Anda di halaman 1dari 63

1

Semangat Muhammad Akbar S.Farm untuk APOTEKER nya


Setiap Usaha yang Terbaik akan mendapatkan hasil yang Terbaik pula ^_^

Bahan Ujian Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)


Fakultas Farmasi UNJANI Tahun 2014 Ang. XV

KISI-KISI materi Ujian PKPA Apotek


1. Aspek Administrasi dan Perundang-undangan.
a. Pendirian Apotek
Sebelum melakukan Pendirian Apotek, lebih baik melakukan Studi Kelayakan,
adanya penapisan awal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetik.
Sebelum suatu apotek didirikan harus terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan.
Studi kelayakan adalah suatu kajian yang dilakukan secara menyeluruh mengenai
suatu usaha dalam proses pengambilan keputusan yang mengandung resiko yang
belum jelas. Studi kelayakan suatu apotek hanya berfungsi sebagai pedoman atau
landasan pelaksanaan pekerjaan, karena dibuat berdasarkan data-data dari berbagai
sumber yang dianalisis dari banyak aspek.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Suatu metode penjajagan layak-
tidaknya gagasan/idea suatu usaha/proyek dilakukan.

Apakah bila ada FS menjamin keberhasilan (TIDAK) karena fungsi FS hanya sebagai
pedoman yang dapat di percaya.
Tingkat keberhasilan pendirian sebuah apotek dapat dipengaruhi oleh:
1. Kemampuan sumber daya internal (kecakapan manajemen, kualitas pelayanan,
produk yang dijual, dan kualitas karyawan).
2. Lingkungan eksternal yang tidak dapat dipastikan (pertumbuhan pasar, pesaing,
pemasok, dan perubahan peraturan).
2

Aspek-aspek yang menjadi bahan penilaian studi kelayakan terdiri dari analisis
manajemen, analisis pasar, analisis teknis dan analisis keuangan.
1. Analisis Manajemen
Penilaian terhadap aspek manajemen meliputi:
- Strategi manajemen mengenai visi, misi, program kerja dan standar prosedur
operasional suatu kegiatan.
- Bentuk dan tata letak bangunan.
- Jenis produk yang akan dijual.
2. Analisis Pasar
Dalam menilai aspek pasar hal yang harus diperhatikan adalah potensi pasar yaitu
sejumlah pembeli yang memiliki uang dan keinginan untuk membelanjakannya.
Kemudian adalah target pasar yaitu jenis konsumen tertentu yang akan dilayani atau
yang akan menjadi sasaran pemasaran.
Dalam suatu studi kelayakan, pemilihan target pasar akan mempengaruhi
penyiapan pemilihan produk, pemilihan lokasi apotek, desain interior dan exterior
gedung, penampilan karyawan dan kualitas pelayanan (Umar, 2004)
Untuk mengembangkan efektivitas biaya apotek, maka apotek sebaiknya
mengelompokkan pelanggan dalam beberapa segmen. Pendekatan dalam segmentasi
pasar ini antara lain adalah segmentasi geografis, segmentasi demografis dan
segmentasi gaya hidup. Kemudian adalah penentuan target (targetting), yaitu
menetapkan segmen pasar tertentu sebagai sasaran program pemasaran apotek.
Terdapat dua macam upaya penentuan target yaitu target pasar utama dan target pasar
sekunder. Apotek yang telah memutuskan segmen tertentu yang akan dilayani, perlu
menindaklanjuti dengan menetapkan bagaimana seharusnya apotek tersebut
dipersepsikan di benak pelanggannya. Penentuan posisi (positioning) adalah
membentuk citra apotek tersebut (Utami, 2006).
3. Analisis Teknis
Hal penting yang menjadi pertimbangan pada penilaian aspek teknis antara lain adalah
mengenai lokasi dan lingkungan sekitarnya yang meliputi jarak lokasi dengan supplier
harus relatif dekat dan mudah dicapai, jarak lokasi dengan domisili konsumennya harus
relatif dekat dan mudah dicapai dengan berbagai macam jenis alat transportasi, bentuk
3

dan luas lahan (bangunan), kenyamanan dan keamanan daerah tersebut, serta prospek
pertumbuhan pasarnya harus relatif cepat dan besar.

4. Analisis Keuangan
Pertimbangan dalam menilai aspek keuangan meliputi:
a. Modal minimal
Modal minimal adalah modal minimum yang diperlukan untuk pengadaan
sarana dan prasarana sebagai syarat untuk diperolehnya izin apotek. Modal
minimal digunakan untuk tujuan pengadaan aktiva tetap, aktiva lancar, biaya awal
yang dibutuhkan untuk pendirian dan kas yang berupa uang kontan baik di tangan
maupun di bank dalam bentuk rekening yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
b. Sumber modal, dapat diperoleh dari:
1. Modal sendiri yaitu modal yang tidak mempunyai jangka waktu pengembalian,
misalnya modal milik apoteker sendiri atau keluarga.
2. Modal kredit yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit (kreditur) kepada
penerima kreditur (debitur). Dalam hal ini ada hubungan kepercayaan antara kedua
pihak bahwa dimasa mendatang debitur akan sanggup memenuhi segala sesuatu
sesuai perjanjian. Sumber-sumber modal kredit ini antara lain adalah bank, teman
sejawat, dan PBF.

Berdasarkan pada penggunaannya, modal dapat dibagi atas:


1. Modal tetap (aktiva tetap), yaitu modal yang keadaannya relatif tetap misalnya
gedung, tanah, mesin-mesin, kendaraan.
2. Modal lancar (aktiva lancar) yaitu modal yang sewaktu-waktu dapat berubah
misalnya uang tunai (kas/bank), piutang, barang dagangan, uang muka (Umar, 2004).
Perubahan tata cara dalam mengurus Surat Izin Apotek ditetapkan oleh
Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Permenkes RI
No. 922/Menkes/Per/X/1992 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek. Dengan demikian, maka tata cara mengurus izin apotek saat ini adalah:
? Yang berwenang memberi izin SIA adalah Kadinkes Kabupaten/ Kota.
? Yang berhak memperoleh izin adalah Apoteker.
4

Persyaratan Pendirian Apotek :


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK1X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 992/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pada Pasal 1 dinyatakan bahwa Apoteker
Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA).
Untuk Mendapatkan SIA harus ada :
1. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA).
Dalam permenkes no.889/Menkes/per/v/2011 pasal 21 tata cara memperoleh SIPA
(dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat).
a. Fotocopy STRA yang telah dilegalisir oleh KFN.
b. Surat Pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi (Pengurus Cabang IAI)
d. pas photo berwarna ukuran 4x6 dan 2x3 cm sebanyak 2 lembar.
NB : saat permohonan masuk, paling lama 20 hari harus sudah terbit.

SIPA dicabut :
1. atas permintaan yang bersangkutan
2. STRA tidak berlaku lagi
3. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin.
4. yang bersangkutan tidak sehat secara fisik dan mental
5. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasiaan berdasarkan rekomendasi
KFN
6. melakukan pelanggaran hukum dibidang kefarmasian yang dibuktikan dengan
putusan pengadilan.
5

Dalam permenkes no.889/Menkes/per/v/2011 (Registrasi, Izin praktik, dan izin kerja


tenaga kefarmasian) pasal 3 ayat 1 STRA dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan. Ayat
2 menteri mendelegasikan pemberian (STRA kepada KFN (Komite Farmasi
Nasional)) dan (STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi). Pasal 6 (STRA
berlaku 5 tahun).
Dalam permenkes no.889/Menkes/per/v/2011 STRA ini dapat diperoleh jika
seorang Apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut :
i) Memiliki ijazah Apoteker. (Dikeluarkan Universitas)
ii) Memiliki sertifikat kompetensi profesi. (pasal 9 Dikeluarkan oleh organisasi
profesi) pasal 10 ayat 2 permohonan dilakukan 1 bulan sebelum pelantikan.
Pasal 11 ayat 1 Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui
pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP). Dan Ayat 2 Pedoman
penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN
iii) Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
iv) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai
surat izin praktek, dan
v) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Tambahan untuk permohonan pas photo berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2
lembar dan 2x3 cm sebanyak 2 lembar.
Registrasi ulang dilakukan minimal 1 bulan sebelum STRA habis masa
berlakunya.

2. Lokasi dan tempat


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MENKES/PER/X/1993, lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak
minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, namun
sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran, pemerataan pelayanan, jumlah
penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis, dan
faktor-faktor lainnya. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali
oleh masyarakat. Pada halaman apotek terdapat papan petunjuk yang dengan jelas
6

tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat.

3. Bangunan dan kelengkapannya


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
287/MENKES/SKN/1981 tentang persyaratan luas apotek minimal 50 m2.
Selanjutnya pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MENKES/PER/X/1993 luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi
persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan
pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Bangunan apotek sekurang-
kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang penyerahan resep, ruang
administrasi, dan ruang kerja apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar
kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat
kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan
sanitasi yang baik serta papan nama Apotek.
4. Perlengkapan Apotek
Perlengkapan yang harus dimiliki oleh apotek :
i) Alat pembuatan, pengelolaan, dan peracikan obat seperti timbangan, mortir,
gelas piala, dan sebagainya.
ii) Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus.
iii) Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat
dan lemari pendingin.
iv) Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep, kartu stok obat,
faktur, nota penjualan, alat tulis, dan sebagainya.
v) Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana.
vi) Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan perundang-
undangan serta buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan apotek.
5. Modal (Dana)

Surat Ijin Apotek (SIA)


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
7

Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara


Pemberian Izin Apotek, Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana
untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
Izin mendirikan apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dimana Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek(2)
Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 adalah sebagai berikut :
i. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (Form APT-1).
ii. Dengan menggunakan Form APT-2, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat
meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
iii. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat -
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan basil pemeriksaan setempat (Form
APT-3).
iv. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi (Form APT-4).
v. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin 3, atau pernyataan dimaksud poin 4
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin
Apotek (Form APT-5).
8

vi. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud poin 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan (Form APT-6).
vii. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin 6, Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau
lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari
kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya (Form
APT-7).

2.3.2 Pencabutan Izin Apotek(2)


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat
izin apotek apabila :
i. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan persyaratan Apoteker Penanggung
Jawab, dan atau
ii. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam hal menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin
dan mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten, dan
atau
iii. Apoteker Penanggung Jawab berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua)
tahun secara terus menerus, dan atau
iv. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan atau
v. Surat izin kerja Apoteker Penanggung Jawab dicabut, dan atau
9

vi. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang- undangan di
bidang obat, dan atau
vii. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai tempat, perlengkapan
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain, sarana dan kegiatan pelayanan apotek.
Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten sebelum melakukan pencabutan,
berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek karena apotek tidak lagi memenuhi persyaratan
mengenai tempat, perlengkapan, sarana, dan kegiatan pelayanan apotek, dilakukan
setelah dikeluarkan :
i. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Penanggung Jawab sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan (Form
APT-12).
ii. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek (Form APT-13).
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan
memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan (Form APT-
14) dan pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dan
Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
disampaikan langsung kepada yang bersangkutan (Form APT-15), dan tembusan
disampaikan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta
Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, Apoteker Penanggung
Jawab wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengamanan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :
i. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat
keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
ii. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup
dan terkunci.
iii. Apoteker Penanggung Jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventarisasi.
10

NB: Pembekuan Izin


Jika ada kesalahan (Per Ka BPOM no.40)
1. peringatan (P)
2. Peringatan Keras (PK)
3. Pemberhentian Operasional kegiatan (POK)
Jenis kesalahan
C : Critical = tidak termonitornya suhu (P)
CA : Critcal Absolut = apoteker tidak di apotek
m : Minor (P)
M : Mayor

b. Pelayanan Di Apotek
i. Resep
i) Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
(i) Persyaratan Administratif :
 Nama, SIP, dan alamat dokter
 Tanggal penulisan resep
 Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
 Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien nama obat ,
potensi, dosis, dan jumlah yang minta
 Cara pemakaian yang jelas
 Informasi lainnya
(ii) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
(iii) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.
11

ii) Penyiapan obat


(i) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus
dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah
obat serta penulisan etiket yang benar.
(ii) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
(iii) Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
(iv) Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
(v) Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian
obat, cara penyimpadnan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi
(iv) Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk pasien penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
(vii) Monitoring penggunaan obat
12

Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan


pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
ii. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan Apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lain.
iii. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker
harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2. Aspek Manajerial
A. Administrasi pembukuan
1. Administrasi pembukuan di apotek meliputi:
a. Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat. (Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
c. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan, pengukuran, dan
pengkomunikasian informasi keuangan yang dibuat dalam berbagai bentuk antara
lain berupa laporan laba rugi, aliran kas (cash flow) dan neraca.
Laporan laba rugi adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan
tentang jumlah penjualan (sales), biaya variable (variable cost), biaya tetap (fix
cost) dan laba (earning).
13

Laporan aliran kas dibuat untuk menggambarkan tentang perkiraan rencana jumlah
penerimaan dan jumlah pengeluaran uang kas apotek selama periode waktu
tertentu. Unsur-unsur yang terdapat pada laporan aliran kas adalah saldo awal,
penerimaan kas dari hasil operasi dan investasi, pengeluaran kas dari kegiatan
operasi dan investasi, dan saldo akhir.
Neraca adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan tentang kondisi
harta (aktiva), hutang (pasiva) dan modal sendiri (ekuity) yang dimiliki
apotek pada tanggal tertentu.
2. Pengelolaan Resep atau salinan resep.
Apotek wajib menyimpan resep minimal selama 3 tahun dan dapat memberikan
informasi kembali tentang resep tersebut apabila konsumen atau dokter penulis
resep tersebut memerlukannya (Umar, 2004).
Salinan Resep / Copy Resep / Turunan Resep
Copy Resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari copy resep
adalah ”apograph”atau ”Exemplum”
Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek, selain memuat semua
keterangan yang terdapat dalam resep aslinya juga harus memuat:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor Izin Apoteker Pengelola Apotek ( APA )
3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek ( APA )
4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, tanda nedet (nedetur) untuk
obat yang belum diserahkan, pada resep dengan tanda ITER ..X diberi tanda detur
orig atau detur X
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan ( Tim, Seni Menulis Resep Teori & Praktek,
2007)

3. Laporan Pemakaian Narkotika / Psikotropika


Apotek membuat laporan pemakaian narkotik dan psikotropik berdasarkan
dokumen penerimaan dan pengeluarannya setiap bulan. Untuk obat-obat golongan
narkotika, pelaporan dilakukan sekali dalam sebulan, selambat-lambatnya tanggal
10 setiap bulannya. Sedangkan untuk obat-obat psikotropika, pelaporannya
dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu tiap 6 bulan. Laporan-laporan ini
14

ditandatangani oleh APA lalu diberi stempel apotek, difoto kopi rangkap 4, 1
lembar untuk pertinggal. Laporan ini ditujukan kepada:
a. Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
c. Kepala Balai Besar POM

b. Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Obat wajib Apotik (OWA) obat keras, obat
psikotropika, narkotika, Obat Bebas (OTC) dan perbekalan farmasi seperti :
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.
1) Perencanaan pengadaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
a. Pola penyakit.
b. Kemampuan masyarakat.
c. Budaya masyarakat (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Perencanaan pengadaan memberi gambaran pada bagian pembelian dan perencana
mengenai berapa banyak uang yang harus dihabiskan pada beberapa bagian dari
kategori barang dagangan dalam setiap bulannya sehingga prediksi penjualan dan
prediksi objek keuangan lain dapat terpenuhi. Bagian perencanaan pengadaan
membagi seluruh rencana keuangan ke dalam berapa banyak item yang dibeli dan
bagaimana sistem yang digunakan untuk perencanaan barang dagangan dan
keberagamannya (Utami, 2006).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembelian barang yaitu:


a. Kondisi keuangan
Kondisi likuiditas keuangan yang baik, selalu tepat waktu membayar hutang,
memberikan peluang untuk memperoleh diskon yang lebih besar.
b. Jenis sediaan farmasi yang dibutuhkan.
Dalam menentukan jenis sediaan farmasi yang akan dibeli apotek, harus
berdasarkan data yang dibutuhkan oleh konsumen. Data ethical dapat
diperoleh dari resep-resep yang masuk ke apotek, sedangkan data OTC dapat
15

didasarkan pada kondisi pemukiman di sekitar lokasi apotek dan obat-obat


bebas yang sering diiklankan di media elektronik.
c. Untuk menentukan jumlah yang harus dibeli.
Ditentukan berdasarkan data historis jumlah sediaan farmasi yang
dibutuhkan, kebutuhan apotek setiap bulan, kondisi diskon, dan ukuran
gudang.
d. Jarak apotek dengan pemasok.
Jarak apotek yang jauh dari supplier, lamanya waktu pengiriman dan resiko
kehabisan barang dapat dijadikan dasar dalam menentukan jumlah pembelian.
e. Kondisi sosial politik
Kondisi sosial politik yang tidak stabil dapat menyebabkan turunnya nilai
uang, oleh karena itu membeli dalam jumlah besar dapat dipertimbangkan.
f. Kondisi gudang
Pembelian barang harus disesuaikan dengan kapasitas gudang dan sarana
tempat penyimpanan obat seperti lemari pendingin.
g. Tanggal daluarsa
Batas tanggal daluarsa yang pendek memiliki resiko kerugian barang rusak
yang tinggi. Oleh sebab itu harus ada garansi dari supplier tentang batas
maksimal daluarsa (paling lambat) daluarsa, misalnya paling lambat 6 bulan
sebelum batas tanggal daluarsa, dapat ditukar dengan obat yang baru (Umar,
2004).

2) Cara Pemesanan/pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Pada saat menerima barang, petugas menerima dan memeriksa fisik barang dari
supplier sesuai dengan Surat Pesanan dan faktur barang. Kemudian membuat
tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) berdasarkan fisik barang
yang diterima. Petugas pembelian memeriksa jumlah, jenis, harga dan diskon serta
masa pembayaran hasil negosiasi dengan supplier. Lalu mengirimkan seluruh
faktur pembelian barang yang telah diperiksa ke fungsi Tata Usaha (Umar,2004).
3) Penyimpanan/pergudangan
16

Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal daluarsa.
Semua obat dan bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan obat/bahan obat tersebut.
4) Penjualan
Penjualan atau pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expire First Out) (Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Desain apotek yang baik akan menarik keinginan konsumen untuk mengetahui
lebih dalam segala sesuatu yang ditawarkan oleh apotek tersebut. Suasana apotek
dapat dibangun melalui sistem pencahayaan, pengaturan tata letak, dan penataan
atau pengaturan barang dagangan yang baik yang akan menarik pelanggan
(Utami, 2006).
5) Kantor Inventori
Tata cara penataan perbekalan farmasi (obat) di apotek dapat dibagi menjadi 2
bagian, yaitu:
a. Di ruang peracikan atau penyiapan obat (ethical counter)
Dalam menata perbekalan farmasi di ethical counter perlu diperhatikan
peraturan yang berlaku yaitu obat-obat golongan narkotika dan psikotropika
harus dipisahkan dan disimpan pada lemari tersendiri, sedangkan untuk obat
ethical lainnya disimpan dalam lemari yang didesain khusus sehingga dapat
memberikan kemudahan dan kecepatan kepada petugas dalam menyiapkan
obat yang dibutuhkan konsumen.
b. Di ruang penjualan obat bebas (OTC counter)
Dalam menata perbekalan farmasi di OTC counter yang perlu diperhatikan
antara lain adalah estetika yaitu seni keindahan dalam menata dan mendesain
rak atau lemari obat bebas, bebas terbatas (OTC) agar dapat menimbulkan rasa
ingin tahu dan membeli bagi setiap konsumen yang datang ke apotek. Lay out
juga harus diperhatikan yaitu tata letak, susunan barang yang dapat
memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi konsumen dalam memperoleh
obat yang dibutuhkan (Umar, 2004).
17

6) Pengelolaan Obat Rusak dan Kadaluarsa


Obat rusak atau kadaluarsa dapat dimusnahkan dengan cara: membuat berita
yang ditandatangani oleh saksi dari pemerintah (balai POM atau Dinkes) dan
dilaporkan kepada Direktorat Jenderal pengawasan Obat dan Makanan dengan
tembusan kepala Dinas Kesehatan Dati II (Umar, 2004).
7) Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang
apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus
memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu
memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.

3. Aspek Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)


A. Pelayanan atas resep
Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

Penyiapan obat
Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan
obat, informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat. Sebelum obat
diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, etis dan
bijaksana kepada pasien. Informasi obat kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi
18

cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Apoteker juga harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau
yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan yang salah
sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan (monitoring) penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti TBC,
diabetes, kardiovaskular dan penyakit kronis lainnya.

B. Pelayanan OTC, Obat Wajib Apotek dan Perbekalan Farmasi lainnya


1. Pelayanan OTC
Penjualan bebas yang dimaksud adalah penjualan obat dan perbekalan farmasi
lainya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC (over the
counter) baik obat bebas maupun bebas terbatas. Pelayanan penjualan obat dan
alat kesehatan yang di jual bebas di counter swalayan farmasi termasuk
kosmetika, dilakukan terhadap pasien yang memerlukan obat dan alat kesehatan
tanpa resep dari dokter. Pada pelayanan obat OTC pembayarannya di lakukan
secara tunai.
Prosedur penjualan bebas yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Petugas membantu pasien dalam mencari barang di swalayan farmasi sesuai
kebutuhan dan menginformasikan harga barang tersebut sesuai dengan harga
yang tertera di KIS .
2) Pembayaran dilakukan setelah petugas memasukkan nama dan jumlah
barang yang dientry dikomputer setelah disetujui pasien, serta membuat bukti
penyerahan nota penjualan bebas.
3) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada
pembeli. Bukti penjualan obat bebas dikumpulkan dan diurutkan berdasarkan
nomor dan dicatat di laporan penjualan harian.
4) Pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri)
Pelayanan UPDS juga cukup banyak di Apotek. Pasien datang dengan
keluhan. Apoteker atau Asisten Apotekerkemudian membantu pasien
19

memilih obat-obatan yang sesuai. Peran Apoteker dalam UPDS ialah dapat
memberi rekomendasi dan informasi yang tepat sesuai keluhan pasien.

2. Protap pelayanan obat wajib apotek (OWA) :


a. Yang dimaksud OWA adalah obat wajib apotek yaitu golongan obat keras yang dapat
diserahkan kepada pasien oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.
b. Pelayanan OWA ditujukan untuk m,enunjang kemapuan masyarakat dalam menolong
dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan melalui pengobatan sendiri (self
medication) yang tepat, aman dan rasional.
c. Obat-obat OWA adalah obat-obat yang termasuk golngan OWA I, OWA II dan OWA
III.
d. Kriteria obat yang dapat diserahkan kepada pasien tanpa resp dokter (PermenKes
No.919/Menkes/Per/X/1993) :
o Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah dua
tahun dan orang tua lebih dari 65 tahun.
o Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit
o Pengguanaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
o Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
o Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
e. OWA dapat diserahkan kepada pasien dengan memenuhi ketentuan dan batasan jumlah
yang ditetapkan disertai informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontra indikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasiennya.
f. Prosedur teknis pelayanan OWA meliputi SOP pelayanan obat tanpa resep (OTC/HV)
g. Pelayanan OWA didokumentasikan dalam catatan pasien, obat yang diserahkan dan
informasi obat yang diberikan.

C. Konseling

Pendahuluan
20

1. Pasien dipersilakan masuk ke


ruang konseling
2. Beri salam disertai senyum &
jabat tangan pasien
3. Tanyakan identitas pasien
4. Perkenalkan nama & profesi
anda pada pasien
5. Jika yang menerima konseling
1 Perkenalan pasien
bukan pasien, yang
bersangkutan
i. Tanya hubungan
kekerabatan dengan pasien
ii. Siapa yang bertanggung
jawab dalam
mengonsumsikan obat pada
pasien

1. Pastikan pasien memiliki waktu


cukup untuk diberi konseling
Penjelasan maksud dan
2 2. Jelaskan maksud, manfaat dan
pentingnya konseling
pentingnya konseling bagi
pasien

Proses konseling

Identifikasi tentang
1 pengetahuan pasien (3 prime
questions) :

1. Tanyakan apa saja yang sudah


pasien ketahui tentang obatnya
2. Jika jawaban pasien sudah
benar, tegaskan kembali
jawaban tersebut agar lebih
diingat oleh pasien
3. Perbaiki kesalahan persepsi
1. Tentang obat dan maksud
pasien (jika ada) dan lengkapi
dari pemberian obat
informasi yang belum
diketahuinya
4. Tunjukkan obat-obat yang akan
dikonsumsi pasien sekaligus
menjelaskan informasi obat dan
manfaat yang akan diterima
pasien
21

1. Tanya pasien tentang


bagaimana caranya
mengonsumsi obat tersebut
2. Berikan pertanyaan lebih lanjut
yang lebih spesifik, seperti :
i. Pada jam berapa obat
dikonsumsi
ii. Bagaimana cara pasien
mengingat jadwal
penggunaan obat tersebut
iii. Bagaimana rencana pasien
untuk mengonsumsi obat
yang harus diminum pada
saat dia bekerja
1. Tentang cara penggunaan iv. Bagaimana cara pasien
obat menyimpan obat di
rumah/saat sedang
bepergian
3. Konfirmasikan jawaban yang
benar
4. Koreksi jawaban ang tidak tepat
dan lengkapi dengan informasi
yang belum diketahui
5. Pastikan obat digunakan pasien
dalam jadwal aktivitas dan gaya
hidup sehari-harinya
6. Diskusikan alternatif solusi
untuk membantu pasien dalam
manjaga kepatuhannya terhadap
penggunaan obat

1. Menjelaskan tentang hasil


terapi yang diharapkan
2. Mendiskusikan tentang solusi
bila hasil terapi tidak tercapai
3. Tanyakan apakah ada efek lain
yang timbul setelah
mengonsumsi obat
1. Tentang hasil akhir terapi,
4. Pastikan pasien mengerti
ES yang mungkin timbul
tentang ES yang akan
ditimbulkan obat, berapa lama
ES akan dialami dan cara
penanggulangannya
5. Tawarkan solusi untuk
mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan obat
22

tersebut

Tanyakan informasi dari pasien


yang meliputi
1. Status alergi
2. Penghentian obat resep oleh
2 Melengkapi P3
pasien
3. Penggunaan obat lain yang
tidak diresepkan (suplemen,
produk herbal, dll)

1. Contoh informasi tambahan


:
 Interaksi obat dengan obat,
makanan dll
 Penanggulangan jika dosis
terlupa
 Informasi pemantauan
pasien : bagaimana cara
pasien mengetahui obat
bekerja, uji-uji yang harus
dilakukan untuk
pemantauan, kapan harus
konsultasi lagi dengan
Mendiskusikan informasi dokter/apoteker
3
tambahan yang diperlukan  Informasi untuk menebus
ulang obat
 Informasi cara penyimpanan
obat
 Perubahan gaya hidup yang
berpengaruh terhadap obat :
pola makan, olah raga,
merokok, dll
2. Pastikan pasien tidak
mengalami masalah dengan
banyaknya informasi
3. Berikan waktu sejenak
pasien untuk mencerna
informasi

Tanyakan apakah ada informasi


Menanyakan informasi lain
4 lain yang diperlukan/ingin
yang ingin diketahui pasien
diketahui pasien
23

D. Monitoring Penggunaan Obat


adalah suatu proses yang meliputi semua fungsi yang perluuntuk menjamin terapi
obat kepada pasien yang aman . efektif/ rasioanal dan ekonomis.
FUNGSINYA :
* Pengamatan obat pilihan dokter terhadap kondisi diagnosanya
* Pengamatan pemakaian obat
* Jaminan ketepatan dosis ( jumlah, frekwensi, rute dan bentuk obat )
* Pengenalan respon terapi obat saat itu cukup atau kurang
* Penilaian adverse effect ( reaksi yang merugikan ) potensial yang terjadi
* Alternatif atau perubahan – perubahan direkomendasikandalam terapi apabila
situasi tertentu mengharuskan
SASARAN :
efisien, efekasi
terapi.

mengurangi akses seorang pasien keatau patuh pada suatu regimen terapi obat
tertentu

Pemantauan Terapi Obat mencakup pengkajian dari:


Ketepatan terapi dari regimen obat pasien
Ketepatan penggunaan obat ( dosis, indikasi, interaksi, antagonis, duplikasi,
kontraindikasi dll )
Ketepatan rute, jadwal dan metode pemberian dosis obat
Ketepatan informasi yang diberikan pada pasien
Tingkat kepatuhan pasien dengan regimen obat yang tertulis
Interaksi obat – obat, obat – makan, obat – uji laboratorium dan obat – penyakit
Data laboratorium klinik dan farmakokinetika untuk mengevaluasi efek
samping, toksisitas / efek merugikan
Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapiobat pasien

STANDAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT


Standar ini merupakan usulan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
24

Standar I
* Kegiatan PTO dikelola oleh IFRS dengan dukungan & Petunjuk staf medik
yang tepat
* Pelaksananya adalah farmasis yang memenuhi syarat dan mampu menunjukan
penggunaan obat yang tepat di RumahSakit
Standar II
* Kegiatan PTO memperoleh LEGITIMASI mekanisme pengembangan
keputusan terapi dan kebijakan dalamRumah Sakit
Standar III
IFRS harus memiliki kegiatan pendukung yang tepat untukmelaksanakan pemantauan
Terapi Obat
Standar IV
Membuat kebijakan & prosedur tertulis terutama prosedurkegiatan Pemantauan
Terapi Obat dilaksanakan sertamembuat tanggung jawab & akuntabilitas
Standar V
Mekanisme jaminan mutu harus merefleksikan dampak darikegiatan Pemantauan Terapi
Obat pada perawatan pasien Informasi ini digunakan oleh mekanisme pengembangan
keputusan terapi dan kebijakan obat dalam Rumah Sakit

PENDEKATAN UMUM DALAM PEMANTAUAN TERAPI OBAT


Identifikasi Obat yang ditulis Dokter
Identifikasi masalah / Diagnosis yang menyebabkan dokter menulis obat – obat
tersebut dengan mengkaji Catatan Perawat / kunjungan pasien :
- Evaluasi Data Lab
- Evaluasi makanan & minuman yang dikonsumsi
- pertimbangkan biaya terapi dibanding masalah &kondisi pasien
Uraikan suatu Daftar parameter objektif & subjectif untuk mengevaluasi hasil
Pastikan pasien mengkonsumsi obat sesuai instruksi
Komunikasikan dengan dokter jika respon terapi yang diinginkan tidak terjadi
& teliti proses terapi
Jika dalam proses Pemantauan Terapi Obat tidak mencapai sasaran yang
diinginkan / merugikan. Gunakan alternatif lain dan komunikasikan dengan Dokter
25

sebelumdilaksanakan
Kaji proses ini sebagai suatu rangkaian kesatuan yangmenuntun ketekunan
setiap hari

4. Aspek Bisnis
A. Permodalan
1. Peluang Bisnis Ritel
Usaha atau bisnis ritel seperti apotek di Indonesia mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Hal ini sebagai akibat dari adanya perkembangan usaha
manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka, maupun upaya pemerintah
untuk mendorong perkembangan bisnis ritel. Pemerintah berperan dalam
melakukan perlindungan terhadap ritel nasional melalui peraturan
dan undang-undang. Investasi perusahaan ritel asing tetap berinvestasi ke
Indonesia adalah dengan tiga cara yaitu kemitraan sistem waralaba, kerja sama
operasi (KSO) dan kemitraan bersama pengusaha kecil (joint venture).
2. Aspek Keuangan Ritel
Metode dalam menjalankan operasional bisnis ritel akan berdampak pada
penjualan dan akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh
perusahaan ritel. Oleh karena itu keputusan di bidang keuangan juga merupakan
hal yang penting dalam bisnis ini. Keputusan keuangan adalah komponen integral
pada setiap aspek ritel.

B. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja


keuangan dalam bisnis ritel antara lain:
1. Margin kotor
? Persentase margin kotor.
? Kerusakan.
? Persediaan barang.
2. Biaya operasional sebagai persentase penjualan
? Gaji.
? Biaya sewa.
? Listrik.
26

? Total biaya operasi.

C. Strategi Pengembangan Ritel (Apotek)


Empat tipe kesempatan pertumbuhan yang diusahakan oleh ritel yaitu
a. penembusan pasar,
b. perluasan pasar,
c. pengembangan format ritel, dan
d. diversifikasi.
Kesempatan penembusan pasar (market penetration) meliputi usaha-usaha langsung
terhadap konsumen yang ada, dengan menggunakan format ritel yang telah ada. Ritel
dapat mencapai strategi pertumbuhan ini dengan menarik konsumen pada target
pasar sekarang yang tidak berbelanja di apoteknya untuk lebih sering mengunjungi
apotek tersebut atau untuk membeli lebih banyak barang pada tiap kunjungan.
Kesempatan perluasan pasar (market expansion) menggunakan format ritel yang ada
dalam segmen pasar baru. Kesempatan pengembangan format ritel meliputi
penawaran format ritel baru, atau format dengan gabungan ritel yang berbeda pada
target pasar yang sama.. Kesempatan diversifikasi dilakukan pada saat ritel
memperkenalkan format ritel baru secara langsung pada segmen pasar yang tidak
sedang dilayani.
Empat ciri ritel yang menggunakan kesempatan-kesempatan pertumbuhan adalah
keunggulan bersaing yang bisa dipertahankan secara global, kemampuan untuk
menyesuaikan, budaya global dan kemampuan finansial (Utami, 2006).

D. Perpajakan
Pajak adalah suatu kewajiban setiap warga negara untuk menyerahkan sebagian
kekayaannya atau penghasilannya kepada negara menurut peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat. Berdasarkan UU RI No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, PPh
pasal 21 adalah tentang pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima oleh orang
pribadi (pegawai) atau badan (laba usaha perusahaan) yang berdomisili di dalam
negeri. Dan berdasarkan UU RI No. 18 tahun 2000 tentang Pajak
27

Pertambahan Nilai Barang/ Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, pada pasal 7
dijelaskan bahwa besarnya tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen) untuk semua barang kena pajak.

Informasi Tambahan (PP No.51 Tahun 2009)


Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Tenaga Farmasi adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasi, yang terdiri dari
atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

KISI-KISI UJIAN PKPA Rumah Sakit

1. Organasasi Rumah Sakit

A. Klasifikasi Rumah Sakit


28

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat(1).

B. Struktur Organisasi Rumah Sakit


Sesuai dengan PerMenKes RI nomor 1045/Menkes/PER/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. Susunan
organisasi di rumah sakit dapat meliputi(6):
2.4.1 Rumah Sakit Umum
i. Rumah Sakit Umum kelas A, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur
Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat. Masing-
masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bidang. Masing-masing bidang
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Masing-masing bagian terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) subbagian.
ii. Rumah Sakit Umum kelas B Pendidikan, dipimpin oleh seorang Kepala disebut
Direktur Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat.
Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bidang. Masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
iii. Rumah Sakit Umum kelas B Non Pendidikan, dipimpin oleh seorang Kepala
disebut Direktur Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua)
Direktorat. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bidang.
Masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Masing-masing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
iv. Rumah Sakit Umum kelas C, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) bidang. Masing-masing bidang terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
v. Rumah Sakit Umum kelas D, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
Direktur membawahi 2 (dua) seksi dan 3 (tiga) subbagian. Masing-masing bidang
29

terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.

2.4.2. Rumah Sakit Khusus


i. Rumah Sakit Khusus kelas A, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur
Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat. Masing-
masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bidang. Masing-masing bidang
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Masing-masing bagian terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) subbagian.
ii. Rumah Sakit Khusus kelas B, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur
Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat. Masing-
masing Direktorat terdiri dari 2 (dua) bidang. Masing-masing bidang terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) seksi. Masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3
(tiga) subbagian.
iii. Rumah Sakit Khusus kelas C, dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
Direktur membawahi 2 (dua) seksi dan 3 (tiga) subbagian.

C. Keberadaan Instansi farmasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit mempunyai tugas, meliputi(3):

i) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal


ii) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
iii) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
iv) Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi
v) Melakukan pengawasan berdasrakan aturan-aturan yang berlaku
vi) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
vii) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
viii) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
30

Tanggung jawab IFRS adalah mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan
terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhui kebutuhan berbagai bagian atau
unit diagnosi dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit
keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik(2).

D. Struktur dan Organisasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes RI No.l197/MENKES/SK/X/2004 bagan organisasi merupakan gambaran


pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi.

E. Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Seleksi atau Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat(3).
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari
kekosongan obat dengan menggunakan metode dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Terdapat beberapa metode perencanaan, antara lain:
31

1. Metode Konsumsi, yakni berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang lalu,
dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Kelemahan metode ini adalah kebiasaan
pengobatan yang tidak baik/rasional seolah-olah ditolerir.
2. Metode Epidemiologi, yakni berdasarkan pada penyakit yang ada (epidemiologi).
Kelemahan metode ini seringkali standar pengobatan belum tersedia atau disepakati
serta data morbiditas yang ada kurang akurat.
3. Metode Kombinasi, yang ditujukan untuk meminimalkan kekurangan dari masing-
masing metode konsumsi dan metode epidemiologi.
c. Pengadaan
Pengadaan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui pembelian,produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan
atau dropping atau hibah(7).
Dalam pembelian perbekalan farmasi terdapat empat metode, antara lain(8):
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan sederhana
3. Pelelangan terbatas
4. Penunjukan langsung
5. Pengadaan langsung
d. Penerimaan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesesehatan RI Nomor 1197/ Menkes/ SK/ 2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, penerimaan merupakan kegiatan
untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan
kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan.
Sebelum masuk ke gudang penyimpanan, barang yang baru saja diterima harus
dibongkar terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan pengecekan terhadap barang
tersebut. Pengecekan yang dilakukan meliputi jumlah item dan keutuhan karton atau
item yang diterima, kesesuaian barang yang diterima dengan daftar pesanan yang
diminta, kesesuaian jumlah item dalam karton dengan jumlah item sesungguhnya(9).
32

e. Penyimpanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/ Menkes/ SK/ 2004
penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi dan alat kesehatan
menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhunya
dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak atau terbakar, tahan atau tidaknya
terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan(3).
Pengaturan sistem penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO), sedangkan untuk memudahkan pengambilan
barang di gudang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu berdasarkan
kelompok farmakologi atau terapetik, alfabetis, tingkat penggunaan, dan bentuk
sediaan(9).
f. Pendistribusian(7)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
distribusi obat-obatan merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap
dan rawat jalan serta menunjang pelayanan medis. Adapun alur pendistribusian
pelayanannya dapat di lihat di Lampiran 2, Gambar II.1
Metode pendistribusian yang biasa digunakan rumah sakit yaitu sentralisasi dan
desentralisasi :
1. Sentralisasi
Metode ini merupakan pendistribusian langsung obat-obatan dari gudang farmasi ke
ruang rawat atau apotek. Metode ini cocok untuk Rumah Sakit/unit kerja yang
berskala kecil dimana jumlah dan jenis barang tidak terlalu banyak, lokasi pengguna
barang tidak jauh dari gudang.
2. Desentralisasi
Metode ini merupakan pendistribusian obat-obatan dari gudang farmasi ke ruang
rawat melalui depo-depo yang tersedia di ruang rawat tersebut. Desentralisasi ini
cocok untuk Rumah Sakit atau unit kerja berskala besar dimana lokasi pengguna
barang jauh dari gudang utama, jumlah pengguna banyak serta jumlah dan jenis
barang sangat banyak(7).
33

Berdasarkan distribusi obat untuk pasien rawat inap dan rawat jalan, ada empat
sistem yang digunakan yaitu(7):
1. Sistem persediaan di ruangan floor stock
Persediaan obat dipasok oleh IFRS, biasanya 1 minggu sekali personel IFRS
memeriksa persediaan obat di ruang lalu menambahkan obat yang persediaannya
sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Dalam sistem distribusi ini, tanggung
jawab besar dibebankan kepada perawat yaitu menginterpretasikan resep dan
menyiapkan obat yang sebenarnya adalah tanggung jawab apoteker.
2. Sistem resep perseorangan (Individual prescribing)
Individual prescription merupakan resep yang ditulis oleh dokter untuk setiap pasien.
Individual prescription system merupakan kegiatan pendistribusian sediaan obat oleh
IFRS sesuai dengan resep yang ditulis atas nama pasien melalui perawat ke ruang
pasien tersebut.
3. Sistem Unit Dosis (Unit Dose Dispensing/UDD)
Sistem unit dose (UDD) merupakan kegiatan pendistribusian obat-obatan melalui
resep perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan dan dibayar dalam unit
dosis tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau
jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa(3).Dalam Unit dose
dispensing system, pasien hanya membayar obat yang dikonsumsi. Unit dose
dispensing system lebih baik daripada sistem lain karena lebih aman untuk pasien,
lebih ekonomis untuk organisasi dan metodenya efektif dalam penggunaan sumber
yang professional.
4. Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi merupakan sistem penulisan resep/pesanan obat secara individu
sebagai sarana utama pendistribusian obat dan memanfaatkan floor stock secara
terbatas untuk obat-obatan yang ada di emergency kit, yaitu live saving drug (obat
yang digunakan untuk menyelamatkan pasien dalam keadaan darurat). Jenis dan
jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh SKFT dengan masukan dari
IFRS dan dari pelayanan perawatan. Dalam sistem ini, persediaan farmasi yang
disediakan di ruangan antara lain bahan dasar, obat-obat emergency kit, obat-obat
34

strategis dan alat kesehatan yang diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari
diperlukan, dan harga obat relatif murah(11).

Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi klinik merupakan suatu keahlian dalam bidang kesehatan yang bertanggung
jawab untuk meningkatkan keamanan, kerasionalan, dan ketepatan penggunaan
terapi obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi terspesialisasi
dari apoteker dalam pelayanan penderita(9).

Kegiatan pelayanan kefarmasian menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
a. Pengkajian resep, merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai
dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinik baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b. Dispensing, merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan memberikan informasi obat yang memadai disertai dokumentasi.
c. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat, merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal, yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker dalam memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, dan pasien.
e. Konseling, merupakan proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien
rawat jalan dan pasien rawat inap.
f. Pemantauan Kadar Obat, dilakukan atas permintaan dari dokter yang merawat karena
indeks terapi obat sempit.
g. Visite Pasien, merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun secara mandiri. Hal ini bertujuan dalam
35

pertimbangan pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi


terapetik, serta menilai kemajuan pasien, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
h. Pengkajian Penggunaan Obat, merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien.

F. Panitia Farmasi Rumah Sakit


Panitia farmasi dan terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari
farmasi rumah sakit serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan dan Fungsi PFT
Pantia farmasi dan terapi dibentuk dengan tujuan, yaitu :
i. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta
evaluasinya.
ii. Melengkapi staf professional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
Pantia farmasi dan terapi dibentuk dengan dua fungsi utama(2), yaitu:
i. Merumuskan kebijakan-kebijakan mengenai evaluasi, pemilihan dan penggunaan
terapi obat, serta alat yang berkaitan rumah sakit.
ii. Memberikan rekomendasi atau membantu dalam perumusan yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan staaf professional (dokter, perawat, apoteker dan praktisti
kesehatan lainya untuk menambah pengetahuan mutakhir tentang obat dan
penggunaan obat.

Susunan dan Tata Kerja PFT(2)


PFT mempunyai susunan dan tata kerja sebagai berikut :
i. PFT terdiri dari dokter, apoteker, perawat, pegawai administrasi, koordinator
jaminan mutu dan berbagai ahli jika diperlukan.
ii. PFT dipimpin oleh seorang dokter dan sebagai sekretaris adalah seorang apoteker
(kepala IFRS).
36

iii. PFT tersebut harus mengadakan rapat secara teratur, paling sedikit 6 (enam) kali
dalam setahun dan dapat lebih sering jika diperlukan.
iv. PFT dapat mengundang orang-orang yang berada di dalam atau diluar organisai
yang dapat memberikan kontribusinya ke dalam suatu pertemuan.
v. Sekretaris harus telah menyiapkan agenda dan materi pendukung dan
menyampaikan kepada anggota komite sebelum pertemuan dilangsungkan
vi. Usulan-usulan PFT disampaikan kepada staf medik untuk dapat diterima dan
direkomendasikan.
vii. Hubungan dengan PFT lain yang ada hubungannya dengan penggunaan obat harus
dipelihara.
viii. Segala kegiatan PFT secara rutin harus diinformasikan kepada staf pelayanan
rumah sakit.

Fungsi dan Ruang Lingkup PFT(2,3)


Fungsi dan ruang lingkup kerja PFT antara lain :
i. Berpartisipasi dalam suatu kapasitas evaluasi, pendidikan, bertindak sebagai
penasehat kepada staf medis dan pimpinan rumah sakit dalam hal yang berkaitan
dengan penggunaan obat.
ii. Pantia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang di usulkan oleh anggota.
iii. Mengembangkan formularium obat yang dapat diterima penggunaannya di rumah
sakit dan melakukan revisi secara tetap. Seleksi obat yang dimasukan ke dalam
formularium harus didasarkan pada evaluasi objektif terhadap manfaat terapi,
keamanan serta harga dan harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat,
kelompok dan produk obat yang sama.
iv. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang
aman dan efektif
v. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi,
pemberian dan penggunaan obat.
vi. Menetapkan atau merencanakan program pendidikan sesuai bagi staf profesi di
rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat.
37

vii. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi,
pemberian dan penggunaan obat.
viii. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan (termasuk sediaan biologi
dan vaksin) yang terjadi di rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk
mencegah berulangnya kembali.
ix. Memprakarsai atau memimpin program studi evaluasi penggunaan obat (EPO),
pengkajian hasil EPO dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan
penggunaan obat.
x. Memberikan saran kepada IFRS mengenai pelaksanaan distribusi obat dan prosedur
pengendalian yang efektif.

Peran Apoteker dalam PFT(3)


Apoteker memiliki peran sangat strategis dan penting karena semua kebijakan
dan peraturan dalam mengelola dan mengunakan obatdiseluruh unit di rumah sakit
ditentukan dalam PFT. Apoteker harus secara mendasar dan mendalam membekali diri
dengan ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemiologi dan
farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain, agar dapat mengemban tugas secara baik
dan benar serta memperlancar hubungan professional dengan petugas kesehatan lain di
rumah sakit.
Tugas Apoteker dalam PFT(3)
Tugas apoteker dalam PFT meliputi :
i. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil panitia/sekretaris)
ii. Menetapkan jadwal pertemuan
iii. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
iv. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan
dalam pertemuan
v. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan
rumah sakit
vi. Menyebarluaskan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang
terkait
vii. Melaksanakan keputusan-yang sudah disepakati dalam pertemuan
38

viii. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan obat
dalam kelas terapi lain
ix. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT.
x. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
xi. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
xii. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolandan penggunaan obat pada
pihak terkait

G. Formularium Rumah Sakit


Sistem Formularium dan Formularium
Sistem Formularium(2)
Sistem formularium adalah metode untuk mengevaluasi, menilai, dan memilih berbagai
zat aktif obat dan produk yang tersedia dipasaran, yang dianggap terbaik dan paling
berguna untuk perawatan pasien di rumah sakit.
Hanya obat yang terpilih yang disediakan secara rutin di IFRS. Jadi, dengan adanya
sistem formularium, mutu dan harga obat yang digunakan di rumah sakit dapat
dikendalikan. Keuntungan sistem formularium adalah membantu meyakinkan mutu dan
ketepatan pengunaan obat dalam rumah sakit, sebagai bahan edukasi bagi staf rumah
sakit tentang terapi obat yang tepat dan memberi rasio manfaat biaya yang tertinggi.
Hasil utama dari pelaksanaan sistem formularium adalah formularium rumah sakit.

Formularium(2,3)
Formularium berdasarkan Kepmenkes RI No.1197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh
Panitia farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada
setiap batas waktu yang ditentukan(3). Formularium adalah dokumen berisi kumpulan
produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan
obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah
sakit tersebut, serta kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan obat yang relevan
untuk rumah sakit tersebut(2). Daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh PFT,
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit untuk digunakan dalam pelayanan di rumah sakit
(UU No 44/2009). Formularium harus lengkap, ringkas serta mudah digunakan dan
39

terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf
profesional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta
pertimbangan klinik staf medik rumah sakit itu.
Apoteker rumah sakit wajib menyediakan informasi tentang obat berupa monografi
yang akan di evaluasi oleh PFT untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari
formularium. Formularium harus lengkap, ringkas dan mudah digunakan.
Isi dari formularium antara lain:
i. Informasi umum
Informasi tentang kebijakan prosedur rumah sakit mengenai masalah obat-obatan,
gambaran singkat mengenai Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), peraturan tentang
pemberian resep, penyaluran obat-obatan pada penderita, prosedur pelaksanaan di
IFRS dan infromasi tentang cara penggunaan formularium.
ii. Monografi obat yang diterima masuk formularium.
iii. Daftar sediaan obat-obat, informasi minimal harus tercantum dalam sediaan obar
yang beredar di rumah sakit, seperti bentuk sediaan, kekuatan, kemasan ukuran
yang tersedia dan informasi tambahan lain yang dianggap perlu.
iv. Informasi khusus
Informasi khusus tergantung dari kebutuhan rumah sakit tersebut dalam pengaturan
penggunaan obat, seperti daftar sediaan insulin dan cara perhitungan dosis.

2. Manajemen Farmasi Rumah Sakit.


A. Seleksi dan Penerimaan Tenaga

B. Manajemen Sumber Daya Manusia

C. Panitia Farmasi dan Terapi


Baca lagi di atas
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) atau Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung sejak Maret 2012 disebut Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
Tim ini berada dibawah Direktur Medik dan Keperawatan. Susunan Organisasi TFT
di RSHS terdiri dari ketua dan wakil ketua (dokter), sekretaris (apoteker atau kepala
IFRS) dan anggota (dokter-dokter dari berbagai Staf Medis Fungsional).Tim Farmasi
40

dan Terapi mempunyai tugas untuk memantau pelaksanaan penggunaan obat yang
rasional di RSHS, menyusun dan merevisi formularium dan mengkoordinasikan
pemantauan efek samping obat di RSHS.

Kegiatan TFT sebagai berikut:


a. Pelaksanaan kegiatan organisasi seperti mengadakan rapat/pertemuan,
mempersiapkan agenda rapat, membuat dan mengirim undangan rapat, menyiapkan
daftar hadir. melaksanakan rapat dan membuat notulasi rapat.
b. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS seperti mengkoordinir
penggunaan obat sesuai formularium Jamkesmas (Manlak) untuk pasien
Jamkesmas/Gakinda/Gakin RSHS, mengkoordinir penggunaan obat sesuai
formularium/DPHO PT Askes Indonesia untuk pasien Askes Sosial/PNS, mengikuti
kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan dan membuat pedoman penggunaan antimikroba.
c. Menyusun dan merevisi “Formularium” seperti mengkoordinir usulan revisi Daftar
Obat Esensial (DOEN), mengkoordinir usulan-usulan revisi DPHO PT Askes
Indonesia, mengkoordinasi usulan revisi Formularium dan mengkoordinasi usulan
revisi Formularium RSHS.
Mengkoordinasi pemantauan/monitoring efek samping obat (MESO), seperti
membuat sistem MESO di RSHS: alur dan format pemantauan, sosialisasi MESO
(melalui pelatihan), mengkaji hasil MESO yang didapat di RSHS, membuat
pelaporan MESO per bulan ke Pusat MESO Nasional

D. Pengadaan distribusi Obat (Baca BAB III laporan Rumah Sakit)


1. Perencanaan dan seleksi perbekalan Farmasi
2. Pengadaan (Prioritas dan metode Pengadaan)
3. Penyimpanan (lay out gudang dan system penyimpanan distribusi)
4. Distribusi (sistem distribusi dan pengendalian distribusi)
41

E. Sistem Pengendalian Di IFRS

F. Akreditasi
Akreditasi rumah sakit, adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh
lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara
berkesinambungan. Akreditasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit, meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit, meningkatkan
perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan
rumah sakit sebagai institusi, dan mendukung program pemerintah di bidang
kesehatan.
Penyelenggaraan Akreditasi Nasional(6)
a. Persiapan akreditasi antara lain memenuhi pemenuhan standar dan penilaian
mandiri (self assesment). Penilaian mandiri merupakan proses penilaian
penetapan standar pelayanan rumah sakit dengan menggunakan instrumen
akreditasi. Penilaian mandiri bertujuan untuk mengukur kesiapan dan
kemampuan rumah sakit dalam rangka survei akreditasi.
b. Bimbingan akreditasi merupakan proses pembinaan rumah sakit dalam rangka
meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei akreditasi. Bimbingan
akreditasi dilakukan oleh pembimbing akreditasi dari lembaga independen
pelaksana akreditasi yang melakukan akreditasi.
c. Rumah sakit yang telah mendapat status akreditasi nasional diwajibkan
membuat perencanaan perbaikan strategi sesuai dengan rekomendasi surveior
untuk memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang belum tercapai.
d. Kegitan pasca akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi. Survei
verifikasi dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi yang
melakukan penetapan status akreditasi terhadap rumah sakit. Survei rumah
sakit bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit sesuai dengan rekomendasi dari surveior.
42

Penyelengaraan Akreditasi Internasional(6)


Rumah sakit yang telah mendapatkan status akreditasi internasional
wajib melaporkan status akreditasinya kepada Menteri. Akreditasi internasional
hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
sudah terakreditas oleh Internasional Society for Quality in Health Care
(ISQua).

3. Asuhan Kefarmasian / Para Fungsional Farmasis


A. Pelayanan Informasi obat dan Konseling

B. Evaluasi dan monitoring efek samping obat

C. Pelayanan farmasi klinik

D. Produksi dan kontrol kualitas

4. CSSD (Central Sentralisasi Suplay Department)


A. Ruangan lingkup CSSD
1. Tugas Pokok Dan Fungsi
Central sterile supply department (CSSD) atau pusat sterilisasi adalah
unit/departemen di RS yang menyelenggarakan proses dekontaminasi serta
pencucian, pengecekan/pengemasan, sterilisasi dan distribusi alat/bahan steril
(RSHS).
Pada mulanya, kegiatan sterilisasi di RSHS dilakukan oleh unit di bawah
Instalasi Bedah Sentral, namun sejak November 2010 dibentuk instalasi CSSD
yang secara organisasi berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan.
Sebagai pusat sterilisasi, CSSD memiliki fungsi utama yaitu mengurangi infeksi
RS dengan menjamin tersedianya alat dan bahan steril serta memutus mata rantai
penyebaran kuman/infeksi RS (sebagai bagian dari PPIRS).
Fungsi CSSD/pusat sterilisasi:
1. Mengurangi infeksi RS dengan menjamin tersedianya alat dan bahan steril
2. Memutus mata rantai penyebaran kuman/infeksi RS (RSHS).
43

2. Konsep Area CSSD


a. Area Kotor
Ruang dekontaminasi sebagai tempat serah terima barang kotor dari ruang
operasi. Petugas yang mencuci harus menggunakan APD.
b. Area Bersih
Ruang produksi dan pengemasan merupakan ruangan yang digunakan sebagai
tempat mengemas semua alat yang telah melalui proses dekontaminasi. Barang
diserahkan memalui ruang perantara. Seluruh alat di kemas dengan pengemas
yang sesuai. Contoh pengemas yang digunakan antara lain, linen, kertas
paying, poces.
c. Area Steril
Ruang penyimpanan berada dekat dengan ruang sterilisasi. Ada dua metode
yang digunakan yaitu autoklaf dan etilen oksida. alat yang digunakan memiliki
2 pintu, setelah selesai proses sterilisasi alat akan di keluarkan melalui pintu
alat yang ada di bagian ruang penyimpanan.

3. Kondisi Ruangan CSSD


- Kelembaban 35-75 %
- Temperatur 18-22oC
- Koloni kuman 10 – 20
- Pertukaran udara min
10x/jam
- Tekanan udara khusus
- Partikel udara < 0,15 mg/m3
- Kebisingan max 60 Db
- Pencahayaan min 100 lux
23

4. Spaulding Classification System


Tabel I. Klasifikasi sistem sterilisasi

KATEGORI DESKRIPSI MODEL PROSES

Critical items Peralatan masuk atau dipergunakan & berhubungan Sterilisasi


dengan jaringan steril atau sistem pembuluh dan
peredaran darah.
Semi critical Peralatan dipergunakan kontak dengan membran High level
items mukosa disinfection
Non critical Peralatan dipergunakan kontak dengan permukaan Low level or
items kulit saja intermediate level
disinfection

5. Alur Sterilisasi

Pemakaian

Pengambilan
Distribusi barang kotor

Penyimpanan Dekontaminasi

Proses
Pencucian
Sterilisasi

Inspeksi/
Pengemasan dilakukan
check

Gambar 5. Alur sterilisasi instrument

a. Pemakaian

Dilakukan oleh user/pengguna misalnya instalasi bedah. Peralatan (alat


bedah) yang telah selesai dipakai dikumpulkan dan dihitung kesesuaian jumlahnya
24

dengan bantuan check list oleh perawat. Tiap chek list berbeda untuk masing-
masing set. Untuk saat ini ada lebih dari 250 set tindakan pembedahan yang
masing-masing set berisi antara 10 – 100 macam jenis alat.
b. Pengambilan Barang Kotor

Petugas CSSD melakukan pengambilan dan serah terima barang (set


bedah) yang digunakan pasca operasi dengan perawat. Untuk kegiatan ini, petugas
CSSD mengguanakan lift khusus yang menghubungkan ruang dekontaminasi
dengan bagian belakang/koridor belakang ruangan operasi sehingga kontaminasi
dengan area luar dapat diminimalisir. Petugas CSSD dan perawat bersama-sama
menghitung kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diserahterimakan dengan
bantuan check list.
c. Dekontamisasi
Dekontaminasi adalah proses pembersihan bertujuan untuk mengangkat
kotoran (jaringan, darah, lemak, sekret, dan partikel asing), mengurangi bioburdin
(microbial & endotoxin), melindungi instrumen dari karat dan memperpanjang
waktu penggunaan instrumen. Proses ini memegang peranan penting, karena jika
proses pembersihan tidak baik maka sterilitas tidak akan tercapai. Proses ini
dilakukan dengan merendam alat-alat yang tahan air dalam wadah yang berisi
cairan klorin 0,5% dan wadah yang berisi cairan enzimatik masing-masing selama
10 menit. Karena melakukan kontak secara langsung dengan sumber kontaminasi,
petugas di area dekontaminasi wajib menggunakan APD lengkap yang terdiri dari:
topi, masker, sarung tangan standar, sarung tangan khusus, boot, apron/skort,
google/pelindung mata.
25

Gambar 6. Alur Proses Dekontaminasi

d. Pencucian
Cara pencucian terdiri dari dua jenis, yaitu dilakukan dengan cara manual
pada air yang mengalir untuk menghilangkan bekas organ atau darah dan
menggunakan sikat yang halus. Sedangkan, mekanikal menggunakan mesin
seperti : Ultrasonic cleaner, Washer disinfector, Flusher disinfector, Steam gun.
Namun di RSHS, cara kedua tidak dilakukan pada beberapa waktu terakhir karena
adanya kerusakan mesin. Setelah dicuci, instrumen dikeringkan dan kemudian
diserahkan ke bagian pengemasan melalui pass box.

e. Inspeksi Pengecek
Inspeksi pengecek dilakukan untuk memeriksa kelengkapan set yang di
derahkan, apakah ada alat yang hilang atu tidak.
f. Pengemasan
Setelah dilakukan pengecekan kelengkapan set, maka semua jenis set
akan dipilah dan dikemas menggunakan kemasan yang cocok. Pengemasan
bertujuan sebagai penghambat/barrier terhadap mikroorganisme dan debu (tahan
air/basah & tusukan), memungkinkan penembusan oleh agen sterilisasi dan
mempresentasikan isi dari kemasan yang steril. Pemilihan material pengemas
sangat tergantung dari jenis barang yang akan dikemas, perlu terlihat/tertutup,
metode sterilisasi, cara penyimpanan, distribusi dan transportasi, sumber
dana/biaya. Material pengemas yang digunakan antara lain: Woven textiles (linen),
papers (kraft, crepe-type paper), non-wovens (Cellulose or 100% synthetic
based), paper-plastic pouches/rolls, plastic pouches/rolls, metal drum (dengan
sedikit modifikasi).
Menurut (Depkes RI,2009) syarat bahan kemasan diantaranya:
- Dapat menahan mokroorganisme dan bakteri
- Kuat dan tahan lama
- Mudah digunakan
- Tidak mengandung racun
- Segel yang baik
- Dibuka dengan mudah dan aman
26

- Masa kadaluarsa
- Dibuka dengan mudah dan aman
- Masa kadaluarsa
- Tahapan pengemasan meliputi :
- Nama Set / Alat
- Tanggal Proses
- Nomor Loading / Mesin
- Pengemas / Operator Mesin
- ED / Kadaluarsa

Gambar 7. Label pada pengemas


g. Sterilisasi
Setelah dikemas set akan dimasukan kedalam mesin sterilisasi. Metode sterilisasi
dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, gas, kimiawi dan
penyinaran. Instalasi CSSD RSHS menerapkan metode panas basah dengan
menggunakan steam sterilisator (4 unit mesin) dan gas etilen okside (1 unit
mesin). Steam sterilisator digunakan untuk instrumen dan bahan yang tahan
dengan panas tinggi, sedangkan untuk alat yang tidak tahan panas seperti cateter
jantung dan peralatan endoskopi menggunakan sterlisisasi dengan gas etilen
okside. Langkah kerja sterilisasi dengan steam dan etilen okside terdapat pada
lampiran.
h. Penyimpanan
Instrument yang telah disterilisasi kemudian di simpan di dalam gudang
penyimpanan. Gudang penyimpanan produk steril di RSHS dilengkapi dengan air
shower (di lorong sebelum masuk gudang), hepha filter dan rutin dilakukan
27

penyinaran UV seminggu sekali. Penyimpanan barang steril di RSHS sudah


memenuhi syarat dari DepKes RI tahun 2009, yaitu :
a. Sebaiknya berada dekat dengan ruang sterilisasi
b. Pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan apabila
menggunakan mesin sterilisasi dua pintu
c. Penerangan harus memadai
d. Suhu ruangan antara 18-22 oC; kelembaban 35-75%
e. Ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi filtrasi
partikular antara 90-95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron)
f. Dinding dan lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus dan kuat
g. Alat steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding, serta alat steril tidak disimpan dekat
wastafel atau saluran pipa lainnya
h. Lokasi ruang penyimpanan steril harus jauh dari lalu lintas utama dan jendela
serta pintu dan terisolasi.

i. Distribusi
Distribusi dilakukan ke instalasi bedah sentral (COT dan ODS) dan ruangan-
ruangan. Untuk keperluan di instalasi bedah sentral, permintaan dilakukan ke
depo CSSD yang letaknya berdekatan dengan COT. Ada ruangan khusus untuk
serah terima barang steril yang letaknya berdekatan dengan gudang penyimpanan.
Barang yang diminta dimasukkan ke dalam pass box dan diambil dari arah
ruangan serah terima.
Permintaan dari ruangan dilakukam dengan mengisi bon/formulir permintaan
barang. Barang yang dikeluarkan lebih dahulu adalah set yg di produksi lebih
dahulu (FEFO). Selanjutnya petugas CSSD menyiapkan dan melengkapi data
barang sesuai dengan permintaan kemudian menyerahkannya.

6. Monitoring Sterilisasi
Monitoring sterilisasi bertujuan untuk memantau proses sterilisasi secara
rutin dengan mempergunakan indikator mekanik, kimia dan biologi sehingga dapat
dijadikan sebagai parameter. Jenis indikator mutu sterilisasi yang digunakan di
28

RSHS antara lain : indikator mekanik, indikator kimia dan indikator biologi (Uji
Kultur Laboratorium).
a. Indikator Mekanik
Indikator mekanik merupakan bagian dari mesin sterilisasi berupa indikator suhu
dan tekanan yang menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja dengan baik. Selain
itu, RSHS menggunakan indikator Bowie Dick pada metode sterilisasi dengan
steam. Tes ini digunakan untuk menilai efisiensi pompa vakum pada alat
sterilisasi steam dan mengetahui adanya kebocoran udara. Keterbatasan tes ini
adalah hanya digunakan pada metode sterilisasi uap panas yang menggunakan
sistem vakum dan tidak digunakan untuk mengetahui apakah kondisi sterilisasi
telah tercapai. Uji Bowie Dick dilakukan sebelum alat di sterilisasi.
Kegunaan dari indikator mekanik adalah
- memberikan informasi segera mengenai temperatur, tekanan, waktu dan fungsi
mekanik lainnya dari alat.
- memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan memerlukan
perbaikan
Keterbatasan dari indikator mekanik:
- indikator tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah tercapai melainkan
hanya memberikan informasi secara cepat tentang fungsi dari alat sterilisasi.
- Karena bersifat mekanis, maka bila tidak dilakukan kalibrasi alat dengan tepat
atau pemakaian yang terlalu sering dapat memberikan informasi yang tidak tepat
(DepKes RI, 2009).
b. Indikator Kimia
Indikator yang menandai terjadinya paparan sterilan (uap atau gas) pada obyek
yang disterilkan dengan adanya perubahan warna. Indikator kimia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu indikator eksternal dan internal. Indikator eksternal
berbentuk tape dan digunakan di bagian luar kemasan. Indikator internal
berbentuk strip dan diletakkan dalam setiap kemasan. Baik indikator internal
maupun eksternal, akan memberikan informasi bahwa benda di dalam atau luar
kemasan telah melewati proses sterilisasi (DepKes RI, 2009).
Apabila terjadi perubahan warna maka akan memberikan informasi bahwa
bagian dalam atau luar kemasan benda yang disterilkan telah melewati proses
29

sterilisasi. Dalam prakteknya indikator eksternal sangat bermanfaat karena


memberikan bukti visual benda yang sudah melewati proses sterilisasi dan dapat
menandakan antara benda yang sudah dan belum disterilisasi berfungsi sebagai
segel atau pengaman kemasan. Keterbatasan indikator eksternal adalah informasi
yang hanya pada kemasan bagian luar sedangkan tidak membuktikan adanya
penetrasi sterilan ke bagian dalam kemasan. Keterbatasan indikator internal
adalah informasi yang hanya pada kemasan bagian dalam sedangkan tidak
membuktikan adanya penetrasi sterilan ke bagian luar kemasan (DepKes RI,
2009).
Kelebihan indikator kimia:
- Dapat memberikan informasi dengan segera bahwa suatu benda sudah
melewati proses sterilisasi dan bahwa parameter-parameter atau kondisi yang
diperlukan untuk proses sterilisasi sudah terpenuhi
- Memberikan informasi secara spesifik pada setiap kemasan (DepKes RI,
2009).
Keterbatasan indikator kimia adalah belum menjamin tercapainya keadaan steril,
tetapi hanya menunjukkan bahwa suatu benda sudah melewati kondisi-kondisi
sterilisasi dalam suatu siklus sterilisasi (DepKes RI, 2009).

c. Indikator Biologi
Prinsip kerja dari indikator biologi adalah mensterilkan spora hidup
mikroorganisme yang non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu.
Bila selama proses sterilisasi spora terbunuh, maka diasumsikan benda yang kita
sterilkan, sporanya mati (hasil steril). Indikator biologi yang digunakan RSHS
yaitu Attest, yang di dalamnya berisi bakteri sesuai dengan metode sterilisasi
yang akan digunakan.
Pengujian indikator biologi Attest untuk metode sterilisasi steam hanya
dilakukan satu kali selama sehari yaitu pada saat sterilisasi loading barang
kedua. Setelah Attest mengalami sterilisasi pada steam, maka hasilnya harus di
baca menggunakan auto reader. Pembacaan dilakukan selama 3 jam dalam
inkubator auto reader. Setelah itu, hasilnya dapat dilihat berupa tanda + (bakteri
hidup sehingga barang tidak steril) atau – (bakteri mati atau barang sudah steril).
Indikator biologi harus disesuaikan dengan metode sterilisasi, antara lain :
30

metode uap panas menggunakan Bacillus Stearothermophyllus dan metode ETO


menggunakan Bacillus Subtilis.

7. Analisa kebutuhan
Perencanaan kebutuhan instalasi CSSD menggunakan data pemakaian tahun
sebelumnya sebagai landasan perkiraan. Selain itu, melihat dari trend tindakan
pembedahan dan adanya program yang rumah sakit yang sedang dijalankan juga
menjadi pertimbangan. Berdasar trend tindakan misalnya dengan melakukan evaluasi
ke ruangan atau bagian yang dalam 3 bulan terakhir mengajukan permintaan
(contohnya permintaan kasa) yang meningkat tajam dari pemakaian-pemakaian
sebelumnya. Upaya ini dilakukan sebagai langkah cross check bahwa pemakaiannya
memang untuk tindakan yang diperlukan dan sebagai data untuk proses pengajuan
usulan berikutnya. Pengajuan usulan pengadaan dilakukan per semester (setahun 2
kali) dengan draft pengajuan harus diserahkan ke unit perencanaan 2 bulan
sebelumnya.

B. Macam Sterilisasi
Baca diatas Monitoring sterilisasi
5. Penanganan Limbah
A. Penanganan Limbah citotoksik
Baca PDF Pengolahan Limbah
B. Penanganan Limbah IFRS
A. Pengelolaan Limbah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan. Salah satu program kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
risiko dan gangguan kesehatan tersebut adalah pengelolaan limbah di rumah sakit.
Pengertian pengelolaan limbah :
1. PPNo. 18 /1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
- Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
31

- Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
2. SK Menkes No. 1204 /2004 Tentang Persyaratan Kesling RS
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk
padat,cair dan gas.
3. UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sampah spesifik meliputi
sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

1. Tujuan pelaksanaan pengelolaan limbah :


• Melindungi masyarakat rumah sakit (karyawan, pasien dan pengunjung)agar
terhindar dari segala kemungkinan gangguan / resiko yang berasal dari kegiatan
rumah sakit sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
• Mewujudkan mutu kesehatan lingkungan rumah sakit yang bersih dan tertib
sehingga meningkatkan citra rumah sakit.

Gambar 2. Organisasi Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 RSHS


32

2. Karakteristik Limbah B3
 Mudah meledak (explosive)
 Mudah Terbakar (flammable)
 Beracun (toxic)
 Berbahaya (harmful)
 Korosif (corrosive)
 Infeksious : Berdasarkan Lampiran PP 18 tahun 1999, limbah dari rumah sakit
masuk dalam kategori limbah B3, yaitu asal/uraian limbah : limbah klinis, produk
farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk
farmasi, limbah laboratorium, residu proses insinerasi.
Berdasarkan bentuknya, limbah di rumah sakit diklasifikasikan menjadi 3
kelompok besar yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat kemudian dibagi lagi
menjadi limbah medis dan non medis. Termasuk ke dalam limbah medis antara lain
limbah infeksius, berupa benda tajam misalnya jarum suntik, bahan kimia (reagen-
reagen laboratorium), limbah radiologi, limbah farmasi, patologi dan sitotoksik.
Sedangkan limbah non medis dapat berupa limbah organik, anorganik daur ulang dan
non daur ulang serta kontainer bertekanan.

3. Jenis Limbah Medis:


 Infeksius : limbah yang mengandung bahan patogen (bakteri, virus, parasit/jamur.
Misalnya : limbah ruang isolasi, alat yang kontak dengan pasien)
 Patologis : jaringan atau cairan dari tubuh manusia
 Benda tajam : jarum, pisau, pecahan gelas, dsb
 Farmasi : yang mengandung bahan farmasi. Misalnya : obat kadaluarsa
 Kimia : yang mengandung bahan kimia. Misalnya : reagen laboratorium,
desinfektan kadaluarsa.
 Radioaktif : yang mengandung bahan radioaktif. Misalnya: gelas yang
terkontaminasi, kertas penghisap, urine dan sekret pasien yang dites melalui
radionuklida
 Kontainer bertekanan : kaleng sisa yang mengandung aerosol
 Umum : limbah/sampah domestik, perkantoran, kegiatan administrasi.
33

Dari sekian banyak jenis limbah yang dihasilkan, jika tidak dikelola dengan baik
maka dampak negatif limbah akan dirasakan oleh masyarakat rumah sakit. Untuk itu,
diperlukan upaya pengelolaan limbah yang merupakan tanggungjawab dari IKL-K3.

Gambar 3. Alur Pengelolaan Limbah Padat di RSHS

Keterangan:
a. Pemisahan dan Pewadahan (Segregasi)
Segresi dilakukan di unit atau ruangan penghasil limbah. Limbah dipisahkan dan
dimasukkan kedalam tempat / kantong plastik sesuai dengan kategori / limbah.
Petugas pemisah : Petugas di ruangan ( Perawat/dokter). Warna plastik untuk limbah
medis yaitu kuning, warna plastik untuk isolasi yaitu putih dan warn kantong plastik
untuk umum yaitu hitam. Sedangkan, benda tajam diletakkan dalam safety box
berwarna kuning.
Akibat Proses Segregasi Yang Buruk :
 Meningkatnya cost pemusnahan limbah;
 Meningkatnya kecelakaan akibat pengelolaan limbah;
 Pencemaran terhadap lingkungan;
 Meningkatnya penyakit akibat pengelolaan limbah.
b. Pengumpulan & Pengangkutan
Pengangkutan dari unit atau ruangan penghasil limbah ke TPS (Tempat
Pengumpulan Sementara) dilakukan setiap hari dengan menggunakan trolly tertutup
34

dan dipisah antara limbah medis dan non medis yang dilakukan oleh petugas
Cleaning Service yang dilengkapi dengan APD (alat pelindung diri).

c. Pembuangan akhir & Pemusnahan


 Limbah medis dimusnahkan dengan incenerator dengan suhu diatas 1000 C.
 Limbah non medis dari TPS selanjutnya diangkut ke lokasi tempat pembuangan
akhir, bekerjasama dengan PD Kebersihan
d. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Gambar 4. Pengelolaan Limbah Rumh Sakit

e. Tips Penanganan Limbah Benda Tajam :


 Jangan membengkokan jarum suntik
 Jangan mematahkan jarum
 Jangan menutup jarum dengan sarungnya
 Jangan mencabut jarum dari Syringenya
 Segera buang ke dalam kontainer setelah digunakan

4. IPAL di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin


Pada awalnya air limbah dialirkan ke dalam. Dalam proses penyaluran ke inlet,
bahan padat dapat masuk ke sistem penyaluran. Jika bahan padat masuk ke sistem
penyaluran dan mencapai unit pengolahan maka proses pengolahan limbah cair dapat
terganggu. Oleh karena itu, pada inlet dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu
35

melalui proses penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui spiral
save untuk menyaring sampah yang berukuran besar. Sampah yang tertahan oleh
spiral save secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya penyumbatan.
Selanjutnya air limbah diolah dalam bak endapan (equalizing tank). Di dekat ada
pengontrol pH yang berfungsi untuk mengatur limbah cair yang masuk agar netral
dalam range pH 6-9. Pada bak equalizing tank digunakan untuk mencampur dan
menghomogenkan air limbah. Setelah homogen, maka akan dialirkan ke bak
pertama. Pada bak kedua terdapat bakteri yang selalu di tanamkan setiap hari dan ada
aliran udara dari jet aerator.
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan kedalam
bak ketiga agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di bagian paling
bawah dipompakan kembali oleh pompa mekanik ke bak pertama dan lumpur pada
air limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi
pergantian. Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak ketiga dikembalikan ke
bak pertama tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur lebih
lanjut. Air limbah dari bak ketiga yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak
desinfektan. Bak desinfeksi yang berfungsi untuk untuk mengendalikan jumlah
populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan. Desinfektan yang
diberikan berupa kaporit, setiap 1 minggu ada 2 kg kaporit bentuk tablet yang di
berikan pada bak tersebut. Paling terakhir limbah dialirkan dalam flow meter. Flow
meter digunakan untuk pembuangan air limbah menuju ke PDAM.
Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat dan karakteristik kimia,
biologis dan fisika. Studi karakteristik limbah perlu dilakukan agar dapat pencemaran
dapat ditimbulkan limbah terhadap lingkungan. Dalam menentukan karakteristik
limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus diketahui yaitu:
 Sifat Fisik
a. Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam
dua kelompok besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat
dibedakan berdasarkan diameternya.
36

b. Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel
koloidal yang terdiri dari tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang
yang terdapat dalam limbah. Kekeruhan merupakan sifat optis larutan.
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai dalam
limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan
penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur
dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah.
d. Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan
biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan
temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi
sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi dan
pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara
alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan dengan
kekeruhan dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata.
Demikian pula warna dapat disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi.
Warna menimbulkan pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun
warna tidak menimbulkan racun.
 Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam
air limbah.
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan
semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air
menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah
bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi
37

secara alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan
oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi
makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran
kebutuhan oksigen dalam air limbah. Pengukuran ini menekankan kebutuhan
oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan
yang tidak dipecah secara biokimia. Adanya racun atau logam tertentu dalam
limbah menyebabkan pertumbuhan bakteri akan terhalang dan pengukuran BOD
menjadi tidak realistis. Untuk mengatasinya lebih tepat menggunakan analisis
COD. COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
anorganis dan organis sebagaimana pada BOD. Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat nilai BOD terhadap COD
menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasi
dengan bahan kima.
c. Metan
Gas metan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi
anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan oleh lumpur yang membusuk pada
dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Suatu kolam
limbah yang menghasilkan gas metan akan sedikit sekali menghasilkan lumpur,
sebab lumpur telah habis terolah menjadi gas metan dan air serta CO2.
d. Keasaman Air
Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air buangan yang
mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya
membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu.
Demikian juga makhluk-makhluk lain tidak dapat hidup seperti ikan. Air yang
mempunyai pH rendah membuat air korosif terhadap bahan-bahan konstruksi besi
dengan kontak air.
38

e. Alkalinitas
Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garam-
garam hidroksida, kalsium, magnesium, dan natrium dalam air. Tingginya
kandungan zat-zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi
kesadahan suatu air semakin sulit air berbuih. Pengukuran alkalinitas air adalah
pegukuran kandungan ion CaCO3, ion Mg bikarbonat dan lain-lain.
f. Lemak dan minyak
Kandungan lemak dan minyak yang terkandung dalam limbah bersumber
dari instalasi yang mengolah bahan baku mengandung minyak. Lemak dan
minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri.
Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.
g. Oksigen terlarut
Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tiggi
BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat
menunjukkan tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan
air untuk mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada
tersedianya oksigen terlarut. Angka oksigen yang tinggi menunjukkan keadaan air
semakin baik
h. Klorida
Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas
berfungsi desinfektan tetapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion
natrium menyebabkan air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi.
i. Phospat
Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan
organisme lainnya yang dikenal dengan eutrophikasi. Pengukuran kandungan
phospat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar phospat
sehingga tumbuh-tumbuhan dalam air berkurang jenisnya dan pada gilirannya
tidak merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan tanaman ini akan
menghalangi kelancaran arus air.
39

 Sifat Biologi
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam
semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml.
Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu
melakukan proses-proses kehidupan (tumbuh metabolisme, dan reproduksi).
Keberadaan bakteri berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air.

6. Nutrisi
A. Pengolahan Nutrisi dan Gizi di rumah sakit
B. Kebutuhan Gizi Pasien (Cara Menghitung Gizi Pasien)
Baca PDF Pedoman Gizi
40

KISI-KISI Ujian PKPA BPOM


A. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
Bidang ini bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pengujian secara laboratorium
(fisika dan kimia), serta penilaian mutu produk-produk terapetik, narkotik,
obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah
tangga, dan produk komplemen. Selain itu peran apoteker di bidang ini adalah
mencari, menyusun, menetapkan, dan memverifikasi metode analisis untuk
pemeriksaan mutu produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, alat
kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga dan produk komplemen.

B. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya


Bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pengujian secara laboratorium (kimia dan
fisika) dan penilaian mutu pangan dan bahan berbahaya. Apoteker berperan
untuk mencari, menyusun, menetapkan, dan memverifikasi metode analisis
untuk pemeriksaan mutu dan keamanan produk pangan dan bahan berbahaya.
C. Bidang Pengujian Mikrobiologi
Bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu secara
mikrobiologi. Apoteker berperan menyusun, menetapkan, dan memverifikasi
metode analisis untuk pemeriksaan mutu maupun keamanan produk terapetik,
narkotik, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, perbekalan kesehatan
rumah tangga, produk komplemen, produk pangan dan bahan berbahaya yang
memerlukan Pengujian Mikrobiologi. Ruang lingkup Pengujian Mikrobiologi
mencakup uji cemaran mikroba, uji potensi antibiotik, uji sterilitas, dan uji
lain yang berkaitan dengan mikrobiologi.
D. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh
untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi
41

kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk


terapetik, narkotik, psikotropik, dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri atas:
a. Seksi pemeriksaan
Bertugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk
pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik,
narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen.
b. Seksi Penyidikan
Bertugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum
dibidang produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
E. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan
distribusi tertentu dan layanan informasi konsumen.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri atas:
a. Seksi Sertifikasi
Bertugas melakukan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu.
b. Seksi Layanan Informasi Konsumen
Bertugas melakukan pelayanan informasi kepada konsumen.
42

KISI-KISI Ujian PKPA Industri

Anda mungkin juga menyukai