Bahan Ujian Program Studi Profesi Apoteker Akbar PDF
Bahan Ujian Program Studi Profesi Apoteker Akbar PDF
Apakah bila ada FS menjamin keberhasilan (TIDAK) karena fungsi FS hanya sebagai
pedoman yang dapat di percaya.
Tingkat keberhasilan pendirian sebuah apotek dapat dipengaruhi oleh:
1. Kemampuan sumber daya internal (kecakapan manajemen, kualitas pelayanan,
produk yang dijual, dan kualitas karyawan).
2. Lingkungan eksternal yang tidak dapat dipastikan (pertumbuhan pasar, pesaing,
pemasok, dan perubahan peraturan).
2
Aspek-aspek yang menjadi bahan penilaian studi kelayakan terdiri dari analisis
manajemen, analisis pasar, analisis teknis dan analisis keuangan.
1. Analisis Manajemen
Penilaian terhadap aspek manajemen meliputi:
- Strategi manajemen mengenai visi, misi, program kerja dan standar prosedur
operasional suatu kegiatan.
- Bentuk dan tata letak bangunan.
- Jenis produk yang akan dijual.
2. Analisis Pasar
Dalam menilai aspek pasar hal yang harus diperhatikan adalah potensi pasar yaitu
sejumlah pembeli yang memiliki uang dan keinginan untuk membelanjakannya.
Kemudian adalah target pasar yaitu jenis konsumen tertentu yang akan dilayani atau
yang akan menjadi sasaran pemasaran.
Dalam suatu studi kelayakan, pemilihan target pasar akan mempengaruhi
penyiapan pemilihan produk, pemilihan lokasi apotek, desain interior dan exterior
gedung, penampilan karyawan dan kualitas pelayanan (Umar, 2004)
Untuk mengembangkan efektivitas biaya apotek, maka apotek sebaiknya
mengelompokkan pelanggan dalam beberapa segmen. Pendekatan dalam segmentasi
pasar ini antara lain adalah segmentasi geografis, segmentasi demografis dan
segmentasi gaya hidup. Kemudian adalah penentuan target (targetting), yaitu
menetapkan segmen pasar tertentu sebagai sasaran program pemasaran apotek.
Terdapat dua macam upaya penentuan target yaitu target pasar utama dan target pasar
sekunder. Apotek yang telah memutuskan segmen tertentu yang akan dilayani, perlu
menindaklanjuti dengan menetapkan bagaimana seharusnya apotek tersebut
dipersepsikan di benak pelanggannya. Penentuan posisi (positioning) adalah
membentuk citra apotek tersebut (Utami, 2006).
3. Analisis Teknis
Hal penting yang menjadi pertimbangan pada penilaian aspek teknis antara lain adalah
mengenai lokasi dan lingkungan sekitarnya yang meliputi jarak lokasi dengan supplier
harus relatif dekat dan mudah dicapai, jarak lokasi dengan domisili konsumennya harus
relatif dekat dan mudah dicapai dengan berbagai macam jenis alat transportasi, bentuk
3
dan luas lahan (bangunan), kenyamanan dan keamanan daerah tersebut, serta prospek
pertumbuhan pasarnya harus relatif cepat dan besar.
4. Analisis Keuangan
Pertimbangan dalam menilai aspek keuangan meliputi:
a. Modal minimal
Modal minimal adalah modal minimum yang diperlukan untuk pengadaan
sarana dan prasarana sebagai syarat untuk diperolehnya izin apotek. Modal
minimal digunakan untuk tujuan pengadaan aktiva tetap, aktiva lancar, biaya awal
yang dibutuhkan untuk pendirian dan kas yang berupa uang kontan baik di tangan
maupun di bank dalam bentuk rekening yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
b. Sumber modal, dapat diperoleh dari:
1. Modal sendiri yaitu modal yang tidak mempunyai jangka waktu pengembalian,
misalnya modal milik apoteker sendiri atau keluarga.
2. Modal kredit yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit (kreditur) kepada
penerima kreditur (debitur). Dalam hal ini ada hubungan kepercayaan antara kedua
pihak bahwa dimasa mendatang debitur akan sanggup memenuhi segala sesuatu
sesuai perjanjian. Sumber-sumber modal kredit ini antara lain adalah bank, teman
sejawat, dan PBF.
SIPA dicabut :
1. atas permintaan yang bersangkutan
2. STRA tidak berlaku lagi
3. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin.
4. yang bersangkutan tidak sehat secara fisik dan mental
5. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasiaan berdasarkan rekomendasi
KFN
6. melakukan pelanggaran hukum dibidang kefarmasian yang dibuktikan dengan
putusan pengadilan.
5
tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat.
vi. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud poin 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan (Form APT-6).
vii. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin 6, Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau
lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari
kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya (Form
APT-7).
vi. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang- undangan di
bidang obat, dan atau
vii. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai tempat, perlengkapan
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain, sarana dan kegiatan pelayanan apotek.
Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten sebelum melakukan pencabutan,
berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek karena apotek tidak lagi memenuhi persyaratan
mengenai tempat, perlengkapan, sarana, dan kegiatan pelayanan apotek, dilakukan
setelah dikeluarkan :
i. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Penanggung Jawab sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan (Form
APT-12).
ii. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek (Form APT-13).
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan
memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan (Form APT-
14) dan pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dan
Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
disampaikan langsung kepada yang bersangkutan (Form APT-15), dan tembusan
disampaikan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta
Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, Apoteker Penanggung
Jawab wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengamanan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :
i. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat
keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
ii. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup
dan terkunci.
iii. Apoteker Penanggung Jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventarisasi.
10
b. Pelayanan Di Apotek
i. Resep
i) Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
(i) Persyaratan Administratif :
Nama, SIP, dan alamat dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien nama obat ,
potensi, dosis, dan jumlah yang minta
Cara pemakaian yang jelas
Informasi lainnya
(ii) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
(iii) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.
11
2. Aspek Manajerial
A. Administrasi pembukuan
1. Administrasi pembukuan di apotek meliputi:
a. Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat. (Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
c. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan, pengukuran, dan
pengkomunikasian informasi keuangan yang dibuat dalam berbagai bentuk antara
lain berupa laporan laba rugi, aliran kas (cash flow) dan neraca.
Laporan laba rugi adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan
tentang jumlah penjualan (sales), biaya variable (variable cost), biaya tetap (fix
cost) dan laba (earning).
13
Laporan aliran kas dibuat untuk menggambarkan tentang perkiraan rencana jumlah
penerimaan dan jumlah pengeluaran uang kas apotek selama periode waktu
tertentu. Unsur-unsur yang terdapat pada laporan aliran kas adalah saldo awal,
penerimaan kas dari hasil operasi dan investasi, pengeluaran kas dari kegiatan
operasi dan investasi, dan saldo akhir.
Neraca adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan tentang kondisi
harta (aktiva), hutang (pasiva) dan modal sendiri (ekuity) yang dimiliki
apotek pada tanggal tertentu.
2. Pengelolaan Resep atau salinan resep.
Apotek wajib menyimpan resep minimal selama 3 tahun dan dapat memberikan
informasi kembali tentang resep tersebut apabila konsumen atau dokter penulis
resep tersebut memerlukannya (Umar, 2004).
Salinan Resep / Copy Resep / Turunan Resep
Copy Resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari copy resep
adalah ”apograph”atau ”Exemplum”
Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek, selain memuat semua
keterangan yang terdapat dalam resep aslinya juga harus memuat:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor Izin Apoteker Pengelola Apotek ( APA )
3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek ( APA )
4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, tanda nedet (nedetur) untuk
obat yang belum diserahkan, pada resep dengan tanda ITER ..X diberi tanda detur
orig atau detur X
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan ( Tim, Seni Menulis Resep Teori & Praktek,
2007)
ditandatangani oleh APA lalu diberi stempel apotek, difoto kopi rangkap 4, 1
lembar untuk pertinggal. Laporan ini ditujukan kepada:
a. Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
c. Kepala Balai Besar POM
b. Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Obat wajib Apotik (OWA) obat keras, obat
psikotropika, narkotika, Obat Bebas (OTC) dan perbekalan farmasi seperti :
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.
1) Perencanaan pengadaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
a. Pola penyakit.
b. Kemampuan masyarakat.
c. Budaya masyarakat (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Perencanaan pengadaan memberi gambaran pada bagian pembelian dan perencana
mengenai berapa banyak uang yang harus dihabiskan pada beberapa bagian dari
kategori barang dagangan dalam setiap bulannya sehingga prediksi penjualan dan
prediksi objek keuangan lain dapat terpenuhi. Bagian perencanaan pengadaan
membagi seluruh rencana keuangan ke dalam berapa banyak item yang dibeli dan
bagaimana sistem yang digunakan untuk perencanaan barang dagangan dan
keberagamannya (Utami, 2006).
2) Cara Pemesanan/pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Pada saat menerima barang, petugas menerima dan memeriksa fisik barang dari
supplier sesuai dengan Surat Pesanan dan faktur barang. Kemudian membuat
tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) berdasarkan fisik barang
yang diterima. Petugas pembelian memeriksa jumlah, jenis, harga dan diskon serta
masa pembayaran hasil negosiasi dengan supplier. Lalu mengirimkan seluruh
faktur pembelian barang yang telah diperiksa ke fungsi Tata Usaha (Umar,2004).
3) Penyimpanan/pergudangan
16
Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal daluarsa.
Semua obat dan bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan obat/bahan obat tersebut.
4) Penjualan
Penjualan atau pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expire First Out) (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Desain apotek yang baik akan menarik keinginan konsumen untuk mengetahui
lebih dalam segala sesuatu yang ditawarkan oleh apotek tersebut. Suasana apotek
dapat dibangun melalui sistem pencahayaan, pengaturan tata letak, dan penataan
atau pengaturan barang dagangan yang baik yang akan menarik pelanggan
(Utami, 2006).
5) Kantor Inventori
Tata cara penataan perbekalan farmasi (obat) di apotek dapat dibagi menjadi 2
bagian, yaitu:
a. Di ruang peracikan atau penyiapan obat (ethical counter)
Dalam menata perbekalan farmasi di ethical counter perlu diperhatikan
peraturan yang berlaku yaitu obat-obat golongan narkotika dan psikotropika
harus dipisahkan dan disimpan pada lemari tersendiri, sedangkan untuk obat
ethical lainnya disimpan dalam lemari yang didesain khusus sehingga dapat
memberikan kemudahan dan kecepatan kepada petugas dalam menyiapkan
obat yang dibutuhkan konsumen.
b. Di ruang penjualan obat bebas (OTC counter)
Dalam menata perbekalan farmasi di OTC counter yang perlu diperhatikan
antara lain adalah estetika yaitu seni keindahan dalam menata dan mendesain
rak atau lemari obat bebas, bebas terbatas (OTC) agar dapat menimbulkan rasa
ingin tahu dan membeli bagi setiap konsumen yang datang ke apotek. Lay out
juga harus diperhatikan yaitu tata letak, susunan barang yang dapat
memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi konsumen dalam memperoleh
obat yang dibutuhkan (Umar, 2004).
17
Penyiapan obat
Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan
obat, informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat. Sebelum obat
diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, etis dan
bijaksana kepada pasien. Informasi obat kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi
18
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Apoteker juga harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau
yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan yang salah
sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan (monitoring) penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti TBC,
diabetes, kardiovaskular dan penyakit kronis lainnya.
memilih obat-obatan yang sesuai. Peran Apoteker dalam UPDS ialah dapat
memberi rekomendasi dan informasi yang tepat sesuai keluhan pasien.
C. Konseling
Pendahuluan
20
Proses konseling
Identifikasi tentang
1 pengetahuan pasien (3 prime
questions) :
tersebut
mengurangi akses seorang pasien keatau patuh pada suatu regimen terapi obat
tertentu
Standar I
* Kegiatan PTO dikelola oleh IFRS dengan dukungan & Petunjuk staf medik
yang tepat
* Pelaksananya adalah farmasis yang memenuhi syarat dan mampu menunjukan
penggunaan obat yang tepat di RumahSakit
Standar II
* Kegiatan PTO memperoleh LEGITIMASI mekanisme pengembangan
keputusan terapi dan kebijakan dalamRumah Sakit
Standar III
IFRS harus memiliki kegiatan pendukung yang tepat untukmelaksanakan pemantauan
Terapi Obat
Standar IV
Membuat kebijakan & prosedur tertulis terutama prosedurkegiatan Pemantauan
Terapi Obat dilaksanakan sertamembuat tanggung jawab & akuntabilitas
Standar V
Mekanisme jaminan mutu harus merefleksikan dampak darikegiatan Pemantauan Terapi
Obat pada perawatan pasien Informasi ini digunakan oleh mekanisme pengembangan
keputusan terapi dan kebijakan obat dalam Rumah Sakit
sebelumdilaksanakan
Kaji proses ini sebagai suatu rangkaian kesatuan yangmenuntun ketekunan
setiap hari
4. Aspek Bisnis
A. Permodalan
1. Peluang Bisnis Ritel
Usaha atau bisnis ritel seperti apotek di Indonesia mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Hal ini sebagai akibat dari adanya perkembangan usaha
manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka, maupun upaya pemerintah
untuk mendorong perkembangan bisnis ritel. Pemerintah berperan dalam
melakukan perlindungan terhadap ritel nasional melalui peraturan
dan undang-undang. Investasi perusahaan ritel asing tetap berinvestasi ke
Indonesia adalah dengan tiga cara yaitu kemitraan sistem waralaba, kerja sama
operasi (KSO) dan kemitraan bersama pengusaha kecil (joint venture).
2. Aspek Keuangan Ritel
Metode dalam menjalankan operasional bisnis ritel akan berdampak pada
penjualan dan akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh
perusahaan ritel. Oleh karena itu keputusan di bidang keuangan juga merupakan
hal yang penting dalam bisnis ini. Keputusan keuangan adalah komponen integral
pada setiap aspek ritel.
D. Perpajakan
Pajak adalah suatu kewajiban setiap warga negara untuk menyerahkan sebagian
kekayaannya atau penghasilannya kepada negara menurut peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat. Berdasarkan UU RI No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, PPh
pasal 21 adalah tentang pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima oleh orang
pribadi (pegawai) atau badan (laba usaha perusahaan) yang berdomisili di dalam
negeri. Dan berdasarkan UU RI No. 18 tahun 2000 tentang Pajak
27
Pertambahan Nilai Barang/ Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, pada pasal 7
dijelaskan bahwa besarnya tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen) untuk semua barang kena pajak.
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
C. Keberadaan Instansi farmasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit mempunyai tugas, meliputi(3):
Tanggung jawab IFRS adalah mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan
terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhui kebutuhan berbagai bagian atau
unit diagnosi dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit
keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik(2).
1. Metode Konsumsi, yakni berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang lalu,
dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Kelemahan metode ini adalah kebiasaan
pengobatan yang tidak baik/rasional seolah-olah ditolerir.
2. Metode Epidemiologi, yakni berdasarkan pada penyakit yang ada (epidemiologi).
Kelemahan metode ini seringkali standar pengobatan belum tersedia atau disepakati
serta data morbiditas yang ada kurang akurat.
3. Metode Kombinasi, yang ditujukan untuk meminimalkan kekurangan dari masing-
masing metode konsumsi dan metode epidemiologi.
c. Pengadaan
Pengadaan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui pembelian,produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan
atau dropping atau hibah(7).
Dalam pembelian perbekalan farmasi terdapat empat metode, antara lain(8):
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan sederhana
3. Pelelangan terbatas
4. Penunjukan langsung
5. Pengadaan langsung
d. Penerimaan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesesehatan RI Nomor 1197/ Menkes/ SK/ 2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, penerimaan merupakan kegiatan
untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan
kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan.
Sebelum masuk ke gudang penyimpanan, barang yang baru saja diterima harus
dibongkar terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan pengecekan terhadap barang
tersebut. Pengecekan yang dilakukan meliputi jumlah item dan keutuhan karton atau
item yang diterima, kesesuaian barang yang diterima dengan daftar pesanan yang
diminta, kesesuaian jumlah item dalam karton dengan jumlah item sesungguhnya(9).
32
e. Penyimpanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/ Menkes/ SK/ 2004
penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi dan alat kesehatan
menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhunya
dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak atau terbakar, tahan atau tidaknya
terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan(3).
Pengaturan sistem penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO), sedangkan untuk memudahkan pengambilan
barang di gudang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu berdasarkan
kelompok farmakologi atau terapetik, alfabetis, tingkat penggunaan, dan bentuk
sediaan(9).
f. Pendistribusian(7)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
distribusi obat-obatan merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap
dan rawat jalan serta menunjang pelayanan medis. Adapun alur pendistribusian
pelayanannya dapat di lihat di Lampiran 2, Gambar II.1
Metode pendistribusian yang biasa digunakan rumah sakit yaitu sentralisasi dan
desentralisasi :
1. Sentralisasi
Metode ini merupakan pendistribusian langsung obat-obatan dari gudang farmasi ke
ruang rawat atau apotek. Metode ini cocok untuk Rumah Sakit/unit kerja yang
berskala kecil dimana jumlah dan jenis barang tidak terlalu banyak, lokasi pengguna
barang tidak jauh dari gudang.
2. Desentralisasi
Metode ini merupakan pendistribusian obat-obatan dari gudang farmasi ke ruang
rawat melalui depo-depo yang tersedia di ruang rawat tersebut. Desentralisasi ini
cocok untuk Rumah Sakit atau unit kerja berskala besar dimana lokasi pengguna
barang jauh dari gudang utama, jumlah pengguna banyak serta jumlah dan jenis
barang sangat banyak(7).
33
Berdasarkan distribusi obat untuk pasien rawat inap dan rawat jalan, ada empat
sistem yang digunakan yaitu(7):
1. Sistem persediaan di ruangan floor stock
Persediaan obat dipasok oleh IFRS, biasanya 1 minggu sekali personel IFRS
memeriksa persediaan obat di ruang lalu menambahkan obat yang persediaannya
sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Dalam sistem distribusi ini, tanggung
jawab besar dibebankan kepada perawat yaitu menginterpretasikan resep dan
menyiapkan obat yang sebenarnya adalah tanggung jawab apoteker.
2. Sistem resep perseorangan (Individual prescribing)
Individual prescription merupakan resep yang ditulis oleh dokter untuk setiap pasien.
Individual prescription system merupakan kegiatan pendistribusian sediaan obat oleh
IFRS sesuai dengan resep yang ditulis atas nama pasien melalui perawat ke ruang
pasien tersebut.
3. Sistem Unit Dosis (Unit Dose Dispensing/UDD)
Sistem unit dose (UDD) merupakan kegiatan pendistribusian obat-obatan melalui
resep perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan dan dibayar dalam unit
dosis tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau
jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa(3).Dalam Unit dose
dispensing system, pasien hanya membayar obat yang dikonsumsi. Unit dose
dispensing system lebih baik daripada sistem lain karena lebih aman untuk pasien,
lebih ekonomis untuk organisasi dan metodenya efektif dalam penggunaan sumber
yang professional.
4. Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi merupakan sistem penulisan resep/pesanan obat secara individu
sebagai sarana utama pendistribusian obat dan memanfaatkan floor stock secara
terbatas untuk obat-obatan yang ada di emergency kit, yaitu live saving drug (obat
yang digunakan untuk menyelamatkan pasien dalam keadaan darurat). Jenis dan
jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh SKFT dengan masukan dari
IFRS dan dari pelayanan perawatan. Dalam sistem ini, persediaan farmasi yang
disediakan di ruangan antara lain bahan dasar, obat-obat emergency kit, obat-obat
34
strategis dan alat kesehatan yang diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari
diperlukan, dan harga obat relatif murah(11).
iii. PFT tersebut harus mengadakan rapat secara teratur, paling sedikit 6 (enam) kali
dalam setahun dan dapat lebih sering jika diperlukan.
iv. PFT dapat mengundang orang-orang yang berada di dalam atau diluar organisai
yang dapat memberikan kontribusinya ke dalam suatu pertemuan.
v. Sekretaris harus telah menyiapkan agenda dan materi pendukung dan
menyampaikan kepada anggota komite sebelum pertemuan dilangsungkan
vi. Usulan-usulan PFT disampaikan kepada staf medik untuk dapat diterima dan
direkomendasikan.
vii. Hubungan dengan PFT lain yang ada hubungannya dengan penggunaan obat harus
dipelihara.
viii. Segala kegiatan PFT secara rutin harus diinformasikan kepada staf pelayanan
rumah sakit.
vii. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi,
pemberian dan penggunaan obat.
viii. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan (termasuk sediaan biologi
dan vaksin) yang terjadi di rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk
mencegah berulangnya kembali.
ix. Memprakarsai atau memimpin program studi evaluasi penggunaan obat (EPO),
pengkajian hasil EPO dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan
penggunaan obat.
x. Memberikan saran kepada IFRS mengenai pelaksanaan distribusi obat dan prosedur
pengendalian yang efektif.
viii. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan obat
dalam kelas terapi lain
ix. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT.
x. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
xi. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
xii. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolandan penggunaan obat pada
pihak terkait
Formularium(2,3)
Formularium berdasarkan Kepmenkes RI No.1197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh
Panitia farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada
setiap batas waktu yang ditentukan(3). Formularium adalah dokumen berisi kumpulan
produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan
obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah
sakit tersebut, serta kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan obat yang relevan
untuk rumah sakit tersebut(2). Daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh PFT,
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit untuk digunakan dalam pelayanan di rumah sakit
(UU No 44/2009). Formularium harus lengkap, ringkas serta mudah digunakan dan
39
terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf
profesional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta
pertimbangan klinik staf medik rumah sakit itu.
Apoteker rumah sakit wajib menyediakan informasi tentang obat berupa monografi
yang akan di evaluasi oleh PFT untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari
formularium. Formularium harus lengkap, ringkas dan mudah digunakan.
Isi dari formularium antara lain:
i. Informasi umum
Informasi tentang kebijakan prosedur rumah sakit mengenai masalah obat-obatan,
gambaran singkat mengenai Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), peraturan tentang
pemberian resep, penyaluran obat-obatan pada penderita, prosedur pelaksanaan di
IFRS dan infromasi tentang cara penggunaan formularium.
ii. Monografi obat yang diterima masuk formularium.
iii. Daftar sediaan obat-obat, informasi minimal harus tercantum dalam sediaan obar
yang beredar di rumah sakit, seperti bentuk sediaan, kekuatan, kemasan ukuran
yang tersedia dan informasi tambahan lain yang dianggap perlu.
iv. Informasi khusus
Informasi khusus tergantung dari kebutuhan rumah sakit tersebut dalam pengaturan
penggunaan obat, seperti daftar sediaan insulin dan cara perhitungan dosis.
dan Terapi mempunyai tugas untuk memantau pelaksanaan penggunaan obat yang
rasional di RSHS, menyusun dan merevisi formularium dan mengkoordinasikan
pemantauan efek samping obat di RSHS.
F. Akreditasi
Akreditasi rumah sakit, adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh
lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara
berkesinambungan. Akreditasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit, meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit, meningkatkan
perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan
rumah sakit sebagai institusi, dan mendukung program pemerintah di bidang
kesehatan.
Penyelenggaraan Akreditasi Nasional(6)
a. Persiapan akreditasi antara lain memenuhi pemenuhan standar dan penilaian
mandiri (self assesment). Penilaian mandiri merupakan proses penilaian
penetapan standar pelayanan rumah sakit dengan menggunakan instrumen
akreditasi. Penilaian mandiri bertujuan untuk mengukur kesiapan dan
kemampuan rumah sakit dalam rangka survei akreditasi.
b. Bimbingan akreditasi merupakan proses pembinaan rumah sakit dalam rangka
meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei akreditasi. Bimbingan
akreditasi dilakukan oleh pembimbing akreditasi dari lembaga independen
pelaksana akreditasi yang melakukan akreditasi.
c. Rumah sakit yang telah mendapat status akreditasi nasional diwajibkan
membuat perencanaan perbaikan strategi sesuai dengan rekomendasi surveior
untuk memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang belum tercapai.
d. Kegitan pasca akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi. Survei
verifikasi dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi yang
melakukan penetapan status akreditasi terhadap rumah sakit. Survei rumah
sakit bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit sesuai dengan rekomendasi dari surveior.
42
5. Alur Sterilisasi
Pemakaian
Pengambilan
Distribusi barang kotor
Penyimpanan Dekontaminasi
Proses
Pencucian
Sterilisasi
Inspeksi/
Pengemasan dilakukan
check
a. Pemakaian
dengan bantuan check list oleh perawat. Tiap chek list berbeda untuk masing-
masing set. Untuk saat ini ada lebih dari 250 set tindakan pembedahan yang
masing-masing set berisi antara 10 – 100 macam jenis alat.
b. Pengambilan Barang Kotor
d. Pencucian
Cara pencucian terdiri dari dua jenis, yaitu dilakukan dengan cara manual
pada air yang mengalir untuk menghilangkan bekas organ atau darah dan
menggunakan sikat yang halus. Sedangkan, mekanikal menggunakan mesin
seperti : Ultrasonic cleaner, Washer disinfector, Flusher disinfector, Steam gun.
Namun di RSHS, cara kedua tidak dilakukan pada beberapa waktu terakhir karena
adanya kerusakan mesin. Setelah dicuci, instrumen dikeringkan dan kemudian
diserahkan ke bagian pengemasan melalui pass box.
e. Inspeksi Pengecek
Inspeksi pengecek dilakukan untuk memeriksa kelengkapan set yang di
derahkan, apakah ada alat yang hilang atu tidak.
f. Pengemasan
Setelah dilakukan pengecekan kelengkapan set, maka semua jenis set
akan dipilah dan dikemas menggunakan kemasan yang cocok. Pengemasan
bertujuan sebagai penghambat/barrier terhadap mikroorganisme dan debu (tahan
air/basah & tusukan), memungkinkan penembusan oleh agen sterilisasi dan
mempresentasikan isi dari kemasan yang steril. Pemilihan material pengemas
sangat tergantung dari jenis barang yang akan dikemas, perlu terlihat/tertutup,
metode sterilisasi, cara penyimpanan, distribusi dan transportasi, sumber
dana/biaya. Material pengemas yang digunakan antara lain: Woven textiles (linen),
papers (kraft, crepe-type paper), non-wovens (Cellulose or 100% synthetic
based), paper-plastic pouches/rolls, plastic pouches/rolls, metal drum (dengan
sedikit modifikasi).
Menurut (Depkes RI,2009) syarat bahan kemasan diantaranya:
- Dapat menahan mokroorganisme dan bakteri
- Kuat dan tahan lama
- Mudah digunakan
- Tidak mengandung racun
- Segel yang baik
- Dibuka dengan mudah dan aman
26
- Masa kadaluarsa
- Dibuka dengan mudah dan aman
- Masa kadaluarsa
- Tahapan pengemasan meliputi :
- Nama Set / Alat
- Tanggal Proses
- Nomor Loading / Mesin
- Pengemas / Operator Mesin
- ED / Kadaluarsa
i. Distribusi
Distribusi dilakukan ke instalasi bedah sentral (COT dan ODS) dan ruangan-
ruangan. Untuk keperluan di instalasi bedah sentral, permintaan dilakukan ke
depo CSSD yang letaknya berdekatan dengan COT. Ada ruangan khusus untuk
serah terima barang steril yang letaknya berdekatan dengan gudang penyimpanan.
Barang yang diminta dimasukkan ke dalam pass box dan diambil dari arah
ruangan serah terima.
Permintaan dari ruangan dilakukam dengan mengisi bon/formulir permintaan
barang. Barang yang dikeluarkan lebih dahulu adalah set yg di produksi lebih
dahulu (FEFO). Selanjutnya petugas CSSD menyiapkan dan melengkapi data
barang sesuai dengan permintaan kemudian menyerahkannya.
6. Monitoring Sterilisasi
Monitoring sterilisasi bertujuan untuk memantau proses sterilisasi secara
rutin dengan mempergunakan indikator mekanik, kimia dan biologi sehingga dapat
dijadikan sebagai parameter. Jenis indikator mutu sterilisasi yang digunakan di
28
RSHS antara lain : indikator mekanik, indikator kimia dan indikator biologi (Uji
Kultur Laboratorium).
a. Indikator Mekanik
Indikator mekanik merupakan bagian dari mesin sterilisasi berupa indikator suhu
dan tekanan yang menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja dengan baik. Selain
itu, RSHS menggunakan indikator Bowie Dick pada metode sterilisasi dengan
steam. Tes ini digunakan untuk menilai efisiensi pompa vakum pada alat
sterilisasi steam dan mengetahui adanya kebocoran udara. Keterbatasan tes ini
adalah hanya digunakan pada metode sterilisasi uap panas yang menggunakan
sistem vakum dan tidak digunakan untuk mengetahui apakah kondisi sterilisasi
telah tercapai. Uji Bowie Dick dilakukan sebelum alat di sterilisasi.
Kegunaan dari indikator mekanik adalah
- memberikan informasi segera mengenai temperatur, tekanan, waktu dan fungsi
mekanik lainnya dari alat.
- memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan memerlukan
perbaikan
Keterbatasan dari indikator mekanik:
- indikator tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah tercapai melainkan
hanya memberikan informasi secara cepat tentang fungsi dari alat sterilisasi.
- Karena bersifat mekanis, maka bila tidak dilakukan kalibrasi alat dengan tepat
atau pemakaian yang terlalu sering dapat memberikan informasi yang tidak tepat
(DepKes RI, 2009).
b. Indikator Kimia
Indikator yang menandai terjadinya paparan sterilan (uap atau gas) pada obyek
yang disterilkan dengan adanya perubahan warna. Indikator kimia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu indikator eksternal dan internal. Indikator eksternal
berbentuk tape dan digunakan di bagian luar kemasan. Indikator internal
berbentuk strip dan diletakkan dalam setiap kemasan. Baik indikator internal
maupun eksternal, akan memberikan informasi bahwa benda di dalam atau luar
kemasan telah melewati proses sterilisasi (DepKes RI, 2009).
Apabila terjadi perubahan warna maka akan memberikan informasi bahwa
bagian dalam atau luar kemasan benda yang disterilkan telah melewati proses
29
c. Indikator Biologi
Prinsip kerja dari indikator biologi adalah mensterilkan spora hidup
mikroorganisme yang non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu.
Bila selama proses sterilisasi spora terbunuh, maka diasumsikan benda yang kita
sterilkan, sporanya mati (hasil steril). Indikator biologi yang digunakan RSHS
yaitu Attest, yang di dalamnya berisi bakteri sesuai dengan metode sterilisasi
yang akan digunakan.
Pengujian indikator biologi Attest untuk metode sterilisasi steam hanya
dilakukan satu kali selama sehari yaitu pada saat sterilisasi loading barang
kedua. Setelah Attest mengalami sterilisasi pada steam, maka hasilnya harus di
baca menggunakan auto reader. Pembacaan dilakukan selama 3 jam dalam
inkubator auto reader. Setelah itu, hasilnya dapat dilihat berupa tanda + (bakteri
hidup sehingga barang tidak steril) atau – (bakteri mati atau barang sudah steril).
Indikator biologi harus disesuaikan dengan metode sterilisasi, antara lain :
30
7. Analisa kebutuhan
Perencanaan kebutuhan instalasi CSSD menggunakan data pemakaian tahun
sebelumnya sebagai landasan perkiraan. Selain itu, melihat dari trend tindakan
pembedahan dan adanya program yang rumah sakit yang sedang dijalankan juga
menjadi pertimbangan. Berdasar trend tindakan misalnya dengan melakukan evaluasi
ke ruangan atau bagian yang dalam 3 bulan terakhir mengajukan permintaan
(contohnya permintaan kasa) yang meningkat tajam dari pemakaian-pemakaian
sebelumnya. Upaya ini dilakukan sebagai langkah cross check bahwa pemakaiannya
memang untuk tindakan yang diperlukan dan sebagai data untuk proses pengajuan
usulan berikutnya. Pengajuan usulan pengadaan dilakukan per semester (setahun 2
kali) dengan draft pengajuan harus diserahkan ke unit perencanaan 2 bulan
sebelumnya.
B. Macam Sterilisasi
Baca diatas Monitoring sterilisasi
5. Penanganan Limbah
A. Penanganan Limbah citotoksik
Baca PDF Pengolahan Limbah
B. Penanganan Limbah IFRS
A. Pengelolaan Limbah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan. Salah satu program kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
risiko dan gangguan kesehatan tersebut adalah pengelolaan limbah di rumah sakit.
Pengertian pengelolaan limbah :
1. PPNo. 18 /1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
- Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
31
- Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
2. SK Menkes No. 1204 /2004 Tentang Persyaratan Kesling RS
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk
padat,cair dan gas.
3. UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sampah spesifik meliputi
sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
2. Karakteristik Limbah B3
Mudah meledak (explosive)
Mudah Terbakar (flammable)
Beracun (toxic)
Berbahaya (harmful)
Korosif (corrosive)
Infeksious : Berdasarkan Lampiran PP 18 tahun 1999, limbah dari rumah sakit
masuk dalam kategori limbah B3, yaitu asal/uraian limbah : limbah klinis, produk
farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk
farmasi, limbah laboratorium, residu proses insinerasi.
Berdasarkan bentuknya, limbah di rumah sakit diklasifikasikan menjadi 3
kelompok besar yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat kemudian dibagi lagi
menjadi limbah medis dan non medis. Termasuk ke dalam limbah medis antara lain
limbah infeksius, berupa benda tajam misalnya jarum suntik, bahan kimia (reagen-
reagen laboratorium), limbah radiologi, limbah farmasi, patologi dan sitotoksik.
Sedangkan limbah non medis dapat berupa limbah organik, anorganik daur ulang dan
non daur ulang serta kontainer bertekanan.
Dari sekian banyak jenis limbah yang dihasilkan, jika tidak dikelola dengan baik
maka dampak negatif limbah akan dirasakan oleh masyarakat rumah sakit. Untuk itu,
diperlukan upaya pengelolaan limbah yang merupakan tanggungjawab dari IKL-K3.
Keterangan:
a. Pemisahan dan Pewadahan (Segregasi)
Segresi dilakukan di unit atau ruangan penghasil limbah. Limbah dipisahkan dan
dimasukkan kedalam tempat / kantong plastik sesuai dengan kategori / limbah.
Petugas pemisah : Petugas di ruangan ( Perawat/dokter). Warna plastik untuk limbah
medis yaitu kuning, warna plastik untuk isolasi yaitu putih dan warn kantong plastik
untuk umum yaitu hitam. Sedangkan, benda tajam diletakkan dalam safety box
berwarna kuning.
Akibat Proses Segregasi Yang Buruk :
Meningkatnya cost pemusnahan limbah;
Meningkatnya kecelakaan akibat pengelolaan limbah;
Pencemaran terhadap lingkungan;
Meningkatnya penyakit akibat pengelolaan limbah.
b. Pengumpulan & Pengangkutan
Pengangkutan dari unit atau ruangan penghasil limbah ke TPS (Tempat
Pengumpulan Sementara) dilakukan setiap hari dengan menggunakan trolly tertutup
34
dan dipisah antara limbah medis dan non medis yang dilakukan oleh petugas
Cleaning Service yang dilengkapi dengan APD (alat pelindung diri).
melalui proses penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui spiral
save untuk menyaring sampah yang berukuran besar. Sampah yang tertahan oleh
spiral save secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya penyumbatan.
Selanjutnya air limbah diolah dalam bak endapan (equalizing tank). Di dekat ada
pengontrol pH yang berfungsi untuk mengatur limbah cair yang masuk agar netral
dalam range pH 6-9. Pada bak equalizing tank digunakan untuk mencampur dan
menghomogenkan air limbah. Setelah homogen, maka akan dialirkan ke bak
pertama. Pada bak kedua terdapat bakteri yang selalu di tanamkan setiap hari dan ada
aliran udara dari jet aerator.
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan kedalam
bak ketiga agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di bagian paling
bawah dipompakan kembali oleh pompa mekanik ke bak pertama dan lumpur pada
air limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi
pergantian. Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak ketiga dikembalikan ke
bak pertama tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur lebih
lanjut. Air limbah dari bak ketiga yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak
desinfektan. Bak desinfeksi yang berfungsi untuk untuk mengendalikan jumlah
populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan. Desinfektan yang
diberikan berupa kaporit, setiap 1 minggu ada 2 kg kaporit bentuk tablet yang di
berikan pada bak tersebut. Paling terakhir limbah dialirkan dalam flow meter. Flow
meter digunakan untuk pembuangan air limbah menuju ke PDAM.
Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat dan karakteristik kimia,
biologis dan fisika. Studi karakteristik limbah perlu dilakukan agar dapat pencemaran
dapat ditimbulkan limbah terhadap lingkungan. Dalam menentukan karakteristik
limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus diketahui yaitu:
Sifat Fisik
a. Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam
dua kelompok besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat
dibedakan berdasarkan diameternya.
36
b. Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel
koloidal yang terdiri dari tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang
yang terdapat dalam limbah. Kekeruhan merupakan sifat optis larutan.
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai dalam
limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan
penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur
dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah.
d. Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan
biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan
temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi
sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi dan
pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara
alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan dengan
kekeruhan dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata.
Demikian pula warna dapat disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi.
Warna menimbulkan pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun
warna tidak menimbulkan racun.
Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam
air limbah.
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan
semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air
menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah
bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi
37
secara alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan
oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi
makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran
kebutuhan oksigen dalam air limbah. Pengukuran ini menekankan kebutuhan
oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan
yang tidak dipecah secara biokimia. Adanya racun atau logam tertentu dalam
limbah menyebabkan pertumbuhan bakteri akan terhalang dan pengukuran BOD
menjadi tidak realistis. Untuk mengatasinya lebih tepat menggunakan analisis
COD. COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
anorganis dan organis sebagaimana pada BOD. Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat nilai BOD terhadap COD
menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasi
dengan bahan kima.
c. Metan
Gas metan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi
anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan oleh lumpur yang membusuk pada
dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Suatu kolam
limbah yang menghasilkan gas metan akan sedikit sekali menghasilkan lumpur,
sebab lumpur telah habis terolah menjadi gas metan dan air serta CO2.
d. Keasaman Air
Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air buangan yang
mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya
membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu.
Demikian juga makhluk-makhluk lain tidak dapat hidup seperti ikan. Air yang
mempunyai pH rendah membuat air korosif terhadap bahan-bahan konstruksi besi
dengan kontak air.
38
e. Alkalinitas
Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garam-
garam hidroksida, kalsium, magnesium, dan natrium dalam air. Tingginya
kandungan zat-zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi
kesadahan suatu air semakin sulit air berbuih. Pengukuran alkalinitas air adalah
pegukuran kandungan ion CaCO3, ion Mg bikarbonat dan lain-lain.
f. Lemak dan minyak
Kandungan lemak dan minyak yang terkandung dalam limbah bersumber
dari instalasi yang mengolah bahan baku mengandung minyak. Lemak dan
minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri.
Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.
g. Oksigen terlarut
Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tiggi
BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat
menunjukkan tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan
air untuk mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada
tersedianya oksigen terlarut. Angka oksigen yang tinggi menunjukkan keadaan air
semakin baik
h. Klorida
Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas
berfungsi desinfektan tetapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion
natrium menyebabkan air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi.
i. Phospat
Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan
organisme lainnya yang dikenal dengan eutrophikasi. Pengukuran kandungan
phospat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar phospat
sehingga tumbuh-tumbuhan dalam air berkurang jenisnya dan pada gilirannya
tidak merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan tanaman ini akan
menghalangi kelancaran arus air.
39
Sifat Biologi
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam
semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml.
Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu
melakukan proses-proses kehidupan (tumbuh metabolisme, dan reproduksi).
Keberadaan bakteri berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air.
6. Nutrisi
A. Pengolahan Nutrisi dan Gizi di rumah sakit
B. Kebutuhan Gizi Pasien (Cara Menghitung Gizi Pasien)
Baca PDF Pedoman Gizi
40