpa sampel 1.
1.8
1.6
1.4
nilai strukur komunitas makroalga
1.2
1
(lnd/m2)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Pantai bagian selatan pantai bagian utara
Keanekaragaman 1.1866 1.6739
keseragaman 0.40299 0.5684
dominansi 0.4985 0.23297
Gambar 1. Histogram indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) makroalga di 2 lokasi Penelitian
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D). Berdasarkan hasil analisis
struktur komunitas yaitu keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) pada 2
stasiun lokasi penelitian menunjukkan bahwa pada stasiun 1 memiliki indeks keanekaragaman
(H’) sebesar 1.1866, indeks keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar 0.40299, indeks
dominansi (D) pada stasiun 1 sebesar 0.4985 sedangkan pada stasiun 2 indeks
keanekaragaman (H') sebesar 1.6739, indeks keseragaman (E) sebesar 0.5684, indeks
dominansi (D) sebesar 0.23297.
Indeks keseragaman (E) di lokasi penelitian pantai bagian selatan sebesar 0.40299
mendekati 0.5 dan dikategorikan bahwa keseragaman di pantai bagian selatan termasuk kecil.
Pada lokasi penelitian pantai bagian utara didapat hasil keseragaman sebesar 0.5684 sehingga
termasuk ke dalam kategori sedang.
Sedangkan untuk indeks dominansi (D) di lokasi penelitian pantai bagian selatan
sebanyak 0.4985 mendekati 0.5 dengan kategori dominansi rendah. Sedangkan pada lokasi
penelitian pantai bagian utara didapat hasil sebesar 0.23297. Penyebaran makroalga dibatasi
oleh daerah litoral dan sub litoral dimana masih terdapat sinar matahari yang cukup untuk
dapat melakukan proses fotosintesis (Atmaja dan Sulistijo, 1988). Daerah litoral merupakan
tempat yang cocok bagi kehidupan alga karena terdiri atas batuan. Hal ini terbukti karena
pada pantai bagian selatan yang memiliki indeks dominansi lebih tinggi dibandingkan pantai
bagian utara terdapat banyak karang karang mati yang dapat dijadikan substrat oleh
makroalga.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ruslian, N.R., (2017). Hubungan Echinodermata Dengan Ekosistem Terumbu Karang Dan
Makroalga Di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu.Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sanusi HS, Putranto S. (2009). Kimia laut dan pencemaran. proses fisik kimia
dan interaksinya dengan lingkungan. edisi pertama. penerbit departemen 38 Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan 1(8), 19-38 . Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB.
Laurencia papilosa
Achantopora muscoides
Dictyota sp.